1 / 11

Pendekatan institusionalisme

1. Pendekatan Legal/ Institusional 2. Pendekatan Perilaku 3. Pendekatan Neo-Marxis 4. Teori Ketergantungan 5. Pendekatan Pilihan Rasional 6. Pendekatan Institusionalisme Baru.

Download Presentation

Pendekatan institusionalisme

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. 1. Pendekatan Legal/ Institusional2. Pendekatan Perilaku3. Pendekatan Neo-Marxis4. Teori Ketergantungan5. Pendekatan Pilihan Rasional6. Pendekatan Institusionalisme Baru

  2. Pendekatan ini sering dinamakan pendekatan tradisional, mulai berkembang pada abad ke-19 pada masa sebelum perang dunia II. Pada pendekatan ini Negara menjadi focus utama, terutama konstitusional dan yurisdisnya. Bahasan pendekatan ini menyangkut sifat dari undang-undang dasar, masalah kedaulatan, kedudukan dan kekuasaan formal serta yuridis dari lembaga-lembaga kenegaraan seperti parlemen, badan eksekutif, dan badan yudikatif. Dari ini pendekatan tradisional mencakup unsure illegal maupun unsure institusional.Pendekatan ini lebih sering bersifat normatif dengan mengasumsikan norma-norma demokrasi baratserta Negara lebih di tafsirkan sebagai suatu badan dari norma-norma konstitusional yang formal. Pada pertengahan 1930-an para sarjana di amerika serikat mulai mengemukakan suatu pandangan yang lebih melihat politik sebagai proses, dan negara sarana perebutan ktujuanekuasaan antara berbagai kelompok. Serta bagi mereka politik adalah kekuasaan, terutama kekuasaan yang menentukan kebijakan public.

  3. Pendekatan institusionalisme • Pendekatan institusionalisme atau kelembagaan mengacu pada negara sebagai fokus kajian utama. [1] Setidaknya, ada dua jenis atau pemisahan institusi negara, yakni negara demokratis yang berada pada titik "pemerintahan yang baik" atau good governance dan negara otoriter yang berada pada titik "pemerintahan yang jelek" atau bad governance dan kemudian berkembang lagi dengan banyak varians yang memiliki sebutan nama yang berbeda-beda.[2] Namun, pada dasarnya—jika dikaji secara krusial, struktur pemerintahan dari jenis-jenis institusi negara tersebut tetap akan terbagi lagi menjadi dua yakni masalah antara "baik" dan "buruk" tadi.[2] • Bahasan tradisional dalam pendekatan ini menyangkut antara lain sifat undang-undang dasar, masalah kedaulatan, kedudukan, dan kekuasaan formal serta yuridis dari lembaga-lembaga kenegaraan seperti parlemen dan lain-lain.[1] Dengan kata lain, pendekatan ini mencakup unsur legal maupun institusional.[1] • Setidaknya, ada lima karakteristik atau kajian utama pendekatan ini, yakni: • Legalisme (legalism), yang mengkaji aspek hukum, yaitu peranan pemerintah pusat dalam mengatur hukum;[3] • Strukturalisme, yakni berfokus pada perangkat kelembagaan utama atau menekankan pentingnya keberadaan struktur dan struktur itu pun dapat menentukan perilakuseseorang;[3] • Holistik (holism) yang menekankan pada kajian sistem yang menyeluruh atau holistik alih-alih dalam memeriksa lembaga yang "bersifat" individu seperti legislatif;[3] • Sejarah atau historicism yang menekankan pada analisisnya dalam aspek sejarah seperti kehidupan sosial-ekonomi dan kebudayaan;[3] • Analisis normatif atau normative analysis yang menekankan analisisnya dalam aspek yang normatif sehingga akan terfokus pada penciptaan good government.[3]

  4. Pendekatan perilaku dan pilihan rasional • Salah satu pemikiran pokok dalam pendekatan perilaku ialah bahwa tidak ada gunanya membahas lembaga-lembaga formal karena pembahasan seperti itu tidak banyak memberikan informasi mengenai proses politik yang sebenarnya.[1] Sementara itu, inti "pilihan rasional" ialah bahwa individu sebagai aktor terpenting dalam dunia politik dan sebagai makhluk yang rasional selalu mempunyai tujuan-tujuan yang mencerminkan apa yang dianggapnya kepentingan diri sendiri.[1] Kedua pendekatan ini (perilaku dan pilihan rasional), memiliki fokus utama yang sama yakni individu atau manusia. Meskipun begitu, penekanan kedua pendekatan ini tetaplah berbeda satu sama lainnya. • Adapun aspek yang ditekankan dalam pendekatan ini adalah: • Menekankan pada teori dan metodologi. Dalam mengembangkan studi ilmu politik, teori berguna untuk menjelaskan berbagai fenomena dari keberagaman di dalam masyarakat.[3] • Menolak pendekatan normatif. Kaum behavioralis menolak hal-hal normatif yang dikaji dalam pendekatan institusionalisme karena pendekatan normatif dalam upaya menciptakan "pemerintahan yang baik" itu bersifat bias.[3] • Menekankan pada analisis individual. Kaum behavioralis menganalisis letak atau pengaturan aktor politik secara individual karena fokus analisisnya memang tertuju pada analisis perilaku individu.[3] • Masukan (inputism) yang memperhatikan masukan dalam sistem politik (teori sistem oleh David Easton, 1953) atau tidak hanya ditekankan pada strukturnya saja seperti dalam pendekatan institusionalisme.

  5. Pendekatan ini muncul dan berkembang di amerika pada tahun 1950-an sesudah PD II. Adapun sebab munculnya pendekatan ini yaitu :1. Sifat deskriptif dari ilmu politikdianggap tidak memuaskan.2. Ada kekhawatiran bahwa jika ilmu politik tidak akan maju dengan pesat.3. Di kalangan pemerintah amerika tealh muncul keraguan mengenai kemampuan para sarjana ilnu politik untuk menerangkan fenomena politik.Pendekatan ini tidak menganggap lembaga-lembaga formal sebagai sentral atau actor independen, tetapi sebagai kerangka. Prilaku ini mempelajari prilaku anggota parleman seperti pola pemberian suara rancangan undang-undang. Beberapa konsep pokok pendekatan prilaku menurut David Easton dan Albert Somit :1. Prilaku politik menampilkan keteraturan yang peril dirumuskan sebagai generalisasi-generalisasi yang kemudian di buktikan atau diverufikasi kebenrannya.2. Harus ada usaha membedakan jelas anatra norma dan fakta.3. Analisis politik tidak boleh dipengaruhi oleh nilai-nilai pribadi sipeneliti.4. Penelitian harus sistematis dan menuju pembentuka teori baru.5. Ilmu politik harus bersifat murni.Salah satu cirri khas pendidikan prilaku ini adalahpandangan bahwa masyarakat dapat melihat sebagai suatu system social, dan Negara sebagai system politikyang menjadi subsistem dari system social.Gabriel Almond berpendapat bahwa semua system mempunyai stuktur , dan unsur-unsur dari stuktur ini menyelengarakan beberapa fungsi. Fungsi bergantung pada system dan juga bergantung pada fungsi-fungsi lainnya.System politik mempunyai 2 fungsi yaitu Masukan dan Keluaran. Keduanya terpengaruh oleh sifat dan kecenderungan pada para actor politik. Ada 4 fungsi input dan 3 fungsi output. Yaitu input ialah sosialisasi politik dan rekrutmen, artikulasi, kepentingan, himpunan kepentingan. Sedangka output yaitu membuat peraturan, mengaplikasikan peraturan dan memutuskan.

  6. Pendekatan kelembagaan baru • Pendekatan kelembagaan baru atau the new institutionalism lebih merupakan suatu visi yang meliputi beberapa pendekatan lain, bahkan beberapa bidang ilmu pengetahuan lain seperti ekonomi dan sosiologi.[1] Berbeda dengan institusionalisme lama yang memandang institusi negara sebagai suatu hal yang statis dan terstruktur, pendekatan kelembagaan baru memandang negara sebagai hal yang dapat diperbaiki ke arah suatu tujuan tertentu.[1] Kelembagaan baru sebenarnya dipicu oleh pendekatan behavioralis atau perilaku yang melihat politik dan kebijakan publik sebagai hasil dari perilaku kelompok besar atau massa, dan pemerintah sebagai institusi yang hanya mencerminkan kegiatan massa itu. [1] Bentuk dan sifat dari institusi ditentukan oleh aktor beserta juga dengan segala pilihannya

  7. Pendekatan Neo-Marxis • Kalangan Neo-Marxis berasal dari kalanagan cendekiawan yang berasal dari Kalangan “Bor juis”. Seprti cendekiawan lainnya mereka enggan bergabung debgan partai politik atau organisasi. Para Neo-Marxis ini, disatu sisi menolak komunisme dari uni-soviet, di pihat lain tidak setuju dengan kapitalisme.Salah satu kelemahan pada golongan ini adalah bahwa mereka mempelajari Marx dalam keadaan unia yang banyak berubah. Marx meninggal pada tahun 1883.pemikirannyalah yang yang ditafsirkan menjadi Marxisme.Dalam rangka holistic, mereka berpendapat bahwa keseluruhan gejala social merupakan gejala kesatuan yang tidak boleh dibagi-bagi menjadi bagian-bagian tersendiri.

  8. Pendekatan Ketergantungan • Bertolak belakang dengan konsep lenin mengenai imprealisme, mereka beranggapan bahwa imprealisme masih hisup tapi dalam bnetuk lain seprti ekonomi yang didominasi Negara-negara kaya. Pembangunan Negara kurang maju selalu berkaitan dengan kepentingan pihak lain seperti:1. Negara jajahan dapat menyediakan sumber daya manusia atau sumber daya alam.2. Negara kurang maju dapat menjadi pasar untuk hasil produksi Negara maju.Ander Gunder Frank berpendapat bahwa penyelesaian masalah hanyalah melalui revolusi social secara global.Mereka berpendapat bahwa gejala ini sudah menjadi gejala seluruh dunia. Yang menarik adalah pandangan mereka yang membuka mata kita terhadap akibat dari dominasi ekonomi ini. Dan itu dapat dilihat dari membumbungnya hutang dan kesenjangan social.

  9. Pendekatan Pilihan Rasional • Pendekatan ini muncul dan berkembang setelah pertentangan anatara pendekatan-pendekatan sebelumnya. Dan juga bebas dari peperangan besar yang selama ini terjadi. Dalam ilmu politik dikenal nama pendekatan Pilihan Rasional. Pada akhir-akhir ini perkembangan satu bidang ilmu politik itu tersendiri. Inti dari politik menurut mereka adalah individu sebagai actor terpenting dalam dunia politik. Sebagai mahkluk rasional mereka selalu memiliki tujuan tersendiri. Pelaku rasional ini terutama politisi, birokrat, pemilih, dan actor ekonomi, pada dasrnya egois dan segalanya tindakannya berdasarkan kecenderungan ini.Dasar dari pendekatan ini adalah :1. Tindakan manusia adalah instrument agar perilaku manusia dapat dijelaskan sebagai usaha untuk mencapai suatu tujuan yang sedikit banyak jarak jauh.2. Para actor merumuskan perilakunya melalui perhitungan rasional mengenai aksi mana yang akan memaksimalkan keuntungannya.3. Proses social berkala besar termasuk hal-hal seperti ratings, institusi dan praktik-praktik merupakan hasil dari kalkulasiseperti itu.Pendekatan ini sanagat berjasa untuk mendorong usaha kuantifikasi dalam ilmu politik dan mengembangkan sifat empiris yang adapat dibuktikan kebenarannya. Ia merupakan suatu studi empiric, ketimbang abstrak dan spekulatif.

  10. Pendekatan Institusional Baru • Pendekatan ini berbeda dengan pendekatan-pendekatan yang lain. Ia lebih merupakan suatu visi yang meliputi beberapa pendekatan lain, bahkan beberapa bidang ilmu pengetahuan lain seperti sosiologi dan ekonomi. Institusional baru mempunyai banyak aspek dan variasi.Disebut Institusionalisme baru karena menyimpang dari Institusioanalisme yang lama. Selain itu Institusionalisme baru melihat institusi Negara sebagi hal yang dapat diperbaiki kearah tujuan tertentu. Pendekatan ini sebenarnya dipicu oleh pendekatan behavioralis yang melihat politik dari kebijakan public sebagai hasil dari perilaku dari kelompok besar atau massa, dan pemerintahan sebagai institusi yang hanya mencerminkan kegiatan massa itu. Bentuk dan sifat dari institusi tergantung dari aktornya.Ada semacam consensus bahwa inti dari institusi politik adalah rules or the game (Aturan main). Institusi tidak hanya merupakan refleksi dari kekuatan social. Institusi seperti pemerintahan, parlemen, parpol, dan birokrasi. Dapat dikatakan suatu institusi adalah organisasi yang tertata melalui pola prilaku yang diatur oleh peraturan. Inti dari institusionalisme baru yang dirumuskan Robert E. Goodin sbb: Actor dan kelompok melaksanakan proyeknya dalam suatu konteks yang dibatasi secara kolektif. Pembatasab-pembatasan itu terdiri dari institusi-institusi. Pembatasan-pembatasan ini dalam banyak hal juga member keuntungan bagi individu atau kelompok dalam mengejar proyekmereka masing-masing. Factor-faktor yang membatasi kegiatan individu dan kelompok, mempengaruhi pembentukan preferensi dan motivasi dari actor dan kelompok. Pembatasan ini mempunyai akar historis sebagai peninggalan dari tindakan dan pilhan masa lalu. Mewujudkan, memlihara, dan member peluang serta kekuatan yang berbeda kepada individu dan kelompok masing-masing.Perbedaan institusionalisme baru dan lama terletak pada nalisis ekonomi, kebijakan fiscal dan moneter, pasar dan globalisasi di mana institusionalisme tertuju ke sana, ketimbang masalah konstitusi yuridis.

More Related