1 / 30

ASPEK HUKUM DAN POLITIK RUU KEPERAWATAN

ASPEK HUKUM DAN POLITIK RUU KEPERAWATAN. Oleh Hasyim Asy’ari Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang Training Pencerdasan Sosial Politik Diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Ilmu Keperawatan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran

mindy
Download Presentation

ASPEK HUKUM DAN POLITIK RUU KEPERAWATAN

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. ASPEK HUKUM DAN POLITIKRUU KEPERAWATAN Oleh Hasyim Asy’ari Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang Training Pencerdasan Sosial Politik Diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Ilmu Keperawatan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang, 24 April 2011

  2. Partisipasi Politik Partisipasi politik adalah keterlibatan warga negara dalam segala kegiatan politik, terutama dalam penentuan kebijakan publik. Partisipasi politik dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, partisipasi konvensional (conventional participation), seperti keterlibatan warga negara dalam partai politik, keikursertaan dalam pemilu, ikut mempengaruhi proses perumusan kebijakan lewat media massa dan ikut menyalurkan aspirasi melalui lembaga perwakilan rakyat. Partisipasi politik ini biasanya terjadi bila lembaga-lembaga seperti partai politik, lembaga perwakilan rakyat dan media massa dapat berperan aktif dan tidak mandul. Kedua, partisipasi tidak konvensional (unconventional participation), seperti demonstrasi, mogok, pemberontakan, huru hara dan segala kegiatan politik yang menggunakan kekerasan. Biasanya partisipasi macam ini terjadi bila mekanisme politik berjalan tidak normal dan lembaga-lembaga politik konvensional tidak mampu menjalankan peranannya secara baik.

  3. Faktor Partisipasi Politik Partisipasi politik ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu tingkat kesadaran politik masyarakat, dan tingkat kepercayaan masyarakat kepada sistem politik. Berdasarkan dua faktor tersebut dapat dilihat adanya empat model partisipasi politik. Pertama, bila kesadaran politik yang tinggi diikuti dengan kepercayaan pada sistem politik juga tinggi, maka akan menimbulkan partisipasi politik yang aktif. Kedua, bila kesadaran politik yang tinggi dibarengi dengan kepercayaan yang rendah kepada sistem politik, maka akan melahirkan perilaku membangkang (dissiden) atau militan-radikal. Ketiga, bila kesadaran politik rendah diikuti dengan kepercayaan yang tinggi pada sistem politik, maka model partisipasinya pasif. Keempat, bila kesadaran politik dan kepercayaan pada sistem politik sama-sama rendahnya, maka partisipasi politiknya cenderung pasif-tertekan (apatis) dan secara politik menimbulkan keterasingan (political alienation).

  4. Faktor Partisipasi Politik Kesadaran Politik Kepercayaan Politik

  5. Partisipasi Politik dan Demokrasi Partisipasi politik merupakan inti dari demokrasi. Demokratis tidaknya suatu sistem politik, ditentukan oleh ada-tidaknya atau tinggi-rendahnya tingkat partisipasi politik warganya. Standar minimal demokrasi : adanya pemilu reguler yang bebas untuk menjamin terjadinya rotasi pemegang kendali negara tanpa adanya penyingkiran terhadap suatu kelompok politik manapun. adanya partisipasi aktif dari warga negara dalam pemilu itu dan dalam proses penentuan kebijakan. terjaminnya pelaksanaan hak asasi manusia yang memberikan kebebasan bagi para warga negara untuk mengorganisasi diri dalam organisasi sipil yang bebas atau dalam partai politik. mengekspresikan pendapat dalam forum-forum publik maupun media massa.

  6. Demokrasi: Partisipasi dan Kompetisi Bila kompetisi rendah dan partisipasi politik juga rendah, maka akan menghasilkan sistem politik closed hegemony. Bila kompetisi tinggi dan partisipasi politik rendah akan melahirkan sistem politik yang bercorak competitive oligarchy. Bila kompetisi tinggi dan partisipasi politik tinggi, maka akan muncul sistem politik polyarchy (demokrasi). Bila tingkat kompetisi rendah dan partisipasi politik tinggi, maka akan muncul sistem politik competitive hegemony.

  7. Demokrasi: Partisipasi dan Kompetisi Kompetisi Partisipasi

  8. Tipe Rezim & Karakter Produk Hukum • Apabila sebuah rezim bertipe democratic, maka akan ditandai dengan mekanisme pembentukan produk hukum secara penuh persaingan (competitive), dan mengakomodir munculnya keragaman gagasan (pluralistic). Sebagai konsekuensi dari mekanisme yang demokratis, maka akan dihasilkan produk hukum yang cenderung berkarakter lebih memihak kepada kepentingan masyarakat (populist), lebih memperhatikan kepentingan masa depan dan tidak segan-segan untuk mengikuti perkembangan (progressive), dan membatasi munculnya multi-tafsir (limited interpretation) dan pada gilirannya lebih memberikan jaminan kepastian hukum. • Sebaliknya, pada rezim yang bertipe non-democratic, mekanisme pembentukan produk hukum lebih cenderung terpusat (centralistic), dan tentu saja sangat kurang nuansa persaingan gagasan dalam merumuskan produk hukum (non-competitive). Pada rezim yang demikian ini, akan ditemukan karakter produk hukum yang cenderung mengakomodir kepentingan kalangan elit saja (elitist), kurang mengakomodir perkembangan dan kepentingan jangka panjang ke depan (conservative), dan membuka ruang munculnya multi-tafsir (open to multi-interpretation) dan kurang memberikan jaminan kepastian hukum.

  9. Tipe Rezim dan Karakter Produk Hukum

  10. Polity

  11. Norma Hukum • Norma adalah suatu nilai ukuran atau patokan bagi seseorang dalam bertindak atau bertingkah laku dalam masyarakat. • Norma Hukum adalah suatu ukuran atau patokan yang dibentuk atau ditentukan oleh suatu otoritas resmi (negara), berlaku mengikat bagi semua warga negara, dan bagi warga negara yang tidak mematuhinya akan dikenakan sanksi pidana atau sanksi pemaksa.

  12. Hierarki Norma Hukum Tiga Asas Norma Hukum : • Lex superior derogat legi inferior (norma hukum yang lebih tinggi kedudukannya harus diutamakan daripada norma hukum yang lebih rendah kedudukannya). • Lex specialis derogat legi generalis(norma hukum yang bersifat khusus harus diutamakan daripada norma hukum yang lebih umum sifatnya). • Lex posterior derogat legi priori (norma hukum yang terbaru keberadaannya harus diutamakan daripada norma hukum yang terdahulu keberadaannya).

  13. Hierarki Peraturan Perundang-undangan di Indonesia • Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum. • Hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah penjenjangan setiap jenis Peraturan Perundang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

  14. Hierarki Peraturan Perundang-undangandi Indonesia Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-undangan di Indonesia adalah : • Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; • Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu); • Peraturan Pemerintah; • Peraturan Presiden; • Peraturan Daerah.

  15. Hierarki Peraturan Perundang-undangandi Indonesia • Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana tersebut, diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. • Jenis Peraturan Perundang-undangan yang diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat tersebut, antara lain, peraturan yang dikeluarkan oleh : • Majelis Permusyawaratan Rakyat; • Dewan Perwakilan Rakyat; • Dewan Perwakilan Daerah; • Mahkamah Agung; • Mahkamah Konstitusi; • Badan Pemeriksa Keuangan; • Bank Indonesia; • Menteri; • Kepala Badan, Lembaga atau Komisi yang setingkat yang dibentuk oleh undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang; • DPRD Provinsi; • Gubernur; • DPRD Kabupaten/Kota; • Bupati/Walikota; • Kepala Desa atau yang setingkat.

  16. Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan Adalah materi yang harus dimuat dalam Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan jenis, fungsi, dan hierarki Peraturan Perundang-undangan.

  17. Materi Muatan Undang-undang • Mengatur lebih lanjut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang meliputi : • Hak Asasi Manusia; • Hak dan Kewajiban Warga Negara; • Pelaksanaan dan Penegakan Kedaulatan Negara serta Pembagian kekuasaan Negara; • Wilayah Negara dan Pembagian Daerah; • Kewarganegaraan dan Kependudukan; • Keuangan Negara. • Diperintahkan oleh suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang.

  18. Pembentukan PeraturanPerundang-undangan • Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah proses pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang pada dasarnya dimulai dari: • perencanaan, • persiapan, • teknik penyusunan, • perumusan, • pembahasan, • pengesahan, • pengundangan; dan • penyebarluasan.

  19. Kerangka Peraturan Perundang-undangan Bentuk suatu peraturan perundang-undangan, agar memenuhifungsinya sebagai sumber pengenal, memiliki kerangka sebagai berikut : • Judul • Pembukaan • Frase Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa • Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangan • Konsiderans • Dasar Hukum • Diktum • Batang Tubuh • Ketentuan Umum • Materi Pokok yang Diatur • Ketentuan Pidana (jika diperlukan) • Ketentuan Peralihan (jika diperlukan) • Ketentuan Penutup • Penutup • Penjelasan (jika diperlukan) • Lampiran (jika diperlukan)

  20. Bahasa Peraturan Perundang-undangan • Bahasa peraturan perundang-undangan pada dasarnya tunduk kepada kaidah tata Bahasa Indonesia, baik yang menyangkut pembentukan kata, penyusunan kalimat, teknik penulisan, maupun pengejaannya. • Namun demikian, bahasa peraturan perundang-undangan mempunyai corak tersendiri yang bercirikan kejernihan atau kejelasan pengertian, kelugasan, kebakuan, keserasian, dan ketaatan asas sesuai dengan kebutuhan hukum.

  21. Bahasa Peraturan Perundang-undangan • Dalam merumuskan ketentuan peraturan perundang-undangan, digunakan kaidah tata Bahasa Indonesia yang baku. • Dalam merumuskan ketentuan peraturan perundang-undangan digunakan kalimat yang tegas, jelas, singkat, dan mudah dimengerti. • Hindari penggunaan kata atau frase yang artinya kurang jelas atau konteksnya dalam kalimat kurang jelas.

  22. Naskah Akademik RUU • Naskah akademik adalah naskah yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai konsepsi yang berisi latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan dan lingkup, jangkauan, objek, atau arah pengaturan substansi rancangan peraturan perundang-undangan. • Penyusunan Naskah Akademik adalah pembuatan Naskah Akademik yang dilakukan melalui suatu proses penelitian hukum dan penelitian lainnya secara cermat, komprehensif, dan sistematis. • Naskah Akademik memuat dasar filosofis, yuridis, sosiologis, pokok dan lingkup materi yang akan diatur, serta konsep awal Rancangan Peraturan Perundang-undangan. • Maksud/tujuan dan kegunaan penyusunan naskah akademik yakni sebagai landasan ilmiah bagi penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan, yang memberikan arah, dan menetapkan ruang lingkup bagi penyusunan peraturan perundang-undangan.

  23. Naskah Akademik RUU • Judul Naskah Akademik • Bab I Pendahuluan A.  Latar BelakangB.  Identifikasi MasalahC.  Tujuan dan KegunaanD.  Metode Penelitian • Bab II Asas-Asas Yang Digunakan Dalam Penyusunan Norma • Bab III Materi Muatan RUU dan Keterkaitannya Dengan Hukum Positif • Bab IV Penutup • Lampiran Konsep Awal Rancangan Undang-undang

  24. Naskah Akademik RUU • Latar Belakang Pemikiran mengenai alasan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis, yang mendasari pentingnya materi hukum yang bersangkutan segera diatur dalam peraturan perundang-undangan. • Landasan Filosofis Memuat pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita moral yang luhur yang meliputi suasana kebatinan serta watak dari bangsa Indonesia yang termaktub dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. • Landasan Yuridis Memuat suatu tinjauan terhadap peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya dengan judul Naskah Akademik Peraturan Perundang-Undangan yang telah ada dan masih berlaku (hukum positif). Yang termasuk dalam peraturan perundang-undangan pada landasan yuridis adalah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. • Landasan Sosiologis Memuat suatu tinjauan terhadap gejala-gejala sosial-ekonomi-politik yang berkembang di masyarakat yang mendorong perlu dibuatnya Naskah Akademik. Landasan/alasan sosiologis sebaiknya juga memuat analisis kecenderungan sosiologis-futuristik tentang sejauh mana tingkah laku sosial itu sejalan dengan arah dan tujuan pembangunan hukum nasional yang ingin dicapai. Identifikasi Masalah Memuat permasalahan apa saja yang akan dituangkan dalam ruang lingkup naskah akademik. • Identifikasi masalah ini diperlukan untuk mengarahkan agar penelitian/kajian Naskah Akademik ini dapat menjelaskan urgensi perlunya disusun Naskah Akademik peraturan perundang-undangan tersebut. Identifikasi masalah dapat dirumuskan dalam bentuk pointer-pointer pertanyaan atau deskripsi secara umum yang mencerminkan permasalahan yang mana harus diatasi dengan norma-norma dalam suatu peraturan perundang-undangan.

  25. Naskah Akademik RUU • Metode Penelitian ini terdiri dari metode pendekatan dan metode analisis data. • Metode penelitan di bidang hukum dilakukan melalui pendekatan Yuridis Normatif maupun Yuridis Empiris dengan menggunakan data sekunder maupun data primer. • Metode yuridis normatif dilakukan melalui studi pustaka yang menelaah (terutama) data sekunder, baik yang berupa perundang-undangan maupun hasil-hasil penelitian, hasil pengkajian dan referensi lainnya. • Sedangkan pendekatan Yuridis Empiris dapat dilakukan dengan menelaah data primer yang diperoleh/dikumpulkan langsung dari masyarakat. Data primer dapat diperoleh dengan cara: pengamatan (observasi), diskusi (Focus Group Discussion), wawancara, mendengar pendapat narasumber atau para ahli, menyebarkan kuestioner dan sebagainya. • Pada umumnya metode penelitian pada Naskah Akademik menggunakan pendekatan yuridis normatif yang utamanya menggunakan data sekunder, yang dianalisis secara kualitatif. Namun demikian, data primer juga sangat diperlukan sebagai penunjang dan untuk mengkonfirmasi data sekunder.

  26. Naskah Akademik RUU Asas-asas Yang Digunakan Dalam Penyusunan Norma • Memuat elaborasi berbagai teori, gagasan, pendapat ahli dan konsepsi yang digunakan sebagai pisau analisis dalam menentukan asas-asas (baik hukum maupun non hukum) yang akan dipakai dalam peraturan perundang-undangan.Analisis terhadap penentuan asas-asas ini juga memperhatikan berbagai aspek bidang kehidupan terkait dengan peraturan perundang-undangan yang akan dibuat, yang berasal dari hasil penelitian. Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan dan Keterkaitannya Dengan Hukum Positif • Berisi materi muatan yang akan diatur dalam Peraturan Perundang-undangan dan kajian/analisis keterkaitan materi dimaksud dengan hukum positif, sehingga Peraturan Perundang-undangan yang dibuat tidak tumpang tindih dengan hukum positif. • Kajian/analisis tentang keterkaitan dengan hukum positif terkait dapat disajikan dalam bentuk matriks atau secara deskriptif, dalam rangka mengharmonisasikan dengan hukum positif yang telah ada, sehingga tidak tumpang tindih.

  27. RUU Keperawatan UU yang berkaitan dengan Keperawatan: • UU No. 29/2004 tentang Praktik Kedokteran. • UU No. 36/2009 tentang Kesehatan. • UU No. 44/2009 tentang Rumah Sakit. • UU No. 7/1963 tentang Farmasi (?) • UU No. 419/1949 tentang Obat Keras (?)

  28. Materi Muatan RUU Keperawatan • Siapa Perawat? • Siapa (apa) saja pihak terkait (stakeholders) perawat? • Apa tugas, wewenang, hak dan tanggung jawab perawat? • Apakah perawat perlu pengetahuan dan keterampilan khusus? • Apa standar minimal pengetahuan dan keterampilan perawat? • Apa tugas, wewenang dan kewajiban Pemerintah berkaitan dengan keperawatan? • Apakah perawat harus memiliki kualifikasi minimum keahlian tertentu? • Apakah praktik keperawatan wajib memiliki izin pemerintah? • Apakah diperlukan larangan tertentu bagi layanan keperawatan? • Apakah diperlukan kode etik perawat? • Apakah diperlukan standar profesi perawat? • Apakah diperlukan standar pelayanan perawat? • Apakah diperlukan standar prosedur operasional perawat? • Apakah diperlukan pengawasan terhadap perawat? • Apakah diperlukan sanksi bagi perawat yang melanggar kode etik, standar profesi, standar pelayanan, standar prosedur operasional? Apa bentuk sanksi terhadap masing-masing pelanggaran tersebut? Siapa yang berwenang memberi sanksi?

  29. Materi Muatan RUU Keperawatan • Sumber daya di bidang kesehatan adalah segala bentuk dana, tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan teknologi yang dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. • Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. • Pemerintah mengatur perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan mutu tenaga kesehatan dalam rangka penyelenggaraann pelayanan kesehatan. • Tenaga kesehatan harus memiliki kualifikasi minimum, berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki, dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan wajib memiliki izin dari pemerintah, dan selama memberikan pelayanan kesehatan dilarang mengutamakan kepentingan yang bernilai materi. • Tenaga kesehatan harus memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional. • Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi diatur oleh organisasi profesi.

  30. SekianTerima KasihSemoga Manfaat

More Related