1 / 35

KONSTRUKSI DAN IMPLEMENTASI FILSAFAT ILMU

Al-Farabi mengartikan filsafat adalah ilmu yang menyelidiki hakikat yang sebenarnya dari segala yang ada (ilmu itu ada, dengan kehidupan yang ada).

Syahrul8
Download Presentation

KONSTRUKSI DAN IMPLEMENTASI FILSAFAT ILMU

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. KONSTRUKSI DAN IMPLEMENTASI FILSAFAT ILMU OLEH SYAHRUL RAMADHAN, S.Pd PASCASARJANA PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2023

  2. KATA PENGANTAR Segala puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan bimbinganya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat dan sebaik mungkin. Makalah ini kami susun untuk memenuhi nilai dan tugas akhir di mata kuliah Filsafat Ilmu yang membahas tentang “Konstruksi Dan Implementasi Filsafat Ilmu”. Harapan kami, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang berarti dalam pengajaran Filsafat Ilmu. Meskipun demikian, kami menyadari bahwa susunan dan materi yang terkandung dalam makalah ini masih banyak kekurangannya. Untuk itu, segala saran dan kritik sangat kami harapkan demi perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Yogyakarta, 11 Desember 2023 Syahrul Ramadhan, S.Pd 2

  3. BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Filsafat merupakan suatu ilmu pengetahuan yang bersifat ekstensial artinya sangat erat berhubungan dengan kehidupan kita sehari-hari. Bahkan, dapat dikatakan filsafatlah yang menjadi motor penggerak kehidupan kita sehari-hari sebagai manusia pribadi maupun sebagai manusia kolektif dalam bentuk suatu masyarakat atau bangsa. Filsafat ilmu merupakan refleksi secara filsafati akan hakikat ilmu yang tidak akan mengenal titik henti dalam menuju sasaran yang akan dicapai, yaitu kebenaran dan kenyataan. Memahami filsafat ilmu berarti memahami seluk-beluk ilmu pengetahuan sehingga segi-segi dan sendi-sendinya yang paling mendasar, untuk dipahami pula perspektif ilmu, kemungkinan pengembangannya, serta keterjalinannya antar cabang ilmu yang satu dengan yang lainnya. Indikator ilmu yaitu: Bersifat akumulatif, kebenarannya bersifat tidak mutlak, bersifat objektif. Ada enam fase perkembangan ilmu, diantaranya; Fase Pra Yunani Kuno, Fase Yunani Kuno, Fase Zaman Pertengahan, fase Zaman Renaissance, fase zaman Modern, dan yang terakhir fase Zaman Kontemporer. Pada dasarnya filsafat ilmu merupakan kajian filosofis terhadap hal-hal yang berkaitan dengan ilmu, dengan kata lain filsafat ilmu merupakan upaya pengkajian dan pendalaman mengenai ilmu (Ilmu berupa metafisik maupun fisik/pengetahuan/sains), baik itu ciri substansinya, pemerolehannya, ataupun manfaat ilmu bagi kehidupan manusia. Pengkajian tersebut tidak terlepas dari acuan pokok filsafat yang tercakup dalam bidang ontologi, epistemologi, dan aksiologi dengan berbagai pengembangan dan pendalaman yang dilakukan oleh para akhli. Untuk lebih jelasnya mengenai memahmai Konstruksi Dan Implementasi Filsafat Ilmu akan dibahas di bab pembahasan. 3

  4. BAB II PEMBAHASAN I.FILSAFAT UMUM Filsafat secara etimologis berasal dari bahasa Yunani Philosophia, Philos artinya suka, cinta atau kecenderungan pada sesuatu, sedangkan Sophia artinya kebijaksanaan. Dengan demikian secara sederhana filsafat dapat diartikan cinta atau kecenderungan pada kebijaksanaan. Kata filsafat pertama kali digunakan oleh Pyhthagoras. Istilah filsafat dalam bahasa Indonesia memiliki pada kata falsafah dari bahasa Arab, philosopy dari bahasa Inggris, philosophia dari bahasa Latin dan philosophie dari bahasa Jerman, Belanda dan Perancis. Semua istilah itu bersumber pada istilah Yunani philosophia, yaitu philein berarti mencintai, sedangkan philos berarti teman. Selanjutnya, istilah sophos berarti bijaksana, sedangkan sophia berarti kebijaksanaan. Filsafat dalam persepsi Pythagoras sebagai reaksi terhadap kaum cendekiawan pada masanya yang menamakan dirinya ‘ahli pengetahuan’. Menurut Plato (427-347 SM), filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang hakekat. Secara terminologi pengertian filsafat menurut para filsuf sangat beragam: ➢Al-Farabi mengartikan filsafat adalah ilmu yang menyelidiki hakikat yang sebenarnya dari segala yang ada (ilmu itu ada, dengan kehidupan yang ada). ➢Ibnu Rusyd mengartikan filsafat sebagai ilmu yang perlu dikaji oleh manusia karena dia dikaruniai akal. ➢Francis Bacon filsafat merupakan induk agung dari ilmu-ilmu, dan filsafat menangani semua pengetahuan sebagai bidangnya. ➢Immanuel Kant filsafat sebagai ilmu yang menjadi pokok pangkal dari segala pengetahuan yang di dalamnya mencakup masalah epistimologi yang menjawab persoalan apa yang dapat kita ketahui. ➢Aristoteles mengartikan filsafat sebagai ilmu yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. 4

  5. ➢Rene Descartes mengartikan filsafat sebagai kumpulan segala pengetahuan, di mana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikan. A.Ontologi Ontologi secara bahasa berasal dari Bahasa Yunani yang asal katanya adalah “Ontos” dan “Logos”. Ontos adalah “yang ada” sedangkan Logos adalah “ilmu”. Sederhananya, ontologi merupakan ilmu yang berbicara tentang yang ada. Secara istilah, ontologi adalah cabang dari ilmu filsafat yang berhubungan dengan hakikat hidup tentang suatu keberadaan. “Allah sumber segala sumber.” QS. An-Nahl: 78 َناوُرُكاشَت امُكُّلَعَل ۙ َةَدِٕـافَ الْ اَو َراَصابَ الْاَو َعامُّسلا ُمُكَل َلَعَجُّو ۙأًـايَش َناوُمَلاعَت َ لْ امُكِّتٰهُّمُا ِّناوُطُب ْۢانِّ م امُكَجَراخَا ُ ه اللَّٰو Artinya: "Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur." Tiga Instrumen ini; penglihatan, pendengaran, dan akal sehat inilah yang menjadi alat untuk mengetahui ilmu pengetahuan. Dan Allah SWT. yang menciptakan agar kita selalu bersyukur. Dari Al-Qur'an kita paham bahwa ilmu itu berasal dari Allah SWT. datang ke manusia pertama yang namanya Nabi Adam As sampai ke kita sekarang ini. Bagi orang-orang yang tidak percaya Allah SWT. maka ia tidak menerima sumber yang tidak bisa ia lihat. Jadi kalau ada orang-orang yang tidak percaya dengan wujud Allah sebagai Pemberi Ilmu maka ia tidak akan menerima sumber-sumber yang diberikan oleh Sang Pencipta. Karena bagi mereka alam semesta ini ada secara kebetulan, yang jelas tiba tiba ada dan Bumi ini langsung jadi begitu saja. Dalam Islam, Allah SWT. menurunkan dua bentuk ayat: 1.Ayat Qauliyyah (Kalamullah) Seluruh ilmu yang berhubungan dengan Kalamullah, berhubungan dengan Al-Qur'an dan Hadits sering disebut sebagai “Ilmu Syari'ah” seperti ilmu bahasa Arab, ilmu Fiqih, Ushul Fiqih, ilmu Tafsir, ilmu Hadits, Ilmu Akidah. 5

  6. Dalam Filsafat Barat, Ilmu ini yang berkaitan dengan spiritual disebut sebagai “Alam Metafisika”. 2.Ayat Kauniyyah (Alam Semesta) Akan tetapi ilmu bukan hanya ilmu syari’ah atau alam metafisika saja. Ada juga yang namanya ayat Kauniyyah yaitu Ilmu yang berhubungan dengan “Alam Semesta/Ilmu Kehidupan” hasil dari Ciptaan Allah SWT. Dalam Filsafat Barat, Ilmu ini yang berkaitan dengan kehidupan yang bisa dibuktikan dengan kebenaran ilmiah, logika dan metode-metode yang digunakan disebut sebagai “Alam Fisik”. Kedua ilmu tersebut baik Metafisik maupun Fisik, kedua-duanya dari Allah SWT. yang satu Kalamullah dan satunya lagi Ciptaan Allah. Tetapi dua-dua ini tanda Allah, artinya bagaimana kita bisa mengenal segala sesuatu, misal ada penyakit berarti tandanya ada virus/bakteri. Jadi kalau ada ayat Allah berarti ada penciptanya. Kalau ada ayat Allah berupa samudra, geografi, psikologi, alam semesta, dll berarti ada penciptanya yaitu Allah SWT. Kalau ada ayat Allah berupa Kalamullah berarti ada Almutakalim yang mengucapkan, yang memberikan Kalam tersebut Allah SWT. Jadi seluruh ilmu baik itu berupa alam metafisik maupun alam fisik seluruhnya mengarah ke Allah SWT. Kita kalau belajar apapun baik ilmu Fisika, ilmu Filsafat, ilmu Matematika, ilmu Biologi, ilmu Kimia, ilmu Ekonomi, Politik, Industri, Teknologi, Kesehatan, Hukum, dll tujuan akhirnya mendekatkan manusia kepada Allah SWT. 6

  7. Peta Konsep Ilmu Dalam Islam sebagai berikut (Syahrul, 2023): Tidak mungkin kontradiktif sebab keduanya berasal dari Allah SWT. Ayat Qauliyyah (Kalamullah) Ayat Kauniyyah (Ciptaan Allah) Sama-Sama Mulia dan Tujuan akhirnya mendekatkan manusia kepada Allah Dalam pandangan alam Islam yang membentuk epistemology Islam, secara ontologis terdapat dua alam dikenal dan disebutkan dalam Al-Qur’an yaitu alam metafisik dan alam fisik atau yang tampak. Alam metafisik atau alam absolut tidak dapat diketahui oleh manusia kecuali melalui wahyu karena Allah SWT. yang mengetahui yang ghaib. Kedua jenis alam tersebut menyebabkan ada dua jenis ilmu (knowledge yang disebutkan dalam Al-Qur’an yaitu ilmu tentang alam metafisik dan ilmu tentang alam fisik. Ulama Islam di masa lampau sepakat mengekspresikan ilmu metafisika sebagai ma’rifah yang dalam pandangan Islam merupakan konsep yang sangat fundamental. Oleh sebab itu ‘ilm dan ma’rifah bukanlah jenis ilmu yang sama, namun memiliki perbedaan dari sisi (content) namun juga objek ilmu tersebut. ‘Ilm 7

  8. dapat berupa praktek dan teoritik yang menurut Alparslan dapat disebut sebagai sains (science). Sedangkan ma’rifah merupakan jenis ilmu yang dicapai melalui pengalaman hati atau fakultas eksternal yang dibimbing oleh wahyu dalam mencapai kepuasan (al-nafs al-mutma’inah). Antara alam metafisik dan fisik dalam Al-Qur’an keduanya tidak dapat dilepaskan satu dengan lainnya. Sebab tujuan untuk mempelajari alam fisik adalah untuk menunjukkan kepada ilmu tentang alam metafisik. Allah SWT. berfirman dalam Surah Al-Fathir: 53 ۗ ِّقَحْلا ُهُّنَأ ْمُهَل َنُّيَبَتَي ٰىُّتَح ْمِهِسُفْنَأ يِفَو ِقاَفْلْا يِف اَنِتاَيآ ْمِهيِرُنَس Artinya: “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar.” Melalui penjelasan di atas disimpulkan bahwa objek ilmu dalam Islam tidak semata-mata berkaitan dengan objek fisik atau yang tampak dengan indra dan pikiran manusia, namun ia mencakup objek metafisik dan fisik. Oleh sebab itu kebenaran ilmu atau hal-hal yang mengandung nilai ilmiah dalam epistemology Islam, tidak hanya mencakup hal-hal yang bisa dijustifikasi atau diverifikasi atau diklasifikasi oleh fakta empiris dan dirasionalkan melalui eksperimen atau logika semata. Namun kebenaran objek ilmu yang bersifat gaib menurut epistemology Islam hanya dapat diketahui melalui sumber-sumber lainnya seperti “Al-Qur’an dan Sunnah”. B.Epistemologi Epistemologi berasal dari Bahasa Yunani yang asal katanya Episteme artinya “pengetahuan” dan Logos artinya “ilmu”. Secara istilah, epistemologi adalah suatu ilmu yang mengkaji tentang sumber pengetahuan, metode, struktur, dan benar tidaknya suatu pengetahuan tersebut. Ketika ontologi berusaha mencari secara reflektif tentang yang ada, berbeda epistemologi berupaya membahas tentang terjadinya dan kebenaran ilmu. Epistemologi berusaha menjawab dari pertanyaan- pertanyaan seperti bagaimana cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan dan jenisnya. Epistemologi menganggap bahwa setiap pengetahuan 8

  9. manusia merupakan hasil dari pemeriksaan dan penyelidikan objek hingga akhirnya dapat diketahui manusia. Metode ilmiah merupakan landasan yang digunakan dalam epistemologi ilmu, yakni cara yang digunakan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar. Oleh Sebab itu, ilmu pengetahuan diperoleh lewat metode ilmiah. Artinya bagaimana metode ini menjadi penentu layak atau tidaknya pengetahuan menjadi ilmu, sehingga memiliki fungsi yang sangat penting dalam bangunan ilmu pengetahuan. Dalam Sejarah pemikiran manusia ada beberapa aliran yang muncul bagaimana cara mereka memperoleh pengetahuan, cara untuk menguasai hakikat pengetahuan dan konsep-konsepnya terkait dengan segala sesuatu. Di antara metode-metode tersebut salah satunya ada metode yang digunakan oleh para pengikut aliran “spiritualis murni”. Aliran spiritualis murni, mereka melihat bahwa untuk menghasilkan pengetahuan maka metode atau cara yang digunakan adalah dengan tehnik klasik yang telah dikenal dalam Sejarah pemikiran Timur Klasik disebut sebagai gnoticism. Metode atau cara yang tidak mengakui dan tidak memfungsikan alat-alat Indera dan akal sebagai metode untuk memperoleh pengetahuan. Selain itu, aliran ini juga tidak mengakui teks agama atau wahyu sebagai media atau jalan untuk mendapatkan pengetahuan. Namun mereka justru menggunakan metode spiritual atau metode Irfan yakni metode yang dilakukan melalui latihan-latihan spiritual serta mujahadah subjektif sebagai cara untuk memperoleh pengetahuan. Jalan ini mereka jadikan sebagai jalan untuk membebaskan manusia. Metode Gnostisisme ini dalam Sejarah pemikiran Timur Klasik sangat Nampak sebagai sebuah periode yang dalam sejarahnya terjadi percampuran antara Helenisme Yunani yang menguasai benua Timur setelah kemenangan Iskandar Agung (356-323 SM) terhadap Kerajaan Persia Klasik (333 SM) dengan Imperialisme Yunani- Romawi yang menguasai benua Timur sampai akhirnya terjadi penaklukkan Islam. Kalau kita meyakini bahwa Allah SWT. adalah sumber ilmu maka cara belajarnya pasti akan berbeda. 9

  10. QS. Al-'Alaq: 1-5 َمُّلَع ٤ ِّۙمَلَقالاِّب َمُّلَع ايِّذُّلا ٣ ُۙمَراكَ الْا َكِّبَرَو اأَراقِّا ٢ ٍۚ قَلَع انِّم َناَسانِّالْا َقَلَخ ١ ٍَۚقَلَخ ايِّذُّلا َكِّ بَر ِّماساِّب اأَراقِّا امَلاعَي امَل اَم َناَسانِّالْا Artinya: "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia, Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya." Sumber ilmu itu dari Allah SWT. melalui perantaraan pena dengan cara membaca. Surah ini bukan hanya soal kehadiran Sang Pencipta, akan tetapi dalam konteks ini adalah bagaimana metodologi pengetahuan yang sangat dahsyat dan perlu dibangun. Banyak orang yang salah paham, mengkontradiksikan antara Al-Qur'an dan akal. Seakan-akan bahwa akal itu adalah saingan dari Al-Qur'an, padahal bukan. Akal merupakan nikmat yang Allah berikan bagi manusia untuk berfikir. Artinya ketika Al-Qur'an itu diturunkan maka perlu ada alat untuk memahaminya. Dan alat itu adalah akal, tidak ada ulama-ulama Islam termasuk filsuf-filsuf yang tidak menggunakan akal, semuanya menggunakan akal. Yang salah adalah memahami Al- Qur'an hanya dengan akal saja tanpa perangkat yang lain, itulah yang salah. Misal, ayah dan anak lebih tua yang mana, atau ayam dan telur mana yang lebih duluan. Ini adalah sebuah kaidah akal, kalau tidak disebutin pasti tidak akan logis. Misalnya, segala sesuatu itu pasti ada penciptanya, maka alam semesta ini ada penciptanya. Al-Qur'an menyuruh kita untuk berfikir seperti itu, akan tetapi tidak cukup. Kalau hanya menggunakan akal saja maka kita akan bertanya-tanya lagi, surga dan neraka berada dimana, kenapa matahari tidak terbit di selatan, siapa yang menciptakan Allah, dan lain-lain. Jadi akal tidak bisa berdiri independent dan tidak cukup tanpa dibarengi dengan ilmu lain. Namun harus ada perangkat-perangkat lain seperti menguasai bahasa Arab, memahami Sirah Nabawiyah, Sirah sahabat, dan ilmu tafsir. 10

  11. Dalam Al-Qur’an. Surah Al-Baqarah: 44. Perintah untuk menggunakan akal sehat, berfikir dan menganalisis itu bukan pelajaran baru dari tokoh-tokoh atau filsuf-filsuf barat dan kalangan filsafat. Ini adalah pelajaran Al-Baqarah ayat 44 yang sudah ada dari dulu semenjak diturunkannya Al-Qur'an di zaman Nabi Muhammad SAW. C.Aksiologi Aksiologi adalah ilmu tentang nilai yang dasarnya berbicara tentang hubungan ilmu dengan nilai, apakah ilmu bebas nilai dan apakah ilmu terikat nilai. Karena berhubungan dengan nilai maka aksiologi berhubungan dengan baik dan buruk, berhubungan dengan layak atau pantas, tidak layak atau tidak pantas. Ditinjau dari sisi manfaat (dimensi aksiologi) atas penerapan dan orientasinya, maka ilmu dibedakan menjadi dua, yaitu; Pertama, ilmu yang diterapkan dan bermanfaat langsung untuk kehidupan manusia di dunia. Dalam kelompok ilmu ini adalah yang jelas-jelas langsung dirasakan dan dibutuhkan oleh manusia di dunia atau dibutuhkan dalam masa hidupnya, seperti ilmu sains yang mencakup politik, ekonomi, sosial, budaya, dan kejiwaan (psikologi), dll. Kedua, ilmu yang bermanfaat secara tidak langsung untuk kehidupan manusia di dunia, tetapi untuk kehidupan akhirat. Dimensi spiritual dalam kelompok ini dikategorikan dengan ilmu-ilmu yang bersifat non-materi dan hasil yang dirasakan tidak langsung untuk kehidupan manusia di dunia atau semasa hidupnya. Ilmu ini lebih banyak berkaitan dengan agama dan keimanan seseorang. II.FILSAFAT ILMU Dilihat dari segi katanya “filsafat ilmu” dapat dimaknai sebagai filsafat yang berkaitan dengan atau tentang ilmu. Filsafat ilmu merupakan bagian dari filsafat pengetahuan secara umum, ini dikarenakan ilmu itu sendiri merupakan suatu bentuk pengetahuan dengan karakteristik khusus, namun demikian untuk memahami secara lebih khusus apa yang dimaksud dengan filsafat ilmu, maka diperlukan pembatasan yang dapat menggambarkan dan memberi makna khusus tentang istilah tersebut. Dalam hal ini akan dibahas terkait filsafat ilmu yang berhubungan dengan “Matematika.” 11

  12. Hilary Putnam dalam Hersh, R. (1997), seorang filsuf kontemporer matematika, berpendapat bahwa pokok bahasan matematika adalah dunia fisik dan bukan aktualitasnya, namun potensinya. Menurutnya untuk eksis dalam matematika berarti ada secara potensial di dunia fisik. Karena pada kenyataannya matematika itu bermakna, namun tidak dapat diterima, karena itu mencoba menjelaskan yang jelas dengan yang tidak jelas. Sebaliknya, Shapiro di LO inebo, menyatakan bahwa ada dua orientasi hubungan yang berbeda antara matematika praktik dan teori filosofis, pertama-tama memerlukan penjelasan filosofis tentang apa tentang matematika, hanya dengan begitu dapat menentukan apa yang memenuhi syarat sebagai benar penalaran matematis. Orientasi matematika lainnya adalah otonom ilmu pengetahuan sehingga tidak perlu meminjam otoritasnya dari disiplin ilmu lain. Filsafat matematika dapat diuji terhadap beberapa praktik matematika penelitian, aplikasi, pengajaran, sejarah, dan komputasi. Dalam suasana yang lebih universal, Posy, C., (1992) menyatakan bahwa filsafat matematika harus melibatkan epistemologi, ontologi, dan metodologi matematika. A.Ontologi Ilmu (Menuju Matematika/Pendidikan Matematika) Ada beberapa pertanyaan dari Ross, DS (2003) tentang Filsafat Matematika, ia menyatakan bahwa di dalam ontologis; Apa asal usul objek matematika? Dalam hal apa objek matematika itu ada? Apakah mereka selalu hadir sebagai abstraksi 'Platonis', atau apakah mereka memerlukan pikiran untuk mewujudkannya? Bisakah objek matematika ada tanpa adanya materi atau benda yang dapat dihitung? Sejak awal mula filsafat Barat p,hty inilah hal-hal filosofis yang penting masalah: Apakah angka dan entitas matematika lainnya ada secara independent menjelaskan penerapan luar biasa matematika pada sains dan urusan praktis. Jika mereka ada secara independen berdasarkan kognisi manusia, maka benda-benda apakah itu dan bagaimana kita bisa mengetahuinya? Dan apa hubungannya matematika dan logika? Pertanyaan pertama merupakan pertanyaan metafisik dengan close kedekatan dengan pertanyaan tentang keberadaan entitas lain seperti universal, properti dan nilai. Menurut banyak filsuf, jika entitas seperti itu ada, maka mereka memang ada melakukan sesuatu yang melampaui ruang dan waktu, dan mereka tidak mempunyai 12

  13. kekuatan sebab akibat. Mereka sering diistilahkan abstrak dan bukan entitas konkrit. Jika kita menerima keberadaan abstrak objek matematika maka epistemologi matematika yang memadai harus menjelaskan caranya kita bisa mengenal mereka; tentu saja, bukti tampaknya menjadi sumber utama pembenaran proposisi matematis tetapi pembuktiannya bergantung pada aksioma dan juga pertanyaan tentang bagaimana kita dapat mengetahui kebenaran aksioma tetap. Hal ini dikemukakan terutama oleh Stuart Mill J. dalam Hempel CG (2001) bahwa matematika sendiri merupakan ilmu empiris yang berbeda dengan cabang- cabang lain sejenisnya seperti astronomi, fisika, kimia, dll., terutama dalam dua hal; pokok bahasannya adalah lebih umum daripada bidang penelitian ilmiah lainnya, dan proposisinya telah diuji dan dikonfirmasi lebih jauh daripada yang paling tegas sekalipun bagian mapan dari astronomi atau fisika. Menurut Stuar Jt., Mthile sampai mana hukum matematika lahir dari pengalaman umat manusia di masa lalu sangat tidak dapat dibenarkan sehingga kita menganggap teorema matematika sebagai secara kualitatif berbeda dari hipotesis atau teori lain yang telah dikonfirmasi dengan baik cabang ilmu pengetahuan yang kita anggap pasti, sedangkan teori lain pasti dianggap paling mungkin atau sangat mungkin atau sangat pasti dan tentu saja pandangan ini terbuka terhadap keberatan yang serius. Sementara Hempel CG sendiri mengakui hal itu, berdasarkan hipotesis empiris dimungkinkan untuk memperoleh prediksi yang menyatakan bahwa dalam kondisi tertentu, fenomena yang dapat diamati akan terjadi yaitu kejadian sebenarnya dari hal-hal tersebut. Fenomena yang merupakan bukti-bukti yang menguatkan disimpulkan bahwa secara empiris hipotesis secara teoritis tidak dapat dikonfirmasi sehingga memungkinkan untuk menunjukkan jenisnya bukti akan menyangkal hipotesis tersebut jika ini benar-benar empiris generalisasi pengalaman masa lalu, maka harus dapat dinyatakan jenisnya bukti akan mewajibkan kita untuk mengakui hipotesis yang secara umum tidak benar. Itu proposisi matematika benar hanya berdasarkan definisi atau sejenisnya dengan ketentuan-ketentuan yang menentukan arti dari istilah-istilah kunci yang terlibat. Validitas matematika, sebagaimana dinyatakan oleh Hempel CG, tidak bergantung pada apa pun dugaannya bersifat 13

  14. pembuktian diri atau atas dasar empiris apa pun, tetapi juga berasal dari ketentuan- ketentuan yang menentukan pengertian konsep-konsep matematika, oleh karena itu proposisi matematika pada dasarnya "benar menurut definisi". Perkembangan teori matematika tidak hanya bermula dari sekumpulan definisi melainkan dari serangkaian proposisi non-definisi yang tidak terbukti dalam teori. Hempel menyatakan bahwa postulat atau aksioma teori dan dirumuskan dalam istilah konsep dasar atau primitif tertentu yang tidak dapat dilakukan ensiripsitiare disediakan dalam teori. Postulat-postulat itu sendiri mewakili "inisiatif imdpelfiic" dari istilah-istilah primitif, sedangkan postulat-postulat itu memang membatasi, dalam pengertian tertentu, maka inmgesa yang mungkin dapat dianggap berasal dari primitif, sistem postulat apa pun yang konsisten dengan dirinya sendiri. Istilah primitif dan postulat dulu telah ditetapkan keseluruhannya dari teori yang sepenuhnya telah ditentukan. Oleh karena itu, setiap suku dalam teori matematika adalah dapat didefinisikan dalam istilah primitif, dan setiap proposisi teori ini bersifat logis dan dapat dikurangkan dari postulat. Hempel menambahkan bahwa untuk lebih tepatnya, hal itu perlu menetapkan prinsip-prinsip logika yang digunakan dalam pembuktian proposisi; prinsip-prinsip ini dapat dinyatakan secara eksplisit dan masuk ke dalam kalimat primitif atau postulat logika. Oleh karena itu, fakta apa pun yang dapat kita peroleh dari aksioma-aksioma tersebut tidak harus berupa aksioma; segala sesuatu yang tidak dapat kita peroleh dari aksioma-aksioma tersebut dan yang juga tidak dapat kita peroleh negasinya mungkin bisa ditambahkan sebagai aksioma. Hempel menyimpulkan bahwa menggabungkan analisis aspek sistem Peano, muncullah tesis logikaisme menerima bahwa Matematika adalah cabang logika karena semua konsep matematika yaitu aritmatika, aljabar, dan analisis dapat didefinisikan dalam empat konsep murni logika dan semua teorema matematika dapat disimpulkan dari definisi tersebut dengan sarana prinsip-prinsip logika. B.Epistemologi Hempel CG (2001) berpendapat bahwa kebenaran matematik bertentangan dengan hipotesis ilmu empiris, tidak memerlukan bukti faktual atau bukti lainnya karena sudah terbukti dengan sendirinya. Hempel CG mengklaim bahwa penilaian 14

  15. matematis mengenai apa yang mungkin terjadi dianggap sebagai hal yang sudah jelas bersifat subjektif, yaitu dapat berbeda dari orang ke orang dan tentu saja tidak dapat menjadi dasar yang memadai untuk mengambil keputusan mengenai tujuannya validitas proposisi matematika. Sementara apa yang dipelajari secara persepsi bahwa objek individu dan sistem objek menampilkan varipeatytteorfns dan kita perlu mengetahui lebih banyak tentang epistemologi langkah krusial dari perespoef cptilvaces as-offices, yang tidak memiliki komitmen abstrak, terhadap lasc-oebsj- ects, yaitu demikian berkomitmen. Kebenaran matematika adalah kebenaran yang perlu. Dua yang utama Pandangan-pandangan itu mungkin yaitu diketahui melalui akal budi atau diketahui melalui ienferenc dari pengalaman indrawi. Pandangan rasionalis sebelumnya dianut oleh Descartes dan Leibniz yang juga berpendapat bahwa konsep matematika adalah bawaan, sementara Locke dan Hume setuju bahwa kebenaran matematika diketahui oleh akal tetapi mereka memikirkan semuanya konsep matematika diturunkan melalui abstraksi dari pengalaman. Konsep-konsep matematika berasal dari pengalaman dan juga kebenaran matematika benar-benar induktif generalisasi dari pengalaman. Weir A. berteori bahwa ada satu masalah yang jelas untuk neo- formalisme adalah konflik nyata dengan hasil ketidaklengkapan pertama yang ditunjukkan Gödel bahwa tidak semua kebenaran matematika dapat dibuktikan, berdasarkan konsep pembuktian tertentu. Walaupun bersifat neo-formal tidak membuat klaim sinonim antara 'enam puluh delapan dan lima puluh tujuh sama dengan seratus dua puluh lima' dan "68+57=125" dapat dibuktikan', ini Hasilnya tampaknya mengesampingkan adanya kesetaraan yang ketat antara kebenaran dan bukti semacam itu dibayangkan. Menurut Weir A., perlu membedakan antara sah dan haram transformasi, jika neo-formalisme adalah untuk menghindari konsekuensi yang ada dalam matematika tidak ada perbedaan antara kebenaran dan kepalsuan2kamu1. Tidak mungkin suatu string dapat dibuktikan jika dapat diturunkan dalam satu logika yang benar dari serangkaian aksioma yang konsisten atau lainnya; bahkan jika hanya ada satu logika yang benar yang akan tetap mengikuti kalimat yang konsisten secara logis yaitu kebenaran matematika. 15

  16. C.Aksiologi Menurut Dr. Robert S. milik Hartman, nilai adalah suatu fenomena atau konsep, dan nilai segala sesuatu ditentukan sejauh mana kata tersebut memenuhi maksud maknanya. Harminadnicated bahwa Nilai matematika mempunyai empat dimensi; nilai maknanya, nilai keunikannya, nilai tujuannya, dan nilai fungsinya. Ada juga dimensi Nilai yang selalu disebut sebagai konsep; nilai intrinsik, nilai ekstrinsik, dan nilai sistemik. Objek Matematika dapat dipersepsikan sebagai hasil pengembangannya alam dan sebagai sistem hubungan internal yang tidak bergantung pada lexterna hubungan. Perbedaan nilai yang penting seperti hierarki nilai matematika dapat terjadi dalam contoh paling sederhana menggabungkan penilaian intrinsik dengan penilaian ekstrinsiknya nilai, dan nilai sistemik objek matematika. Di sini, tidak ada yang hilang, nilai hierarki dipertahankan dalam domain penilaian intrinsik, dan hal ini berhasil untuk mengatakan bahwa nilai matematika memiliki nilai lebih dibandingkan yang lain. Sacara praktis salah satu cara untuk mendekatkan matematika ke dunia nyata mungkin dengan memperkenalkan konstanta tambahan dalam teori himpunan orde pertama untuk merujuk pada sesuatu di dunia nyata, dan kemudian membuat contoh teori matematika umum untuk diterapkan benda-benda ini. Untuk menghargai matematika kita harus mengetahui sesuatu tentangnya. Dalam hal nilai sistemik, cara kita menerapkan matematika ke dunia nyata adalah dengan membangun sebuah model abstrak dari aspek realitas yang diperhatikan. Hal ini dapat dilakukan dengan memperkenalkan definisi yang tepat dalam teori himpunan. Matematika juga dapat diterapkan analisis model. Hasilnya kemudian secara informal diterjemahkan menjadi kesimpulan tentang dunia nyata. III.MEBANGUN FILSAFAT (ILMU) A.Mereview Video Kuliah Filsafat P Marsigit Kehidupan manusia pada dasarnya tidak bisa lepas dari filsafat. Sebab dalam konteks filsafat, hidup manusia itu adalah metafisik karena setelah yang rendah itu 16

  17. masih ada rendah lagi, dan sebelum yang rendah tetap masih juga ada sampai terus berlanjut (tidak bisa selesai). Ini disebabkan karena kehidupan manusia itu tidak ada yang sempurna. Salah satu alasan mengapa manusia tidak sempurna adalah agar ia bisa hidup. Kalau jika dirinya dikatakan sempurna maka ia tidak akan bisa hidup. Artinya kesempurnaan manusia itu didalam ketidaksempurnaan begitu juga sebaliknya. Segala macam kegiatan, sifat yang ada dalam diri manusia adalah fatal dan vital. Dikatakan fatal kalau itu terpilih, dan terpilih itu adalah takdir. Satu sisi vital adalah memilih yang dimana memilih itu adalah ikhtiar. Dari situlah muncul metafisik yang merupakan sifat dibalik sifat, sifat mendahului sifat, sifat mengikuti sifat, dan sifat mempunyai sifat. Jadi manusia itu adalah sifat mengikuti sifat. Sehingga sifat dari fatal itu adalah tetap, karena takdir itu tidak bisa dirubah sebab sudah terjadi. Manusia mana yang bisa mengubah takdir, Malaikat pun juga tidak bisa mengubahnya. Itulah kuasa Tuhan, maka siapapun yang ada di dunia ini tidak ada yang bisa mengubah takdir ketika sudah "kun fayakun". Sedangkan sifat dari vital bisa berubah. Dalam dunia filsafat ada yang namanya Idealisme dan Realisme. Kalau di bagian atas mempunyai sifat idealisme maka dibagian bawah punya sifat realisme. Artinya memiliki dunia masing-masing. Ketika berbicara perihal idealisme maka larinya ke absolut, Kuasa Tuhan. Yang lebih ke definisi dan yang bermain adalah logika. Descartes mengemukakan bahwa pada bagian ini jika logika yang bermain maka berlaku coheremtism, analitik dan konsisten Sedangkan dibagian bawah berbicara perihal materialis, lebih ke contoh dan yang berlaku adalah hukum alam (Sunnatullah). Filsafat bisa dipahami melalui kalimat yang terukur. Kebanyakan orang tidak menguasai masalah karena tidak menguasai dunianya, termasuk bahasanya padahal bahasa itu dunia. Setelah konsisten adalah aksioma dan teori. Aksioma itu adalah ketentuan-ketentuan umum yang bisa dipahami. Pada bagian bawahnya adalah bayangan, sedangkan bagian atas layaknya dewa. Semua yang di atas adalah apriori, dan di bawah adalah aposteriori. Apriori itu merupakan paham walaupun belum melihat. Contoh ketika anak berkomunikasi dengan ayahnya. "Bapak nanti bisa 17

  18. menjumpai calon saya. Namanya ini, umurnya segini, pekerjaannya ini, orang tuanya rumahnya mana. Bapak mau ke sana menengok? tidak perlu!". Jadi walaupun belum berjumpa bapak itu sudah paham. Itulah namanya apriori. Sebaliknya, ini datanya, ini rumusnya, lalu bapak tersebut berkata "engkau ini bicara seperti burung betet. Saya tidak percaya sebelum aku melihatnya". Berarti itu alirannya aposteriori. Aposteriori itu levelnya anak-anak, binatang, dan benda yang didasarkan pada pengalaman. Jadi pengetahuan yang jenis ini didasarkan pada pengalaman, fenomena satu kepada peristiwa berikutnya yang dikarenakan pengalaman, munculllah empirisme. Sedangkan yang apriori adalah rasionalisme. Ilmu menurut Descartes harus berdasarkan rasio, pikiran. Jika tidak ada pikiran tidak ada ilmu. Namun ini ditentang oleh David Hume. Maka muncul aliran tengah, yaitu Immanuel Kant, yang menyatakan bahwa perwakilan langit dan bumi. Langit itu apriori, dan bumi itu sintetik. Setelah ini mucullah zaman modern setelah pertarungan antara Descartes dengan Hume. Setelah itu kemudian berkembang dan terus berkembang. Muncullah lagi tokoh bernama Auguste Comte yang meninggal pada tahun1857. Menurut dia, agama itu tidak bisa membangun dunia karena agama tidak logis dalam bukunya Positivisme. Comte berpendapat bahwa positivisme adalah cara pandang dalam memahami dunia dengan berdasarkan sains. Ia menempatkan teori membangun dunia dengan menempatkan spiritualisme itu berada di paling bawah, dan Agama ditaruh di paling bawah. B.Mereview CPR I Kant Immanuel Kant menjelaskan tentang perbedaan pengetahuan yang murni dan empiris. Menurut Kant pengetahuan itu berawal dari sebuah pengalaman sehingga tidak ada pengetahuan yang mendahului pengalaman. Namun tidak semua hal muncul dari sebuah pengalaman. Kant juga memberikan sebuah statment, apakah ada pengetahuan yang sama sekali terlepas dari sebuah pengalaman? atau terlepas dari kesan sensual?. Jawabannya ada dan itu adalah pengetahuan a priori, sangat bertentangan dengan pengetahuan empiris yang berasal dari pengalaman dan kognisi 18

  19. setiap individu. Sejalan dengan empiris bahwa pengetahuan a posteriori juga merupakan pengetahuan yang didasarkan atas pengalaman. Imanuel Kant juga menjelaskan bahwa filsafat membutuhkan sebuah ilmu yang akan menentukan peluang, prinsip, dan cakupan pengetahuan a priori manusia. Kant memberikan contoh perihal hal yang akan dilakukan sebelum membangun tanpa fondasi dengan mengatakan bagaimana sebuah pemahaman dapat sampai pada kognisi a priori dan sejauh mana validitas dan nilai itu dimiliki?. Dalam hal ini Kant menegaskan kembali bahwa hal ini cukup alami, konsisten dengan cara berpikir yang adil dan tetap masuk akal. Ia mengatakan bahwa ilmu yang masih erat kaitannya dengan kemurnian adalah ilmu matematika yang telah lama mapan. Ilmu matematika memberi contoh cemerlang bahwa seberapa jauh, seberapa mandirinya dari semua pengalaman yang ada sebab matematika dapat membawa pengetahuan a priori. Pengetahuan yang berada dalam wilayah akal budi murni itu berkembang dengan kepastian yang tidak dapat disangkal yang menjadi ciri kemajuan ilmu pengetahuan. Jika orang-orang yang terlibat dalam pencarian metafisik maka tidak mampu memahami metode yang harus mereka ikuti. Jika kita mendapati mereka, setelah melakukan persiapan yang paling rumit, selalu terhenti sebelum tujuan tercapai dan terpaksa menelusuri kembali langkah-langkah mereka dan mengambil jalan baru, maka mungkin merasa cukup yakin bahwa mereka masih jauh dari mencapai kepastian. Kemajuan ilmu pengetahuan dan mungkin dikatakan hanya meraba-raba dalam kegelapan. Dalam keadaan seperti ini memberikan manfaat yang penting bagi akal budi jika kita berhasil dengan sederhana menunjukkan jalan yang harus dilaluinya, agar dapat mencapai hasil apa pun bahkan jika harus meninggalkan banyak tujuan yang tanpa refleksi telah diusulkan untuk pencapaiannya. Logika yang telah maju dalam jalur yang pasti ini, bahkan sejak awal terlihat dari kenyataan bahwa sejak Aristoteles, logika tersebut tidak mampu maju satu langkah pun sehingga tampaknya telah mencapai penyelesaiannya. Sebab, jika sebagian kalangan modern berpikir untuk memperluas wilayahnya dengan memperkenalkan pembahasan psikologi tentang kemampuan mental, seperti imajinasi dan kecerdasan, metafisik, pembahasan tentang asal usul pengetahuan dan 19

  20. berbagai macam kepastian, sesuai dengan perbedaan objeknya. (idealisme, skeptisisme, dan sebagainya), atau diskusi antropologis mengenai prasangka, penyebab dan solusinya. Upaya ini dilakukan untuk menunjukkan ketidaktahuan mereka terhadap sifat khusus ilmu logika. Kita tidak memperbesar tetapi menjelekkan ilmu-ilmu ketika kita melupakan batas-batasnya dan membiarkan ilmu- ilmu itu bertabrakan satu sama lain. Sekarang logika terbungkus dalam batas-batas yang memungkinkan adanya definisi yang sangat jelas. Ia adalah ilmu yang objeknya tidak lain adalah pemaparan dan pembuktian hukum-hukum formal dari semua pemikiran, apakah itu apriori atau empiris, apa pun asal usulnya atau objeknya, dan apa pun kesulitannya, alami atau tidak disengaja yang dihadapinya dalam pikiran manusia. Keberhasilan awal logika harus dikaitkan secara eksklusif dengan sempitnya bidangnya, di mana abstraksi atau lebih tepatnya harus dibuat dari semua objek kognisi dengan perbedaan karakteristiknya, dan di mana pemahaman hanya berurusan dengan dirinya sendiri dan dengan bentuknya sendiri. Tentu saja merupakan tugas yang jauh lebih sulit bagi akal untuk mencapai jalur sains yang pasti, di mana ia tidak hanya berurusan dengan dirinya sendiri, namun juga dengan objek-objek di luar dirinya. Oleh karena itu, logika sebenarnya hanyalah sebuah propaedeutic seolah-olah membentuk ruang depan ilmu pengetahuan. Meskipun kita perlu untuk membuat penilaian yang benar sehubungan dengan berbagai cabang ilmu pengetahuan, perolehan pengetahuan yang nyata dan substantif tetap harus dicari hanya dalam ilmu-ilmu yang disebut dengan tepat yaitu ilmu-ilmu objektif. Ilmu-ilmu ini disebut rasional, harus mengandung unsur kognisi apriori dan kognisi ini bisa mempunyai hubungan ganda dengan objeknya. Entah ia harus menentukan konsepsi objeknya yang harus diberikan secara eksternal, atau ia mungkin harus menetapkan realitasnya. Yang pertama bersifat teoritis, yang terakhir bersifat kognisi praktis dan rasional. Dalam keduanya, unsur murni atau apriori harus ditangani terlebih dahulu, dan harus dibedakan secara hati-hati dari unsur yang diperoleh dari sumber lain. Metode lain apa pun hanya akan menimbulkan kebingungan yang tidak dapat diperbaiki. Matematika dan fisika adalah dua ilmu 20

  21. teoretis yang harus menentukan objeknya secara apriori. Yang pertama adalah murni apriori, yang terakhir sebagian demikian, tetapi juga bergantung pada sumber kognisi lain. Pada metafisika, sebuah ilmu yang sepenuhnya spekulatif, yang menempati posisi yang sepenuhnya terisolasi dan sepenuhnya independen dari ajaran pengalaman. Ia berurusan dengan konsepsi belaka, bukan seperti matematika, dengan konsepsi yang diterapkan pada intuisi di dalamnya, akal budi adalah muridnya sendiri. Ini adalah ilmu pengetahuan tertua, dan akan tetap bertahan, bahkan jika semua ilmu pengetahuan lainnya ditelan ke dalam jurang barbarisme yang menghancurkan segalanya. Namun mereka belum mempunyai nasib baik untuk mencapai metode ilmiah yang pasti. Ini akan terlihat jelas jika kita menerapkan pengujian yang kita usulkan di awal. Kita mendapati bahwa akal budi selalu muncul ketika ia berusaha memperoleh persepsi apriori bahkan terhadap hukum-hukum yang ditegaskan oleh pengalaman yang paling umum. IV.MENERAPKAN FILSAFAT ILMU A.Sejarah/Perkembangan Matematika Penemuan matematika pada jaman Mesopotamia dan Mesir Kuno menurut Berggren, JL, 2004, didasarkan pada banyak dokumen asli yang masih ada ditulis oleh juru tulis. Meskipun dokumen-dokumen yang berupa artefak tidak terlalu banyak, tetapi mereka dianggap mampu mengungkapkan matematika pada jamantersebut. Artefak matematika yang ditemukan menunjukkan bahwa bangsa Mesopotamia telah memiliki banyak pengetahuan matematika yang luar biasa, meskipun matematika mereka masih primitif dan belum disusun secara deduktif seperti sekarang. Matematika pada jaman Mesir Kuno dapat dipelajari dari artefak yang ditemukan yang kemudian disebut sebagai Papyrus Rhind (diedit pertama kalinya pada 1877), telah memberikan gambaran bagaimana matematika di Mesir kuno telah berkembang pesat. Artefak-artefak berkaitan dengan matematika yang ditemukan berkaitan dengan daerah-daerah kerajaan seperti kerajaan Sumeria 3000 21

  22. SM, Akkadia dan Babylonia rezim (2000 SM), dan kerajaan Asyur (1000 SM), Persia (abad 6-4 SM), dan Yunani (abad ke 3 - 1 SM). Pada jaman Yunani kuno paling tidak tercatat matematikawan penting yaitu Thales dan Pythagoras. Thales dan Pythagoras mempelopori pemikiran dalam bidang Geometri, tetapi Pythagoraslah yang memulai melakukan atau membuat bukti-bukti matematika. Sampai masa pemerintahan Alexander Agung dari Yunani dan sesudahnya, telah tercatat Karya monumental dari Euclides berupa karya buku yang berjudul Element (unsur-unsur) yang merupakan buku Geometri pertama yang disusun secara deduksi. Risalah penting dari periode awal matematika Islam banyak yang hilang, sehingga ada pertanyaan yang belum terjawab masih banyak tentang hubungan antara matematika Islam awal dan matematika dari Yunani dan India. Selain itu, jumlah jumlah dokumen yang relatif sedikit menyebabkan kita mengalami kesulitan untuk menelusuri sejauh mana peran matematikawan Islam dalam pengembangan matematika di Eropa selanjutnya. Tetapi yang jelas, sumbangan matematikawan Islam cukup besar bersamaan dengan kebangkitan pemikiran modern yang muncul himpunanelah jaman kegelapan sampai sekitar abad ke 15 himpunanelah masehi. Penemuan alat cetak mencetak pada jaman modern, yaitu sekitar abad ke 16, telah memungkinkan para matematikawan satu dengan yang lainnya melakukan komunikasi secara lebih intensif, sehingga mampu menerbitkan karya-karya hebat. Hingga sampailah pada jamannya Hilbert yang berusaha untuk menciptakan matematika sebagai suatu sistem yang tunggal, lengkap dan konsisten. Namun usaha Hilbert kemudian dapat dipatahkan atau ditemukan kesalahannya oleh muridnya sendiri yang bernama Godel yang menyatakan bahwa tidaklah mungkin diciptakan matematika yang tunggal, lengkap dan konsisten. Persoalan Geometri dan Aljabar kuno, dapat ditemukan di dokumen yang tersimpan di Berlin. Salah satu persoalan tersebut misalnya memperkirakan panjang diagonal suatu persegi panjang. Mereka menggunakanhubungan antara panjang sisi-sisi persegi panjang yang kemudian mereka menemukan bentuk segitiga siku-siku. Hubungan antara sisi-sisi siku-siku ini kemudian dikenal dengan nama Teorema Pythagoras. Teorema Pythagoras ini 22

  23. sebetulnya telah digunakan lebih dari 1000 tahun sebelum ditemukan oleh Pythagoras. Orang-orang Babilonia telah menemukan sistem bilangan sexagesimal yang kemudian berguna untuk melakukan perhitungan berkaitan dengan ilmu-ilmu perbintangan. Para astronom pada jaman Babilonia telah berusaha untuk memprediksi suatu kejadian dengan mengaitkan dengan fenomena perbintangan, seperti gerhana bulan dan titik kritis dalam siklus planet (konjungsi, oposisi, titik stasioner, dan visibilitas pertama dan terakhir). Mereka menemukan teknik untuk menghitung posisi ini (dinyatakan dalam derajat lintang dan bujur, diukur relatif terhadap jalur gerakan jelas tahunan Matahari) dengan berturut-turut menambahkan istilah yang tepat dalam perkembangan aritmatika. Matematika di Mesir Kuno disamping dikarenakan pengaruh dari Masopotamia dan Babilonia, tetapi juga dipengaruhi oleh konteks Mesir yang mempunyai aliran sungai yang lebar dan panjang yang menghidupi masyarakat Mesir dengan peradabannya. Persoalan hubungan kemasyarakatan muncul dikarenakan kegiatan survive bangsa Mesir menghadapi keadaan alam yang dapat menimbulkan konflik diantara mereka, misalnya bagaimana menentukan batas wilayah, ladang atau sawah dipinggir sungai Nil himpunanelah banjir bandang terjadi yang mengakibatkan tanah mereka tertimbun lumpur hingga beberapa meter. Dari salah satu kasus inilah kemudian muncul gagasan atau ide tentang luas daerah, batas-batas dan bentuk bentuknya. Maka pada jaman Mesir Kuno, Geometri telah tumbuh pesat sebagai cabang Matematika. Pada jaman Yunani Kuno, selama periode dari sekitar 600 SM sampai 300 SM , yang dikenal sebagai periode klasik matematika, matematika berubah dari fungsi praktis menjadi struktur yang koheren pengetahuan deduktif. Perubahan fokus dari pemecahan masalah praktis ke pengetahuan tentang kebenaran matematis umum dan perkembangan obyek teori mengubah matematika ke dalam suatu disiplin ilmu. Orang Yunani menunjukkan kepedulian terhadap struktur logis matematika. Para pengikut Pythagoras berusaha untuk menemukan secara pasti Panjang sisi miring suatu segitiga siku-siku. Tetapi mereka tidak dapat menemukan angka yang tertentu 23

  24. dengan skala yang sama yang berlaku untuk semua sisi-sisi segitiga tersebut. Hal inilah yang kemudian dikenal dengan persoalan Incommensurability, yaitu adanya skala yang tidak sama agar diperoleh bilangan yang tertentu untuk sisi miringnya. Jika dipaksakan digunakan skala yang sama (atau commensurabel) maka pada akhirnya mereka menemukan bahwa panjang sisi miring bukanlah bilangan bulat melainkan bilangan irrasional. Warisan Matematika Yunani, terutama dalam geometri , sangat besar. Dari periode awal orang-orang Yunani merumuskan tujuan matematika tidak dalam hal prosedur praktis tetapi sebagai disiplin teoritis berkomitmen untuk mengembangkan proposisi umum dan demonstrasi formal. Kisaran dan keragaman temuan mereka, terutama yang dari abad SM-3, geometri telah menjadi materi pelajaran selama berabad-abad himpunanelah itu, meskipun tradisi yang ditransmisikan ke Abad Pertengahan dan Renaissance tidak lengkap dan cacat. Peningkatan pesat dari matematika di abad ke-17 didasarkan sebagian pada pembaharuan terhadap matematika kuno dan matematika pada jaman Yunani. Mekanika dari Galileo dan perhitungan-perhitungan yang dibuat Kepler dan Cavalieri, merupakan inspirasi langsung bagi Archimedes. Studi tentang geometri yang dilakukan oleh Apollonius dan Pappus dirangsang oleh pendekatan baru dalam geometri-misalnya, analitik yang dikembangkan oleh Descartes dan teori proyektif dari Desargues Girard. Kebangkitan matematika pada abad 17 sejalan dengan kebangkitan pemikiran para filsuf sebagai anti tesis abad gelap dimana kebenaran didominasi oleh Gereja. Maka Copernicus merupakan tokoh pendobrak yang menantang pandangan Gereja bahwa bumi sebagai pusat jagat raya; dan sebagai gantinya dia mengutarakan ide bahwa bukanlah Bumi melainkan Mataharilah yang merupakan pusat tata surya, sedangkan Bumi mengelilinginya. Jaman kebangkitan ini kemudian dikenal sebagai Jaman Modern, yang ditandai dengan munculnya tokoh-tokoh pemikir filsafat sekaligus matematikawan seperti Immanuel Kant, Rene Descartes, David Hume, Galileo, Kepler, Cavalieri. 24

  25. B.Ideologi Pendidikan (P Ernest) 1.Radikal Politik pendidikan berkaitan langsung dengan ideologi pendidikannya. Kaum yang berideologi pendidikan anarkisme lebih menekankan pada kebutuhan untuk meminimalkan atau melenyapkan batasan-batasan terlembaga atas perilaku personal dan berusaha sejauh mungkin membebaskan masyarakat dari lembaga- lembaga. 2.Konservatif Kaum konservatif menganggap bahwa sasaran utama sekolah adalah pelestarian dan penerusan struktur dan sistem sosial serta pola-pola berikut tradisi-tradisi yang sudah mapan. Pada dasarnya mendukung ketaatan terhadap lembaga-lembaga dan proses-proses budaya yang sudah teruji oleh waktu, disertai dengan rasa hormat yang mendalam terhadap hukum serta tatanan sosial yang baku, sebagai landasan bagi perubahan sosial yang konstruktif. 3.Liberal Bangsa-bangsa berideologi Progressive Educator cenderung mengimplementasikan politik pendidikan liberal. Berdasarkan tujuan dari Ideologi pendidikan liberal yaitu untuk melestarikan dan memperbaiki tatanan sosial yang ada, dengan cara membelajarkan setiap siswa sebagaimana caranya menghadapi persoalan- persoalan dalam kehidupannya sendiri secara efektif. 4.Humanis Hakekat siswa dalam pembelajaran harus ditanamkan nilai-nilai karakter. Menurut pandangan ini, bakat dan matematika genius yang diwariskan, dan kemampuan matematika dapat diidentifikasi dengan kecerdasan murni. Pendidikan diberikan agar siswa mengetahui bakat mereka sendiri dan mampu mengembangkannya. Masyarakat ini memandang ilmu pengetahuan sebagai struktur kebenaran. 5.Progresif Bangsa-bangsa berideologiProgressive Educatorcenderung mengimplementasikan politik pendidikan liberal.Adapun tujuan dari aliran progresivisme dalam pendidikan ialah ingin merubah praktik pendidikan yang selama ini terkesan 25

  26. otiriter menjadi demokratis dan lebih menghargai potensi dan kemampuan anak, serta mendorong untuk dilaksanakannya pembelajaran yang lebih banyak melibatkan peserta didik. 6.Socialist Melalui aktivitas sosial, manusia akan melakukanobservational learningyang melibatkan kapasistas mental, kognitif, emosional, dan keterampilan.Persaingan yang kompetitif digantikan dengan perencanaan. Setiap orang bekerja demi komunitas dan memberi kontribusi pada kebaikan bersama sehingga muncul kepedulian terhadap orang lain.Kedua, landasan ontologis yang mendasari sosialisme berkaitan dengan kodrat etis manusia; sifat kodrati manusia; dan harmoni tatanan masyarakat. 7.Demokrasi educatorcenderung Bangsa-bangsa derideologi public mengimplementasikan politik pendidikan demokrasi. Indonesia adalah menjadi bangsa yang demokratis maka konsekuensinya ideologi pendidikan di Indonesia adalah menganut atau mengimplementasikan ideologi pendidikanPublic educator. Tabel Mikro Ideologi Pendidikan sebagai berikut (Marsigit, 2014): Pendidikan Pendidikan Pendidikan Pendidikan Pendidikan Pendidikan Kapitalisme Saintisisme Sosialisme Spiritualisme Demokrasi Kontemporer Indonesia Ideologi Kapitalisme Kapitalisme Sosialisme FundamentalismeDemokrasi Kapitalisme Liberalisme Liberalisme Komunisme Liberalisme Pragmatisme Pragmatisme Komunis Pragmatisme Utilitarianisme Utilitarianisme Utilitarianisme Materialisme Materialisme Materialisme Pendidkan Status quo Relatif Egosentris Status quo Kebutuhan Egosentris Absolut Status quo Reformasi Status quo 26

  27. C.Paradigma/Teori/Model/Pendekatan/Metode/Strategi/Praksis (review CMAP Theory Learning) PARADIGMA/TEORI /METODE /PENDEKATAN/MODEL /STRATEGI 1 Behaviorisme No SINTAK REFERENSI Sintak 1 Herpratiwi. 2016. Teori Belajar dan Pembelajaran. John Broades Watson Yogyakarta: Media Stimulus dan Respons Guru memperhatikan tingkah laku siswa saat diberikan stimulus. Akademi. Sintak 2 Herpratiwi. 2016. Teori Belajar dan Pembelajaran. Ivan Petrovich Pavlov Yogyakarta: Media 1.Unconditioned Stimulus 2.Unconditioned Respons 3.Conditioned Stimulus 4.Conditioning Respons Sintak 3 Akademi. Yuberti. 2014. Teori Pembelajaran Dan Burrhus Frederic Skinner Pengembangan Bahan 1.Penguatan positif dan negatif 2.Shapping 3.Pendekatan suksesif 4.Extinction Ajar Dalam Pendidikan. Lampung: Anugrah Utama Raharja Sintak 1 2 Meaningful Learning Herpratiwi. 2016. Teori Belajar dan Pembelajaran. David P. Ausebel Yogyakarta: Media 1.Advance Organizer Penyampaian di awal perihal materi yang akan dipelajari siswa. 2.Progressive Differensial Penyampaian materi kepada siswa secara bertahap-tahap oleh guru. 3.Integrative Reconciliation Guru memberikan penjelasan kesamaan dan perbedaan konsep- Akademi. 27

  28. konsep yang sudah diketahui dan setelah dipelajari. 4.Consolidation Guru memberikan pemantapan materi lewat contoh dan soal. Sintak 1 3 Problem Polya, G. 1973. How to Solve: A New Aspect of Mathematical Method. New Jersey: Princeton University Press Solving Polya 1.Memahami masalah 2.Merancang rencana 3.Melaksanakan rencana 4.Memeriksa kembali Sintak 2 Richards, T. 2015. Problem Solving: Best Trategies do Decision Making, Critical Thinking and Positive Thinking. South Carolina” Create Space Independent Publishing Platform. Thomas Richard 1.Mendefinisikan masalah 2.Brainstorming solusi 3.Memilih solusi 4.Mendeskripsikan rencana 5.Memeriksa kembali Sintak 1 Bruner Enactive Perkembangan siswa memperoleh pengetahuan melalui pengamatan langsung atau kegiatan konkrit. Iconic:tahap perkembangan siswa memperoleh pengetahuan melalui visualisasi verbal atau gambar. Symbolic Perkembangan siswa memperoleh pengetahuan melalui proses bernalar menggunakan simbol bahasa, matematika. 4 Discovery Learning Herpratiwi. 2016. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Media Akademi. 28

  29. 1.Guru membagi siswa dalam kelompok heterogen. 2.Guru memberikan masalah untuk didiskusikan dan diselesaikan siswa dengan mengumpulkan sumber informasi melalui berbagai sumber. 3.Guru membimbing siswa dalam kelompok untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. 4.Siswa menyajikan hasil diskusi kelompok. 5.Siswa menganalisis dan mengevaluasi pemecahan masalah melalui refleksi guru. 5 Problem Based Learning Yuberti. 2014. Teori Pembelajaran Dan Pengembangan Bahan Ajar Dalam Pendidikan. Lampung: Anugrah Utama Raharja. (Pembelajaran Berbasis Masalah) Sintaks 1 Robert Gagne Signal learning Siswa memberikan respon dari signal yang dilihat/didengar. Stimulus-respons learning Siswa memberikan respon fisik/vocal setelah diberikan stimulus. Chaining Siswa menggabungkan dua atau lebih hasil belajar stimulus respon. Verbal association: kemampuan siswa menggabungkan hasil belajar yang melibatkan bahasa. Multiple Discrimination Siswa menghubungkan kemampuan chaining sebelumnya. Concept Learning Siswa memberi respon terhadap stimulus berupa karakteristik abstrak. Principle Learning Siswa dalam menghubungkan beberapa konsep. 6 Kognitivisme Herpratiwi. 2016.Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Media Akademi. 29

  30. Problem solving Siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. ➢Guru memberikan materi berupa konsep atau masalah yang akan dipelajari. ➢Siswa menyelesaikan permasalahan yang diberikan dalam kelompok heterogen. ➢Siswa mengkomunikasikan hasil diskusinya. 7 Model STADS (Student Team Adalah Chievement Division) Yuberti. 2014. Teori Pembelajaran Dan Pengembangan Bahan Ajar Dalam Pendidikan. Lampung: Anugrah Utama Raharja. ➢Siswa mengkaji bahan ajar yang diberikan guru secara individu maupun kelompok (heterogen). ➢Guru membentuk kelompok ahli (homogen) yang diwakilkan seorang siswa. Untuk diskusi pendalaman materi yang dipelajari. ➢Siswa dari kelompok ahli kembali ke kelompok asal (heterogen) dan membagikan keterampilan/pengetahuan yang diperoleh. ➢Guru melakukan diskusi terbuka dan memberi penguatan kepada siswa. ➢Guru memberikan tes secara individu untuk mengukur kemampuan siswa. Relating Experiencing Independent Collaborating Applying Transferring 8 Model Jigsaw II Yuberti. 2014. Teori Pembelajaran Dan Pengembangan Bahan Ajar Dalam Pendidikan. 9 Contextual Teaching Learning Yuberti. 2014. Teori Pembelajaran Dan Pengembangan Bahan Ajar Dalam Pendidikan. Lampung: Anugrah Utama Raharja. 30

  31. D.PENDIDIKAN/PEMBELAJARAN KONSTRUKTIF Kajian Filsafat bersifat intensif dan ekstensif. Intensif adalah dalam sedalam- dalamnya sampai tidak ada yang lebih dalam. Ekstensif artinya luas seluas-luasnya. Walaupun intensif dan ekstensif adalah “dalam” dan “luas” dalam khasanah kemampuan manusia, tetapi pengertian demikian serta-merta langsung dapat berbenturan dengan kaidah Agama. Oleh karena itu mempelajari filsafat tidaklah terbebas dari ketentuan-ketentuan. Memelajari Filsafat hendaknya tidak bersifat parsial, tetapi bersifat komprehensif dan holistik. Mengomunikasikan Filsafat hendaknya sesuatu dengan ruang, waktu dan konteksnya. Mempelajari Filsafat hendaknya dilandasi keyakinan dan akidah spiritualitas yang kokoh. Filsafat adalah pikiran para Filsuf, maka mempelajari Filsafat adalah mempelajari pikiran para Filsuf. Ditengah ideologi besar dunia, dunia Islam mengalami sebuah tantangan. Islam adalah hidayah yang diberikan Allah SWT kepada umat Nya agar selamat di dunia dan akhirat. Dengan akidah Islam, manusia meyakini seluruh ajaran Islam. Iman kepada Allah SWT merupakan starting point ibadah dan pemikiran Islam. Pembentukan karakter Islamiah bertitik tolak dari akidah Islam. Karakter adalah sifat yang muncul dari keadaan suatu subjek atau objek dikarenakan keyakinan, tindakan, pengetahuan, ketrampilan atau penalamannya. Maka karakter Islamiah dapat dikembangkan sejak dari akidah Islamiah dalam lisan, hati dan amalannya. Filsafat akan memandu seseorang menggapai dunia spiritualitasnya sampai batas yang diijinkan. Kecerdasan dan kebijakan berfilsafat mengarah kepada kesimpulan bahwa hanya dengannya saja, maka manusia sebagai makhluk yang banyak kekurangannya, tidaklah mungkin menjangkau aspek spiritual yang paling dalam. Epistemologi psiko-filsafati berusaha mentransfer dan memfilter nilai-nilai filosofis ke dalam nilai-nilai Islami. Ontologi Islam menjamin ilmu-ilmu Islamiah bersifat universal; oleh karena itu institusi atau lembaga kependidikan Islam merupakan garda terdepan untuk mengawal kebangkitan Islam. 31

  32. BAB III PENUTUP A.Kesimpulan Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki hakikat yang sebenarnya dari segala yang ada (ilmu itu ada, dengan kehidupan yang ada). Ibnu Rusyd mengartikan filsafat sebagai ilmu yang perlu dikaji oleh manusia karena dia dikaruniai akal. Francis Bacon filsafat merupakan induk agung dari ilmu-ilmu, dan filsafat menangani semua pengetahuan sebagai bidangnya. Immanuel Kant filsafat sebagai ilmu yang menjadi pokok pangkal dari segala pengetahuan yang di dalamnya mencakup masalah epistimologi yang menjawab persoalan apa yang dapat kita ketahui. Epistemologi adalah suatu ilmu yang mengkaji tentang sumber pengetahuan, metode, struktur, dan benar tidaknya suatu pengetahuan tersebut. Ketika ontologi berusaha mencari secara reflektif tentang yang ada, berbeda epistemologi berupaya membahas tentang terjadinya dan kebenaran ilmu. Epistemologi berusaha menjawab dari pertanyaan-pertanyaan seperti bagaimana cara manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan dan jenisnya. Epistemologi menganggap bahwa setiap pengetahuan manusia merupakan hasil dari pemeriksaan dan penyelidikan objek hingga akhirnya dapat diketahui manusia. Aksiologi adalah ilmu tentang nilai yang dasarnya berbicara tentang hubungan ilmu dengan nilai, apakah ilmu bebas nilai dan apakah ilmu terikat nilai. Karena berhubungan dengan nilai maka aksiologi berhubungan dengan baik dan buruk, berhubungan dengan layak atau pantas, tidak layak atau tidak pantas. B.Saran Filsafat di era sekarang membuat kita jauh dari nilai-nilai agama sebab dikuasai oleh beberapa ideologi yang menyebarkan virus agar kita masuk terperangkap didalamnya. Untuk menghindari semua itu bangunlah filsafat ilmu berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah agar kehidupan kita bisa jauh lebih baik seperti dulu yang dibangun oleh ilmuwan dan filsuf-filsuf Muslim. 32

  33. DAFTAR PUSTAKA Surajiyo, 2007, Ilmu Filsafat: Suatu Pengantar. (Jakarta: Bumi Aksara). Noeng Muhadjir, 2011,Filsafat Ilmu. (Yogyakarta: Rake Sarasin). Arif Rohman, Rukiyati, dan L. Andriani,Mengenal Epistimologi dan Logika Pendidikan. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011). Waryani Fajar Riyanto,Filsafat Ilmu Topik-topik Estimologi.(Yogyakarta: Integrasi Interrkoneksi Press, 2011). Soejono Soemargono,Pengantar Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2003). The Liang Gie. 2012.Pengantar Ilmu Filsafat. Yogyakarta: Libert. Shapiro di Linnebo, 2003, “Review Stewart Shapiro, Filsafat Matematika: Struktur dan Ontologi". Hersh, R., 1997, “Apa Sebenarnya Matematika Itu?”, London: Jonathan Cape. Soehakso, RMJT, 1989, “Beberapa Pemikiran tentang Filsafat dan Matematika”, Yogyakarta: Daerah Konferensi Masyarakat Matematika Asia Tenggara. Muhammad Adib, Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014). Herowati Pesoko, Ilmu Filsafat dalam Perspektif Filsafat Ilmu, Yogyakarta: LaksBang Pressindo, 2018. I Gusti Bagus Rai Utama, Filsafat Ilmu dan Logika Manajemen dan Pariwisata, Yogyakarta: Deepublish, 2021. Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999. Maria Sanprayogi & Moh. Toriqul Chaer, Aksiologi Filsafat Ilmu dalam Pengembangan Keilmuan, AL MURABBI, Vol. 4, No. 1, 2017. Nur Afni Puji Rahayu, Tinjauan Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Peningkatan Keterampilan Menulis Deskripsi Melalui Model Kooperatif Tipe Round Table, Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Vol. 11, No. 1, 2021. Juhari, Aksiologi Ilmu Pengetahuan (Telaah Tentang Manfaat Ilmu Pengetahuan dalam Konteks Ilmu Dakwah), Al-Idarah: Juenal Manajemen dan Administrasi Islam, Vol. 3, No. 1, 2019, 101. Ernest, P., 1991, The Philosophy of Mathematics Education, London: The Falmer Press. 33

  34. Kant, I., 1931, “The Critique of Judgment (tr. J.Bernard)”, New York: The MaCmillan Company. Kant, I., 1992, “Theoretical Philosophy 1755-1770 (tr. By David Walford)”, Cambridge: Cambridge University Press. Rizal Mustansyir dan Misnal Munir,Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2010). Muzairi,Filsafat Umum, (Yogyakarta: 2009). Marsigit, 2013, Urgensi Pemikiran Dalam Pendidikan Karakter Untuk Membentuk Karakter, Makalah dipresentasikan pada Seminar dan Lokakarya Kurikulum Fakultas Agama Karakter dan Pemikiran UNPAB Medan. Marsigit, 2013, Tantangan Dan Harapan Kurikulum 2013 Bagi Pendidikan Matematika, Makalah dipresentasikan pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, Universitas PGRI Yogyakarta. Marsigit, 2013, Karakter Islam Dalam Sejarah Pergulatan Memperebutkan Kekuasaan, Filsafat, Ideologi, Ilmu(Matematika), Dan Pendidikan, Makalah Dipresentasikan pada Kuliah Umum (Studium Generale) untuk Mahasiswa Baru Tahun Akademik pada Jurusan Pendidikan Matematika, FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Asmoro Achmadi,Filsafat Umum, (Jakarta:Rajawali Pers, 2010). Mayer, F., 1951, A History of Modern Philosophy, California: American Book Company. Klein, P.D., 1998, “Epistemology” In E. Craig (Ed.), Routledge Encyclopedia of Philosophy. London: Routledge. Retrieved 2004 http://www.rep.routledge.com/article/P059. Marsigit, 2013, Pergulatan Memperebutkan Filsafat, Ideologi Dan Paradigma: Sebuah Kesadaran untuk Lembaga Pendidikan Ke Islaman dalam rangka ikut Membangun Karakter Bangsa (Melalui KKNI dan Kurikulum 2013?), Makalah dimaksudkan sebagai Pengantar Presentasi pada Kegiatan Seminar dan Workshop dengan Tema Membangun Karakter Bangsa dengan Pendidikan Melalui Kurikulum 2013 yang diselenggarakan oleh Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Marsigit, 2013, Nilai Strategis Kurikulum 2013 Untuk Membangun Karakter (Islami) Bangsa Serta Tantangan Dan Harapan Bagi Pendidikan Matematika Di Indonesia, 34

  35. Makalah dipresentasikan pada Seminar Nasional dan Workshop Pendidikan Matematika IAIN Perry, R.B., 1912, “Present Philosophical Tendencies: A Critical Survey of Naturalism Idealism Pragmatism and Realism Together with a Synopsis of the Pilosophy of William James”, New York: Longmans Green and Co. Mc Laren, P., 2004, Critical Theory in Education: Power, Politics and Liberation, Graduate School of Education and Information Studies: Los Angeles. 35

More Related