1 / 241

HUKUM PIDANA

HUKUM PIDANA. FAKULTAS HUKUM Universitas Muhammadiyah Tangerang. Penjatuhan Pidana (Sentencing). Upaya yang sah Yang dilandasi oleh hukum Untuk mengenakan nestapa/penderitaan Pada seseorang yang melalui proses peradilan pidana Terbukti secara sah dan meyakinkan

bart
Download Presentation

HUKUM PIDANA

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM Universitas Muhammadiyah Tangerang

  2. Penjatuhan Pidana (Sentencing) • Upaya yang sah • Yang dilandasi oleh hukum • Untuk mengenakan nestapa/penderitaan • Pada seseorang yang melalui proses peradilan pidana • Terbukti secara sah dan meyakinkan • Bersalah melakukan suatu tindak pidana

  3. Pidana (Punishment) • Nestapa/derita • Yang dengan sengaja • Dikenakan pada seseoarng • Oleh negara • Melalui proses peradilan pidana

  4. Proses Peradilan Pidana (the Criminal Justice Process) • Struktur, fungsi dan proses pengambilan keputusan • Oleh sejumlah lembaga (kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan • Yang berkenaan dengan penanganan dan pengendalian • Kejahatan dan pelaku kejahatan

  5. Pidana sebagai Pranata Sosial • Sebagai bagian dari reaksi sosial manakala terjadi pelanggaran terhadap norma-norma yang berlaku • Mencerminkan nilai & struktur masyarakat • Merupakan reafirmasi simbolis atas pelanggaran terhadap ‘hati nurani bersama’ • Sebagai bentuk ketidaksetujuan terhadap perilaku tertentu • Selalu berupa konsekuensi yang menderitakan, atau setidaknya, tidak menyenangkan

  6. Pengertian Hukum PidanaProf. Moeljatno • Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yg berlaku di suatu negara, yg mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk : 1) menentukan perbuatan-perbuatan mana yg tidak boleh dilakukan, yg dilarang, dg disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tsb;  Criminal Act 2) menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yg telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yg telah diancamkan ;  Criminal Liability/ Criminal Responsibility . 1) dan 2) = Substantive Criminal Law / Hukum Pidana Materiil 3) menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tsb.  Criminal Procedure/ Hukum Acara Pidana

  7. Pengertian Hukum PidanaProf. Pompe • Hukum Pidana adalah semua aturan-aturan hukum yang menentukan terhadap perbuatan-perbuatan apa yang seharusnya dijatuhi pidana, dan apakah macamnya pidana itu

  8. Pengertian Hukum PidanaProf. Simons • Hukum Pidana adalah kesemuanya perintah-perintah dan larangan-larangan yang diadakan oleh negara dan yang diancam dengan suatu nestapa (pidana) barangsiapa yang tidak mentaatinya, kesemuanya aturan-aturan yg menentukan syarat-syarat bagi akibat hukum itu dan kesemuanya aturan-aturan untuk mengadakan (menjatuhi) dan menjalankan pidana tersebut.

  9. Pengertian Hukum PidanaProf. Van Hamel • Hukum Pidana adalah semua dasar-dasar dan aturan-aturan yang dianut oleh suatu negara dalam menyelenggarakan ketertiban hukum (rechtsorde) yaitu dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum dan mengenakan suatu nestapa kepada yang melanggar larangan-larangan tersebut

  10. Pembagian Hukum Pidana • Hukum Pidana Materiil (Hukum Pidana) • Hukum Pidana Formil (Hukum Acara Pidana)

  11. Ilmu Hukum Pidana & Ilmu-ilmu lainnya • Kriminologi • Ilmu Psikologi • Kedokteran Kehakiman • Sosiologi Hukum • Hukum Pidana dan Teknologi • Ekonomi, Politik dan Sosial Budaya

  12. Mengapa pidana perlu dijatuhkan? • Kelompok konsekuensialis Pidana dijatuhkan bila benar-benar ada konsekuensi positif yang mengikutinya: • Membawa kebaikan • Mencegah kejadian yang lebih buruk • Tidak ada alternatif lain yang setara efeknya

  13. Kelompok non-konsekuensialis • Pidana merupakan respons yang patut (appropriate response) terhadap tindak pidana • Karena pelaku sudah melanggar norma yang berlaku • Karenanya pidana harus proporsional

  14. Doktrin • Retributive Penjahat layak dihukum Sesuai dengan cerminan perasaan kolektif masyarakat Menyatukan masyarakat melawan penjahat Harus dilihat dalam konteks sosial budaya

  15. Deterrence • Konsep aliran klasik • Reaksi terhadap pemidanaan yang semena-mena • Utilitarian, forward looking • Manusia itu rasional • General deterrence

  16. Rehabilitasi • Individualisasi pemidanaan • Tekanan pada treatment/pembinaan/memperbaiki pelaku • Anti-punishment • Model medis

  17. Integratif Multi fungsi pemidanaan: • Membuat pelaku menderita • Mencegah terjadinya tindak pidana • Memperbaiki pelaku

  18. PerkembanganTeoriPemidanaan • Retributif • Pidana adalah akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan pada pelaku tindak pidana • Sanksi pidana adalah pemberian derita dan petugas dinyatakan gagal bila penderitaan tidak dirasakan oleh terpidana • dapat dibedakan menjadi: • retributif yang negatif • retributif yang positif

  19. …..lanjutan 2. Deterrence • Pidana dijatuhkan dengan tujuan untuk pencegahan • dapat dibedakan menjadi: • general deterrence • special deterrence 3. Rehabilitasi Pidana dijatuhkan untuk mereformasi atau memperbaiki pelaku

  20. sering dimasukkan ke dalam sub kelompok deterrence, padahal dalam kajian kriminologi latar belakang ke dua teori pemidanaan ini berbeda; sehingga dalam pandangan deterrence pelaku adalah orang bersalah yang harus dijerakan supaya tidak mengulangi tindak pidana, sedangkan rehabilitasi memandang seorang pelaku tindak pidana sebagai orang yang perlu ditolong

  21. 4. Incapacitation • membatasi orang dari masyarakat selama waktu tertentu dengan tujuan perlindungan terhadap masyarakat pada umumnya • Ditujukan untuk pelaku TP yang sangat berbahaya bagi masyarakat • Andrew Ashworth, pendekatan incapacitation : • hanya dijatuhkan terhadap pelaku yang membahayakan masyarakat • bentuk sanksinya adalah mengisolasi atau memisahkan pelaku dari masyarakat untuk jangka waktu tertentu (biasanya untuk waktu yang lama)

  22. …..lanjutan 5. Resosialisasi • Melihat bahwa pemidanaan dengan cara desosialisasi (memisahkan pelaku dari kehidupan sosial masyarakat dan membatasinya untuk dapat berkomunikasi dengan masyarakat) dapat menghancurkan pelaku • Resosialisasi adalah proses yang mengakomodasi dan memenuhi kebutuhan pelaku tindak pidana akan kebutuhan sosialnya, yaitu kebutuhan untuk bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan masyarakat

  23. 6. Reparasi, RestitusidanKompensasi • Fokusperhatianbukanhanyapadapelakuataumasyarakat; tetapimulaiperhatikankorbansebagaibagian yang pentinguntukdipertimbangkandalampenjatuhanpidana • reparasi: - the act of making amends for a wrong - compensation for benefits derived from a wrong done to another - compensation or reparation for the loss caused to another • restitusi: return or restoration of some specific thing to its rightful owner or status • kompensasi: payment of damages, or another act that a court orders to be done by a person who has caused injury to another process

  24. Hybrid Theory (Teori Integratif) • Berangkat dari kenyataan bahwa masing-masing teori sangat sulit untuk dipilah-pilah secara tersendiri dalam prakteknya. Dengan penerapan satu pidana terdapat lebih dari satu teori yang tercakup di dalammya • Packer: pidana merupakan suatu kebutuhan yang juga merupakan bentuk kontrol sosial yang disesalkan, karena ia mengenakan derita atas nama tujuan-tujuan yang pencapaiannya merupakan kemungkinan • Oleh karena itu, dalam praktek bisa jadi perumusan tujuan pemidanaan merupakan kombinasi antara satu teori dengan teori lainnya

  25. Prof. Muladi: “saatinimasalahpemidanaanmenjadisangatkomplekssebagaiakibatdariusahauntukmemperhatikanfaktor-faktor yang menyangkut HAM, sertamenjadikanpidanabersifatoperasionaldanfungsional. Untukitudiperlukanpendekatan multidimensional yang bersifatmendasarterhadapdampakpemidanaan, baik yang menyangkutdampak yang bersifat individual maupunkeharusanuntukmemilihteoriintegratiftentangtujuanpemidanaan yang dapatmempengaruhifungsinyadalamrangkamengatasikerusakan-kerusakan yang diakibatkanolehtindakpidana”

  26. Prinsip-prinsip Umum Hukum Pidana [1]: • Asas Legalitas (The principle of legality; Nullum crimen/nulla poena sine lege) • Asasinitidakpernahsecara formal dirumuskandalamperundang-undangan, namunasasinimenjiwaiputusan-putusanpengadilan. • Karenabersumberpadacase law, padamulanyapengadilandiInggrismerasaberhakmenciptakandelik, tetapipadatahun 1972, House of Lords menolakadanyakekuasaanpengadilanuntukmenciptakandelikbaruataumemperluasdelik yang ada adapergeserandariasaslegalitasdalamartianmateriilkeasaslegalitasdalampengertian formal, artinyasuatuperbuatan yang padamulanyaditetapkansebagaisuatudelikoleh hakim berdasarkan common law (hukumkebiasaan yang dikembangkanlewatputusanpengadilan), dalamperkembangannyahanyadapatditetapkanberdasarkanundang-undang (statute law). [1] Barda Nawawi Arief, Perbandingan Hukum Pidana, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006.

  27. Asas Legalitas • Asas Legalitas dalam KUHP Indonesia diatur dalam: • Pasal 1 ayat (1): “Tiada suatu perbuatan boleh dihukum, melainkan atas ketentuan-ketentuan pidana dalam undang-undang, yang ada terdahulu daripada perbuatan itu”. • Ada tiga prinsip: 1. tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang, 2. aturan hukum pidana tidak berlaku surut, 3. untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh menggunakan penafsiran analogi.

  28. Asas Kesalahan (actus non facit reum nisi mens sit rea) • Inggrismenganutasaskesalahanwalaupuntidakpernahdirumuskandalamundang-undanghukumpidanaInggris. • Duasyarat yang harusdipenuhiuntukseseorangdapatdipidana: • Adaperbuatan yang dilarang (actusreus)  tidakhanyamenunjukpadasuatuperbuatan (act) dalamarti yang biasa, tetapimengandungarti yang lebihluas, yaitumeliputi: • Perbuatandarisiterdakwa; • Hasilatauakibatdariperbuatannyaitu; • Keadaan-keadaan yang tercantum/terkandungdalamperumusantindakpidana. • Adasikapbatinjahat/tercela (mensrea): • Intention (kesengajaan) • Recklessness (kesembronoan)  apabilaseseorangmengambildengansengajasuaturisiko yang tidakdapatdibenarkan. • Negligence (kealpaan).

  29. Asas Kesalahan • Dalam sistem hukum Eropa Kontinental, syarat yang harus dipenuhi untuk seseorang dapat dipidana: 1. ada kesalahan, 2. terhadap perbuatan tersebut dpt dipertanggungjawabkan. • Dalam hukum pidana Indonesia, asas kesalahan merupakan asas yang tidak tertulis. Dalam rancangan KUHP telah dirumuskan secara eksplisit, karena asas legalitas dan asas kesalahan merupakan dua asas yang fundamental. • Asas kesalahan ini dasarnya adalah liability based on fault.

  30. Pertanggungjawaban Pidana dan Perkembangannya

  31. Asas: • GeenStafzonderschuld • Actus non facitreum nisi mens sit rea • An act does not make a person guilty, unless the mind is legally blameworthy Padaintinya: • Seseorangbarudapatdipidana, bilaiamelakukanperbuatan yang terlarangdanadasikapbatin yang tercela/jahat

  32. Perbuatan (actus reus) Perbuatan (aktif/pasif) /hasil atau akibat keadaan Kesalahan (mens rea) intention recklessness negligence Criminal Act:

  33. Mens Rea: • The mental element necessary for a particular crime • Tidak pidana yang mensyaratkan mens rea dianggap lebih serius dibandingkan yang dilakukan dengan negligence atau yang pertanggungjawabannya strict

  34. Intentionally: Purpose to cause Not purpose to cause it, but know something will occur in the ordinary course of events if he were to succeed in his purpose of causing some other result Kesengajaan/opzet: sebagai tujuan insyaf kepastian insyaf kemungkinan Intentionally (common law) Vs Kesengajaan (Indonesia)

  35. Recklessness serupa dengan bewuste schuld: - dengan sadar mengambil suatu risiko yang tidak dapat dibenarkan (taking an unjustifiable risk) - biasanya harus dibuktikan bahwa pelaku sebenarnya menyadari suatu keadaan dan mengetahui atau dapat memperkirakan kemungkinan terjadinya akibat itu, tetapi ia sembrono atau tidak memperdulikannya. Pada negligence tidak ada unsur awareness dan foresight of probability

  36. Strict Liability • Berlaku terhadap tiga macam delik: • Public nuisance (gangguan terhadap ketertiban umum, menghalangi jalan raya); • Criminal libel (fitnah, pencemaran nama baik); • Contempt of court (pelanggaran tata tertib pengadilan) • Contoh kasus: • R v. Prince (1875) • Warner v. Metropolitan Police Commissioners (1969) • Sweet v. Parsley (1970)3636

  37. Strict Liability • Strict liability di negeri Belanda dikenal dengan nama “leer van het materielle feit” atau “fait materielle”. Dahulu, ajaran ini hanya diberlakukan terhadap tindak pidana pelanggaran, tetapi sejak adanya arrest susu tahun 1916 dari Mahkamah Agung Belanda, penerapannya ditiadakan. Dengan kata lain, ajaran itu tidak dibenarkan untuk dianut lagi. • Mengenai strict liability sudah diterapkan dalam hukum pidana Indonesia: 1. Pelanggaran lalu lintas, 2. UU Perlindungan Konsumen, 3. UU Lingkungan Hidup • Menurut Rancangan KUHP, strict liability baru bisa diterapkan pada suatu perbuatan pidana apabila hal tersebut telah diatur secara tegas dalam UU.

  38. Vicarious Liability pertanggungjawabanmenuruthukumseseorangatasperbuatansalah yang dilakukanolehorang lain (pertanggungjawabanpengganti) • Ketentuanumum yang berlakumenurut Common Law adalahbahwaseseorangtidakdapatdipertanggungjawabkansecaravicariousuntuktindakpidana yang dilakukanolehpelayan (contohkasus R. v. Huggins 1730), kecualidalamtindakpidanaterhadappublic nuisance (perbuatan yang menyebabkangangguansubstansialterhadappendudukataumenimbulkanbahayaterhadapkehidupan, kesehatan, danhartabenda) dancriminal libel.

  39. Menurut undang-undang (statute law), vicarious liability dapat terjadi dalam hal-hal berikut: • Seseorang dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh orang lain, apabila telah mendelegasikan kewenangannya menurut undang-undang kepada orang lain  harus ada prinsip pendelegasian. • Seorang majikan dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang secara fisik/jasmaniah dilakukan oleh pekerjanya apabila menurut hukum perbuatan pekerjanya itu dipandang sebagai perbuatan majikan  apabila si pekerja sebagai pembuat materil/fisik (auctor fisicus) dan majikan sebagai pembuat intelektual (auctor intellectualis).

  40. Pertanggungjawabankorporasi • Padatahun 1944  korporasidimungkinkanuntukbertanggungjawabdalamhukumpidanabaiksebagaipembuatataupeserta, untuksetiapdelik, meskipundiisyaratkanadanyamensreadenganmenggunakanasasidentifikasi. • Pengecualian: • Dalamperkara-perkara yang menurutkodratnyatidakdapatdilakukanolehkorporasi, misalnyabigami, perkosaan, sumpahpalsu. • Dalamperkara yang satu-satunyapidana yang dapatdikenakan, tidakmungkindikenakankepadakorporasi, misalnyapidanapenjaraataupidanamati.

  41. Pertanggungjawaban (Schuld): • Toerekeningsvatbaarheid dari pelaku • Sifat psikis pelaku dengan perbuatannya, berupa sengaja atau alpa • Tidak ada alasan penghapus kesalahan (d.a. pertanggungjawaban)

  42. KUHP

  43. KUHP dan Sejarahnya • Andi Hamzah - Jaman VOC - Jaman Hindia Belanda - Jaman Jepang - Jaman Kemerdekaan • Utrecht -Jaman VOC -Jaman Daendels -Jaman Raffles -Jaman Komisaris Jenderal -Tahun 1848-1918 -KUHP tahun 1915 -sekarang

  44. Jaman VOC • Statuten van Batavia • Hk. Belanda kuno • Asas2 Hk. Romawi • Di daerah lainnya berlaku Hukum Adat • mis. Pepakem Cirebon

  45. Jaman Hindia Belanda • Dualisme dalam H. Pidana 1. Putusan Raja Belanda 10/2/1866 (S.1866 no.55) --> Orang Eropa 2. Ordonnantie 6 Mei 1872 (S.1872) --> Orang Indonesia & Timur Asing • Unifikasi : Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch - Indie - Putusan Raja Belanda 15/10/1915 Berlaku 1/1/1918 disertai - Putusan Raja Belanda 4/5/1917 (S.1917 no. 497) : mengatur peralihan dari H. Pidana lama --> H. Pidana baru.

  46. Jaman Jepang • WvSI masih berlaku • Osamu Serei (UU) No. 1 Tahun 1942, berlaku 7/3/1942 • H. Pidana formil yang mengalami banyak perubahan

  47. Jaman Kemerdekaan • UUD 1945 Ps. II Aturan Peralihan Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini

  48. Jaman Kemerdekaan • UU No. 1 Tahun 1946 : Penegasan tentang Hukum Pidana yang berlaku di Indonesia • Berlaku di Jawa-Madura (26/2/1946) • PP No. 8 Tahun 1946 : Berlaku di Sumatera • UU No. 73 Tahun 1958 : “ Undang-undang tentang menyatakan berlakunya UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana untuk seluruh wilayah RI dan mengubah Kitab Undang-undang Hukum Pidana”

  49. SUMBER-SUMBER HUKUM PIDANA DI INDONESIA • KUHP (beserta UU yang merubah & menambahnya) • UU Pidana di luar KUHP • Ketentuan Pidana dalam Peraturan perundang-undangan non-pidana

  50. KUHP • Buku I : Ketentuan Umum (ps 1 – ps 103) Pasal 103  Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku I juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain • Buku II : Kejahatan (ps 104 – 488) • Buku III : Pelanggaran (ps 489 – 569)

More Related