1 / 38

DR.CHAERUL AMIR, SH MH.

ASPEK HUKUM DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA. DIPAPARKAN OLEH. DR.CHAERUL AMIR, SH MH. PENGADAAN BARANG DAN JASA. DASAR HUKUM: Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan Perpres Nomor 35 tahun 2011 dan Perpres Nomor 70 tahun 2012. PENGADAAN BARANG DAN JASA.

carl
Download Presentation

DR.CHAERUL AMIR, SH MH.

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. ASPEK HUKUM DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA DIPAPARKAN OLEH DR.CHAERUL AMIR, SH MH.

  2. PENGADAAN BARANG DAN JASA DASAR HUKUM: Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan Perpres Nomor 35 tahun 2011 dan Perpres Nomor 70 tahun 2012.

  3. PENGADAAN BARANG DAN JASA PRINSIP-PRINSIP: • Efisien; • Efektif; • Terbuka dan bersaing; • Transparan; • Adil/tidak diskriminatif; • Akuntabel.

  4. Perpres No.54/2010 jo. Perpres No.35/2011 jo. Perpres No.70/2012 secara umum telah mengatur ketegori perbuatan yang dapat dikenakan sanksi pidana, sanksi perdata dan sanksi administrasi, yakni: • Berusaha mempengaruhi ULP/Pejabat Pengadaan/pihak lain yang berwenangdalam bentuk dan cara apapun, baik langsung maupun tidak langsung guna memenuhi keinginannya yang bertentangan dengan ketentuan dan prosedur yang telah ditetapkan dalam dokumen pengadaan/kontrak, dan atau ketentuan peraturan per-uu-an; • Melakukan persekongkolan dengan penyedia barang/jasa lain untuk mengatur harga penawaran diluar prosedur pelaksanaan pengadaan barang/jasa. Sehingga mengurangi/menghambat/memperkecil dan/atau meniadakan persaingan yang sehat dan/atau merugikan orang lain; • Membuat dan/atau menyampaikan dokumen dan/atau keterangan lain yang tidak benar untuk memenuhi persayaratan pengadaan barang/jasa yang ditentukan dalam dokumen pengadaan.

  5. Mengundurkan diri dari pelaksanaan kontrak dengan alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan/atau tidak dapat diterima oleh ULP/Pejabat Pengadaan; • Tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan kontrak secara bertanggungjawab; dan/atau • Berdasarkan hasil pemeriksaan APIP, ditemukan adanya ketidaksesuaian dalam penggunaan barang/jasa produksi dalam negeri. Sanksi: • Administratif; • Pencantuman dalam daftar hitam; • Gugatan secara perdata; dan/atau • Pelaporan secara pidana kepada pihak berwenang. • Klaimjaminanpelelangan/pelaksanaan

  6. TAHAPAN PENGADAAN BARANG/JASADAN BENTUK PENYIMPANGANNYA

  7. lanjutan

  8. lanjutan

  9. lanjutan

  10. lanjutan

  11. lanjutan

  12. lanjutan

  13. lanjutan

  14. lanjutan

  15. lanjutan

  16. lanjutan

  17. lanjutan

  18. lanjutan

  19. 10 (sepuluh) Area Rawan Korupsi Tahun 2012 • Sektor Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah; • Sektor Keuangan dan Perbankan; • Sektor Perpajakan; • Sektor Minyak dan Gas (Migas); • Sektor BUMN/BUMD; • Sektor Kepabeanan dan Cukai; • Sektor Penggunaan APBN / APBD dan APBN-P / APBD-P; • Sektor Asset Negara / Daerah; • Sektor Pertambangan; • Sektor Pelayanan Umum.

  20. PENGADAAN BARANG / JASA INSTANSI PEMERINTAH TIDAK SESUAI KETENTUAN YANG BERLAKU. PENYIMPANGAN PROSEDUR -PERENCANAAN, -PELAKSANAAN -PELAPORAN HARGA / JUMLAH MARK - UP PERBUATAN CURANG PENGADAAN BARANG/JASA TIDAK SESUAI OWNER ESTIMATE GRATIFIKASI ( SUAP ) PENERIMA TIDAK MELAPOR KEPADA KPK UANG DAN SURAT BERHARGA DALAM JABATAN PENGGELAPAN PEMALSUAN YG BIASA DIGUN PEMERIKSAAN ADM BUKU/DAFTAR PEMERASAN DALAM JABATAN PADAHAL IA PENGURUS/PENGAWAS TERLIBAT PEMBORONGAN, PENGADAAN,PERSEWAAN Modus Operandi Korupsi

  21. JENIS TINDAK PIDANAPERATURAN PER-UU-AN YANG TERKAIT

  22. lanjutan

  23. lanjutan

  24. lanjutan

  25. lanjutan

  26. lanjutan

  27. lanjutan

  28. PENGERTIAN TINDAK PIDANA KORUPSI • Pengertian korupsi secara gramatikal, berasal dari bahasa Inggris corruptyang merupakan perpaduan dua kata latin, yaitu com = bersama-sama dan rumpere = pecah atau jebol, sehingga arti harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidak jujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian. Sedangkan dalam latin ”Corruptio” atau ”Corruptus” yang kemudian muncul dalam bahasa Inggris dan Perancis ”Corruption”, dalam bahasa Belanda ”Korruptie” dan selanjutnya dalam bahasa Indonesia dengan sebutan ”Korupsi”. Sehingga dapat dikatakan tindak pidana korupsi sebagai suatu delik akibat perbuatan buruk, busuk, jahat, rusak atau suap.

  29. Secara yuridis, pengertian tindak pidana korupsi telah dituangkan dalam Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai pengganti Undang-Undang Nomor : 3 Tahun 1971. • Walaupun Undang-Undang ini kemudian diperbaharui lagi dengan Undang-Undang Nomor : 20 Tahun 2001. Pengertian korupsi yang dipergunakan tetap mengacu pada Undang-Undang Nomor : 31 Tahun 1999, karena perubahan pada Undang-Undang Nomor : 20 Tahun 2001 pada dasarnya hanya merinci lebih jelas pengenaan pidananya, serta perluasan pengertian alat bukti hukum sesuai perkembangan materi perkara yang timbul di Pengadilan.

  30. Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 30 buah Pasal dalam UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001. berdasarkan Pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan kedalam bentuk / jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasaltersebutmenerangkansecaraterperincimengenaiperbuatan yang bisadikenakanpidanapenjarakarenakorupsi. Bentuk-bentuk / jenistindakpidanakorupsitersebutsebagaiberikut:

  31. KerugianKeuangan Negara ; • Pasal 2 • Pasal 3 Suap – Menyuap ; • Pasal 5 Ayat (1) huruf a • Pasal 5 Ayat (1) huruf b • Pasal 13 • Pasal 5 Ayat (2) • Pasal 12 huruf a • Pasal 12 huruf b • Pasal 11 • Pasal 6 Ayat (1) huruf a • Pasal 6 Ayat (1) huruf b • Pasal 6 Ayat (2) • Pasal 12 huruf c • Pasal 12 huruf d

  32. PenggelapanDalamJabatan ; • Pasal 8 • Pasal 9 • Pasal 10 huruf a • Pasal 10 huruf b • Pasal 10 huruf c Pemerasan ; • Pasal 12 huruf e • Pasal 12 huruf g • Pasal 12 huruf f PerbuatanCurang ; • Pasal 7 Ayat (1) huruf a • Pasal 7 Ayat (1) huruf b • Pasal 7 Ayat (1) huruf c • Pasal 7 Ayat (1) huruf d • Pasal 7 Ayat (2) • Pasal 12 huruf h

  33. BenturanKepentinganDalamPengadaan ; • Pasal 12 hurufi Gratifikasi ; • Pasal 12 B jo. Pasal 12 C Selaindefinisitindakpidanakorupsi yang sudahdijelaskandiatas, masihadatindakpidana lain yang berkaitandengantindakpidanakorupsi. Jenistindakpidanaitutertuang pada Pasal 21, 22, 23 dan 24 Bab III UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No.20 Tahun 2001 tentangPemberantasanTindakPidanaKorupsi. Jenistindakpidanalain yang berkaitandengantindakpidanakorupsiterdiri atas :

  34. Merintangi Proses Pemeriksaan Perkara Korupsi • Pasal 21 Tidak Memberi Keterangan atau Memberi Keterangan Yang Tidak Benar ; Pasal 22 jo. Pasal 28 Bank Yang Tidak Memberikan Rekening Tersangka • Pasal 22 jo. Pasal 29 SaksiatauAhli Yang TidakMemberiKeteranganatauMemberiKeteranganPalsu; • Pasal 22 jo. Pasal 35 Orang Yang Memegang Rahasia Jabatan Tidak Memberikan Keterangan atau Memberi Keterangan Palsu ; • Pasal 22 Jo Pasal 36 Saksi Yang Membuka Identitas Pelapor . • Pasal 24 jo. Pasal 31

  35. Gratifikasi; • Pasal 12 B adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan Cuma-Cuma, dan fasilitas lainnya. Dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Pembuktian: nilai Rp 10 juta atau lebih: penerima gratifikasi. nilai kurang dari Rp 10 juta: oleh Penuntut Umum.

  36. Pasal 12C: (1). Pasal 12B ayat(1) tidak berlaku, jika penerima gratifikasi melaporkan ke KPK. (2). Paling lambat 30 hari sejak tanggal penerimaan gratifikasi. (3). KPK dalam waktu 30 hari akan menetapkan gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau negara.

  37. Proses Penetapan Status Penerima Gratifikasi Laporan Tertulis kepada KPK 30 H A R I K E R J A Pasal 12C UU No. 20 th 2001 Dapat memanggil Penerima Gratifikasi Waktu 30 hari kerja sejak diterima Pimpinan KPK melakukan penelitian Menteri Keuangan SK Pimpinan KPK ttg Status Gratifikasi Penerima Gratifikasi PelaporandanPenentuan Status Gratifikasi 7 Hari Kerja sejak ditetapkan statusnya

  38. Terima kasih

More Related