1 / 75

MTI

langkah pemecahan transportasi

imbas2004
Download Presentation

MTI

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. Volume 1 1-2-3 LANGKAH LANGKAH KECIL YANG KITA LAKUKAN MENUJU TRANSPORTASI YANG BERKELANJUTAN Referensi ringkas bagi proses advokasi pembangunan transportasi

  2. MASYARAKAT TRANSPORTASI INDONESIA Referensi ringkas bagi proses advokasi penyelenggaraan transportasi Penulis: Bambang Susantono Danang Parikesit Heru Sutomo Muhammad Nanang Sigit W. Prasetya Editor: Bambang Susantono dan Danang Parikesit Tata letak: Muhammad Yani ISBN 979 – 95237 – 2 - 9 Cetakan ke-1, Mei 2004 Cetakan ke-2, September 2004 Diterbitkan oleh:  Masyarakat Transportasi Indonesia Menara Kebon Sirih Lt. XV, Jalan Kebon Sirih Kav. 17-19 Tel : +62 21 39836556 • Fax : +62 21 39837053 sekretariat@mti-its.or.id • www.mti-its.or.id

  3. DAFTAR ISI Pengantar i B A B 4 B A B 1 Yang sering terlupakan oleh para Transportasi Indonesia: sebuah potret 2 pengambil keputusan 48 Peran masyarakat dalam pembangunan 6 Keselamatan adalah segalanya 49 Membangun aliansi untuk melakukan Membiayai proyek transportasi – dilema advokasi, sulitkah? 7 dalam desentralisasi! 52 Kebutuhan akan data dan infomasi dalam B A B 5 proses advokasi kebijakan publik 9 Mengenai buku ini 10 Beberapa istilah yang perlu diketahui 56 Beberapa contoh inisiatif proyek B A B 2 transportasi 59 Tujuan pembangunan transportasi 12 Mengaitkan transportasi dan isu-isu besar B A B 6 pembangunan 13 Catatan penutup 68 Transportasi dan ketersediaan sumber daya 18 Pemenuhan rasa keadilan bagi MENGENAI MASYARAKAT TRANSPORTASI penyelenggaraan transportasi 20 INDONESIA (MTI) Mobilitas dan dampak lingkungan: Product dan by-product kegiatan transportasi 22 Konsep perencanaan transportasi perkotaan 24 Lingkup kajian transportasi 26 B A B 3 Transportasi bagi kota yang sibuk 29 Untuk mereka di perdesaan dan daerah terisolasi 31 Berbagi ruang: indahnya angkutan umum 34 Bagaimana barang diangkut secara efisien 36 Transportasi: We make people fly ! 38 Nenek moyangku orang pelaut 42 Multimoda: Apa itu? 47

  4. Pengantar Transportasi merupakan bagian dari kehidupan yang kita alami sehari-hari. Pembicaraan seputar transportasi pasti akan menyentuh berbagai spektrum kehidupan yang sangat luas. Diskusi dapat dimulai dari skala makro seperti globalisasi sampai masalah angkutan umum yang sering kita alami sehari-hari. Karenanya tidak heran apabila sebagian masyarakat, walaupun tidak semua lapisan, sangat peduli dengan layanan, sarana, dan prasarana transportasi. Transportasi juga sebagai salah satu hak asasi manusia. Hak atas akses layanan kebutuhan perjalanan yang mendasar, atau lazim disebut aksesibilitas, harus disediakan oleh negara, terlepas apakah seorang warga negara akan menggunakan kesempatan atas Karenanya aksesibilitas sering dianggap penting seiring dengan meningkatnya peradaban manusia. Kenyataan empiris yang dapat kita lihat dalam kehidupan dan kemajuan transportasi menunjukkan bahwa teknologi transportasi berpengaruh pada perubahan sosial dan ekonomi regional. Penemuan mesin uap di Inggris, revolusi mobil-T di Amerika Serikat, teknologi kapal super kontainer, dan transformasi mesin jet dalam dunia penerbangan, merupakan beberapa tonggak dalam peradaban dunia. Selama ini transportasi substansi yang sarat dengan masalah- masalah teknis di mana hanya para ahli teknik sajalah membahasnya. Pada kenyataannya, permasalahan transportasi menyentuh hampir semua aspek misalnya: ekonomi, finansial, sosial, politik serta pertahanan dan keamananan. Karenanya maka demistifikasi transportasi sebagai sektor teknis sehingga aspek-aspek lainnya dapat dibicarakan sama bobotnya dalam sektor transportasi. Diskusi antar pakar transportasi dan pakar di bidang lainnya perlu lebih ditingkatkan dalam rangka mencari format transportasi yang lebih baik di masa mendatang. Buku 1-2-3 Langkah ini merupakan langkah awal Masyarakat Transportasi Indonesia atau MTI dalam berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan dalam bidang dan sektor transportasi. Buku ini ingin memberikan pengantar pada hal-hal sederhana transportasi yang komunikasi awal antara para anggota MTI dan masyarakat luas. Sengaja kami menggunakan format dan bahasa yang sederhana agar permasalahan yang ada dapat menjadi perbincangan yang lebih akrab dalam ruang-ruang keluarga masyarakat Indonesia. Kami berharap kiranya dengan perbincangan awal yang akan terjadi di masyarakat dapat memfasilitasi meningkatnya kepedulian atas permasalahan, dan, pada akhirnya, ketertarikan dalam mencari solusi semua persoalan transportasi yang cukup pelik di Indonesia. Dr. Bambang Susantono non teknis perlu dilakukan pada masalah- seputar menjadi dapat dapat dianggap yang merupakan melakukan akses tersebut. transportasi umat perkembangan peningkatan sangat Ketua Umum MTI 2003 – 2007 perkembangan dianggap yang dapat

  5. Bab 1 1 - 2 - 3 L A N G K A H Langkah-langkah kecil yang mempengaruhi hidup kita Many factors contribute to economic and social progress, but mobility is especially important because the ingredients of a satisfactory life, from food and health to education and employment, are generally available only if there is adequate means of moving people, goods and ideas (Owen, 1987) A I S I D A R I B A B I N I ?Potret transportasi Indonesia ?Peran masyarakat dalam da hal-hal yang bisa kita lakukan dan cukup banyak masalah yang tidak bisa kita selesaikan sendiri. Transportasi merupakan contoh nyata dari permasalahan yang kita hadapi sehari-hari dan sering kali membuat kita, pemerintah, politisi, masyarakat luas menjadi frustrasi. Benang kusut transportasi sering kali menyulitkan para pemangku kepentingan memulai sebuah tindakan. praktisi, akademisi, dan pembangunan ?Advokasi transportasi ?Data dan informasi ?Mengenai buku ini Di sisi lain sebuah tindakan perlu memiliki rasional atau alasan yang cukup agar sesuai dengan masalah yang memang benar-benar dihadapi. Menemukan masalah yang benar adalah kunci dari pemecahan masalah itu sendiri. Oleh karena itu, bagian ini akan memberikan gambaran kepada pembaca mengenai hal-ihwal yang kita lihat sehari-hari mengenai transportasi dan bagaimana secara mudah pembaca akan dibawa kepada permasalahan yang lebih besar mengenai transportasi. Transportasi tidak sekedar macet, bising, polusi udara, dan biaya tinggi, melainkan juga berkaitan dengan hak-hak 1 1 1 1

  6. 1 - 2 - 3 L A N G K A H masyarakat untuk bergerak dan memanfaatkan sarana dan prasarana publik dalam mengembangkan diri. 1-2-3 Langkah akan memberikan gambaran mengenai aspek-aspek dasar transportasi bagi para pengambil keputusan, politisi dan non-transport professionals dalam memahami permasalahan transportasi. Transportasi Indonesia: sebuah potret Jumlah perjalanan penumpang transportasi darat antar kabupaten/kota seluruh Indonesia yang terjadi dalam satu tahun diperkirakan sebesar 3,8 miliar perjalanan. Situasi dengan angkutan barang juga hampir sama, yaitu perjalanan darat antar- kabupaten/kota secara keseluruhan sebesar 2,4 miliar ton/tahun yang didominasi oleh perjalanan di dalam Pulau Jawa sebesar 1,8 miliar ton atau 75%, dan… Dari jumlah tersebut, perjalanan dalam Pulau Jawa mendominasi sebesar 2,8 miliar perjalanan atau 74%. Sedangkan untuk perjalanan penumpang antarpropinsi di seluruh Indonesia (di luar perjalanan internal propinsi) adalah sebesar 1,2 miliar perjalanan/tahun. Untuk perjalanan antargugus pulau secara total berjumlah 118 juta perjalanan/tahun di luar perjalanan internal pulau, atau hanya sebesar 3,14% dari keseluruhan total perjalanan penumpang transportasi darat (3,8 miliar perjalanan/tahun). Indonesia memiliki panjang jalan mencapai lebih dari 300.000 km – merupakan yang terpanjang di antara negara-negara Asia Tenggara, tetapi … 40% di antaranya mengalami rusak ringan dan berat. Kebutuhan dana guna pemeliharaan dan investasi jalan baru diperkirakan mencapai 1,5 kali lebih banyak daripada dana yang tersedia saat ini. Biaya yang dikeluarkan oleh pengguna jalan secara keseluruhan mencapai Rp 1,55 trilliun per hari dan selama 5 tahun terakhir biaya perjalanan tiap pengguna jalan per kilometer tidak pernah terjadi penurunan. Diperkirakan masih cukup banyak kasus kecelakaan yang terjadi tidak dilaporkan, meski terdapat kecenderungan pengurangan indeks kecelakaan. Sejak krisis tahun 1997 hingga akhir tahun 2001 panjang jalan tol tidak mengalami pertumbuhan. Meski demikian, pada tahun 2002 PT Jasa Marga telah menyelesaikan pembangunan beberapa ruas jalan tol dan mengoperasikan 383 km dari 520 km total panjang jalan tol. Partisipasi swasta dalam pembangunan jalan tol pasca 1997 tidak terjadi peningkatan, hal ini disebabkan oleh… 2 2 2 2

  7. 1 - 2 - 3 L A N G K A H Adanya hambatan regulasi serius dalam mendorong kembalinya investasi swasta. Sistem kereta api di Indonesia memiliki sejarah yang lama sejak tahun 1842 dengan panjang rel sepanjang 5.042,05 km, dan… 26% diantaranya dibangun mulai 1870 serta hanya 4% yang dipasang antara 1985 – 2001. Masih terdapat persinyalan dengan menggunakan sistem mekanik – 17,8% di Jawa dan 10,7% di Sumatera. Terdapat berbagai permasalahan serius mengenai keselamatan penggunaan kereta api dengan terjadinya kecelakaan KA yang meminta korban jiwa. Adanya problema kelembagaan dalam implementasi skema PSO (public service obligation) – IMO (infrastructure maintenance and operation) – TAC (track access charges), hingga reformasi organisasi merupakan agenda yang harus ditangani dalam jangka pendek. Volume lalu lintas kereta api eksekutif mengalami tantangan yang sangat serius dengan adanya deregulasi tarif angkutan udara domestik. Tahun 2001, pengguna KA penglaju di Jabodetabek mencapai 394.000 penumpang per hari. Dari angka ini… Hanya 2% dari seluruh pengguna transportasi perkotaan. Dilayani dengan 158,7 km track, 70 stasiun, dan 352 KRL serta 43 KRD. Tingkat keandalan yang meningkat dari 45% di tahun 2001 menjadi 65% di tahun 2003. Panjang sungai di Indonesia mencapai 34.342 km dari 214 buah sungai, namun hanya 23.255 km panjang sungai yang dapat dilayari, itu pun… Sering kali merupakan satu-satunya alternatif bagi mereka yang tinggal di daerah terisolasi sehingga merupakan instrumen penting dalam menanggulangi kemiskinan. Merupakan angkutan barang yang sangat efisien dan berbiaya murah namun sangat tergantung dari siklus musim – di mana panjang sungai berkurang sangat signifikan saat musim kemarau. 3 3 3 3

  8. 1 - 2 - 3 L A N G K A H Mengalami penurunan armada angkutan sungai yang sangat signifikan karena pengembangan jaringan jalan sejajar sungai. Memiliki hambatan pembiayaan swasta karena sulitnya akses kredit kapal yang berakibat pada tingginya risiko swasta dan implikasinya terhadap keselamatan pelayaran. Indonesia memiliki 17.508 buah pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai mencapai 81.000 km. Dengan demikian, Indonesia merupakan negara maritim utama dunia. Dengan lebih dari 400 juta ton per tahun komoditi yang diangkut melalui laut, pertumbuhan transportasi laut memiliki prospek yang sangat baik. Namun demikian,… Armada dalam negeri perlu didorong untuk memperoleh pangsa yang lebih besar, terutama yang berorientasi pada ekspor-impor – tentu saja dengan memperhatikan daya saing tarif dan pelayanan. Terdapat 20 pelabuhan internasional, 254 pelabuhan nasional, 139 pelabuhan regional dan 321 pelabuhan lokal – yang saat ini memperoleh tantangan dalam reformasi tatanan kepelabuhanan dalam era desentralisasi. Angkutan pelayaran rakyat dan keperintisan semakin mendapat tekanan operasi dan pembiayaan yang dikhawatirkan akan mengurangi peran mereka di masa yang akan dating. Perubahan-perubahan yang terjadi saat ini, terutama kaitannya dengan perdagangan, semakin menunjukkan adanya globalisasi dalam industri pelayanan dan jasa. General Agreement on Trade in Services (GATS) dalam sektor jasa memiliki banyak implikasi dalam tuntutan peningkatan daya saing terhadap industri dalam negeri, termasuk industri penerbangan dalam negeri. Mulai tahun 1990 di bawah tekanan sektor pariwisata, pemerintah mengijinkan operator charter untuk mengimpor pesawat bermesin jet, dan berkompetisi dalam rute domestik. Kontrol dilakukan melalui tarif dan persyaratan lisensi bagi perusahaan. Semenjak itu, terdapat berbagai regulasi dan deregulasi yang membawa pengaruh signifikan bagi pertumbuhan industri angkutan udara. Meski terjadi krisis ekonomi, hingga tahun 2003 terdapat berbagai inisiatif investasi baru di jasa penerbangan – terutama yang berkaitan dengan fenomena low cost carrier yang menjadi trend di Asia Timur. Dengan pertumbuhan yang cukup mengesankan pada 3 tahun terakhir dan deregulasi tarif, angkutan udara menjadi pesaing yang sangat serius bagi angkutan darat jarak menengah dan jauh. 4 4 4 4

  9. 1 - 2 - 3 L A N G K A H Terdapat desakan besar pasca desentralisasi mengenai penyelenggaraan bandar udara oleh pemerintah daerah. Transportasi perkotaan mengalami permasalahan yang sangat serius dari tekanan migrasi desa ke kota hingga pembiayaan transportasi yang sangat rumit. Namun demikian, lebih penting lagi bahwa… Kesenjangan infrastruktur dan sarana transportasi antardesa dan kota mengakibatkan terdapatnya hambatan pembangunan dan mendorong migrasi dari desa ke kota. Laju pertumbuhan urbanisasi saat ini berada di atas angka 1% per tahun. Di tahun 1980, jumlah penduduk propinsi yang tinggal di perkotaan adalah 22,3%. Angka ini mencapai 30,9% di tahun 1990 dan 42,4% di tahun 2000. Dengan rendahnya daya beli masyarakat, penetapan tarif angkutan menjadi tidak mudah diterapkan dalam pelayanan transportasi perkotaan. Terjadi pengurangan ruang publik dan fasilitas pejalan kaki yang terbatas sehingga semakin kurang dihormatinya hak-hak pemakai ruang jalan secara adil. Ketersediaan akses transportasi perkotaan bagi penderita cacat, orang tua, wanita, dan anak-anak masih jauh di bawah harapan dibandingkan dengan kota-kota besar lain di Asia Timur dan Tenggara. Transportasi perdesaan dan di daerah terpencil kurang diperhatikan, padahal… Dengan penduduk berjumlah 270 juta jiwa pada tahun 2020, 62% atau 162 juta hidup di pedesaan dan 59% atau 159 juta jiwa hidup di Jawa, dengan kepadatan 2.077 jiwa/km2 di Pulau Jawa dan 110 jiwa/km2 di luar Pulau Jawa. Angkutan ini bertanggung jawab terhadap 10 – 25% harga komoditi pertanian nonkorporasi yang menjadi tumpuan pengentasan kemiskinan di daerah perdesaan. Subsidi pemerintah dalam bentuk angkutan perintis, baik transportasi darat, udara maupun laut, tidak diimbangi dengan upaya pengembangan ekonomi daerah. Dengan demikian pemberian subsidi tidak memberikan dampak yang diharapkan. Memiliki dilema yang cukup berat antara akses masyarakat ke sarana angkutan dan standar keselamatan yang dipersyaratkan. Masih kurang memperhatikan kebutuhan masyarakat, terutama kaum wanita, untuk meringankan beban angkutan bagi kebutuhan dasar di sekitar tempat tinggal mereka. 5 5 5 5

  10. 1 - 2 - 3 L A N G K A H Peran masyarakat dalam pembangunan Masyarakat merupakan bagian penting dari proses pembangunan. Berbagai panduan mengenai good governance atau tata pemerintahan yang baik telah memberikan pelajaran bahwa visi, misi, rencana, strategi, program, kegiatan, dan proyek transportasi memerlukan rasa kepemilikan (ownership) dari masyarakat luas. Oleh karena itu, sangatlah perlu bahwa masyarakat mengambil peran yang sentral bersama-sama pemerintah dan dunia usaha untuk menjadi tiga pilar pembangunan transportasi. Partisipasi masyarakat merupakan kunci keberhasilan pelaksanaan program, kegiatan, dan proyek transportasi. Di sisi lain, masyarakat perlu kiranya memiliki pengetahuan dan kesempatan yang cukup untuk dapat berpartisipasi dalam proses tersebut. Pertanyaannya adalah: Siapa yang dapat mengambil peran aktif sebagai representasi masyarakat? Dalam masyarakat maju, proses pembangunan dilaksanakan dengan melibatkan secara langsung masyarakat yang terkena dampak – baik positif maupun negatif dari intervensi transportasi. Di samping itu, representasi rakyat melalui wakilnya di parlemen atau DPR/DPRD juga mampu memberikan pandangan dan pendapat mengenai intervensi tersebut bagi konstituennya. Dua hal tersebut merupakan situasi yang akan dapat dengan cepat mendorong tercapainya proses yang ideal. Namun demikian, di negara- negara berkembang, hal tersebut tampaknya membutuhkan waktu. Oleh karenanya berbagai lembaga swadaya masyarakat maupun lembaga nonpemerintah dipandang merupakan mitra komunikasi yang dapat membantu terwujudnya proses ini. GAMBAR 1. Pemogokan awak bus karena reformasi angktan umum di Quito dan respons masyarakat yang marah terhadap operator (diambil dari presentasi César H. Arias, STAP Meeting, Nairobi, 26th March 2002) Masyarakat berhak untuk memberikan penjelasan dalam proses pengambilan keputusan yang terkait dengan kepentingan publik. Dengan demikian masyarakat dan organisasi nirlaba bukan lagi merupakan pihak yang menjadi penghambat 6 6 6 6

  11. 1 - 2 - 3 L A N G K A H dalam kebijakan publik. Seperti yang terjadi di Quito (Ekuador), masyarakat yang tidak puas terhadap pelayanan angkutan umum akan mendukung rencana pemerintah untuk melakukan reformasi angkutan umum. Kunci dalam membangun kepercayaan masyarakat •Transparansi – adalah kemampuan bagi seluruh pemangku kepentingan untuk melihat proses pembangunan yang dijalankan. •Akuntabilitas – adalah program dan kegiatan sebagai hasil proses pembangunan yang dapat dipertanggungjawabkan. Membangun aliansi untuk melakukan advokasi, sulitkah? Dalam melaksanakan pembangunan dan penyelenggaraan transportasi, semua pihak perlu dilibatkan karena transportasi akan mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Sayangnya meskipun pada dasarnya setiap orang menginginkan kehidupan yang lebih baik, strategi untuk mencapai tujuan itu tidak selalu sama antara satu orang dengan orang lainnya. Untuk itulah diperlukan aliansi untuk melakukan check and balance serta untuk memperjuangkan usaha bersama. Aliansi dalam advokasi dilaksanakan dengan mengembangkan jaringan. Jaringan ini merupakan modal dasar dalam melakukan tindakan atau aksi karena dalam masyarakat modern, struktur masyarakat tidak lagi terdiri dari sebuah bangunan sosial yang solid atau bersifat piramidal melainkan terdiri dari individu-individu yang memiliki kesamaan semangat dan tujuan. Aliansi yang dibangun melalui jejaring memiliki sejumlah kelebihan karena sistem tersebut tidak akan mudah runtuh karena satu bagian dari jejaring tersebut mengalami kegagalan fungsi. Sulitkah membangun aliansi? Pertanyaan ini sering kali muncul karena selalu saja ada keraguan dan kegamangan tertentu bagi mereka yang bermaksud untuk mulai membangun aliansi dengan memanfaatkan jejaring. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memastikan bahwa aliansi akan terbentuk dan berfungsi secara baik adalah: •Aliansi dibangun berdasar sebuah mission statement atau misi yang kuat. Misi inilah yang akan menggerakkan aliansi untuk mengambil tindakan dan langkah- langkah yang nyata dalam mendorong sebuah kebijakan publik. Oleh karena itu, kekuatan sebuah aliansi ada dalam konsep yang kuat mengenai permasalahan yang dihadapi secara bersama. Mengetahui atau bahkan 7 7 7 7

  12. 1 - 2 - 3 L A N G K A H menciptakan musuh bersama atau common enemy merupakan salah satu kemungkinan dalam membangun aliansi seperti, misalnya, dalam hal peningkatan pelayanan angkutan umum perkotaan. Dalam kasus tersebut, semua pihak dapat diajak untuk membangun aliansi baik pemerintah daerah (karena bidang tugasnya), pengusaha angkutan (karena mereka ingin usahanya tetap berjalan), dan pengguna (karena menyangkut kepentingan langsung biaya transportasi yang harus dikeluarkan). Kelompok ini dapat membangun aliansi, tanpa harus menjadi musuh pengemudi kendaraan pribadi, karena dalam teori ekonomi transportasi perbaikan pelayanan angkutan umum akan dapat secara maksimal dinikmati apabila terdapat perpindahan moda dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum. Aliansi dibangun berdasar sebuah “mission statement”. GAMBAR 2. Pendapat 2 orang akan selalu lebih baik dari pendapat 1 orang - membangun aliansi dapat memberikan legitimasi legal dan moral dalam merencanakan, melaksanakan, dan melakukan evaluasi program, kegiatan, dan proyek transportasi. •Aliansi dibangun atas dasar prinsip cost sharing atau pembagian kewajiban. Sering kali kegagalan dari sebuah aliansi adalah bahwa salah satu pihak ingin memilik klaim atas misi yang hendak dicapai. Dengan demikian pihak yang diajak melakukan aliansi akan menjadi subordinat karena merasa atau disengaja menjadi pihak yang dibiayai. Aliansi ini tidak akan berjalan dengan baik karena salah satu kunci dalam menjaga keberlanjutan aliansi adalah kepemilikan atau ownership. Oleh karena itu, partisipasi dalam kegiatan haruslah berdasarkan prinsip saling menyumbang. Besarnya cost sharing ini tidak sangat penting, demikian pula bentuk sumbangannya – apakah dalam bentuk dana, tenaga atau pikiran. Prinsip “cost sharing” adalah penting untuk menjamin keberlanjutan aliansi. Contoh Aliansi Strategis Dalam melaksanakan pembangunan transportasi di Propinsi DIY, Pemerintah Propinsi melalui Dinas Perhubungan DIY, KOPATA – sebuah koperasi pengusaha angkutan umum di Yogyakarta yang memiliki 40% dari total jumlah angkutan bus, serta Pusat Studi Transportasi dan Logistik UGM bersepakat untuk membentuk YUPTA (Yogyakarta Urban Public Transportation Alliance) untuk menyusun program-program angkutan umum di Yogyakarta. Contoh yang lain adalah pembentukan Dewan Transportasi di Makassar yang dipelopori oleh kalangan akademik. Secara sukarela Dewan Transportasi Kota Makassar dibentuk dan dijalankan sebagai Ombudsman Transportasi. Meskipun belum memiliki bentuk legal formal, pola aliansi seperti ini dapat menjadi contoh bagi proses penyelenggaraan transportasi yang berkelanjutan. Kebutuhan akan data dan informasi dalam proses advokasi kebijakan publik. 8 8 8 8

  13. 1 - 2 - 3 L A N G K A H Kebutuhan akan data dan informasi dalam proses advokasi kebijakan publik Ada yang menjadi sebuah syarat dalam proses advokasi kebijakan publik yang tidak boleh dilupakan. Pada bagian sebelumnya telah disebutkan bahwa prinsip dasar dalam advokasi yang berhasil adalah mission statement dan cost sharing. Untuk memastikan bahwa pernyataan misi dapat dibuat dengan konsepsi yang kuat dan pembagian biaya dapat dilaksanakan dengan baik, pihak yang melakukan advokasi membutuhkan alasan yang sangat kuat bahwa apa yang mereka lakukan itu sesuatu yang memang dibutuhkan bukan yang diinginkan. Sumber: Majalah Tempo, Sampul Edisi 6-12 Januari 2004 Proyek Busway, contoh kasus yang membutuhkan data yang kuat untuk promosi dan advokasi. Ini adalah kesalahan mendasar yang sering dilakukan para pendukung transportasi yang berkelanjutan. Upaya mendorong transportasi yang berkelanjutan tidak boleh dilakukan hanya karena kita merasa bahwa akan baik memiliki bus baru yang melayani satu koridor. Contoh nyata dari perlunya dukungan data dan informasi ini adalah proyek busway (atau lebih tepat BRT – Bus Rapid Transit) yang dilaksanakan di Jakarta. Dimulai dengan mission statement yang kurang jelas pada awalnya, proyek ini perlahan- lahan memiliki cengkeraman yang kuat karena dukungan data hasil penelitian yang dilaksanakan. Aliansi dengan berbagai pihak menjadi sangat berhasil apabila upaya kampanye didesain secara baik. Proyek tersebut berhasil bukan semata karena konsep yang kuat, tetapi dibantu dengan data dan informasi yang akurat untuk menjamin kebijakan publik yang dilaksanakan memang dibutuhkan oleh masyarakat. Data memang mahal, tetapi selalu dibutuhkan untuk menjamin bahwa kebijakan publik akan menjawab kebutuhan masyarakat. 9 9 9 9

  14. 1 - 2 - 3 L A N G K A H Mengenai buku ini Buku ini merupakan kontribusi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) dalam upaya membangun kesadaran kolektif akan pentingnya kapasitas bagi masyarakat untuk menyuarakan kepentingannya. Buku ini disusun dengan penyampaian yang sederhana namun tidak meninggalkan kaidah-kaidah akademik dan tanggung jawab ilmiah untuk meningkatkan kemampuan masing-masing pemangku kepentingan dalam membangun transportasi di Indonesia, di kota dan di desa, di pegunungan dan di pantai, bagi masyarakat modern dan tradisional, bagi mereka yang kaya dan miskin, laki-laki dan wanita, untuk mereka yang normal dan yang kurang memiliki kemampuan (diffabel – different ability) Buku ini tidak mengarah pada penyelesaian seluruh permasalahan transportasi namun lebih memperkenalkan prinsip-prinsip dasar bagi mereka yang tidak mendalami transportasi sebagai bidang profesi mereka. Sedangkan bagi para professional di bidang transportasi akan memperoleh hal-hal baru apabila merujuk pada buku dan referensi yang digunakan dalam penulisan. Buku ini akan sangat berguna bagi mereka yang erat berhubungan dengan kebijakan makro sektor transportasi dalam rangka mengembangkan inisiatif-inisiatif untuk membangun transportasi berkelanjutan. Buku ini diawali dengan gambaran umum mengenai situasi yang kita hadapi dan kita lihat sehari-hari di lapangan, serta kebutuhan advokasi, kerja sama, dan kebutuhan data dalam penyusunan kebijakan publik. Bab 2 akan memuat dasar pertimbangan mengapa transportasi adalah bagian penting dari proses pembangunan. Selanjutnya, pada Bab 3 akan dibahas mengenai berbagai aspek yang sering dijumpai dalam pembicaraan sehari-hari, termasuk didalamnya berbagai hal yang sering ditulis oleh media. Pada Bab 4, pembaca akan memperoleh informasi mengenai hal-hal yang sering terlupakan oleh para pengambil keputusan atau yang juga sering dinyatakan sebagai isu- isu lintas sektor. Selanjutnya Bab 5 akan memberikan gambaran kepada pembaca mengenai berbagai istilah yang sering ditemui dalam bentuk terjemahan dan definisi bebas – yang mungkin agak berbeda dengan definisi teknis yang ada di buku para insinyur, perencana, dan praktisi transportasi. Bagian akhir akan memuat mengenai pesan penting yang diharapkan dapat diperhatikan oleh pembaca buku ini. 10 10 10 10

  15. Bab 2 1 - 2 - 3 L A N G K A H Transportasi bagi pembangunan yang berkelanjutan Development that meets the needs the present without comporomising the ability of future generations to meet their own needs (Brutland Commission, 1987) T ransportasi selain memiliki definisi perpindahan orang dan barang dari satu tempat ke tempat yang lain juga memiliki tujuan yang lebih besar dalam meningkatkan kesejahteraan dan memberikan harapan hidup yang lebih baik bagi generasi yang akan datang. I S I D A R I B A B I N I ? Tujuan pembangunan transportasi ?Isu-isu pembangunan ?Transportasi dan sumber daya ?Transportasi dan keadilan ? Transportasi dan lingkungan ?Prinsip perencanaan ? Lingkup transportasi 1-2-3 Langkah akan memberikan gambaran mengenai tujuan-tujuan transportasi dan kaitannya dengan agenda-agenda pembangunan yang saat ini penting untuk diperhatikan. Selain itu aspek penyelenggaraan transportasi juga perlu ketersediaan sumber daya, pemenuhan keadilan bagi masyarakat banyak serta dampak negatif dari transportasi yang perlu diperhatikan. 1-2-3 Langkah juga akan menyajikan prinsip-prinsip pembangunan memperhatikan perencanaan yang sering digunakan perencana transportasi. Pada bagian akhir bab ini, lingkup bahasan transportasi akan disajikan sebagai pengantar bagi bab selanjutnya. 11 11 11 11

  16. 1 - 2 - 3 L A N G K A H Tujuan pembangunan transportasi Dalam literatur dan referensi mengenai transportasi, banyak disebut berbagai tujuan transportasi. Namun demikian apabila kita menarik garis merah dan melakukan pengelompokan berbagai tujuan transportasi, ada dua hal utama yang harus diperhatikan apabila menyelenggarakan transportasi. Dua tujuan tersebut adalah: EFISIENSI (Efficiency) dan KEBERADILAN (Equity) Efisiensi berkaitan dengan efisiensi sumber daya (allocative efficiency) dan keadilan membahas mengenai keadilan dalam generasi kita (intra-generation equity) dan keadilan yang harus kita perhatikan untuk generasi yang akan datang (inter-generation equity). Mengapa efisiensi menjadi tujuan transportasi? Efisiensi adalah ukuran yang menunjukkan perbandingan antara seberapa besar asupan (input) dapat dikurangi dengan keluaran (output) yang telah ditetapkan. Dengan demikian semakin sedikit asupan yang dibutuhkan maka akan semakin efisien penyelenggaraan transportasi yang terjadi. Efisiensi menjadi tujuan transportasi karena adanya keterbatasan sumber daya yang dimiliki. Sumber daya berupa sumber daya energi dan bahan bakar, sumber daya manusia, keuangan dan teknologi semuanya tidak-tak- terbatas. Dengan demikian penyelenggara harus sejauh mungkin memanfaatkan sumber daya yang sesedikit mungkin. Keadilan atau equity adalah ukuran yang menunjukkan kesenjangan atau disparitas yang terjadi dalam masyarakat. Keadilan ini bisa terjadi karena perbedaan pengetahuan, akses terhadap sumber daya yang berbeda dan karunia Tuhan yang berbeda. Transportasi harus mampu memberikan dan menjamin akses pada masyarakat tanpa tergantung apakah mereka kaya atau miskin, laki-laki atau wanita, muda atau orang tua dan anak-anak, mereka yang normal atau cacat, yang tinggal di kota atau desa. Kesemuanya itu disebut intra-generation equity atau keadilan dalam generasi yang sama. Disamping itu, keadilan transportasi juga harus diberikan untuk generasi yang akan datang karena dunia ini tidak kita tinggalkan untuk generasi yang akan datang melainkan merupakan titipan dari generasi yang akan datang kepada kita. Keadilan antargenerasi atau inter-generation equity ini dalam bahasa lain dinyatakan sebagai dampak negatif yang yang tidak dapat kembali atau memiliki umur normalisasi yang lama. Dampak ini bisa berupa perubahan iklim, limbah padat yang tidak mudah terurai, maupun pemisahan lahan yang merusak struktur sosial maupun kohesi sosial masyarakat. Tujuan penyelenggaraan transportasi adalah 2E: Efficiency and Equity. 12 12 12 12

  17. 1 - 2 - 3 L A N G K A H Mengaitkan transportasi dan isu-isu besar pembangunan Transportasi merupakan komponen penting dalam sistem hidup dan kehidupan, sistem pemerintahan, dan sistem kemasyarakatan. Transportasi juga memiliki perspektif lokal, nasional dan global. Bagaimana itu dijelaskan? Transportasi secara definisi adalah pergerakan orang dan barang dari satu tempat ke tempat yang lain dengan berbagai maksud perjalanan dan menggunakan berbagai moda/alat angkut yang memungkinkan. Definisi tersebut mengandung makna bahwa perjalanan dilakukan dengan maksud tertentu, dan sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan perjalanan dialokasikan untuk mendatangkan manfaat. Diharapkan manfaat tersebut lebih besar dari sumber daya (terutama biaya) yang dikeluarkan untuk melakukan perjalanan. Secara mudah, apabila kita mengeluarkan biaya sebesar Rp 1.000 untuk melakukan perjalanan, maka kita mengharapkan untuk sedikitnya memperoleh manfaat senilai Rp 1.000 tersebut. Tentu saja manfaat harus dilihat dari sumber daya secara luas, baik manfaat finansial dan nonfinansial seperti kenyamanan dan keamanan. Tetapi yang jelas, apabila manfaatnya kurang dari besar biaya tersebut, maka perjalanan tersebut tidak akan dilakukan. Inilah yang dinamakan perilaku rasional. Lalu bagaimana konsep ini dapat dikaitkan dengan isu-isu besar pembangunan yaitu daya saing dan pengurangan kemiskinan? Karena transportasi memiliki nilai manfaat, maka setiap intervensi program, kegiatan, proyek transportasi diharapkan akan mengurangi biaya transportasi dan meningkatkan manfaat transportasi. Nah, digunakan untuk apa manfaat transportasi tersebut? Peningkatan manfaat tersebut dapat digunakan untuk menambah daya beli masyarakat – selanjutnya mendorong konsumsi dan menggerakkan roda perekonomian, atau mendorong investasi yang akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Di samping itu, secara kolektif penurunan biaya transportasi akan mengurangi biaya distribusi barang dan jasa. Selanjutnya kondisi ini akan meningkatkan daya saing. Apabila pertumbuhan ekonomi membaik dengan distribusi yang adil dan masyarakat memiliki pekerjaan dan penghasilan, maka upaya pengurangan kemiskinan akan dapat terlaksana dengan baik. Bagaimana situasi yang kita hadapi saat ini? Intervensi transportasi harus mengurangi biaya perjalanan dan meningkatkan manfaat. Manfaat ini akan berguna bagi peningkatan daya beli masyarakat dan mendorong investasi. Tingkat daya saing yang dimiliki Indonesia dapat diuraikan dalam kinerja ekonomi dan transportasi. Dalam bidang ekonomi, peningkatan daya saing dalam jangka pendek dilakukan langkah-langkah untuk memacu pemanfaatan kapasitas industri yang menganggur melalui pengurangan hambatan perdagangan dalam dan luar negeri serta peningkatan pembiayaan perdagangan, serta langkah-langkah promosi 13 13 13 13

  18. 1 - 2 - 3 L A N G K A H dan pengembangan produk ekspor dan pariwisata. Dalam jangka menengah dilakukan langkah-langkah untuk meningkatkan daya saing, antara lain, dengan terus memperkuat institusi pasar, serta mengembangkan industri berkeunggulan kompetitif berlandaskan keunggulan komparatif didukung oleh kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks). Kondisi sosial demografi wilayah memiliki pengaruh terhadap kinerja transportasi di wilayah tersebut. Tingkat kepadatan penduduk misalnya akan memiliki pengaruh signifikan terhadap sejauh mana transportasi akan mampu melayani kebutuhan masyarakat. Di perkotaan, kecenderungan yang terjadi adalah adanya peningkatan penduduk yang tinggi yang disebabkan oleh tingkat kelahiran maupun urbanisasi yang semakin bertambah. Tingkat urbanisasi di kota-kota besar di Indonesia menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan dari tahun ke tahun. Tingginya tingkat urbanisasi yang berimplikasi pada semakin padatnya penduduk yang secara langsung maupun tidak akan mengurangi daya saing dari transportasi wilayah. Tingkat daya saing juga dapat diukur sejauh mana infrastruktur memiliki produktivitas yang tinggi yang dengan tingkat output yang lebih besar dari input yang diberikan. Dalam infrastruktur jalan, data yang ada menunjukkan adanya tingkat daya saing yang rendah. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat Operasi Kendaraan (BOK) yang semakin sementara di terhadap 3.000,00 Sumatera BOK Satuan (Rp/km-kend) 2.500,00 Jawa ditunjukkan 2.000,00 Kalimantan 1.500,00 Sulawesi 1.000,00 kasus Bali - Nusa Tenggara Maluku - Irian Indonesia 500,00 0,00 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 Tahun Biaya GAMBAR 3. Kecenderungan Biaya Operasi Kendaraan Prasarana Jalan naik, lain sisi investasi yang ditanamkan oleh pemerintah juga terus bertambah (lihat Gambar 3). Hal ini menunjukkan bahwa prasarana jalan belum mampu menghasilkan daya saing yang tinggi untuk melayani kebutuhan masyarakat. Secara eksternal, tingkat daya saing sektor infrastruktur di Indonesia tampaknya belum begitu mengembirakan dibandingkan negara-negara tetangga. Dalam subsektor transportasi jalan, dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, Indonesia termasuk kelompok yang memiliki kepadatan jaringan rendah yaitu hanya mencapai 0,20 km/km2. Begitu pula dengan tingkat pelayanan jaringan 14 14 14 14

  19. 1 - 2 - 3 L A N G K A H (km/1.000 penduduk), Indonesia hanya memiliki nilai sebesar 1,89. Densitas atau kepadatan jaringan jalan menunjukkan indikator koneksitas dan aksesibilitas dari seluruh bagian wilayah negara. Tabel 1 menunjukan perbandingan tingkat kepadatan jaringan jalan di negara-negara ASEAN. Tabel 1. Kinerja Jaringan Jalan di Negara-Negara ASEAN GDP per Kapita (US$) Panjang Jalan (1.000 km) Kepadatan Jaringan (km / km2) Pelayanan Jaringan (km/1.000 org) Jalan Beraspal (%) Luas (1.000 km2) Penduduk (juta) Negara Brunei 5 0,34 12.245 3 0,76 11,18 78 Darussalam Kamboja 181 12,2 270,0 34 0,19 2,79 N/A Indonesia 1.919 204,0 691,0 386 0,20 1,89 47 Laos 237 5,2 430,0 22 0,09 4,23 16 Malaysia 330 23,2 4.696 65 0,20 2,80 70 Myanmar 677 49,0 151 30 0,04 0,57 40 Filipina 300 76,4 914 161 0,54 2,11 57 Singapura 0,7 5,0 20,659 3 4,29 0,75 97 Thailand 514 63,5 1.831 256 0,50 4,10 91 Vietnam 331 77,7 416 209 0,63 2,68 42 Sumber: Diolah dari ASEAN Secretariat , 1999 – 2001 Dalam sektor transportasi laut, Indonesia adalah negara maritim dengan potensi laut nasional yang sangat besar, namun hingga saat ini belum dapat dimanfaatkan secara maksimal. Minimnya armada nasional menjadi isu yang sangat penting. Hal ini menyebabkan kapal-kapal kemampuan angkut barang (cargo) yang terbatas. nasional memiliki Berdasarkan jumlah armada kapal negara-negara lain di Asia, Indonesia berada pada urutan ke-9 dengan berat mati atau dead weight tonnage (DWT) hanya mencapai 0,61% dari DWT dunia. Dalam bidang transportasi, perhatian pemerintah terhadap penanggulangan kemiskinan ditunjukkan dengan pengembangan angkutan perintis baik di sektor perhubungan udara maupun laut. Angkutan perintis merupakan upaya untuk menjembatani kesenjangan pembangunan khususnya di wilayah tertinggal. Armada angkutan laut perintis saat ini melayani 49 trayek dengan 49 kapal terbagi atas: 9 kapal di KBI (Kawasan Barat Indonesia) dan 40 di KTI (Kawasan Kimur Indonesia). Pengelolaan dilakukan oleh PT PELNI (2 kapal) dan oleh operator swasta (47 kapal). Pelabuhan yang dilayani sebanyak 22 pelabuhan pangkal dan 380 pelabuhan singgah. Frekuensi pelayanan yang berhasil dilayani mencapai 1.184 pelayaran dengan rata-rata 14 hari setiap pelayaran. Pemerintah telah 15 15 15 15

  20. 1 - 2 - 3 L A N G K A H menganggarkan untuk membangun kapal-kapal perintis sebesar Rp 70,5 miliar pada tahun 2003 dengan membuat kapal-kapal dengan tipe 350 DWT, 500 DWT dan 750 DWT, total sebanyak 8 unit. Demikian juga dalam Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) diselenggarakan Penyeberangan Lintas Perintis. Tujuan penyelenggaraan lintas penyeberangan perintis adalah untuk membuka daerah yang terisolir, mengembangkan pertumbuhan ekonomi yang lebih merata, dan meningkatkan ketahanan dan keamanan nasional. Lintas penyeberangan perintis saat ini sekitar 66 lintasan, di mana sebanyak 53 lintasan berada di Kawasan Timur Indonesia GAMBAR 4. Subsidi Lintas Penyeberangan Perintis Rp (Juta) 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 0 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 Tahun (KTI) yang pengoperasiannya dilakukan oleh PT ASDP (Persero). Jenis dan tipe kapal sungai dan danau yang beroperasi mencakup bus air, kapal pandu, kapal barang, kapal cepat, kapal motor, kapal getek/klotok, tongkang, perahu motor, truk air dan perahu motor. Subsidi pemerintah guna pengoperasian lintas penyeberangan perintis ini meningkat terus selama 10 tahun terakhir (lihat Gambar 4). Pada sektor perkeretaapian, hingga akhir tahun 1998 hampir seluruh jaringan kereta api di Jawa memiliki volume lalu lintas yang terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi nasional (tercatat antara 6%-7%). Namun setelah itu transportasi kereta api terutama di wilayah Jawa, mengalami persaingan dengan moda transportasi lain, khususnya angkutan udara. Perkembangan industri angkutan udara di Indonesia yang kompetitif mengakibatkan sejumlah penumpang KA beralih moda ke pesawat udara pada beberapa rute potensial seperti Jakarta– Surabaya dan Jakarta-Yogyakarta. Hal ini terjadi terutama pada pelayanan kereta api kelas eksekutif jarak jauh yang mengakibatkan penurunan jumlah penumpang mencapai 15,80% selama tahun 2003 sehingga memaksa operator kereta api untuk mengurangi frekuensi keberangkatan yang pada akhirnya akan mengurangi pendapatan dari kelas eksekutif. 16 16 16 16

  21. 1 - 2 - 3 L A N G K A H Frekuensi lalu lintas kereta api di wilayah Sumatera lebih banyak digunakan untuk angkutan barang. Pada tahun 1997, 25% pendapatan PT KAI pengoperasian angkutan barang, di mana 92% berasal dari pengoperasian angkutan barang di wilayah Sumatera. Untuk angkutan penumpang di wilayah Sumatera, tingkat isian (occupancy rate) diperoleh dari berdasarkan data tahun 1995-1999 cenderung fluktuatif. Hal ini disebabkan oleh persaingan dengan moda angkutan jalan. Apabila level of service jalan tinggi maka jumlah penumpang relatif menurun, demikian pula sebaliknya. Sementara itu perkeretaapian di wilayah perkotaan seperti Jabodetabek, saat ini merupakan adalan utama perjalanan penglaju (commuter trips) antarwilayah. Pada tahun 1998, dari 20 juta penduduk di Jabodetabek diperkirakan akan membangkitkan 25 sampai 30 juta perjalanan orang per hari. Mobilitas sebesar ini akan menuntut penyediaan fasilitas transportasi yang semakin andal, terpadu, dan efisien. Namun kenyataannya keterpaduan jaringan pelayanan transportasi antar moda dengan layanan pengumpan (feeder service) belum dioptimalkan. Hubungan antara pemerintah sebagai regulator dan penyedia sarana dengan badan penyelenggara berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian, dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 69 Tahun 1998 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api, secara timbal balik adalah sebagai: ?Pemerintah bertanggung jawab atas (pelayanan umum) angkutan kereta api penumpang kelas ekonomi yang tarifnya ditetapkan oleh pemerintah melalui subsidi defisit operasi badan penyelenggara atau lebih dikenal dengan istilah Public Service Obligation (PSO). ?Pemerintah membiayai perawatan dan pengoperasian prasarana kereta api atau disebut juga dengan istilah Infrastructure Maintenance and Operation (IMO) ?Badan penyelenggara membayar kepada pemerintah atas penggunaan prasarana kereta api atau disebut juga dengan istilah Track Access Charge (TAC) Seperti halnya bidang infrastruktur yang lain, pengembangan investasi di bidang perkeretaapian memerlukan biaya modal yang tinggi dengan tingkat pengembalian yang rendah dan biaya tetap yang tinggi serta biaya variabel yang relatif rendah. Pada tahun 1999 telah ditetapkan skema pendanaan PSO, IMO dan TAC, namun dalam pelaksanaannya masih harus terus disempurnakan. 17 17 17 17

  22. 1 - 2 - 3 L A N G K A H Transportasi dan ketersediaan sumber daya Ketersediaan sumber daya adalah prasyarat bagi terselenggaranya transportasi. Transportasi membutuhkan sumber daya energi untuk bergerak dengan teknologi yang diinginkan. Transportasi membutuhkan dana untuk mengadakan prasarana dan sarana. Transportasi membutuhkan sumberdaya manusia untuk melakukan pengaturan, pelaksanaan, dan pengawasan serta evaluasi dalam upaya meningkatkan kualitas penyelenggaraannya. Saat ini sumber energi yang banyak digunakan sebagian besar masih bertumpu pada minyak dan sedikit gas. Namun sayang, keduanya merupakan sumber energi tak- terbarukan. Beberapa jenis energi pontensial misalnya panas bumi, angin, gelombang laut, dan air hampir tidak mungkin dimanfaatkan secara langsung oleh kendaraan – kecuali apabila sistem penyimpanan energi listrik yang sudah dapat dilakukan dengan efisien. Besarnya pemanfaatan energi tak-terbarukan ini, selain menyebabkan cadangan minyak dan gas yang berkurang dengan cepat, juga menimbulkan permasalahan terhadap kualitas udara. Tabel 2 menunjukkan bahwa transportasi termasuk penghasil gas buang (emisi) yang pertumbuhannya cepat di antara sektor lain di Indonesia Tabel 2. Emisi CO2 oleh berbagai sektor di Indonesia Sektor Total Emisi CO2 (juta ton) 2000 2010 Industri 58 73 Rumah tangga 21 23 Transportasi 55 76 Pembangkit listrik Energi Industri 40 35 TOTAL 228 298 Sumber: National Strategy Study on CDM, 2001, KLH-GTZ, hal. xxii Prospek yang cukup menjanjikan adalah upaya beberapa negara maju dalam mengembangkan teknologi kendaraan hybrid maupun dengan teknologi fuel-cell. Teknologi hybrid menggabungkan antara pemanfaatan BBM dan penyimpanan listrik. Teknologi fuel cell memanfaatkan reaksi kimia antara hidrogen dan oksigen yang menghasilkan listrik dan air (H2O). Meskipun dipercaya akan menggantikan BBM atau BBG, namun pemanfaatan teknologi ini masih tergolong mahal. Harga bus berbahan bakar fuel cell bisa mencapai Rp 15 miliar, belum termasuk biaya infrastruktur pengisian bahan bakar dan pemeliharaan. Bagi negara berkembang seperti Indonesia, masalah pembiayaan selalu menjadi dilema yang harus dihadapi. Untuk membangun infrastruktur transportasi, terdapat berbagai kemungkinan pembiayaan, yaitu: pembiayaan pemerintah baik pusat maupun daerah, investasi swasta, dan masyarakat sendiri, terutama untuk Pertumbuhan (% per tahun) 2,4 0,4 3,4 5,1 2020 109 22 128 220 2025 141 25 168 275 54 90 48 526 63 672 1,9 3,3 18 18 18 18

  23. 1 - 2 - 3 L A N G K A H infrastruktur pembangunan oleh pemerintah pusat diselenggarakan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang sumber penerimaannya berasal dari penerimaan dalam negeri berupa penerimaan perpajakan dan penerimaan bukan pajak. Sementara penerimaan luar negeri meliputi pinjaman dan hibah. Karena anggaran yang dianut dewasa ini anggaran defisit, maka pengeluaran lebih besar daripada penerimaan. Pembiayaan defisit nonperbankan dalam negeri dapat dilakukan melalui: pelibatan swasta, penjualan aset program restrukturisasi perbankan, dan penerbitan obligasi. berskala kecil dan infrastruktur komunitas. Pembiayaan Pasca desentralisasi, terdapat kesulitan yang tinggi untuk memperoleh informasi mengenai alokasi pembiayaan infrastruktur, terutama bagi infrastruktur yang didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) baik murni ataupun yang berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Sementara itu kemampuan pemerintah dalam investasi infrastruktur dapat dilihat dari proporsi yang disediakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). APBN tahun 2003 adalah sebesar Rp370,6 triliun dengan dana sebesar Rp 65,1 triliun dialokasikan untuk anggaran pembangunan. Dari dana sejumlah tersebut, direncanakan sebesar Rp 18,9 triliun dialokasikan untuk keperluan infrastruktur. Alokasi belanja daerah adalah Rp 116,9 triliun yang direncanakan untuk Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 79,5 miliar, dan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 116,4 triliun. Dari DAK direncanakan dana sebesar Rp 1,1 triliun untuk pembangunan infrastruktur. Dengan demikian maka jumlah dana APBN dan Alokasi Belanja Daerah yang digunakan untuk pembangunan Infrastruktur adalah sebesar Rp 20 triliun. Jumlah dana untuk infrastruktur dibandingkan dengan belanja negara (Rp 20 triliun : Rp 370,6 triliun) adalah sebesar 5,4%, sedangkan dibandingkan dengan anggaran pembangunan dari APBN (Rp20 triliun : Rp65,1 triliun) sebesar 30,9%. Setelah pemerintah dalam sektor infrastruktur pada beberapa mengalami kecenderungan penurunan yang signifikan. Berdasarkan lingkup pemerintahan, Anggaran Pembangunan Nasional menunjukkan kecenderungan penurunan dalam beberapa tahun terakhir, dan pada skala propinsi dan kabupaten terdapat adanya kenaikan, namun demikian harapan proses substitusi APBD (baik propinsi dan kabupaten/kota) ternyata tidak dapat terwujud hingga alokasi infrastruktur mencapai titik terendahnya kurang dari 3% GDP, sebagaimana disajikan dalam Gambar 5. Keterbatasan pendanaan tersebut sangat dirasakan, desentralisasi, pembiayaan GAMBAR 5. Porsi Anggaran Infrastruktur Berdasarkan Tingkat Pemerintahan tahun terakhir Development Spending on Infrastructure as a % of GDP (Current 1993) 5% Central 4% 3% 2% kecenderungan Provincial District 1% 0% 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 Sumber: World Bank, 2003 19 19 19 19

  24. 1 - 2 - 3 L A N G K A H misalnya dalam sektor jalan, kebutuhan Indonesia untuk dana perbaikan kerusakan dan pemeliharaan jalan diperkirakan sebesar Rp 6-8 triliun per tahun. Sedangkan anggaran pemerintah yang tersedia pada tahun 2003 untuk sektor jalan hanya sekitar Rp 4,585 triliun. Dengan segala keterbatasan pendanaan yang dimiliki pemerintah, pembiayaan swasta juga belum dapat diharapkan menjadi alternatif pembiayaan infrastruktur yang tahun 2000 mencapai titik terendah yaitu 0% dari GDP. Hal ini disebabkan karena kerangka regulasi kerja sama antara pemerintah dan swasta belum diatur dengan jelas. Hal ini menyangkut di antaranya, pemisahan yang tegas atas fungsi operator dan regulator dari BUMN penyelenggara infrastruktur sehingga BUMN lebih memfokuskan diri pada masalah-masalah pengembangan korporasi, sedangkan aspek regulasi akan ditangani oleh pemerintah dan atau badan regulator independen. Pemenuhan rasa keadilan bagi penyelenggaraan transportasi Karena dunia tidak diciptakan sama bagi semua orang, maka perlu ada upaya-upaya menyengaja (affirmative actions) guna meyakinkan bahwa setiap masyarakat memiliki akses terhadap prasarana dan sarana transportasi. Keadilan bagi tua-muda, miskin-kaya, desa-kota, wanita-anak, orang tua-penyandang cacat perlu mendapat perhatian dari para pengambil keputusan, dan masyarakat itu sendiri. Kemampuan masing-masing individu melaksanakan fungsi sosial ekonominya, dengan mampu melaksanakan mobilitas mereka, tidak saja akan membuat akumulasi ekonomi wilayah akan meningkat namun juga meningkatkan kelekatan (kohesi) antaranggota masyarakat. Lebih jauh, transportasi perlu terus dikembangkan agar mampu mendukung upaya-upaya memerangi kemiskinan dan menekan jurang kaya-miskin dalam masyarakat. Has Asasi Hak seseorang (dan barangnya) berada di sembarang tempat di dunia (bahkan di luar angkasa) merupakan hak asasi manusia sesuai deklarasi PBB. Negara harus mengupayakan setiap warganya tidak terhalang untuk berperjalanan sebagai bagian dari kehidupannya demi meningkatkan kesejahteraannya. Ketidakmampuan negara dalam memfasilitasi pergerakan warganya berarti kegagalan sistem transportasi suatu negara dalam memfasilitasi kehidupan sosial, ekonomi budaya dan aspek lainnya. Hal ini dapat berakibat sekelompok masyarakat menjadi terbelenggu atau terbatasi hak berpindah tempatnya, misalnya penderita cacat tubuh. Ketidakmampuan tadi dapat membatasi hak berpenghidupan yang layak bagi 20 20 20 20

  25. 1 - 2 - 3 L A N G K A H mereka dan pada akhirnya akan menciptakan beban ekonomi karena mereka tidak bisa mengembangkan dirinya sendiri. Dampak Dampak kegagalan sistem transportasi mengganggu perkembangan suatu kota/daerah, mempengaruhi efisiensi ekonomi perkotaan atau bahkan kerugian (diseconomy), isu-isu ketidaksepadanan (inequality) yang dapat berakibat pada masalah sosial: kemiskinan (urban/rural poverty) maupun kecemburuan sosial. Jika dibiarkan hal ini dapat mengarah pada kriminalitas. Dampak yang nyata antara lain pembangunan jalan yang sering menyingkirkan masyarakat akibat pembebasan lahan, perambahan ruang-ruang jalan oleh pedagang kaki lima, penggunaan ruang jalan untuk parkir secara ilegal, makin terpinggirnya angkutan-angkutan tradisional seperti sepeda, becak, andong dan semacamnya yang berpotensi menciptakan kemiskinan kota (urban poverty). Muaranya masyarakat luas harus menanggung kerugiannya: terampasnya trotoar dan jalur pejalan kaki (pedestrian), terekposenya pedestrian dengan lalu lintas yang mengancam jiwanya, perilaku becak dan pengemudi angkutan umum yang semaunya lalu memacetkan, pengemudi sepeda dan sepeda motor dan pejalan kaki, termasuk yang rawan terlibat kecelakaan (mereka umumnya berpenghasilan rendah) sehingga memunculkan kemiskinan, serta kriminal akibat kecemburuan sosial (sering terjadi di terminal/stasiun). Beban ekonomi tersebut tak terdistribusi rata, melainkan lebih berat ke kaum berpendapatan rendah. Korban terutama pengguna sepeda motor, sepeda, becak, pejalan kaki, dan angkutan umum. Kemiskinan tetap menjerat kaum berpenghasilan rendah karena sistem transport tidak mampu melindungi mereka. Rendahnya keselamatan jalan merupakan kegagalan paling serius. Kerugian akibat kecelakaan di negara berkembang 2,5%-4% dari GDP (Rp 41 triliun per tahun untuk Indonesia (ADB, 2004)). Kondisi di negara berkembang Kegagalan transportasi di negara berkembang sering diakibatkan lemah atau terbatasnya lingkup perencanaan transportasi dan acapkali tidak terintegrasi dengan perencanaan kota/wilayah (Dimitriuo, 1985). Pembangunan infrastruktur seringkali sangat menonjol namun tidak diikuti dengan sistem pengelolaan dan pemanfaatan yang optimal. Motorisasi di negara berkembang menempatkan kendaraan sebagai obyek pembangunan transportasi, dan melupakan nilai-nilai manusiawi. Hasilnya adalah prasarana transportasi yang tidak berskala manusia, misalnya menyeberangi jalan tol di Jakarta amat sulit dan hampir tidak bisa dilakukan pejalan kaki. Kendaraan trasidional seperti becak, dan sepeda menjadi terpinggirkan, bahkan terancam keselamatannya. Kelompok ini harus menanggung beban transportasi yang lebih berat dan mahal. Secara ekonomi mereka juga akan terpinggirkan, terlebih kelompok yang lemah fisik (diffabel) dan lemah keuangannya (miskin). 21 21 21 21

  26. 1 - 2 - 3 L A N G K A H Kegagalan terjadi dalam penyediaan sarana, prasarana, dan sistem operasi transportasi dengan menerapkan standar manusia normal sebagai referesinya. Kesulitan dialami mereka dengan kemampuan fisik berbeda (diffabel). Hal ini membuat mereka tersingkir secara sosial dan ekonomi. Kegagalan juga terjadi dalam penyediaan angkutan umum berkualitas. Hal ini menyebabkan kerugian bagi penggunanya. Kemurahan tarifnya sering kali tidak menjamin terlaksananya perjalanan (diturunkan disembarang tempat), tidak sampai dengan selamat, bahkan ancaman keamanan baik di dalam maupun di luar bus kota. Pengendalian demand Karena era motorisasi sedang “booming” hampir tak terpikirkan untuk mengendalikan demand tanpa berkemampuan mengimbangi dengan penyediaan infrastruktur dan akibatnya kemacetan menjadi sesuatu yang jamak. Demand tak terkendali menyebabkan polusi udara dan suara. Di sini terjadi transfer beban antarkelompok masyarakat; pembuat polusi di dalam mobil membebankan kepada pengguna jalan seperti pejalan kaki, petugas polisi, dan sejenisnya. Pollters get away teradi. Isu ketidakadilan menjadi serius. Mobilitas dan dampak lingkungan: product dan by- product kegiatan transportasi Transportasi adalah kegiatan yang menghasilkan dua komponen penting yaitu mobilitas dan dampak lingkungan negatif. Bagian ini akan mendiskusikan dampak lingkungan dari penyelenggaraan transportasi, dampaknya bagi generasi sekarang, dan generasi yang akan datang. Tabel 3. Dampak negatif lingkungan dari penyelenggaraan moda transportasi Laut dan perairan daratan Udara Polusi udara di daerah hunian, polusi global dari pembangkit panas dan listrik Sumber daya air Pembuangan air ballast, tumpahan minyak, dan polusi air selama penyelenggaraan pelabuhan Sumber daya lahan untuk infrastruktur, pelabuhan dan kanal tak digunakan lahan tak termanfaatkan Kereta Api Transportasi jalan Transportasi Udara Polusi udara, gas rumah kaca, pengurangan ozon pada ketinggian karena emisi NOx Modifikasi muka air, saluran air sungai, air permukaan Polusi udara (CO, HC, NOx, partikulat – seperti timbale), polusi global (CO2, CFCs) Modifikasi sistem drainase selama pembangunan, polusi air permukaan/tanah Pengambilan lahan Pengambilan lahan untuk daerah milik KA dan terminal, Pengambilan lahan untuk infrastruktur dan pengambilan material Pengambilan lahan untuk infrastruktur, fasilitas tak digunakan 22 22 22 22

  27. 1 - 2 - 3 L A N G K A H Tabel 3. Dampak negatif lingkungan dari penyelenggaraan moda transportasi Laut dan perairan daratan Limbah padat Kapal dan perahu yang tidak lagi digunakan tidak lagi digunakan Kereta Api Transportasi jalan Transportasi Udara Fasilitas, pesawat, dan suku cadang yang tidak dapat digunakan lagi Suara sekitar bandara Lajur KA, peralatan dan kereta yang Fasilitas dan material setelah konstruksi, kendaraan bekas Suara Suara dan getaran sekitar terminal dan lajur KA Kecelakaan KA pengangkut B3 Suara sekitar jalan raya Risiko kecelakaan Timbunan bahan bakar dan B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) Kematian, luka dan kerusakan kepemilikan karena kecelakaan, risiko kecelakaan pengangkut B3 Pemisahan atau perusakan permukiman, pertanian, habitat liar, dan kemacetan Kematian, luka, dan kerusakan pemilikan karena kecelakaan pesawat Dampak lain Pemisahan atau perusakan permukiman, pertanian dan habitat liar Beberapa akibat yang dapat dirasakan dari dampak negarif dari transportasi adalah sebagai berikut: •Suara: pada tingkat melewati ambang batas umumnya 65 dB(A), akan terdapat gangguan, perubahan perilaku, efek stress, kerusakan pendengaran, reaksi psikologis – agresif). •Karbon Monoksida (CO): mempengaruhi sistem saraf dan koordinasi, kerusakan pandangan, dan pengambilan keputusan. CO berlebih akan mempengaruhi sistem peredaran darah dan bersama dengan polutan lain akan mendorong morbiditas. •Nitrogen Oksida (NOx): mengganggu normalitas darah, meningkatkan gejala penyakit pernafasan – dapat menyebabkan iritasi yang mengakibatkan oedema atau emphysema. Selain pada manusia, NOx juga berbahaya bagi tanaman. Apabila terjadi polusi secara bersama-sama dengan SOx akan mengakibatkan pembentukan asam atmosfer dan asam garam. •Hidro Karbon (HC): dalam konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan iritasi mata, batuk, dan bersin menerus, pusing-pusing dan gejala penyakit seperti pada mabuk. Beberapa studi juga menunjukkan efek karsinogenik (penyebab kanker) pada hewan dan potensial pada manusia. •Timbal (Pb): merusak hati, ginjal, sistem reproduksi, pembentukan darah, proses penyusunan sel baru, dan fungsi otak. •Aerosol dan Asbes: mempengaruhi sistem pernafasan dan dapat menyebabkan iritasi lapisan paru yang dalam jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan. Di daerah perkotaan berpotensi menyebabkan kematian bayi •Karbon Dioksida (CO2): dikenal sebagai gas yang mempengaruhi kadar Gas Rumah Kaca (GHG: Green House Gases), CO2 akan mengakibatkan tidak stabilnya kemampuan bumi untuk memantulkan panas yang mengakibatkan Sumber: ESCAP, 2000 dan OECD, 1990 23 23 23 23

  28. 1 - 2 - 3 L A N G K A H pemanasan global. Akibat pemanasan global di antaranya adalah perubahan iklim, gangguan siklus pertanian dan ketahanan pangan serta timbulnya atau semakin meningkatnya wabah penyakit. Konsep perencanaan transportasi perkotaan Perencanaan transportasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan kota. Rencana kota tanpa mempertimbangkan pola transportasi yang terjadi akan banyak menimbulkan permasalahan lalu lintas. Keterkaitan antara perencanaan transportasi dan perencanaan kota, maka penetapan suatu bagian kota menjadi tempat kegiatan tertentu, misalnya kawasan perbelanjaan, bukanlah sekedar memilih lokasi. Pemilihan lokasi strategis merupakan hal penting, namun kesesuaian dengan rencana tata guna lahan harus menjadi landasan pengembangan kawasan selain perkiraan bangkitan/tarikan perjalanan yang ditimbulkan. Perencanaan transportasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang tujuannya mengembangkan sistem angkutan yang memungkinkan manusia dan barang bergerak atau berpindah tempat dengan cepat, aman, nyaman, dan murah. Perencanaan transportasi merupakan suatu proses yang dinamis dan tanggap terhadap perubahan tata guna lahan, kondisi ekonomi, dan pola perjalanan. Modal yang dikeluarkan untuk menerapkan sistem transportasi sangat besar sehingga perencanaan sistem transportasi yang tidak komprehensif mencakup aspek-aspek yang akan terlibat didalamnya seperti: pola tata guna lahan, pola jaringan jalan, pola penyebaran penduduk, dan pola kebutuhan pergerakan penduduk, akan menimbulkan permasalahan yang serius terhadap pengembangan kota. Salah satu cara untuk mencapai sasaran umum dalam perencanaan transportasi adalah membuat kebijakan atas: 1.Sistem Kegiatan; perencanaan tata guna lahan yang baik dapat mengurangi keperluan perjalanan yang panjang sehingga membuat interaksi semakin mudah. 2.Sistem Jaringan; dapat dilakukan dengan meningkatkan kapasitas pelayanan prasarana yang ada seperti pelebaran jalan dan memperluas jaringan jalan termasuk pembangunan jalan baru. 3.Sistem Pergerakan; dapat dilakukan melalui teknik dan manajemen lalu lintas serta fasilitas angkutan umum yang baik. Urutan pertama konsep yang dapat menyatukan hubungan dasar antara ketiga sistem tersebut di atas adalah aksesibilitas atau daya hubung. Aksesibilitas merupakan suatu ukuran potensial atau kemudahan orang untuk mencapai tujuan dalam suatu perjalanan. Karekteristik sistem transportasi ditentukan oleh aksesibilitas. Aksesibilitas memberikan pengaruh pada beberapa lokasi kegiatan “If you fail to plan, then you plan to fail.” Permasalahan transportasi banyak ditimbulkan akibat kurang sesuainya sistem ruang dan transportasi yang ada ataupun kurang konsistennya implementasi dengan rencana tata ruang. 24 24 24 24

  29. 1 - 2 - 3 L A N G K A H atau tata guna lahan. Lokasi kegiatan juga memberikan pengaruh pada pola perjalanan untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Pola perjalanan ini kemudian mempengaruhi jaringan transportasi dan akan pula memberikan pengaruh pada sistem transportasi secara keseluruhan. Gambar 6 berikut akan memberikan ilustrasi dari hubungan tersebut. Pada dasarnya tata guna lahan dan sistem transportasi merupakan dua sistem yang saling mempengaruhi. Pola tata guna lahan harus dibedakan dengan pertumbuhan. Dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi sering kali terjadi perubahan tata guna lahan, namun hal ini perlu diimbangi dengan peningkatan transportasi. GAMBAR 6. Keterkaitan antara faktor-faktor yang terkait dengan transportasi menyebabkan tingginya kompleksitas permasalahan perencanaan yang dihadapi. Transportasi Aksesibilitas Pola Kegiatan Penataan Lahan Sumber: Wright, Paul H, Transportation Engineering Planning and Design, 1989. Sistem transportasi merupakan elemen dasar infrastruktur yang berpengaruh tehadap pola pengembangan perkotaan. Pengembangan transportasi dan tata guna lahan dapat memainkan peranan yang penting dalam kebijakan dan program pemerintah. Pengembangan infrastruktur dalam sektor transportasi akan menimbulkan biaya tinggi apabila tidak diatur pengelolaannya dengan baik. Namun dengan manajemen yang baik pun, perbaikan tingkat pelayanan (level of service) dari arteri yang Peningkatan pelayanan akan berkolerasi dengan peningkatan aktivitas bisnis, yang akan pula membangkitkan lalu lintas lebih banyak. Dan akhirnya akan menurunkan kinerja dari pelayanan lalu lintas. Gambar di samping mengilustrasikan permintaan terhadap peningkatan jalan baru dan dampak yang timbul dalam satu lingkaran yang berkelanjutan. GAMBAR 7.Vicious circle atau lingkaran setan problema transportasi ada hanya terjadi sementara. Peningkatan Jalan Peningkatan Aksesibilitas Tingkat Pelayanan Buruk Peningkatan Nilai Lahan Meningkatkan Konflik Lalu Lintas Perubahan Tata Guna Lahan Meningkatkan Pembangkit Lalu Lintas Sumber: Stover V.G, Transportation and Land Development, 1988. 25 25 25 25

  30. 1 - 2 - 3 L A N G K A H Beberapa hal berikut ini menjelaskan rencana tindakan yang perlu dilakukan sebagai jalan keluar dari permasalahan yang ditimbulkan dari korelasi pengembangan tata guna lahan dan sistem transportasi tersebut di atas, yaitu: 1.Kebijakan pemerintah dengan program pengembangan wilayah baik secara mikro maupun makro. 2.Pengembangan sistem transportasi dan penyediaan tingkat pelayanan yang baik kepada pengguna jasa. 3.Peningkatan investasi infrastruktur dalam sektor transportasi. 4.Peningkatan pendapatan penduduk. Proses dikembangkan dari evalusi terhadap alternatif rencana tata guna lahan. Proses ini akan memberikan informasi terhadap kesesuaian tata guna lahan pada masa mendatang dan asumsi sistem transportasi dikembangkan. Kemudian dilakukan perencanaan transportasi Tujuan merencanakan transportasi adalah mencari penyelesaian masalah transportasi dengan cara yang paling tepat dengan menggunakan sumber daya yang ada. Merencanakan transportasi sebagai suatu kegiatan profesional dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat hanya penyelesaiannya dipandang dengan cara yang sangat tepat, yaitu dengan melakukan analisis secara terinci dari seluruh faktor yang terkait. (Black, 1981) jika seluruh masalah dan yang akan evaluasi terhadap kinerja aksesibilitas dari sistem transportasi dan pola tata guna lahan. Setidaknya dua tuntutan harus dipenuhi guna terciptanya aksesibilitas yang baik: pertama, kemudahan dalam melakukan perjalanan yang aman, nyaman, mudah dan cepat; kedua, dalam mencapai tujuan perjalanan tidak mengalami hambatan. Persoalannya aksesibilitas yang baik sering merugikan aspek lingkungan, bahkan setelah lingkungan dikorbankan pun, pada kenyataannya, persoalan aksesibilitas tetap ada. Sementara lingkungan yang baik adalah lingkungan yang tidak banyak terganggu oleh lalu lintas. Lingkup kajian transportasi Pembahasan mengenai transportasi bisa dilakukan melalui berbagai perspektif atau sudut pandang. Cara yang paling mudah adalah dengan melihat lingkup pelayanan spasialnya – ini yang sering dijadikan dasar bagi birokrasi saat ini dalam membagi kewenangan pengaturan penyelenggaraan transportasi. Ada bagian birokrasi yang mengatur transportasi kota, ada yang mengatur transportasi dalam propinsi dan Departemen Perhubungan mengatur hal-ihwal transportasi antarpropinsi dan internasional. Cara lain adalah dengan membaginya berdasar moda angkutan. Ini yang banyak menjadi pembahasan di dunia akademis dan bangku kuliah. Transportasi dikaji dan dilihat persamaan serta perbedaannya. Ada transportasi darat, transportasi udara atau transportasi laut tanpa melihat wilayah di mana mereka beroperasi. Argumennya adalah 26 26 26 26

  31. 1 - 2 - 3 L A N G K A H bahwa masing-masing moda memiliki keunggulan kompetitif dan komparatifnya sehingga, dengan mengetahui keunggulan moda tersebut, dapat disusun sebuah sistem transportasi multi moda yang sangat efisien. Varian lain dalam pembahasan berdasar moda adalah dengan membaginya lebih jauh dalam wilayah pelayanan kota dan desa. Hal ini sering dilakukan karena perbedaan karakteristik antara desa dan kota yang cukup signifikan. Kepadatan penduduk misalnya memiliki konsekuensi pada unit biaya per produksi transportasi dan daya beli masyarakat. Berbeda dengan di desa, masyarakat kota lebih heterogen sehingga memungkinkan segmentasi pasar dilakukan. Kajian lain yang sering dilakukan oleh para peneliti transportasi adalah berdasar kemanfaatannya. Transportasi dibagi menjadi dua yaitu transportasi privat dan publik. Secara luas, transportasi publik seringkali diterjemahkan dengan angkutan umum – baik orang maupun barang, dimana pergerakan dilakukan menggunakan moda tertentu dengan cara membayar. Kecenderungan baru kajian transportasi juga melihat pada isu-isu lintas (cross-cutting issues) yaitu melihat kepentingan bersama yang muncul dari penyelenggaraan transportasi seperti aspek keselamatan lalu lintas, kesetaraan gender, dan administrasi serta regulasi transportasi. 27 27 27 27

  32. Bab 3 1 - 2 - 3 L A N G K A H Berbagai perspektif transportasi Man tends of necessity to gravitate towards his fellow-man. Of all animals he is the most gregarious, and the greater the number collected in a given space the greater is the attractive force there exerted, as seen to have been the case with the great cities of the ancient world, Nineveh and Babylon, Athens and Rome, an as is now seen in regard to Paris and London, Vienna and Naples, Philadelphia, New York and Boston. Gravitation is here, as everywhere else in the material world, in direct ratio of the mass and in the inverse one of the distance (Erlander and Stewart. 1990). T ransportasi bisa dilihat dari berbagai perspektif. Untuk itu bagian ini akan memberikan pengantar mengenai problem dan perspektif transportasi yang dihadapi oleh masyarakat, pemerintah dan kalangan swasta. I S I D A R I B A B I N I ? Transportasi perkotaan ? Transportasi perdesaan ?Angkutan umum ?Angkutan barang ?Transportasi udara ?Transportasi laut ?Multimoda: Apa itu? 123 Langkah akan memberikan gambaran secara ringkas mengenai transportasi perkotaan, transportasi perdesaan dan daerah terisolasi, angkutan umum dan barang, transportasi udara dan laut serta pemahaman mengenai transportasi multimoda. 28 28 28 28

  33. 1 - 2 - 3 L A N G K A H Transportasi bagi kota yang sibuk Dinamika ekonomi perkotaan biasanya akan mengakibatkan semakin tingginya harga tanah di pusat-pusat aktivitas dalam suatu kota. Peningkatan aksesibilitas biasanya dibarengi dengan peningkatan harga lahan pada lokasi-lokasi strategis. Salah satu ciri perkembangan kota adalah semakin langkanya rumah yang terjangkau di pusat kota, dan bergesernya daerah-daerah permukiman ke pinggir kota (suburbanisasi). Apabila perkembangan permukiman di pinggir kota telah mencapai skala yang cukup besar maka kawasan permukiman yang ada dapat menjelma menjadi kota-kota satelit di sekitar kota utama. Cepatnya motorisasi dikombinasikan dengan kurangnya lahan untuk jalan menimbulkan kemacetan lalu lintas di kebanyakan kota di negara berkembang. Jakarta, misalnya, hanya memiliki 0,5 meter jalan per orang, jauh di bawah kondisi negara-negara tetangga seperti Kuala Lumpur (1,5), atau Bangkok yang terkenal akan kemacetannya (1,8). Bandingkan juga hal ini dengan kondisi di negara maju seperti kota- kota di Amerika dan Eropa yang memiliki angka cukup tinggi, masing- masing 2,6 dan 2,4. Indikator lain yang biasanya dipakai untuk menggambarkan permintaan transportasi adalah perbandingan antara panjang jalan dibagi dengan luas wilayahnya. Jakarta hanya mencapai angka 85 meter per hektar, masih di bawah kota-kota lain dengan tingkat kemacetan yang tinggi di Asia Selatan seperti Bangkok (89,5) dan Manila (119). Pengalaman menunjukkan bahwa dengan terbatasnya kapasitas keuangan, panjangnya jalan-jalan baru akan selalu tertinggal dibandingkan dengan kapasitas permintaannya, sebagai akibat dari tingginya tingkat kepemilikan kendaraan. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah: seberapa banyak jalan yang harus kita bangun? Studi di berbagai negara menunjukkan bahwa membangun jalan bukan merupakan solusi kemacetan transportasi di perkotaan. Studi oleh Mark Hansen dari University of California Berkeley, misalnya, menunjukkan bahwa membangun satu jalan baru sepanjang 1 mil akan membangkitkan lalu lintas baru (induced demand) sebanyak 0,9 mil perjalanan. Peneliti lainnya Anthony Downs menyatakan bahwa sebuah jalan baru akan mengakibatkan konvergensi atas tiga hal: spasial, waktu, dan moda. Ketersediaan jalan baru akan mengakibatkan para pengendara untuk mengalihkan perjalanannya menuju jalan ini (spasial). Pengendara yang semula melakukan perjalanan di luar jam-jam sibuk menganggap bahwa mereka dapat melakukan perjalanan pada jam sibuk dengan adanya jalan baru. Mereka yang semula Cepatnya motorisasi dikombinasikan dengan kurangnya lahan untuk jalan menimbulkan kemacetan lalu lintas di kebanyakan kota di negara berkembang. 29 29 29 29

  34. 1 - 2 - 3 L A N G K A H menggunakan kendaraan umum melihat kemungkinan tidak adanya kemacetan pada jalan baru akan kembali mencoba untuk mengendarai kendaraannya (moda). Pada akhirnya ketiga konvergensi tadi akan mengakibatkan bertambahnya volume lalu lintas yang mengakibatkan meningkatnya kemacetan lalu lintas. Salah satu karakteristik dari kota di negara berkembang di Asia adalah besarnya jumlah kendaraan yang tidak bermotor dan sepeda motor. Di Thailand, Malaysia, Indonesia dan Taiwan, kendaraan beroda dua atau tiga mendominasi lebih dari 50% kendaraan bermotor yang ada. Motor 2 tak yang memberikan dampak polusi yang paling besar, justru ditemukan lebih banyak di kebanyakan negara Asia. Fenomena ini tidak dimengerti sepenuhnya oleh para perencana transportasi di negara berkembang, terdapat banyak masalah yang ditimbulkan sebagai akibat dari paket program perencanaan transportasi yang dikembangkan di barat diterapkan membabi buta untuk mengatasi masalah-masalah transportasi di negara berkembang. Ciri penting lainnya adalah kendaraan tidak bermotor yang memberikan kontribusi cukup besar atas lalu lintas di kebanyakan negara Asia. Shanghai, Hanoi, dan Tokyo, semuanya memiliki tingkat kepemilikan sepeda dan lalu lintas sepeda yang tinggi. Proporsi perjalanan menggunakan sepeda memiliki kisaran antara 15% dan 35%. Tingkat perbandingannya tampak tinggi di kota-kota kecil dan sedang. Pola Transportasi Tak Bermotor (NMT atau non-motorized transport) berjalan seiring dengan pertumbuhan ukuran kota-kota. Di kebanyakan NMT yang berhubungan dengan kota-kota dengan pendapatan rendah, sepeda transportasi yang digunakan untuk keseluruhan perjalanan berbelanja dan melakukan perjalanan). Di kota-kota dengan pendapatan yang tinggi seperti Tokyo dan Amsterdam, pemakaian sepeda sebagai penghubung ke moda transportasi jenis lain seperti ke stasiun kereta, belanja dan berbagai merupakan alat (untuk tujuan lainnya. Setiap kendaraan umum bermotor biasanya melibatkan akses NMT pada akhirnya. Oleh karena itu, NMT - termasuk di dalamnya adalah jalan kaki - terus berlanjut dan memainkan peranan penting yang sesuai dengan tingkat permintaan perjalanan di negara berkembang. Kelompok masyarakat miskin kota dan mereka yang berpendapat rendah biasanya harus menghabiskan waktu berjam-jam untuk menuju tempat kerja dan itupun menggunakan alat transportasi dengan kualitas rendah. Kebanyakan dari mereka harus keluar dari rumah mereka dan berjalan jauh untuk mendapatkan angkutan. Sudah jelas sebenarnya bahwa ada yang salah dengan perencanaan transportasi di negara-negara berkembang. Sebuah proses yang tidak adil di mana orang miskin dengan pendapatan rendah tidak mempunyai pilihan atas transportasi yang aman, 30 30 30 30

  35. 1 - 2 - 3 L A N G K A H terjangkau, dan efisien, dan hal ini telah menjadi gambaran yang dominan di kota- kota di negara berkembang. Paradigma pembangunan transportasi perkotaan harus dikembalikan menjadi satu sistem transportasi yang humanis. Meletakkan perencanaan semata-mata hanya fasilitas kendaraan bermotor dan bahkan kendaraan pribadi akan mengakibatkan makin terpuruknya ekonomi perkotaan. Karenanya fokus pembangunan transportasi harus ditekankan kepada konsep aksesibilitas. Dalam konsep ini maka kebutuhan atas pergerakan harus ditekan seminim mungkin melalui penataan tata guna lahan. Karenanya maka penataan ruang dan tata guna lahan akan menjadi kunci dari sistem transportasi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Selanjutnya diharapkan kebutuhan untuk melakukan perjalanan dapat ditekan seminim mungkin. Apabila kebutuhan tersebut ada maka seyogyanya perjalanan dilakukan dengan memakai angkutan massal atau transportasi publik. Bagi mereka yang memakai kendaraan pribadi diharapkan dapat menggunakan kendaraan yang ramah lingkungan dan sedapat mungkin mengeefisienkan perjalanannya. Perlu disadari bahwa berjalan kaki adalah perekat semua sistem transportasi di perkotaan. Karenanya fasilitas pejalan kaki diharapkan dapat diutamakan dalam sistem transportasi perkotaan. Masyarakat miskin kota dan mereka yang berpendapat rendah biasanya merupakan kelompok yang belum diuntungkan dalam kebijakan transportasi perkotaan. Untuk mereka di perdesaan dan daerah terisolasi Transportasi perdesaan sangat erat kaitannya dengan masalah kemiskinan dan kurangnya akses masyarakat ke fasilitas sosial dan ekonomi. Prinsip dasar yang diadaptasi dalam konsep pengembangan infrastruktur perdesaan adalah melihat kebutuhan dasar dan pengembangan sosial ekonomi masyarakat. Jumlah petani di Indonesia saat ini sekitar 100 juta jiwa atau 30 juta keluarga (BPS, 2004). Berdasarkan proyeksi pertumbuhan penduduk di Indonesia sebesar 1,49%, maka penduduk Indonesia pada tahun 2010 akan mencapai 230 juta jiwa, dan pada tahun 2020 mencapai 270 juta jiwa atau meningkat 30% lebih banyak dari pada tahun 2002 (207 juta jiwa). Dengan penduduk berjumlah 270 juta jiwa pada tahun 2020, 62% atau 162 juta hidup di pedesaan dan 59% atau 159 juta jiwa hidup di Jawa, dengan kepadatan 2.077 jiwa/km2 di Pulau Jawa dan 110 jiwa/km2 di luar Pulau Jawa. 31 31 31 31

  36. 1 - 2 - 3 L A N G K A H Implikasi dari hal tersebut di atas adalah (1) Peningkatan kebutuhan pangan dan luas lahan pertanian (sekitar 200 ribu ha/thn); (2) Peningkatan kebutuhan produk pertanian yang segar, berkelanjutan, cukup, dan efisien; (3) Perubahan gaya konsumsi seperti makanan siap saji, produk olahan segar; (4) Pengintegrasian aktivitas usaha semakin erat seperti input pertanian (pupuk, bibit), kegiatan budi daya, pengolahan, industri, penyimpanan, eceran (implikasi pada peran distribusi); (5) Peningkatan kebutuhan lapangan kerja perdesaan karena lingkup wilayah perdesaan yang meluas. Transportasi perdesaan perlu diarahkan untuk menyediakan akses masyarakat desa bagi kebutuhan dasar dan kebutuhan pengembangan sosial ekonomi. Keterkaitan antara pertanian dan perdesaan dengan transportasi ditinjau dari distribusi barang adalah menyangkut prasarana dan sarana, ketersediaan infrastruktur dan fasilitas, sentra produksi dan sentra konsumsi, serta jenis produk dan volume produksi. Salah satu contoh mudah pengaruh transportasi pada harga eceran dapat dilihat perkiraan porsi biaya transportasi terhadap harga eceran sebagai berikut (Krishnamurthi, 2003): Sawit (terhadap minyak goreng) : 1,2% Ikan laut segar : 18,2% Tebu (terhadap gula) : 1,3% Daging sapi : 19,7% Beras : 12,5% Sayuran : 21,0% Daging ayam : 16,4% Susu (terhadap susu segar) : 22,5% Ikan tawar segar : 17,5% Telur : 24,3% Riverson dan Carapetis (1991) mengelompokkan jenis infrastruktur angkutan desa, yang terdiri dari: feeder roads, trail, path, dan track. •Feeder roads (jalan penghubung), merupakan penghubung akses dari zona ke jaringan jalan utama. Jalan ini dapat dipakai sampai lalu lintas jalan motor, tetapi biasanya tidak melayani lalu lintas menerus. •Trail, merupakan trek yang sempit yang hanya cocok untuk kendaraan roda dua, pejalan kaki, dan binatang penarik. •Path (jalan setapak), merupakan sebuah jalan sempit yang bersih untuk lalu lintas pejalan kaki, sepeda, dan sepeda motor •Tracks merupakan jalan satu jalur dan jalan musiman yang tidak diperbaiki yang menghubungkan ke kelas jalan yang lebih tinggi. Jalan ini dapat 32 32 32 32

  37. 1 - 2 - 3 L A N G K A H ditempuh atau dilalui pada waktu-waktu tertentu dengan kendaraan mobil beroda empat yang bermuatan ringan (light 4-wheel drive vehicles), truk pick- up, gerobak dorong binatang atau binatang penarik (pack animal). Di Indonesia, selain transportasi darat, juga cukup banyak infrastruktur transportasi perdesaan lain seperti transportasi air – baik perairan daratan, pantai maupun antarpulau - atau udara melalui pesawat perintis. Studi yang dilakukan oleh Silviani (2000) menunjukkan bahwa: •Penduduk perdesaan melakukan banyak perjalanan di dalam desanya sendiri. •Kaum wanita perdesaan membawa beban angkutan lebih banyak dan melakukan perjalanan lebih jauh. Studi tersebut juga menunjukkan perbedaan antara Desa Majalengka di Indonesia dan beberapa desa di Afrika seperti yang ditunjukkan dalam tabel berikut. Tabel 4. Perbandingan Prosentase Tingkat Perjalanan Internal-Eksternal antara Daerah penelitian dengan Aurora, Ghana, Tanga, dan Zambia No Perjalanan 1. Majalengka 2. Aurora 3. Ghana 4. Zambia Jumlah Perjalanan Internal 84% 93% 93% 91% Waktu yang digunakan Beban Perjalanan Internal 21% 35% 76% 81% Eksternal Internal 16% 7% 7% 9% Eksternal 56% 44% 27% 20% Eksternal 79% 65% 24% 19% 44% 56% 73% 80% Kajian untuk melihat transportasi air yang dilakukan PUSTRAL UGM (2002) memperlihatkan bahwa dalam pengembangan transportasi air di perdesaan terdapat beberapa hambatan, di antaranya adalah: •Tidak terdapat integrasi yang baik antara transportasi darat dan air. Padahal dalam banyak kasus yang dilihat terdapat potensi koperasi yang sangat baik antara sungai dan jalan. Demikian pula prinsip keunggulan moda tidak dimanfaatkan betul untuk angkutan barang. •Infrastruktur dermaga yang kurang memadai karena rendahnya komitmen pemeliharaan. 33 33 33 33

  38. 1 - 2 - 3 L A N G K A H •Terdapat regulasi yang tumpang tindih dalam pelaksanaan di lapangan. •Perlu dukungan kepada industri kapal/sampan daerah dalam bidang teknis, akses pembiayaan, kesetaraan perhitungan biaya, dan manajerial. •Rendahnya kesadaran keselamatan. Berbagi ruang: indahnya angkutan umum Kebutuhan akan transportasi publik yang efisien, andal, dan terjangkau sudah sangat jelas bagi penduduk di negara-negara berkembang. Transportasi publik seharusnya dapat diutamakan di tengah kemacetan perkotaan yang biasanya disebabkan oleh mobil-mobil pribadi. Prioritas pembangunan transportasi publik dan investasi yang dibutuhkan harus menjadi hal inti dari integrasi berbagai paket kebijakan yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat luas, pemerataan, dan keadilan, serta sistem pembangunan yang berkelanjutan. Sistem transportasi publik dapat lebih banyak mengangkut penumpang dengan sedikit sekali sumber daya yang dipakainya (termasuk didalamnya adalah lahan, bahan bakar, dan biaya lingkungan lainnya). Beberapa pengembangan transportasi publik kota yang kadang memerlukan dana yang cukup besar. Masalah yang sering terjadi adalah kurangnya keinginan politis, lemahnya institusi, dan tidak tepatnya keputusan yang diambil dalam mengatasi berbagai hambatan-hambatan teknis, finansial, social, dan politis yang timbul. Mungkin, manfaat yang paling penting dari sebuah transportasi publik yang baik adalah bahwa hal itu akan mengurangi kebutuhan dan keinginan untuk mempunyai kendaraan pribadi, dan selanjutnya akan berdampak pada berkurangnya jumlah perjalanan bermesin motor. Kendaraan pribadi, khususnya mobil, merupakan moda transportasi kota yang paling banyak mengambil ruang jalan.Jalan, lahan parkir, parkiran jalan, jalan bebas hambatan, jalan tol, persimpangan jalan, dan jembatan merampas sebagian besar lahan kota. Ketika sebuah kota menjadi lebih tergantung pada penggunaan mobil dan perkembangan jalan makin cepat, jumlah lahan yang dibutuhkan untuk infrastruktur motor-pun meningkat dengan drastic. Diperkirakan di kota-kota yang berorientasi pada penggunaan mobil, antara 30%-50% lahan perkotaannya digunakan untuk jalur mobil atau pun penggunaan lahan yang berhubungan dengan kendaraan. Efisiensi ruang adalah alasan utama bagi moda-moda transportasi umum yang disadari sebagai suatu hal yang bersahabat bagi kota. perencana pesimis atas 34 34 34 34

  39. 1 - 2 - 3 L A N G K A H Sumber: Breithaupt/GTZ, presentasi pada IVERS 2003, Jakarta Di kota-kota di Asia, seperti Manila, Jakarta, Delhi, dan lainnya, kebanyakan ruang jalan dipakai oleh mobil-mobil dan motor pribadi, sementara kebanyakan penumpang melakukan perjalanan dengan menggunakan bus dan minibus yang mengambil kurang lebih separoh ruang jalan. John Whiteleg, seorang peneliti menyatakan bahwa satu mobil membutuhkan 75 kali lebih banyak ruang dari ruang yang dipakai pejalan kaki di kota dan 20 kali ruang yang dibutuhkan oleh sepeda, dan 30 – 40 kali lebih banyak daripada yang dibutuhkan transit kereta. Penghematan ruang adalah salah satu keuntungan besar yang ada di kota yang telah meningkatkan keseimbangan prioritas transportasi. Ketika hanya ada sedikit ruang yang digunakan untuk jalan dan lahan parkir, maka ruang yang tersedia harus dapat lebih dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat luas. Setiap kota berhak atas ketersediaan sarana transportasi publik yang efisien, andal, dan terjangkau. Penyelenggaraan transportasi publik akan dapat berjalan baik bila didukung oleh banyak kebijakan lainnya seperti pengaturan tata guna lahan, sistem pajak, dan pungutan yang berkaitan dengan kendaraan bermotor, serta penentuan tarif angkutan yang berkeadilan. 35 35 35 35

  40. 1 - 2 - 3 L A N G K A H Bagaimana barang diangkut secara efisien Pengiriman barang di Indonesia sendiri memiliki kombinasi dari berbagai sistem baik yang sifatnya tradisional maupun yang modern. Sistem tranportasi barang dengan angkutan darat masih mendominasi total pergerakan. Koridor utama angkutan barang melalui darat adalah Sumatra-Jawa-Bali. Pergerakan sebagian besar dilakukan dengan angkutan jalan raya yang memiliki jarak tempuh kurang dari 500 km. Dengan demikian, angkutan truk memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif dibanding moda angkutan lain. Problem yang dimiliki dalam sistem transportasi barang di Indonesia adalah adanya tata niaga yang berlaku pada dua sistem, yaitu sistem formal dan sistem informal. Sayangnya kedua sistem tersebut tidak berjalan dengan efisien. Sistem formal yang tidak efisien disebabkan karena tatanan transportasi yang memanfaatkan kaidah-kaidah skala ekonomi dan lingkup ekonomi. Di sisi lain, tata niaga informal disebabkan oleh adanya oligopolis dan persaingan usaha yang tidak sehat, seperti dalam kasus distribusi beras (Krisnamurthi, 2003). Studi yang dilakukan oleh IPB, misalnya, juga menunjukkan bahwa masyarakat di perdesaan dirugikan dengan sistem transportasi barang karena mahalnya komponen biaya angkut dalam harga pasar komoditi pertanian mereka. Dengan demikian, produk pertanian dalam negeri tidak lagi menjadi produk yang kompetitif, bahkan di pasar domestik sekalipun. Pergerakan barang merupakan salah satu bidang kajian transportasi yang paling rumit. Bagaimana tidak? barang dapat terdiri dari: •Barang kering yang biasanya merupakan barang belum jadi atau bahan baku dan pada umumnya tidak dikemas dan dapat langsung dibongkar muat. •Barang cair yang berupa cairan dalam kemasan atau curah, memerlukan penanganan khusus untuk B3 atau Bahan Beracun Berbahaya serta, pada volume yang besar, dimungkinkan transportasi melalui pipa. •Barang umum yang berupa barang kiriman berupa barang jadi atau setengah jadi, dikemas dalam satu unit (misalnya melalui kontainerisasi) serta moda angkutan tergantung pada kemasan. Transportasi barang juga dapat diklasifikasikan berdasar tujuan pergerakan seperti transportasi barang dalam kota, antarkota, dan internasional. Pergerakan barang dengan angkutan darat di Indonesia masih didominasi oleh koridor Sumatra- Jawa-Bali, meskipun NTB dan NTT sudah mulai menjadi bagian dari koridor utama. Sumber: ??? 36 36 36 36

  41. 1 - 2 - 3 L A N G K A H Pegerakan komoditi yang efisien akan menentukan daya saing. Oleh karena itu, sistem angkutan barang dan sistem logistik harus dikembangkan secara terintegrasi untuk menjamin biaya angkutan yang kompetitif. Agar barang dapat diangkut dengan efisien, ada beberapa elemen sistem transportasi barang yang perlu diperhatikan, yaitu: •Penetapan lokasi industri, pabrik atau ditetapkan berdasar pertimbangan biaya pengantaran hasil produksi kepada konsumen dan biaya pengangkutan material ke lokasi. Hal ini akan dipengaruhi oleh besarnya nilai bahan mentah dan bahan jadi yang dihasilkan. gudang. Lokasi tersebut •Sistem pergudangan atau inventory. Barang yang dihasilkan tentu saja perlu disimpan sebelum dikirim ke konsumen atau pihak lain yang membutuhkan. Sistem inventory yang paling sederhana dikenal dengan ABC inventory system Pemilihan moda angkutan barang sangat tergantung pada kecepatan dan kebutuhan energi yang diinginkan Sumber: ??? dimana pemiliki mengidentifikasi komponen (A) yang memiliki volume paling kecil dan nilai paling besar. Komponen (A) tersebut akan menjadi komponen yang paling menentukan dan diperhatikan dalam penyiapan sistem inventory. Jepang mengenalkan sistem kanban atau Just-in-Time (JIT) yang berusaha menghilangkan komponen gudang karena dipandang sebagai biaya yang bisa dihindari. Dengan mengetahui persis kapan barang dibutuhkan dan dikirim, maka kebutuhan penggudangan barang dan biaya gudang dapat dihindarkan. •Sistem pengantaran. Sistem ini memastikan bahwa barang diantar ke konsumen dalam saat yang tepat dan kondisi yang baik. Di samping itu barang harus diantar dengan biaya yang dapat dibayar oleh konsumen. Sistem yang dikembangkan mengarah kepada multidrop delivery atau pengantaran dengan konsumen yang tidak tunggal. Artinya pengantar akan mengirimkan barangnya kepada kelompok konsumen yang secara geografis bisa dijangkau secara bersama. Ini akan mengurangi biaya konsumen. Namun demikian, di sisi lain sistem seperti ini memerlukan bantuan sistem informasi dan sistem pelacakan (tracking) yang lebih modern dari sisi penyedia. Beberapa freight forwarder atau perusahaan pengiriman atau juga jasa kurir, telah menggunakan teknologi GPS (Global Positioning System) atau sistem posisi global dalam melacak posisi barang yang harus diantar. 37 37 37 37

  42. 1 - 2 - 3 L A N G K A H Transportasi: We make people fly! Seperti halnya dengan negara-negara lain, industri penerbangan di Indonesia saat ini mengalami lompatan kuantum dalam melangkah ke layanan udara yang cepat, efisien dan terjangkau oleh khalayak luas. Sebelum ini pemerintah hanya memproteksi flag carrier dari kompetisi, akan tetapi kemudian mereka menyadari manfaat membuka diri. Salah satu alasan kunci hal ini terjadi adalah adanya liberalisasi, demikian yang diungkapkan dalam laporan penelitian Centre for Asia-Pacific Aviation (suatu lembaga konsultansi yang berkantor di Sydney). Perkembangan industri penerbangan di Asia-Pasifik pada tahun ini telah diramaikan oleh lebih dari 20 maskapai penerbangan murah atau yang lebih populer dengan sebutan low-cost carrier (LCC). Dan ketika maskapai jenis ini semakin banyak maka persaingan untuk merebutkan pasar merupakan hal yang tidak dapat dihindari. LCC adalah perusahaan penerbangan yang dioperasikan secara efisien sehingga mencapai biaya terendah yang dimungkinkan untuk produk layanan yang ditawarkan namun tetap konsisten dengan integritas dan keselamatan operasional. Biaya operasional rendah dapat terwujud karena pelayanan selama penerbangan bisa tanpa hidangan, reservasi tiket yang mudah dan murah (melalui internet atau call center), penggunaan satu jenis pesawat untuk mempercepat waktu penyediaan pesawat (turnaround time), dan penyederhanaan pemeliharaan, serta penerbangan yang lebih banyak menjangkau bandara sekunder yang murah ongkos penggunaannya. Potensi pergerakan orang merupakan salah satu pemicu munculnya LCC. Di Indonesia, pada tahun 1999 jumlah penumpang domestic hanya sekitar lima juta orang. Sedangkan pada tahun 2001 Departemen Perhubungan mencatat sekitar 10,6 juta penumpang pesawat, lalu naik menjadi 11,6 juta pada tahun 2002 dan kemudian melonjak pada tahun 2003 menjadi 15 juta penumpang. Hal ini berdampak pada peningkatan jumlah pergerakan pesawat di bandara utama seperti Soekarno-Hatta, yang sehari kini rata-rata melayani sekitar 600 touch and go pesawat, dan meningkat hingga mencapai 900 pada musim sibuk, seperti libur lebaran dan tahun baru. Perkembangan LCC yang marak juga akan mendorong pengembangan bandara (dan tentu saja hal ini akan melahirkan kebutuhan perlengkapnnya). Di China pertumbuhan ekonomi akan disertai pula dengan pembangunan 100 bandara baru dalam tujuh tahun mendatang, hal sama akan diramalkan pula terjadi di India dan negara-negara Asia lainnya. “Kalau anda tidak busa mengalahkan LCC baru Asia, maka anda harus bergabung dengan mereka.” (Tom Ballantyne, 2004) 38 38 38 38

  43. 1 - 2 - 3 L A N G K A H Bagaimana Indonesia? Semaraknya pertumbuhan maskapai penerbangan murah yang juga melanda di Indonesia rupanya terus berbuntut. Para pimpinan daerah kini bernafsu membangun bandar udara. Beberapa pemerintah daerah seperti berlomba mengajukan anggaran dana ke pemerintah pusat untuk meningkatkan sarana dan prasarana bandar udara di wilayah mereka. Alasannya, jumlah penerbangan dan penumpang dari dan menuju bandara tersebut terus meningkat dari tahun ke tahun. Pemerintah Propinsi Kalimanatan Selatan, misalnya, mengajukan anggaran lebih dari Rp 100 miliar untuk meningkatkan daya tampung terminal dan fasilitas lain Bandara Syamsuddin Noor. Sedangkan Kalimantan Timur meminta dana lebih besar, sekitar Rp 470,88 miliar. Anggaran tersebut akan digunakan untuk mengembangkan Bandara Sepinggan (Balikpapan), Juwata (Tarakan), Kalimarau (Kutai Barat) dan Long Apung. Rencana peningkatan fasilitas bandara di Rendani dan Manokwari, serta layanan udara perintis Sorong, juga diajukan oleh Pemerintah Propinsi Irian Jaya Barat. Sementara Pemerintah Propinsi Jawa Tengah mengajukan anggaran untuk memperpanjang landasan Bandara Ahmad Yani dari 2.250 meter menjadi 2.850 meter. Sejauh ini keinginan daerah itu belum tentu semuanya akan dipenuhi oleh pemerintah pusat, ketersediaan dana merupakan masalah klasik yang masih dihadapi bangsa ini dalam pengembangan infrastruktur. Bagi banyak negara seperti Indonesia, yang haus akan datangnya turis, keberadaan maskapai penerbangan murah jelas berdampak positif. Tingginya daya pikat Indonesia di mata wisatawan merupakan peluang untuk mendongkrak industri penerbangan nasional, namun posisi Indonesia dalam kancah persaingan industri penerbangan global justru terpuruk. Hal ini ditunjukan oleh semakin gencarnya sejumlah maskapai asing milik Singapura, Malaysia, Australia, Jepang, Perancis, China, Brunei Darussalam, dan sebagainya, yang menggarap rute baru ke beberapa kota di Indonesia. Mengapa harus terjadi? Sebenarnya Indonesia tetap memiliki peluang maju dan berkembang untuk memainkan peran penting dalam bisnis penerbangan internasional, infrastruktur sekaligus peningkatan mutu layanan bandara dapat diwujudkan. Bandara tersebut harus efektif sebagai pintu masuk utama wilayah udara Indonesia dan berfungsi sebagai distributor penumpang maupun barang. mengoperasikan 25 bandara internasional, antara lain berada di Batam, Medan, Manado, situation is also at different levels, but it was a priority to work out a road map for cooperation in the air transport. (http://www.aadcp-repsf.org) ASEAN look to open sky Ten nations in the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) have pledged efforts towards air transport liberalization in line with the "ASEAN Open Sky" policy. Open sky is a target which has been set for 2015 in “The Roadmap for the integration of ASEAN: Competitive Air Services Policy”, prepared by the ASEAN Air Transport Working Group and endorsed by the ASEAN Transport Ministers during 9th Meeting in Myanmar last October 2003. Open sky will be an important component of the overall economic integration of ASEAN, since transport links are critical to bringing down barriers to trade and facilitating change. The "ASEAN Open Sky" policy will facilitate air transport, boost exchange and cooperation in economy, culture and tourism fields, and turn the region into an attractive destination for investment. One of the major hindrances to the Open Sky policy is aviation protectionism among certain nations so it is impossible to make a forecast for the start-up date. The civil aviation industries in the region have seen uneven progress and the socio-economic asalkan pembangunan Saat ini Indonesia telah 39 39 39 39

  44. 1 - 2 - 3 L A N G K A H Makasar, Timika, Biak, Kupang, Surabaya, Solo dan Yogyakarta. Dua terbesar adalah Bandara Soekarno-Hatta Jakarta dan Bandara Ngurah Rai Bali. Hal ini ditujukan untuk mendorong pertumbuhan pariwisata dan perekonomian daerah seiring dengan era perdagangan bebas di kawasan Asia Tenggara. Namun langkah pemerintah ini mendapat tanggapan negatif dari Asosiasi Angkutan Udara Domestik. Pasalnya hal tersebut akan lebih menguntungkan maskapai asing yang dapat langsung mendarat ke bandara-bandara tersebut tanpa harus transit di Bandara Soekarno-Hatta atau Ngurah Rai. Hal ini menyudutkan menyudutkan armada udara nasional pada situasi persaingan usaha global. Masalahnya sejauh mana kemampuan maskapai penerbangan nasional untuk bersaing dengan armada asing? Bisa jadi banyaknya bandara yang berstatus internasional di Indonesia sangat tidak menguntungkan bagi pengembangan armada udara nasional. Pada kondisi seperti ini, tentu saja, pemerintah telah mempertimbangkan untung-ruginya keberadaan suatu bandara internasional dalam Tatanan Kebandarudaraan Nasional. Pada saat ini pemerintah dan maskapai penerbangan tidak bisa lagi memaksa pasar untuk diarahkan ke Jakarta atau Denpasar. Pasar akan protes karena biaya yang dikeluarkan akan lebih besar. Padahal untuk penerbangan pendek Padang ke Malaysia, misalnya, biayanya lebih rendah karena lebih dekat. Namun pertumbuhan demand untuk itu, apakah cukup untuk menutupi biaya operasi bandara internasional yang harus dibuka selama 24 jam penuh. Contoh yang nyata adalah Bandara Adisumamo Solo. Bandara ini internasional sejak tahun 1998 dan telah terhubungkan secara langsung dengan Singapura namun penumpang, bahkan waktu operasinya lebih rendah dibandingkan dengan waktu operasi Bandara Adi Sutjipto Yogyakarta yang lebih banyak melayani penerbangan domestik. Subsidi Pesawat untuk Buka Daerah Terisolasi Jika di daerah lain maskapai penerbangan swasta melakukan perang tarif, di Kalimantan Tengah, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Murung Raya justru memberikan subsidi agar maskapai penerbangan swasta mau melayani jalur sepi penumpang. Hal itu dilakukan untuk membuka daerah-daerah terisolasi. Subsidi tiket yang diberikan adalah dengan membeli tempat duduk (seat) pesawat. Melalui kerja sama dengan PT Dirgantara Air Service (DAS), dilakukan penerbangan Banjarmasin-Purukcahu dan Palangkaraya-Pucukcahu, seminggu tiga kali. Penerbangan menggunakan pesawat Cassa 212 berkapasitas 18 penumpang. Dalam perjanjian dinyatakan, jika seluruh tempat duduk terisi penumpang, Pemkab tidak memberi subsidi. Namun jika tidak seluruh terisi, tempat duduk yang kosong ”dibeli” Pemkab Murung Raya sesuai dengan harga tiket yang berlaku, yakni Banjarmasin-Purukcahu Rp 285.000 dan Palangkaraya-Purukcahu Rp 255.000. Pola kerja sama seperti ini akan menguntungkan kedua belah pihak, PT DAS tidak akan mengalami kerugian karena dalam setiap penerbangan seluruh kursi dianggap terisi penuh. Sedangkan Pemkab diuntungkan karena memudahkan investor masuk ke Purukcahu. Sementara itu untuk memperlancar transportasi ke Palangkaraya, Pemerintah Propinsi (Pemprop) Kalimantan Tengah mensubsidi penerbangan Sriwijaya Air (Jakarta-Palangkaraya) yang menggunakan pesawat Boeing 737-100. Pola subsidi didahului dengan penentuan titik impas setiap penerbangan berbanding jumlah penumpang. Jika penumpang kurang, kekurangan akan ditanggung Pemprop. Sebaliknya, jika pesawat penuh, kelebihan dari titik impas dibagi dua dengan komposisi 60 persen untuk maskapai penerbangan dan 40 persen Pemprop Kalimantan Tengah. (Kompas, 24 April 2004) jarak seberapa besar sudah berstatus tetap sepi Data yang ada menyebutkan bahwa dari 13 bandara yang dikelola oleh PT Angkasa Pura I, baru empat bandara yang mencatatkan keuntungan yaitu Bandara Ngurah Rai-Bali, Juanda-Surabaya, Hasanuddin-Makasar, dan Sepinggan- Balikpapan. Hal ini membuktikan bahwa kerugian ekonomi yang dialami oleh 40 40 40 40

  45. 1 - 2 - 3 L A N G K A H bandara-bandara di Indonesia masih cukup tinggi. Untungnya PT Angkasa Pura bukan perusahaan yang merugi. Menurut laporan keuangan pada tahun 2002, PT Angkasa Pura I mengantongi laba bersih Rp 198 miliar sedangkan PT. Angkasa Pura II meraih Rp 371 miliar. Masalahnya kemampuan BUMN ini menghadapi masalah tersebut, sementara subsidi yang diberikan untuk biaya operasional bandara-bandara yang merugi semakin lama semakin besar. sejauh mana Pemerintah semestinya segera melakukan audit kinerja bandara internasional yang dinilai tidak efisien. Bila ternyata bandara internasional tersebut memang tidak menguntungkan mungkin ada baiknya bandara tersebut diturunkan statusnya menjadi bandara domestik. Menguntungkan dalam arti sejauh mana manfaat keberadaan bandara internasional bagi suatu daerah, apakah terjadi peningkatan signifikan terhadap jumlah penumpang. Atau sejauh mana pencapaian pertumbuhan ekonomi regional setelah adanya bandara internasional, apakah sesuai dengan perkiraan. Setidaknya kedua parameter tersebut dapat menjadi acuan dalam melakukan audit. “Kebanyakan bandara internasional di Indonesia tidak efisien.” Potret Angkutan Udara Swasta Nasional Sejak pemerintah membuka lebar-lebar pintu industri angkutan udara empat tahun silam, pertumbuhan airlines melaju secepat jet. Sementara sebelum deregulasi hanya ada enam perusahaan penerbangan berjadwal, pada kuartal pertama tahun ini pemerintah sudah menerbitkan 27 ijin perusahaan penerbangan berjadwal. Muka-muka baru yang memadati langit nusantara itu tak melulu datang dari Jakarta, tapi juga dari Aceh, Riau, Makassar bahkan Papua. Namun modal yang cekak dan manajemen yang semrawut menumbangkan maskapai-maskapai daerah itu dalam hitungan bulan. Papua Effata Airlines, yang didirikan oleh masyarakat Papua, telah mengembalikan Boeing 737-200 ke pemiliknya, Aviogenics, karena mahalnya biaya perawatan pesawat. Effata hanya mengantongi modal Rp 10 miliar, yang langsung tersedot habus untuk menyewa pesawat dan mengoperasikan pesawat untuk dua rute penerbangan sebanyak enam kali seminggu. Maskapai lain yang bernapas pendek adalah Riau Airlines (RAL). Didirikan oleh Pemerintah Propinsi Riau bersama 12 kabupaten, RAL mengudara pertama kali akhir tahun 2002. Tapi, selama empat bulan mengarungi Pekanbaru-Batam dengan satu pesawat Fokker 50, kursi yang terisi hanya 19 persen, jauh dibawah target 60 persen. Sepinya penumpang disiasati dengan memperbanyak rute, dari satu menjadi sebelas. Jumlah armada pun ditambah menjadi tiga pesawat. Strategi ini ternyata tak juga berhasil. Masalah yang semula menyangkut permodalan kemudian melebar menjadi kemelut internal perusahaan, dari mismanagement hingga isu korupsi. Masalah permodalan dan pengelolaan yang semrawut sebelumnya juga telah melumpuhkan Seulawah NAD Air. Maskapai dari Aceh ini hanya bertahan enam bulan, tudingan terlalu ikut campurnya pemerintah daerah dalam pengelolaan perusahaan menjadi polemik antara eksekutif dan legislatif. Mungkin maskapai penerbangan yang berasal dari makassar dapat dijadikan contoh dalam pengelolaan perusahaan penerbangan.yang baik. Celebes Aviation Services, yang didirikan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Makassar dan empat mitra swasta, tahun lalu berhasil mencetak laba kotor Rp 10 miliar. Keterlibatan Pemda Sulawesi Selatan terbatas pada penyertaan modal 40 persen. Selanjutnya pengelolaan diserahkan kepada profesional. Celebes beroperasi dengan menggunakan izin Kartika Airlines dan Express Airlines yang tak lagi mengudara sehingga pengeluaran Celebes praktis hanya avtur dan sewa pesawat. Sementara kepada pemilik izin Celebes diwajibkan membayar management fee. Cara seperti ini terbukti ampuh untuk menekan pengeluaran, dengan demikian Celebes yakin mampu bersaing dengan armada angkutan udara nasional, seperti Garuda dan Merpati. (Tempo, 9 Mei 2004) 41 41 41 41

  46. 1 - 2 - 3 L A N G K A H Nenek moyangku orang pelaut Dengan meningkatnya minat daerah dalam pengembangan pelabuhan, bagian ini akan menjelaskan berbagai permasalahan yang harus diwaspadai oleh pengambil kebijakan transportasi dan pengembangan wilayah. Di samping itu, bagian ini memberikan beberapa petunjuk bagi pengembangan usaha daerah di bidang angkutan laut. Indonesia adalah negara dengan jumlah pelabuhan terbanyak di dunia. Namun sayangnya jumlah ini bukan berarti kita menguasai pangsa bongkar muat di dunia. Pelabuhan terbesar di Indonesia, Tanjung Priok pada tahun 2003 baru mencapai 3 juta TEUS, sementara negara kecil Singapura pada saat yang sama sudah mencapai 8 juta TEUS. Padahal penduduk Singapura cuma 3 juta jiwa, dan kita 220 juta jiwa. Mengembalikan peran sebenarnya dari pelabuhan dan meningkatkan efisiensi kini menjadi landasan bagi masa depan pelabuhan di Indonesia. Fungsi pelabuhan idealnya adalah tempat titik temu (interface), sebagai mata rantai transportasi (link), sebagai gerbang (gateway), kawasan industri (industrial estate). Dalam kondisi pulau-pulau kita yang tersebar serta banyaknya wilayah yang masih tertinggal, maka pelabuhan juga berfungsi untuk membuka isolasi daerah atau wilayah terpencil. Total pelabuhan kita sekarang 2.133 buah meliputi 977 pelabuhan umum dan 1.156 pelabuhan khusus (pelabuhan perikanan, BBM, dll). Dari pelabuhan umum tersebut, 725 merupakan laut, dan hanya 111 pelabuhan yang diusahakan melalui pengelolaan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo). Duo Pelabuhan di Teluk Jakarta Siang yang panas pada 26 Juli lalu tak mampu menghilangkan sentum semringah di wajah Sutiyoso. Wajah Gubernur DKI Jakarta itu ceria saat dia menekan tombol tanda peresmian Jakarta New Port (JNP), sebuah pelabuhan bertaraf internasional. Inilah pelabuhan raksasa yang bakal berlokasi di Kawasan Ancol Timur, Pademangan, Jakarta Utara. Pelabuhan baru ini akan memakan are seluas 245 hektare, dengan panjang 5,2 kilometer, serta kedalaman 12 hingga 14 meter. Nantinya di sini akan ada 15 dermaga, antara lain dermada untuk terminal mobil dan penumpang. Pembangunan yang mengadopsi teknologi dari Jepang itu akan dilakukan dalam lima tahap dan pelabuhannya mulai beroperasi pada tahun 2010. Kocek yang harus dirogohuntuk mewujudkan megaproyek ini US$ 500 juta atau sekitar Rp 4,6 triliun. Pelabuhan ini memang serba lengkap. Selain pelabuhan komersial, di kawasan ini nantinya akan dibangun pangkalan Komando Armada RI Kawasan Barat (Armabar) TNI-AL. Meskipun proyek ini baru sebatas rencana, keinginan Gubernur DKI Jakarta ini dipastikan tersandung kendala. Kawasan yang kini dalam kondisi centang-perenang itu merupakan bagian dari program reklamasi Pantai Utara Jakarta yang sudah ditolak oleh Kementerian Lingkungan Hidup, walaupun kasusnya saat ini masih di pengadilan tata usaha Negara. Rencana ini tak urung mengagetkan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II selaku pengelola Pelabuhan Tanjung Priok, bahwa sesuai dengan hak pengelolaan lahan (HPL) kawasan tersebut sudahb masuk dalam rencana master plan pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok hingga tahun 2025. Pelabuhan Tanjung Priok yang mulai dibanguna tahun 1877 ini kini memiliki luas wilayah darat 604 meter persegi dan wilayah laut 424 meter persegi dengan kedalaman 11-13 meter. PT Pelindo II bahkan sudah mengantongi izin melakukan perluasan reklamasi Pantai Ancol Timur seluas 500 hektare. (Tempo, 29 Agustus 2004) dan sebagai Pelabuhan di samping fungsinya sebagai pelayanan, juga berfungsi sebagai sentra bisnis transportasi laut. Tuntutan untuk menciptakan bisnis yang profesional berdaya saing tinggi dan efisien menjadi harapan agar usaha kepelabuhanan dapat menjadi penggerak ekspor nasional yang efektif. Usaha kepelabuhanan telah berkembang seiring dengan perkembangan teknologi, ukuran kapal, peningkatan jumlah, dan jenis barang. Usaha jasa kepelabuhanan tidak terbatas pada bongkar muat barang tetapi telah menjangkau kegiatan lain, seperti: 42 42 42 42

  47. 1 - 2 - 3 L A N G K A H •Penyediaan kolam pelabuhan dan perairan untuk lalu lintas kapal dan tempat berlabuh. •Pelayanan jasa yang berhubungan dengan pemanduan (kapal pandu) dan penundaan (kapal tunda). •Penyediaan jasa dermaga untuk bertambat, bongkar muat barang serta penyediaan fasilitas naik/turun penumpang. •Penyediaan dan pelayanan jasa gudang dan tempat penimbunan barang. •Penyediaan lahan untuk berbagai bangunan dan lapangan. •Penyediaan jaringan jalan dan jembatan, tempat tunggu kendaraan, saluran pembuangan air, instalasi listrik, air minum, bahan bakar dan pemadam kebakaran. •Penyediaan jasa terminal peti kemas, curah cair, curah kering dan ro-ro. Dalam era otonomi daerah, pemerintah daerah diberikan penyelenggaraan kepelabuhanan, yang tertuang dalam KM 53/2002 tentang Tatanan Kepelabuhanan Tatanan ini mengatur wujud sistem kepelabuhanan yang memuat hirarki, peran, fungsi, penyelenggaraan, kegiatan, keterpaduan intra dan antar moda, serta keterpaduan dengan sektor lainnya. Hirarki, peran dan fungsi pelabuhan pelabuhan internasional hub, pelabuhan internasional, pelabuhan pelabuhan regional dan pelabuhan lokal. Dua pelabuhan pertama memungkinkan untuk dilakukannya perdagangan ekspor impor secara langsung dengan luar negeri. Saat ini terdapat 141 pelabuhan di seluruh Indonesia yang terbuka bagi perdagangan luar negeri. Menyadari arti penting pelabuhan, banyak daerah yang mengharapkan pelabuhannya menjadi pelabuhan Tuntutan daerah ini dilandasi oleh berbagai alasan, di antaranya karena kebutuhan untuk pengembangan wilayah sampai dengan karena tidak ingin ada pihak lain yang menguasai pelabuhan di daerahnya. Pemerintah pusat cenderung Langsa sedang bersolek peran dalam Seperti gadis cantik yang tengah bersolek, sejak dimekarkan dari Kabupaten Aceh Timur tahun 2001, Kota Langsa terus berbenah. Tahun ini, 70 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Langsa yang mencapai Rp 120 miliar digunakan untuk anggaran rutin pemkot. Sedangkan pembangunan infrastruktur Rp 13 miliar, dan pendidikan Rp 10 miliar. Sumber pendapatan asli daerah (PAD) juga terbatas. Ketiadaan sumber daya alam dan ekonomi di kota berpenduduk 127.261 jiwa ini membuat target PAD tahun ini Rp 2 miliar. Sekretaris Kota Langsa Azzubaidi mengatakan bahwa satu–satunya sumber daya yang diharapkan menambah PAD adalah Pelabuhan Langsa. Pelabuhan yang dibangun tahun 1980-an ini dulu sering dimanfaatkan untuk ekspor arang bakau. Tetapi, seiring tidak kondusifnya keamanan di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, tidak satu kapal pun singgah ke sana. Tahun 1998 pemkot pernah mencoba menghidupkan kembali pelabuhan melalui kerja sama pelayaran langsung Langsa- Penang (Malaysia). Akan tetapi hanya berjalan tiga bulan. "Sekarang, kami sedang bernegosiasi dengan investor dari Thailand. Mereka ingin mengembangkan industri perikanan terpadu di Pelabuhan Kuala Langsa. Kami akan memfasilitasi mereka, tapi peluang mereka berinvestasi di sini tergantung pemerintah pusat," jelas Azzubaidi. Hal ini karena masuknya investor asing ke Indonesia harus seizin pemerintah pusat. Namun demikian, pemkot tetap berupaya menarik investor untuk mengembangkan Pelabuhan Langsa. Alasannya jelas, hanya Pelabuhan Langsa yang mampu menggerakkan perekonomian kota tersebut. Bahkan, hanya Pelabuhan Langsa yang dapat menjadi sumber PAD untuk membiayai pembangunan kota, selain Pajak Bumi dan Bangunan. Karena itu, dalam rancangan induk pengembangan Pelabuhan Langsa, pemkot merencanakan pelabuhan itu sebagai pelabuhan transit terpadu untuk seluruh industri di sekitarnya. Kabupaten Aceh Timur dan Aceh Tamiang merupakan daerah perkebunan, terutama kelapa sawit. Tiadanya pabrik minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dipandang Pemkot Langsa sebagai peluang busnis. "Di Pelabuhan Langsa akan ada tangki penampungan CPO berukuran besar. Kemudian, akan ada pabrik penyulingan CPO yang akan diekspor. Bahkan, tidak menutup kemungkinan dibangun pabrik yang berorientasi ekspor di sana nantinya," ujar dia. Sebagai langkah awal optimalisasi ini, tahun 2004 proyek pengerukan lumpur di alur pelabuhan akan dimulai. Kemudian rawa-rawa di sekitar pelabuhan akan direklamasi dengan lumpur hasil kerukan tersebut. "Anggaran terbatas. Jadi, kami berupaya bekerja efektif dan efisien sejauh itumemungkinkan," kata Azzubaidi. Nasional. klasifikasi, jenis, laut terdiri atas nasional, internasional. 43 43 43 43

  48. 1 - 2 - 3 L A N G K A H untuk menolak pengambilalihan ini terutama jika dikaitkan dengan pelabuhan yang hirarkinya nasional, internasional, dan international hub. Meskipun demikian Departemen Perhubungan, sudah menyerahkan ratusan pelabuhan untuk dikelola daerah. Ada 2 alasan utama yang perlu dipertimbangkan dalam pengambilalihan pelabuhan oleh daerah. Yang pertama kesiapan sumber daya manusia. Kesiapan SDM merupakan salah satu faktor kunci dalam pengelolaan pelabuhan. Yang kedua tentunya harus dilihat secara rinci bagaimana kondisi keuangan dan manajemen perusahaan. Saat ini kita tidak bisa mengetahui kondisi keuangan tiap pelabuhan karena disatukan dalam keuangan PT Pelindo I sampai IV. Artinya pelabuhan yang untung akan memberi subsidi kepada pelabuhan yang rugi. Langsa, salah satu wilayah di propinsi NAD (Nanggroe Aceh Darussalam) adalah wilayah pemekaran yang perlu didorong dengan memfungsikan pelabuhan (lihat kotak). Usaha keras dan kesungguhan daerah didasari atas potensi dan kebutuhan untuk ekspor komoditas unggulan daerah. Daerah ini punya semangat tetapi masih ada keputusan yang bergantung pada pemerintah pusat. Persoalan efisiensi pelabuhan menjadi isu yang sangat hangat. Aparat birokrasi bukannya berlomba memberikan pelayanan terbaik bagi warga, tapi malah berebut memeras masyarakat, khususnya pengusaha. Misalnya dalam soal perizinan dan pengurusan dokumen ekspor impor di pelabuhan, pungutan bisa berlapis-lapis jumlahnya. Padahal, biaya tidak resmi itu pada akhirnya dibebankan masyarakat luas yang kena getahnya, bukan hanya pengusaha. Potret kerugian konsumen akibat banyaknya biaya tak resmi yang mesti dikeluarkan pengusaha tergambar jelas dari prosedur ekspor impor yang serba rumit dan memusingkan orang awam. Saat ini susah membedakan yang resmi dan tak resmi, karena sudah sedemikian membudaya. Parahnya lagi, eksportir tidak pernah tahu rincian pengeluaran pengiriman barang pada perusahaan ekspedisi muatan kapal laut (EMKL) atau forwarder. Soal perizinan dan pengurusan dokumen ekspor impor di pelabuhan, pungutannya bisa berlapis-lapis jumlahnya. Yang jelas, sejak komoditas keluar dari pabrik hingga masuk lambung kapal, seorang pengusaha mengaku mengeluarkan biaya rata-rata Rp 1,25 juta sampai Rp 1,5 juta per kontainer ukuran 20 kaki. Akibatnya, harga komoditas ekspor Indonesia tidak bisa bersaing dengan negara lain. Kalaupun tetap ingin berkompetisi dengan negara lain, marjin keuntungan pengusaha harus dikurangi. Di Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, pengusaha mengakui besarnya Five Generations of Containerships First Generation (1956-1970) Length Draft TEU 500 kepada konsumen. Walhasil, 135 m Converted Cargo < 9 m 800 200 m Converted Second Generation (1970-1980) 1,000 – 2,500 10 m 215 m Cellular Third Generation (1980-1988) Panamax Class 3,000 250 m 11-12 m 4,000 290 m Fourth Generation (1988-2000) Post Panamax 4,000 – 5,000 275 – 305 m 11-13 m karena menyerahkan prosedur Fifth Generation (2000-Present) Post Panamax Plus 5,000 – 8,000 335 m 13-14 m 44 44 44 44

  49. 1 - 2 - 3 L A N G K A H pungutan mencapai 20-30 persen dari biaya resmi. Akibatnya, kegiatan ekspor dari Jateng merosot hingga 30 persen sejak 2002. Misalnya, ekspor nonmigas, per bulan tertinggi pada tahun 2001 mencapai nilai 170,9 juta dollar AS namun pada tahun 2002 merosot menjadi 120,2 juta dollar AS. ISPS CODE ISPS (Internasional Ship and Port Facility Security) Code merupakan aturan baru yang telah disahkan dalam international Maritime Organization (IMO) Conference pada Bulan Desember 2002. Ketentuan ISPS Code mulai diterapkan pada 1 Juli 2004 dan mengikat seluruh anggota IMO termasuk Indonesia. Di Indonesia, dari sejumlah 141 pelabuhan domestik yang berfungsi sebagai pintu gerbang perdagangan internasional, baru ada lima pelabuhan yang siap untuk melaksanakan ketentuan internasional IMO tersebut, yaitu Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Perak, Batam, Belawan, dan Makassar. Selain pelabuhan, kapal-kapal yang terkena oleh peraturan ini meliputi kapal penumpang, kapal barang, serta unit pengeboran lepas pantai berpindah. Tujuan penerapan ISPS Code adalah: ? Menetapkan suatu kerangka kerja internasional yang melibatkan kerja sama antarnegara untuk mendeteksi berbagai ancaman terhadap keamanan dan tindakan preventif terhadap berbagai insiden keamanan yang berakibat kepada kapal dan berbagai fasilitas pelabuhan yang melayani perdagangan internasional. ? Menetapkan peran dan tanggung jawab antarnegara guna menjamin keamanan maritim. ? Menjamin pengumpulan dini informasi secara efisien dan pertukaran informasi yang berkenaan dengan keamanan. ? Menyiapkan metodologi bagi assessment keamanan sehingga tersedia rencana dan prosedur guna bereaksi terhadap setiap tingkat keamanan yang berubah. ? Menjamin kerahasiaan yang memadai dan tindakan–tindakan keamanan maritim yang proposional. Aturan baru ini mengharuskan adanya peralatan baru seperti Automated Identification System (AIS)Ship Security Alert System yang dapat diaktifkan dari kapal maupun di darat. Para pemilik kapal atau perusahaan pelayaran harus menunjuk Company Security Officer (CSO) yang tergantung tipe atau jenis kapal yang dioperasikan, apakah kapal penumpang, tanker atau kapal barang. Untuk setiap jenis kapal perusahaan harus mampu menyediakan seorang CSO dan tiap kapal harus mempunyai seorang Ships Security Officer (SSO) yang ditunjuk oleh perusahaan. Aturan baru ini juga mengharuskan kapal memiliki ISPS-Certificate. Sementara itu untuk pelabuhan, beberapa peralatan yang harus disiapkan adalah X-Ray System, Walk-through, CCTV, serta Metal Detector. Resiko bagi negara yang tidak melaksanakan ketentuan ISPS Code, adalah kapal-kapal berbendera negara tersebut yang melakukan pelayaran internasional tidak akan dizinkan berlabuh di pelabuhan negara tujuan. Dan tidak diperkenankannya pula kapal-kapal yang telah bersertifikat ISPS Code memasuki pelabuhan di negara yang belum menerapkan ketentuan ini. Dalam perhitungan volume lalu lintas barang, resiko tidak dilaksanakannya ketentuan ISPS Code, bagi Indonesia akan mengakibatkan hambatan terhadap ekspor dan impor sebesar 400 juta ton per tahun. Kesungguhan terhadap pemberlakuan ISPS Code, yang gemanya sudah mendunia, membuat seluruh pelabuhan dan perusahaan kapal didunia berusaha untuk mentaatinya. Sungguh suatu kerja keras mengingat waktu dan biaya yang dikeluarkan sangat tidak sedikit. Pelabuhan internasional yang memiliki intensitas pergerakan ekspor dan impor tinggi seperti Tanjung Priok telah menunjukkan hal itu. Saat ini Pertamina juga sedang mempersiapkan 17 buah pelabuhan khusus untuk memperoleh sertifikat ISPS Code. Untuk pelabuhan yang belum mempunyai kemampuan melaksanakan ISPS Code, Departemen Perhubungan menyarankan untuk dapat bekerja sama dengan perusahaan pelayaran internasional agar kapalnya dapat menyinggahi dengan perjanjian khusus. Untuk mengamankan kapal pengangkut barang yang bersandar di pelabuhan melibatkan setidaknya tujuh institusi keamanan, yaitu Administratur Pelabuhan (Adpel), KP3, Airud, Satroltas, Lantamal, Petugas Keamanan Pelindo, Port Security, dan Pam Swakarsa yang terdiri atas pengamanan dari Perusahaan Bongkar Muat (PBM) dan ekspedisi. 45 45 45 45

  50. 1 - 2 - 3 L A N G K A H Tatanan Kepelabuhanan Nasional dalam Kompetisi Pengaturan Kepelabuhanan Tatanan Kepelabuhanan Nasional (TKN) adalah suatu keputusan pemerintah yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri (KM) Perhubungan Nomor: 54/2002. KM ini mengatur kewenangan pelabuhan menurut status, fungsi dan hirarki. Berdasarkan status pelabuhan dibedakan menjadi pelabuhan international hub, internasional, nasional, regional, dan lokal. Status pelabuhan international hub, internasional, dan nasional ditetapkan menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Hal itu karena skala pelabuhan, distribusi pelayanan, jaringan pelayaran, fasilitas kepelabuhan, dan sumber daya dianggap hanya dapat ditangani oleh Pemerintah Pusat. Saat ini, Indonesia memiliki sekitar 2.100 pelabuhan, 725 buah di antaranya berada di bawah kewenangan Pemerintah Pusat. Dari 725 buah pelabuhan tersebut, 114 buah dikelola oleh PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) dan sisanya telah dikelola oleh Pemerintah Daerah. Unit Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen Perhubungan Laut, Departemen Perhubungan dibentuk untuk menangani pengelolaan pelabuhan lokal dan regional yang belum diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Secara umum tingkat pelayanan jasa kepelabuhanan di Indonesia masih rendah, hingga sering kali menghadapi persaingan yang tidak imbang dengan pelabuhan di negara-negara lain. Singapura misalnya, yang memiliki fasilitas penanganan barang atau cargo handling canggih, termasuk dalam 10 besar pelabuhan di dunia dalam bongkar muat barang atau container throughput. Mengingat keterbatasan pendanaan Pemerintah Pusat guna peningkatan pelayanan jasa kepelabuhanan, maka pemikiran untuk melakukan kerja sama antara pemerintah dan swasta dalam pengembangan infrastruktur pelabuhan menjadi rasional. Contoh Pelabuhan Batu Ampar-Batam, meskipun saat ini dalam proses re-tender namun Otoritas Pengembangan Kawasan Industri Batam (Batam Industrial Development Authority; BIDA) sedang berusaha keras untuk menjadikan salah satu pelabuhannya bertaraf internasional. Semangat otonomi daerah memicu para pengambil keputusan di daerah kemudian bersepakat menelurkan Deklarasi Balikpapan. Mereka bersepakat menolak penerapan PP 69/2001 dan menggugat peran pelindo dalam pengelolaan kepelabuhanan. Mereka bahkan sudah memperoleh persetujuan Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa PP 69/2001 perlu direvisi untuk disesuaikan dengan jiwa dan semangat otonomi daerah. Tanpa harus menjawab dan terlibat konflik berkepanjangan, agaknya perlu diingat tantangan sebenarnya dari persoalan transportasi laut. Bahwa saat ini kita baru menjadi tamu di rumah sendiri. Bayangkan untuk angkutan luar negeri kita baru memiliki peran 5,5% dari total angkutan laut internasional. Bahkan 40% dari angkutan antar pulau kita masih dikuasai asing. Lalu, jika kita masih berpolemik siapa yang mengatur pelabuhan, tanpa melihat esensi masalah, sampai kapan kita akan berada di titik nadir transportasi laut? Pembentukan Keppres 54/2002 tentang Tim Kelancaran Arus Barang untuk memberantas penyelundupan sampai saat ini belum menampakkan hasil nyata. Dulu pernah pemerintah menerapkan sistem pengendalian ekspor impor Pre Ship Inspection (PSI) yang telah berjalan selama 12 tahun di Indonesia dinilai telah berhasil menghilangkan kongesti, atau kemacetan barang di pelabuhan. Dengan sistem PSI, pemeriksaan barang telah dilakukan di luar negeri, begitu barang masuk pelabuhan Indonesia, langsung diangkut oleh importir, sehingga tidak terjadi kongesti. Lalu, pihak bank dalam membuka kontrak L/C merasa aman, karena barang yang dikirim dari luar negeri sudah pasti sesuai dengan L/C, karena telah mengalami pemeriksaan sebelum dikapalkan. PSI sudah sejak tahun 1985 diterapkan, dan pada tahun 1998 pemerintah mengubah sistem PSI dengan sistem post audit. Dengan demikian peran Direktorat Jenderal Bea Cukai dengan sistem post audit menggantikan peran Societe Generele de Surveille (SGS) yang telah lama mengoperasikan sistem sebelumnya. Namun sayangnya perubahan sistem ini belum mencapai hasil seperti yang diharapkan, buktinya berbagai pungutan liar itu masih tetap berjalan. 46 46 46 46

More Related