1 / 25

PERENCANAAN BATAS WILAYAH LAUT DAN DARAT DALAM KONTEKS OTONOMI DAERAH

PERENCANAAN BATAS WILAYAH LAUT DAN DARAT DALAM KONTEKS OTONOMI DAERAH ‘sebagai masukan untuk pedoman perencanaan wilayah pesisir’. OLEH DIREKTUR PENATAAN RUANG NASIONAL DITJEN PENATAAN RUANG, DEPARTEMEN KIMPRASWIL. JAKARTA, 9 MEI 2001. 1. PENGERTIAN.

fedora
Download Presentation

PERENCANAAN BATAS WILAYAH LAUT DAN DARAT DALAM KONTEKS OTONOMI DAERAH

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. PERENCANAAN BATAS WILAYAH LAUT DAN DARAT DALAM KONTEKS OTONOMI DAERAH ‘sebagai masukan untuk pedoman perencanaan wilayah pesisir’ OLEH DIREKTUR PENATAAN RUANG NASIONAL DITJEN PENATAAN RUANG, DEPARTEMEN KIMPRASWIL JAKARTA, 9 MEI 2001

  2. 1 PENGERTIAN

  3. PENGERTIAN PERENCANAAN • Perencanaan merupakan upaya sadar yang sistematis untuk mengatasi permasalahan agar mampu mencapai tujuan di masa mendatang • Dimensi perencanaan : • - fisik (physical planning) • - ekonomi (economic planning) • - sosial (social planning) • - politis (political planning) • - partisipatif (participative or consensus planning) • - dinamis (dynamic planning) • Perencanaan adalah sebuah ‘Proses’ dinamis/iteratif

  4. PENGERTIAN PENATAAN RUANG • Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang • Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang • Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik direncanakan maupun tidak • Apabila disajikan dalam bentuk peta maka dibedakan dalam boundary atau batas wilayah pemanfaatan

  5. PENGERTIAN BATAS WILAYAH LAUT DAN DARAT • KUBI - tanah datar berpasir di pantai atau daerah antara garis pantai waktu (air) laut surut dan pantai waktu (air) laut pasang • Merupakan ‘interface’ antara laut dan darat yang saling mempengaruhi dan saling dipengaruhi • Bukan merupakan sesuatu hal yang mutlak, tetapi merupakan ‘a gradual transitional region’ atau ‘a constantly moving region’ • Memiliki sifat dinamis dalam dimensi ruang dan waktu • Memiliki keunikan dalam hal vertical zoning yang dapat dimanfaatkan secara kolektif oleh stakeholders (misal ruang laut permukaan, ruang laut dalam, dan ruang dasar laut) • Merupakan ‘common pool resources’ • Dapat diidentikkan dengan ‘wilayah pesisir atau coastal zone’

  6. KARAKTERISTIK WILAYAH PESISIR • Terdiri dari habitat dan ekosistem yang menyediakan barang dan jasa (goods and services) bagi komunitas pesisir dan pemanfaat lainnya (beneficiaries) • Adanya kompetisi antara berbagai kepentingan • Sebagai backbone dari kegiatan ekonomi nasional • Merupakan wilayah strategis, didasarkan atas fakta : • Garis pantai Indonesia 81.000 km pada 17.508 pulau (terbanyak di dunia) • Penyebaran penduduk terbesar (cikal bakal urbanisasi) • Potensi sumber daya kelautan yang kaya (biodiversity, pertambangan, perikanan, pariwisata, infrastruktur, dsb) • Sumber daya masa depan (future resources) akibat ketersediaan wilayah darat yang semakin terbatas • Wilayah hankam (perbatasan)

  7. 2 ISU DAN PERMASALAHAN PERENCANAAN WILAYAH PESISIR

  8. ISU PERENCANAAN WILAYAH PESISIR Terjadinya konflik kepentingan dalam pemanfaatan ruang : • Antar wilayah otonom yang saling berbatasan • Antar sektor (pertambangan, pariwisata, permukiman, infrastruktur, perikanan, dsb) • Antara private dengan public domain • Antara pembangunan ekonomi (development forces) dengan lingkungan (conservation forces) • Antara daerah hulu (upstream) dan daerah hilir (downstream) • Antara urban culture dengan local culture • Antara visi dan misi ‘Pusat’ dengan ‘Daerah’

  9. 3 FILOSOFI PERENCANAAN RUANG WILAYAH PESISIR

  10. FILOSOFI PERENCANAAN RUANG WILAYAH Merupakan tahapan proses pembangunan untuk mensejah-terakan masyarakat melalui upaya (Pasal 3 butir c UU No.24/92) : • Mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya dengan memperhatikan sumber daya manusia • Meningkatkan pemanfaatan sumber daya secara berdaya guna, berhasil guna, dan tepat guna untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia • Mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan • Mewujudkan keseimbangan kepentingan, kesejahteraan, dan keamanan

  11. TUJUAN PERENCANAAN RUANG WILAYAH PESISIR • Menjaga fungsi dan kualitas lingkungan pesisir (untuk komersial, rekreasi, sumber pangan, serta sumber daya lainnya) • Menjaga keaneka ragaman spesies (biodiversity) agar tetap lestari (sustainable) • Melindungi area-area yang sensitif secara ekologis (area abrasi/ pengikisan) • Mengkonservasi proses ekologis yang penting (misal pencegahan kekeruhan) • Memelihara kualitas air melalui perwujudan konsep keterpaduan pengembangan wilayah hulu dan hilir (integrated upstream and downstream water management) • Menkonservasi habitat tertentu (terutama mangrove dan coralreef) • Untuk kesejahteraan masyarakat (lokal)

  12. 4 PENETAPAN BATAS WILAYAH PESISIR DALAM ERA OTONOMI DAERAH

  13. Degree of “coastellness” Landward Seaward Limit of salt spray Limit of storm surge High water mark (HWM) Low water mark (LWM) Seaward limit of surf zone Seaward limit of sediment interaction with beach Catchment boundary for runoff to the ocean Seagrass meadows Landward limit of primary dune vegetation Local Government Seaward Boundary Limit of territorial waters Economic Exclusive Zone BATAS WILAYAH PESISIR - ILMIAH (SCIENTIFIC DEFINITIONS) Source : Kay (1999) Physical Biological Adminis trative

  14. BATAS WILAYAH PESISIR - POLITIS (POLICY ORIENTED DEFINITIONS) Pada policy level, ‘batas’ didefinisikan atas 4 (empat) cara : 1. Pengertian Batas Tetap (fixed distance definitions) Merupakan interface darat dan air yang diukur dari HWM, berciri administratif (governmental jurisdiction) 2. Pengertian Batas Variabel (variable distance definitions) Variabel ditentukan oleh (a) physical features (landward limit of dunes, seaward limit of submarine platforms) ; (b) biological features (vegetasi dan karang), dan (c) batas administratif (batas kota terdekat dengan garis pantai) 3. Bergantung pemanfaatan (definition according to use) (a) area administratif – pengelola pesisir, (b) area ekosistem, (c) area sumber daya alam – mineral, oil fields, perikanan, dsb. 4. Pengertian gabungan (hybrid definitions)

  15. PENETAPAN BATAS WILAYAH PESISIR Mutlak diperlukan, karena : • Mendorong mekanisme keterbukaan dan akuntabilitas dalam pengelolaan wilayah (transparency and accountability) • Menjamin pemanfaatan sumber daya wilayah pesisir secara berkelanjutan (sustainability) • Meminimalkan konflik pemanfaatan ruang wilayah pesisir (conflict minimization) • Menjamin adanya kepastian hukum bagi pengelolaan wilayah pesisir yang sifatnya politis-administratif (Kabupaten hingga batas 4 mil dan Propinsi hingga batas 12 mil dari garis pantai tertinggi/high water mark)

  16. CONTOH di Sri langka PENERAPAN BATAS WILAYAH PESISIR -POLITIS 2 km River 2 km Estuaria Landward Limit of Coastal Zone Mean high water line (0,6 m Above Mean Sea Level Mean low water line (0,6 m Below Mean Sea Level Sea 2 km Seaward Limit of Coastal Zone

  17. PENETAPAN BATAS WILAYAH PESISIR Diselenggarakan dengan memperhatikan aspek-aspek : • Pemetaan seluruh potensi laut dan tingkat pemanfaatannya (untuk mengetahui lokasi, besaran, dan potensi yang masih dapat dimanfaatkan pada masa yang akan datang) • Pemetaan terhadap ketentuan-ketentuan yang berlaku saat ini (current regulation mapping) • Kesepakatan atas regulatory framework oleh seluruh stakeholders pembangunan di wilayah pesisir • Sistem kelembagaan di daerah (institutional arrangement) • Sistem pengawasan (monitoring system) untuk pengendalian pemanfaatan ruang • Ketersediaan teknologi yang layak dan realistis Agar penetapannya bisa minimasi konflik, sustainabel, transparan dan akuntabel maka perlu upaya terpadu dalam pengelolaan wilayah pesisir

  18. 5 PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR TERPADU DALAM ERA OTONOMI DAERAH ( INTEGRATED COASTAL MANAGEMENT )

  19. PENGERTIAN PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR TERPADU • Cicin-Sain & Knecht (1998), Integrated Coastal Management is “a continuous and dynamic process by which decisions are made for the sustainable use, development, and protection of coastal and marine areas and resources.” • Merupakan proses yang mempertimbangkan karakteristik khas wilayah pesisir (berikut sumber daya potensialnya) dan kebutuhan untuk mengkonservasikan potensi tersebut untuk kepentingan saat ini dan masa datang bagi sustainabilitas ekosistem dan kesejahteraan masyarakat (lokal).

  20. TUJUAN PENGELOLAAN WILayah PESISIR TERPADU (multi purpose) • Untuk mensejahterakan masyarakat melalui upaya: • Mewujudkan pembangunan berkelanjutan pada wilayah pesisir yang mengacu pada kearifan sosial-budaya lokal • Mengurangi kerentanan (vulnerability) dari wilayah pesisir dan pemukimnya (inhabitants) dari ancaman alam (natural hazards) • Mempertahankan proses ekologis esensial, sistem pendukung kehidupan, dan keaneka-ragaman hayati pada wilayah pesisir

  21. KONSEP KETERPADUAN PENGELOLAAN WIL. PESISIR • Keterpaduan Lintas Sektor (intersectoral integration) • multi-use, multi-purpose, vertical-horizontal zoning, sinergy • Keterpaduan Keilmuan (science-management integration) • natural sciences, social sciences, and engineering • Keterpaduan Lintas Wilayah Otonom (intergovernmental integration) • co-ordination, role-sharing, mutual benefit, institutional mechanism • Keterpaduan Lintas Negara (international integration) • over fishing, transboundary pollution, maritime boundaries etc • Keterpaduan Ruang (spatial integration) • regional development, urban-rural linkages, upstream-downstream • Keterpaduan Stakeholders • bottom-up, participatory, consensus and commitment building

  22. 6 PENUTUP

  23. KESIMPULAN • Perencanaan batas wilayah laut dan darat (pesisir) merupakan isu yang kompleks, sehingga membutuhkan pendekatan perencanaan yang menyeluruh (hulu-hilir), sistemik, dan berkesinambungan • Perencanaan batas wilayah laut dan darat (pesisir) perlu diawali dengan penetapan batas wilayah itu sendiri, sehingga terdapat kepastian hukum dan mekanisme akuntabilitas yang jelas • Peran stakeholders (terutama masyarakat) dalam perencanaan batas wilayah laut dan darat (pesisir) perlu lebih ditingkatkan, sehingga konsensus dan komitmen pada tingkat masyarakat (sebagai penerima manfaat terbesar) dari potensi sumber daya pesisir dapat dicapai dan dapat dilaksanakan.

  24. PUSTAKA • Cicin-Sain, B and Knecht, R.W, (1998) Integrated Coastal and Ocean Management ; Concepts and Practices, Washington DC, Island Press. • Clark, J.R (1996) Coastal Zone Management Handbook, New York, Lewis Publisher • Kay, R. and Alder, J. (1999) Coastal Planning and Management, London, E & FN SPON • ___ (2000) Prosiding Temu Pakar Penyusunan Konsep Tata Ruang Pesisir, Departemen Kelautan dan Perikanan.

  25. STRUKTUR MAKALAH • PENGERTIAN PERENCANAAN BATAS WILAYAH LAUT DAN DARAT • ISU DAN PERMASALAHAN PERENCANAAN WILAYAH PESISIR • FILOSOFI PERENCANAAN RUANG WILAYAH PESISIR • PENETAPAN BATAS WILAYAH PESISIR DALAM ERA OTDA • PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR TERPADU DALAM ERA OTDA • KESIMPULAN

More Related