1 / 54

EPILEPSI

EPILEPSI. Takrif/pengertian. epilepsi : - gangguan SSP yang ditandai dg terjadinya bangkitan ( seizure, fit, attack, spell ) yang bersifat spontan ( unprovoked ) dan berkala - kejadian kejang yang terjadi berulang (kambuhan)

biana
Download Presentation

EPILEPSI

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. EPILEPSI

  2. Takrif/pengertian • epilepsi : - gangguan SSP yang ditandai dg terjadinya bangkitan (seizure, fit,attack, spell) yang bersifat spontan (unprovoked) dan berkala - kejadian kejang yang terjadi berulang (kambuhan) • Kejang : manifestasi klinik dari aktivitas neuron yang berlebihan di dalam korteks serebral • Manifestasi klinik kejang sangat bervariasi tergantung dari daerah otak fungsional yang terlibat

  3. Profil EEG pada penderita epilepsi

  4. Epidemiologi • Agak sulit mengestimasi jumlah kasus epilepsy  pada kondisi tanpa serangan, pasien terlihat normal dan semua data lab juga normal, selain itu ada stigma tertentu pada penderita epilepsy  malu/enggan mengakui • Insiden paling tinggi pada umur 20 tahun pertama, menurun sampai umur 50 th, dan meningkat lagi setelahnya terkait dg kemungkinan terjadinya penyakit cerebrovaskular • Pada 75% pasien, epilepsy terjadi sebelum umur 18 th

  5. Dampak penyakit • Aspek psikososial (masalah medik, psikologis, sosial, dan ekonomi • Aspek medik : meningkatnya biaya perawatan, perlunya tenaga terlatih yang terampil, fasilitas teknik dan tersedianya obat antiepilepsi (OAE) • Aspek ekonomi : terbatasnya lapangan kerja, meningkatnya pengangguran • Aspek psikologis : rasa cemas, kehilangan kepercayaan diri • Aspek sosial : stigma negatif tentang penyakit dan penderita

  6. Prognosis • Prognosis umumnya baik, 70 – 80% pasien yang mengalami epilepsy akan sembuh, dan kurang lebih separo pasien akan bisa lepas obat • 20 - 30% mungkin akan berkembang menjadi epilepsi kronis  pengobatan semakin sulit  5 % di antaranya akan tergantung pada orang lain dalam kehidupan sehari-hari • Pasien dg lebih dari satu jenis epilepsi, mengalami retardasi mental, dan gangguan psikiatri dan neurologik  prognosis jelek • Penderita epilepsi memiliki tingkat kematian yg lebih tinggi daripada populasi umum

  7. Lanjutan prognosis… Penyebab kematian pada epilepsi : • Penyakit yg mendasarinya dimana gejalanya berupa epilepsi misal : tumor otak, stroke • Penyakit yg tidak jelas kaitannya dg epilepsi yg ada misal : pneumonia • Akibat langsung dari epilepsi : status epileptikus, kecelakaan sebagai akibat bangkitan epilepsi dan sudden un-expected death

  8. Etiologi • Epilepsi mungkin disebabkan oleh: • aktivitas saraf abnormal akibat proses patologisyang mempengaruhi otak • gangguan biokimia atau metabolik dan lesi mikroskopik di otak akibat trauma otak pada saat lahir atau cedera lain • pada bayi  penyebab paling sering adalah asfiksiatau hipoksia waktu lahir, trauma intrakranial waktu lahir, gangguan metabolik, malformasi congenital pada otak, atau infeksi • pada anak-anak dan remaja  mayoritas adalah epilepsy idiopatik, pada umur 5-6 tahun  disebabkan karena febril • pada usia dewasa penyebab lebih bervariasi  idiopatik, karena birth trauma, cedera kepala, tumor otak (usia 30-50 th), penyakit serebro vaskuler (> 50 th)

  9. Patogenesis Kejang disebabkan karena ada ketidakseimbangan antara pengaruh inhibisi dan eksitatori pada otak Ketidakseimbangan bisa terjadi karena : • Kurangnya transmisi inhibitori • Contoh: setelah pemberian antagonis GABA, atau selama penghentian pemberian agonis GABA (alkohol, benzodiazepin) • Meningkatnya aksi eksitatori meningkatnya aksi glutamat atau aspartat

  10. Central transmitter substances

  11. Diagnosis • Pasien didiagnosis epilepsi jika mengalami serangan kejang secara berulang • Untuk menentukan jenis epilepsinya, selain dari gejala, diperlukan berbagai alat diagnostik : • EEG • CT-scan • MRI • Lain-lain A CT or CAT scan (computed tomography) is a much more sensitive imaging technique than X-ray, allowing high definition not only of the bony structures, but of the soft tissues.

  12. Klasifikasi epilepsi • Berdasarkan tanda klinik dan data EEG, kejang dibagi menjadi : • kejang umum (generalized seizure) jika aktivasi terjadi pd kedua hemisfere otak secara bersama-sama • kejang parsial/focal jika dimulai dari daerah tertentu dari otak

  13. Kejang umum terbagi atas: • Tonic-clonic convulsion = grand mal • merupakan bentuk paling banyak terjadi • pasien tiba-tiba jatuh, kejang, nafas terengah-engah, keluar air liur • bisa terjadi sianosis, ngompol, atau menggigit lidah • terjadi beberapa menit, kemudian diikuti lemah, kebingungan, sakit kepala atau tidur

  14. Abscense attacks = petit mal • jenis yang jarang • umumnya hanya terjadi pada masa anak-anak atau awal remaja • penderita tiba-tiba melotot, atau matanya berkedip-kedip, dengan kepala terkulai • kejadiannya cuma beberapa detik, dan bahkan sering tidak disadari • Myoclonic seizure • biasanya tjd pada pagi hari, setelah bangun tidur • pasien mengalami sentakan yang tiba-tiba • jenis yang sama (tapi non-epileptik) bisa terjadi pada pasien normal • Atonic seizure • jarang terjadi • pasien tiba-tiba kehilangan kekuatan otot  jatuh, tapi bisa segera recovered Petit mal

  15. Kejang parsial terbagi menjadi : • Simple partial seizures • pasien tidak kehilangan kesadaran • terjadi sentakan-sentakan pada bagian tertentu dari tubuh • Complex partial seizures • pasien melakukan gerakan-gerakan tak terkendali: gerakan mengunyah, meringis, dll tanpa kesadaran Kejang parsial

  16. Sasaran Terapi Mengontrol supaya tidak terjadi kejang dan meminimalisasi adverse effect of drug Strategi Terapi • mencegah atau menurunkan lepasnya muatan listrik syaraf yang berlebihan  melalui perubahan pada kanal ion atau mengatur ketersediaan neurotransmitter

  17. Prinsip umum terapi epilepsi: • monoterapi lebih baik  mengurangi potensi adverse effect, meningkatkan kepatuhan pasien, tidak terbukti bahwa politerapi lebih baik dari monoterapi dan biasanya kurang efektif karena interaksi antar obat justru akan mengganggu efektivitasnya dan akumulasi efek samping dg politerapi • hindari atau minimalkan penggunaan antiepilepsi sedatif toleransi, efek pada intelegensia, memori, kemampuan motorik bisa menetap selama pengobatan • jika mungkin, mulai terapi dgn satu antiepilepsi non-sedatif, jika gagal baru diberi sedatif atau politerapi • berikan terapi sesuai dgn jenis epilepsinya • Memperhatikan risk-benefit ratio terapi • Penggunaan obat harus sehemat mungkin dan sedapat mungkin dalam jangka waktu pendek

  18. mulai dengan dosis terkecil dan dapat ditingkatkan sesuai dg kondisi klinis pasien  penting : kepatuhan pasien • ada variasi individual terhadap respon obat antiepilepsi  perlu pemantauan ketat dan penyesuaian dosis • jika suatu obat gagal mencapai terapi yang diharapkan  pelan-pelan dihentikan dan diganti dengan obat lain (jgn politerapi) • lakukan monitoring kadar obat dalam darah  jika mungkin, lakukan penyesuaian dosis dgn melihat juga kondisi klinis pasien

  19. Monitoring kadar obat dalam serum (TDM = Therapeutic Drug Monitoring ) Tujuan : • Untuk mengevaluasi kepatuhan penderita • Menilai faktor farmakokinetika dan farmakodinamika obat  menelusuri kemungkinan apabila terjadi kegagalan terapi • Mengidentifikasi kadar obat yg efektif utk mengenali perubahan2 yg mungkin dpt menimbulkan kejang/bangkitan atau efek samping • Menentukan obat apa yg kemungkinan dpt menimbulkan efek toksik apabila digunakan lebih dari satu macam obat Kendala : Fasilitas & biaya pemeriksaan laboratorium

  20. Pendekatan monoterapi • Tujuan utama : mengendalikan bangkitan epilepsi dg satu jenis obat • Obat yg dipilih adl obat yg terbaik atau paling sesuai utk bangkitan tertentu dan penderita sendiri • Apabila obat pertama jelas2 terbukti tdk efektif, maka obat jenis kedua harus diberikan • Penghentian obat pertama secara mendadak tidak dianjurkan karena akan menimbulkan bangkitan ulang, penurunan dosis dianjurkan 20% dari dosis total harian setiap 5 kali waktu paroh obat • Dalam praktek pendekatan monoterapi mungkin sulit diterapkan secara konsisten mengingat perlu tenaga profesional, fasilitas laboratorium yg mendukung serta kerja sama yg baik antara penderita dan keluarga

  21. Tatalaksana terapi • Non farmakologi: • Amati faktor pemicu • Menghindari faktor pemicu (jika ada), misalnya : stress, OR, konsumsi kopi atau alkohol, perubahan jadwal tidur, terlambat makan, dll. • Farmakologi : menggunakan obat-obat antiepilepsi

  22. Obat-obat anti epilepsi Obat-obat yang meningkatkan inaktivasi kanal Na+: • Inaktivasi kanal Na  menurunkan kemampuan syaraf untuk menghantarkan muatan listrik • Contoh: fenitoin, karbamazepin, lamotrigin, okskarbazepin, valproat Obat-obat yang meningkatkan transmisi inhibitori GABAergik: • agonis reseptor GABA  meningkatkan transmisi inhibitori dg mengaktifkan kerja reseptor GABA  contoh: benzodiazepin, barbiturat • menghambat GABA transaminase  konsentrasi GABA meningkat  contoh: Vigabatrin • menghambat GABA transporter  memperlama aksi GABA  contoh: Tiagabin • meningkatkan konsentrasi GABA pada cairan cerebrospinal pasien  mungkin dg menstimulasi pelepasan GABA dari non-vesikular pool  contoh: Gabapentin

  23. Pemilihan obat : Tergantung pada jenis epilepsinya

  24. ALGORITMA TATALAKSANA EPILEPSI Diagnosa positif Mulai pengobatan dg satu AED Pilih berdasar klasifikasi kejang dan efek samping Ya Sembuh ? Tidak Efek samping dapat ditoleransi ? Efek samping dapat ditoleransi ? Ya Tidak Ya Tidak Turunkan dosis Tambah AED 2 Tingkatkan dosis Kualitas hidup optimal ? Turunkan dosis Sembuh? Pertimbangkan, Atasi dg tepat Hentikan AED1 Tetap gunakan AED2 Ya Tidak Ya Tidak Lanjutkan terapi lanjut lanjut

  25. lanjutan Tidak sembuh Lanjutkan terapi Efek samping dapat ditoleransi ? Tidak kambuh Selama > 2 th ? Tidak Ya ya tidak Hentikan AED yang tdk efektif, Tambahkan AED2 yang lain Tingkatkan dosis AED2, cek interaksi, Cek kepatuhan Hentikan pengobatan Kembali ke Assesment awal Sembuh ? Ya Tidak Rekonfirmasi diagnosis, Pertimbangkan pembedahan Atau AED lain Lanjutkan terapi

  26. Status epileptikus • = kejang umum yang terjadi selama 5 menit atau lebih atau kejadian kejang 2 kali atau lebih tanpa pemulihan kesadaran di antara dua kejadian tersebut • Merupakan kondisi darurat yg memerlukan pengobatan yang tepat untuk meminimalkan kerusakan neurologikpermanen maupun kematian

  27. Tipe 1 (tidak ada lesi struktural) Infeksi Infeksi CNS Gangguan metabolik Turunnya level AED Alkohol Idiopatik Tipe 2 ( Ada lesi struktural) Anoksia/hipoksia Tumor CNS CVA Overdose obat Hemoragi Trauma Etiologi

  28. Terapi ? • Non-farmakologi: • Tanda-tanda vital dipantau • Pelihara ventilasi • Berikan oksigen • Cek gas darah utk memantau asidosis respiratory atau metabolik • Kadang terjadi hipoglikemi  berikan glukosa • Farmakologi : dengan obat-obatan

  29. Algoritma tatalaksana pada status epileptikus

  30. Profil obat • Karbamazepin (carbamazepin) Dimetabolisme di liver carbamazepin – 10, 11 – epoxide (metabolit aktif)  • Antikonvulsan • Neurotoksisitas  ES : mual, bingung, mengantuk, pandangan kabur, ataksia ES jarang : agranulositosis Kons serum meningkat linier dg dosis (beda dg fenitoin)

  31. Fenitoin • Terhidroksilasi di liver mell sistem penjenuhan enzim, • kec metab bervariasi antar individu • Diperlukan sampai 20 hari u mencapai kadar level stabil sesudah perub dosis shg perlu dicegah ↑ dosis secara gradual atau sampai tjd tanda gangg serebral (nistagmus, ataksia, pergerakan involuntar) • Perlu monitoring kons serum scr ketat  ↑ dosis kecil menghasilkan kadar toksik obat dlm serum • ES lain : hipertrofi gusi, jerawat, kulit berlemak, gambaran muka kasar dan hirsutism

  32. Lamotrigin Dapat digunakan dlm btk tunggal, spt fenitoin dg ES < ES : pandangan kabur, bingung, mengantuk Reaksi kulit serius terutama pd anak kecil

  33. Fenobarbital Kmk sama efektifnya dg karbamazepin & fenitoin pd pengobatan kejang tonik-klonik dan parsial, ttp ES sedatif > Toleransi tjd pd pemakaian jangka panjang dan withdrawl scr tiba2 yg dpt memicu status epileptikus. ES : simptom serebral (sedasi, ataksia, nistagmus), mengantuk (pd dws), dan hiperkinesia pd anak2 Primidon dimetab mjd metabolit aktif antikonvulsan, salah satunya adl fenobarbital

  34. Vigabatrin, gabapentin, dan topiramat Digunakan sbg : “ add-on” drugs pd penderita epilepsi yg tdk mencapai efek baik dg obat antiepilepsi lain Vigabatrin sedikit / jarang digunakan krn dpt mengurangi daerah pandang (visual fields) sampai 1/3 penderita Gabapentin & karbamazepin juga digunakan utk mengobati nyeri neuropatik (shooting & stabbing) yg krg berespon thdp analgesik konvensional

  35. Ethosuximide Hanya efektif pd pengobatan kejang mioklonik (tanpa efek kehilangan kesadaran)

  36. Valproat Keuntungan : risiko sedatif <, spektrum aktivitas luas & ES mual, peningkatan BB, perdarahan & rambut rontok relatif kecil Kerugian utama : kdg2 respon idiosinkratik menyebabkan toksisitas hepatik parah / fatal

  37. Benzodiazepin : Clonazepam Antikonvulsan poten, efektif pd absences, tonic-clonic seizures & myoclonic seizures Bersifat sedatif dan toleransi kuat dimana tjd pada pemberian oral yg lama

  38. Pemberian obat antiepilepsi pada anak • Terjadi defisiensi kognitif spesifik akibat : bangkitan epilepsi, faktor etiologi, munculnya bangkitan pada usia dini, sering mengalami bangkitan, dan obat antiepilepsi • Pengaruh beberapa obat antiepilepsi : • Fenobarbital →hiperaktif • Fenitoin (dosis tinggi)→enselofati progresif, retardasi mental dan penurunan kemampuan membaca • Karbamazepin dan asam valproat →gangguan kognitif ringan • Valproat (dosis tinggi)→mengganggu fungsi motorik

  39. Efek obat antiepilepsi pada anak • Jurnal Pediatr Neurol. th 2006 : obat2 antiepilepsi (asam valproat, carbamazepin, oxcarbazepin) dapat menurunkan densitas tulang pada anak. • Perlu monitoring pemakaian jangka panjang pada anak, di samping perlu dipertimbangkan pemberian suplemen utk tulang.

  40. Penatalaksanaan epilepsi pada lanjut usia • Perlu pertimbangan : penyakit lain yg menyertai, polifarmasi yg menyebabkan interaksi obat, perubahan fisiologi tubuh (absorpsi obat, ikatan protein, metabolisme dan eliminasi obat) • Prinsip terapi : dosis tunggal atau dua kali sehari, tidak ada efek samping atau minimal, tidak ada interaksi obat atau minimal, ikatan protein rendah, farmakokinetik linier, tidak berpotensi reaksi alergi atau idiosinkrasi, dan ada ketersediaan dlm bentuk parenteral

  41. Pertimb pemakaian pd wanita • Estrogen menghambat reseptor GABA, mempotensiasi aktivitas glutaminergik • Progesteron efeknya berlawanan dg estrogen dan mempotensiasi aktivitas reseptor GABA & mengurangi kec neuronal discharge • Obat2 antiepilepsi terutama induser enzim metab hepatik juga pengaruhi hormon dg peningkatan metab hormon steroid & menginduksi produksi hormon seks terikat globulin shg menyebabkan penurunan fraksi hormon steroid yg tak terikat (unbond)  mengurangi efikasi hormon

  42. Contoh aplikasi klinis Obat2 antiepilepsi gol enzym – inducer misal topiramat menyebabkan kegagalan oral kontrasepsi pd wanita shg perlu dosis oral kontrasepsi yg tinggi (≥ 50 μg)

  43. Sedang valproat, BZ dan sebag besar antiepilepsi baru yg non enzyme – inducer  tidak punya efek tsb Pd sebag besar wanita epilepsi kecenderungan kejang meningkat pd masa menstruasi (catamenial seizures) dan saat ovulasi  hal ini berhub dg progesteron withdrawl & perub rasio estrogen – progesteron, pada kondisi ini lebih baik dg obat antiepilepsi konvensional

  44. Pada kehamilan Akibat epilepsi pd kehamilan : • Kejang maternal 25 – 30% penderita • Komplikasi kehamilan • ES pd fetus meliputi penyakit dan obat antiepilepsi

  45. Kejang maternal akibat efek lgs pd seizures threshold dan penurunan kons obat antiepilepsi dlm serum terkait dg peningkatan klirens obat, protein binding, disposisi obat dll pd kehamilan

  46. Efek obat antiepilepsi pd kehamilan  malformasi kongenital Barbiturat & fenitoin  congenital heart malformation, orofacial clefts & malformasi lain Valproat & carbamazepin spina bifida (neural tube defect) & hypospadias • ES pd kehamilan yg bukan akibat obat antiepilepsi : hambatan pertumb, psikomotor, retardasi mental, BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah)

  47. KIE pada wanita epilepsi yg hamil • Intake asam folat (~0,4 – 1 mg/hari) pd prenatalmencegah efek teratogenik • Obat antiepilepsi secara monoterapi, dosis serendah mgk mengurangi efek teratogenik • Obat2 antiepilepsi yg lebih baru punya efek teratogenik < • Pemberian vit K pd bulan terakhir kehamilan dg dosis 10 mg oral setiap hari mencegah koagulopati

  48. KIE pada ibu menyusui • Meski distribusi obat antiepilepsi dilaporkan rendah pada air susu, namun perlu diperhatikan efek pada bayi (sedasi, iritabilitas, poor feeding) terutama pada pemakaian barbiturat & benzodiazepin

More Related