1 / 18

Menuju Kebebasan Memperoleh Informasi: menyorot peran perguruan tinggi swasta

Menuju Kebebasan Memperoleh Informasi: menyorot peran perguruan tinggi swasta. dipersiapkan oleh: Ronny H. Mustamu Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi UK Petra. Landasan. Kebebasan memperoleh informasi:

Download Presentation

Menuju Kebebasan Memperoleh Informasi: menyorot peran perguruan tinggi swasta

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. Menuju Kebebasan Memperoleh Informasi:menyorot peran perguruan tinggi swasta dipersiapkan oleh: Ronny H. Mustamu Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi UK Petra Rel.v1.02.06

  2. Landasan • Kebebasan memperoleh informasi: kegiatan mempromosikan keterbukaan dan akuntabilitas sektor publik dengan cara memberikan kewenangan kepada masyarakat untuk mengakses informasi tersebut. • Konsep demokrasi deliberatif ala Jurgen Habermas: apa pun yang ketika diputuskan itu ternyata mempengaruhi masyarakat, maka masyarakat harus terlibat. Rel.v1.02.06

  3. Implikasi • Kebebasan memperoleh informasi lebih ditujukan kepada sektor publik dan sektor yang berdampak luas terhadap publik. • Dalam konteks di Indonesia adalah lembaga-lembaga publik, pemerintahan, kegiatan yang pendanaannya berasal dari publik dan kegiatan yang dampaknya dirasakan publik. • Perlu dicatat bahwa yang dimaksud publik adalah masyarakat (rakyat), sehingga agak sedikit berbeda dengan term publik dalam konsep stakeholders. Rel.v1.02.06

  4. Ciri Kebebasan Informasi • Keterbukaan maksimum • Kewajiban untuk mengumumkan informasi • Memajukan pemerintahan yang terbuka • Pembatasan cakupan kekecualian • Proses-proses untuk mempermudah pemerolehan informasi • Biaya (untuk memperoleh informasi) • Rapat (lembaga pemerintah) yang terbuka • Keterbukaan informasi adalah prioritas • Perlindungan untuk pengungkap (whistle blower) kasus korupsi Toby Mendel, 2004 Rel.v1.02.06

  5. Praktik di Indonesia • Meski telah dilakukan beragam upaya untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap informasi publik, namun masih terdapat kesenjangan yang signifikan antara ekspektasi dan realita. • Lembaga-lembaga yang termasuk dalam kategori sektor publik tak semuanya “terbiasa” dengan konsep keterbukaan. (lihat kasus e-procurement Pemkot Surabaya) • Masih terdapat informasi publik yang sulit diperoleh tanpa “alat bantu”: relasi, kekuasaaan, uang. Rel.v1.02.06

  6. Akibatnya • Masyarakat Indonesia “terbiasa” untuk: • tidak memperoleh hak sepenuhnya • tidak bertanya • mengeluarkan dana untuk memperoleh informasi publik. • Segala aturan perundangan terkait Kebebasan Informasi masih menjadi konsumsi kelompok intelektual dan bahkan belum menjadi wacana publik yang sesungguhnya. Rel.v1.02.06

  7. Peran Perguruan Tinggi • Kebebasan memperoleh informasi di kalangan perguruan tinggi lebih terkait dengan penyediaan informasi di perpustakaan. • Kelompok perguruan tinggi yang lebih “maju” memulai dengan penataan informasi virtual melalui pengelolaan situs internet. • Bagi perguruan tinggi di Indonesia, kebebasan memperoleh informasi masih bergerak di seputar kepentingan akademik, terutama penelitian. Rel.v1.02.06

  8. Perguruan Tinggi Swasta • Berbeda dengan perguruan tinggi negeri (PTN) yang masih dibiayai oleh dana publik, perguruan tinggi swasta (PTS) tidak. • Akibatnya, tanggungjawab PTS terhadap kebebasan memperoleh informasi (bagi) publik, tidaklah seketat beban yang ditanggung PTN. • Oleh karenanya, kebebasan (memperoleh) informasi di PTS masih relatif “murni” terkait dengan aktivitas akademik dan bukan layanan informasi kepada publik. • Jika pun berkembang, maka kebebasan memperoleh informasi tersebut lebih bersifat upaya mengantisipasi terjadinya plagiarisme. Rel.v1.02.06

  9. Praktik di PTS • Kebebasan memperoleh informasi di PTS relatif hanya bergerak pada 2 elemen: • Kepentingan akademik mahasiswa. • Kegiatan terkait penelitian dan pengabdian pada masyarakat yang “dikemas” untuk kepentingan promosi. • Oleh karenanya, terlalu sulit untuk (saat ini) menemukan PTS di Indonesia yang dengan sukarela menyediakan informasi bagi publik, yang sesungguhnya memang di luar (beyond) tanggungjawabnya. Rel.v1.02.06

  10. Studi Kasus UK Petra • ASIT - (Web-based Automatic System Information Terminal) – Informasi Akademik via web - http://genesis.petra.ac.id/asit • Perpustakaan sebagai “galeri”. • Situs www.petra.ac.id • Koleksi digital: surabaya tempo doeloe (Surabaya Memory), tugas akhir mahasiswa (Digital Theses), artikel jurnal ilmiah (eDIMENSI), karya seni sivitas (Petra@rt Gallery), dll – http://www.petra.ac.id/desa-informasi • Informasi strategis, perencanaan, anggaran  bukan masuk kategori informasi publik dan tak terkait secara langsung dengan aktivitas “promosi”. • Butuh “skema publikasi”  apa yang harus, boleh dan tidak perlu (atau membutuhkan izin khusus) disajikan kepada publik. Rel.v1.02.06

  11. Digitalisasi Karya Ilmiah • Mungkin berbeda dengan “mitos” yang selama ini berlaku: sesungguhnya keterbukaan justru sanggup mengurangi peluang terjadinya plagiarisme. • Semakin luas cakupan informasi yang dibuka (disajikan dalam internet), maka orang akan semakin bebas mengaksesnya. Akibat kebebasan akses tersebut, maka seorang plagiator akan mengalami kesulitan untuk menjiplak karya tanpa diketahui orang lain. Bandingkan, jika yang disajikan hanya abstrak atau judulnya saja. • Persoalan: paradigma, mindset, pemahaman dan wawasan para pengelola perguruan tinggi belum semuanya menyadari makna keterbukaan informasi itu. Rel.v1.02.06

  12. Web-based Learning • Meski telah berulang kali dicoba diterapkan oleh (kelompok) dosen yang berbeda, namun konsep ini tak mudah untuk diterapkan. • Persoalan bukan berasal dari rendahnya niatan untuk membuka seluruh akses informasi, namun lebih ke arah komitmen akibat tingginya beban dan konsentrasi yang dibutuhkan untuk mengelola aktivitas tersebut (time consuming). • Upaya untuk melakukan hybrid model (memadukan konsep web-based dan pemanfaatan koleksi digital) juga masih belum memuaskan. Rel.v1.02.06

  13. Anggaran dan Kegiatan • Proses perencanaan kegiatan dan pencairan anggaran telah memanfaatkan teknologi informasi yang memungkinkan berkurangnya dokumen cetakan. • Selain mempermudah proses monitoring, model ini sangat memudahkan proses evaluasi dan pelaporan. Rel.v1.02.06

  14. Layanan Perpustakaan • Katalog online & ‘webisasi’ sistem informasi perpustakaan (iSPEKTRA) telah memudahkan proses pencarian dan peminjaman buku serta koleksi perpustakaan lainnya. Rel.v1.02.06

  15. Fasilitas Fisik • Peminjaman ruang • Peminjaman alat-alat presentasi: komputer, LCD, dll Rel.v1.02.06

  16. Wilayah Eksplorasi Informasi tersedia, boleh diakses, atau tertutup? • Pengelolaan Manajemen Perguruan Tinggi (Swasta) • Sumber Dana • Sumber Daya Manusia • Fasilitas Fisik • Kemahasiswaan • Layanan Informasi (Perpustakaan) • Pengajaran dan Pembelajaran • Penelitian dan Pengembangan • Hubungan dengan pihak luar Rel.v1.02.06

  17. TO AVOID ANY CRITICISM:SAY NOTHING,DO NOTHING,BE NOTHING. TERIMA KASIH. Rel.v1.02.06

  18. RONNY H. MUSTAMU • Pendidikan: • Drs., Universitas Airlangga, Surabaya • M.Mgt., Asian Institute of Management, Manila • Certificate, LEAD International, Graduation Session: Moscow • Tugas saat ini: • Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi, FIKOM, UK Petra • Pemimpin Redaksi, harian sore Surabaya Post • Kontak: • Tel. +62 31 298 3050 • Fax. +62 31 843 6418 • GSM. +62 81 5521 2155 • Email: mustamu@peter.petra.ac.id Rel.v1.02.06

More Related