1 / 3

Kooperasi dan Pembangunan

Kooperasi dan Pembangunan

homer
Download Presentation

Kooperasi dan Pembangunan

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. Kooperasi dan Pembangunan Apabila Saudara-saudara pendukung kooperasi di seluruh Indonesia besok, tanggal 12 Juli, memulai serentak melaksanakan “Pekan Menabung 1956”, hati Saudara akan merasa lega melihat hasil gerakan kita selama lima tahun yang lalu. Dari amanat saya yang akan dibacakan besok dalam tiap-tiap rapat Hari Kooperasi, Saudara akan mendengan sebutan angka-angka yang menunjukkan kemajuan yang melompat-lompat. Apabila kita pada Hari Kooperasi pertama dapat menyimpan kira-kira Rp 538.000,00 pada Hari Kooperasi kelima, tahun yang lalu, jumlah simpanan sepekan itu sudah lebih dari Rp 12.500.000,00, yaitu hampir 24 kali lipat. Dan saya yakin, bahwa Saudara-saudara mempunyai hasrat untuk mencapai hasil yang meningkat lagi pada Pekan Menabung 1956. Jumlah anggota kooperasi pun sudah jauh bertambah banyak. Apabila pada tahun 1951 kooperasi jumlahnya 5.770 dengan anggota kira-kira 1.000.000 orang, pada akhir tahun 1955 jumlah kooperasi sudah hampir 11.000 buah; jumlah anggota sudah lebih dari 2.000.000 orang. Dan, apabila kita memperhatikan banyaknya uang yang tersimpan di dalam kooperasi, yang ada pada akhir tahun 1955 sudah berjumlah kira-kira Rp 268.000.000,00, ditambah pula dengan uang cadangan yang sudah mendekati jumlah Rp 46.000.000,00, maka ada alasan bagi gerakan kooperasi Indonesia untuk merasa bangga. Bangga, karena keinsafan berkooperasi semakin besar, karena semuanya ini adalah hasil dari oto-aktivitas, dari gerakan dan kesanggupan sendiri. Sudah ada kooperasi 11.400 buah, sudah ada anggota 2.000.000 orang, dan sudah ada kapital yang terkumpul 300 juta rupiah lebih. Dan tidak itu saja. Rasa percaya pada diri sendiri bertambah kuat, rasa solidaritas setiakawan, begitu pula. Ini ternyata, bahwa penunggakan hutang hampir tidak ada. Dan inilah pula, yang menjadi kredit moril dari gerakan kooperasi Indonesia. Dan belum selang beberapa lama, seorang peninjau luar negeri berkata kepada saya; “ Saya kagum melihat kemajuan kooperasi sekarang di Indonesia. Ia maju atas aktivitas sendiri, tidak karena didorong dan dibiayai oleh pemerintah. Saya kagum melihat semangatnya yang begitu baik, melihat perasaan demokrasi yang begitu luas, yang dimiliki oleh anggota-anggotanya”. Peninjau yang tersebut itu menceritakan kepada saya, bahwa ia pernah mengunjungi sebuah kooperasi pada sebuah desa di Jawa Barat, yang sedang mengadakan rapat. Banyak sekali anggota yang memajukan pertanyaan atas berita tahunan dan keterangan yang diberikan oleh pengurus. Ia merasa bahwa dalam kooperasi kita benar-benar ada demokrasi, ada musyawarah antara pengurus dan anggota, ada kemauan untuk bersama-sama bertanggung jawab. Di situlah, katanya, terletak pangkal demokrasi ekonomi. Kejadian-kejadian yang dipersaksikan oleh peninjau-peninjau luar negeri itu menimbulkan kesan yang baik terhadap gerakan dan organisasi kooperasi di Indonesia. Namanya yang harum ke luar negeri itu akan menarik peninjau-peninjau yang semangkin lama akan semangkin banyak jumlahnya. Ini pun akan menghendaki tanggung jawab yang lebih besar pada organisasi kita. Sebab, apabila kebetulan mempersaksikan suatu hal yang kurang baik, sekalipun suatu kekecualian, kesan yang buruk itu mudah mempengaruhi pandangannya terhadap keseluruhannya. Karena itu, gerakan kooperasi kita harus awas senantiasa, harus menuju perbaikan selalu, dan jangan lupa, di mana perlu, membersihkan diri ke dalam. Anggota yang curang harus dikeluarkan, pengurus yang tak jujur harus lekas diberhentikan, dengan memberi kesempatan padanya untuk membela diri. Kontrol dari pihak anggota dan tujuan untuk berbuat baik senantiasa dari pihak pengurus, beserta dengan sistem bermusyawarah dan institut pendidikan, semuanya itu perlu untuk memelihara nama baik dan kredit moril kooperasi Indonesia. Apabila kita memandang ke masa yang lalu, yang beberapa tahun saja lamanya, kita boleh merasa lega dan merasa bangga. Sungguhpun sedikit baru di antara kooperasi yang sebanyak itu memperoleh pengakuan sebagai badan hukum, pelanggaran kepercayaan yang tidak dapat dituntut, sedikit sekali yang terjadi. Suatu tanda, bahwa moral kooperasi kita tinggi tingkatnya. Tentang kecakapan, memang banyak yang kurang. Tetapi, tentang kejujuran, sungguh tak banyak celanya. Kurang kecakapan dapat dicukupkan dengan pengalaman, kurang kesanggupan dapat dipenuhi dengan latihan, tetapi kurang kejujuran susah memperbaikinya. Sebab itu, menjaga kejujuran itu adalah suatu usaha yang terpenting bagi kooperasi. Karena itu pula, menanam cita-cita kooperasi dalam jiwa anggota harus dilakukan selalu. Ini adalah suatu anasir pendorong ke jalan jujur. Anggota yang tidak jujur dan tidak mempunyai perasaan setia kawan, lambat-laun akan tersingkir sendirinya dari kooperasi. Ia tidak akan merasa senang lagi, dalam suasana kooperasi yang bersemangat kekeluargaan. Karena itu pula, gerakan kooperasi Indonesia tak usah merasa rugi, kalau ada segolongan anggotanya memisahkan diri dan mendirikan antara mereka organisasi N.V. atau lainnya. Siapa yang berjiwa N.V., bersemangat individualisme, biarlah mereka keluar dari kooperasi. Ini lebih baik daripada kooperasi dipergunakan untuk keperluan lain dari yang sesuai dengan cita-cita kooperasi. Siapa yang mempunyai cita-cita kooperasi dan bersemangat kooperasi, tinggallah tetap dalam kooperasi, sekalipun kooperasi ini sewaktu-waktu mendapat gencatan dari berbagai pihak. Jalan menuju cita-cita, apalagi cita-cita tinggal sebagai yang tertanam dalam undang-undang dasar negara kita, tidaklah rata dan tidak pula mudah. Maunya ditempuh dengan perjuangan dan dengan hati yang bersedia dan yakin untuk memperoleh kemenangan. “Perjuangan itu adalah bapak dari segala-galanya, raja dari segala-galanya”, kata filsuf Yunani Herakleitos. Sebab itu, untuk melaksanakan seruan undang-undang dasar negara kita, supaya “perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”, yaitu berdasarkan kooperasi. Kita harus berjuang dengan hati yang murni. Hati yang murni ialah setia dan cinta kepada cita-cita kooperasi, dan tidak benci kepada tujuan yang berlainan. Hanya tindakan yang positif, yaitu cinta kepada kooperasi, dengan kesediaan jiwa bekerja segiat-giatnya untuk memperbesarnya, hanya itulah yang akan membawa kemenangan kooperasi. Seperti telah acapkali saya bentangkan, membangun kooperasi tidaklah mudah. Ia menghendaki kerja terus-menerus, latihan semangat, dan didikan cita-cita yang akan memakai waktu sampai berpuluh-puluh tahun. Kooperasi tidak akan tumbuh kalau tidak ada cita-cita kooperasi dengan jalan penerangan, latihan, dan organisasi sangat diperlukan. Hanya dengan tumbuhnya semangat kooperasi, organisasi kooperasi dapat berkembang. Tetapi sebaliknya juga benar! Dengan berkembangnya organisasi kooperasi, cita-cita dan semangat bertambah kuat. Sebab organisasi adalah tempat untuk melaksanakan cita-cita. Semakin baik organisasi kooperasi, semakin besar kepercayaan bahwa cita-cita kooperasi akan terlaksana. Cita-cita kooperasi menimbulkan organisasi-organisasi kooperasi, dan perkembangan organisasi kooperasi memperkuat tumbuhnya cita-cita kooperasi. Karena itu dapat dikatakan, bahwa di dalam kooperasi cita-cita dan organisasi saling memupuk, hidup-menghidupkan. Sebab itu pula, gerakan kooperasi selalu mempunyai dua macam tugas: menghidupkan senantiasa cita-cita kooperasi dan menyempurnakan organisasi kooperasi. Kedua-dua tugas ini harus dikerjakan seiring. Kealpaan kepada yang satu merugikan yang lainnya. Kebenaran ini jangan dilupakan, tetapi hendaknya dalam kalbu kita. Istimewa pada Hari Kooperasi, di mana kita merenungkan sejenak masa yang lampau dan masa yang akan datang.

  2. Apabila kita sekarang membalik muka, melepaskan pandangan yang menghadap ke belakang dan mengarahkan perhatian kepada masa depan, ke masa yang terbentang di muka kita, maka perasaan lega tadi akan berganti dengan rasa beratnya tanggung jawab yang kita pikul. Kesadaran timbul kembali, bahwa apa yang telah diperbuat di masa yang lalu kecil sekali artinya jika dibandingkan dengan apa yang harus dikerjakan di masa datang. Kita insaf, bahwa pekerjaan di masa yang akan datang jauh lebih berat dan lebih sukar dari pekerjaan di masa yang lalu. Di masa yang akan datang harus diperbaiki dan disempurnakan mana yang salah dan yang kurang di masa yang lalu. Di sebelah itu harus dibangun usaha-usaha baru. Organisasi disesuaikan dengan kemajuan, lingkungan kerja diperluas, agar kooperasi tumbuh terus-menerus sebagai badan pelaksana kemakmuran rakyat. Kita masih jauh dari tujuan bangsa yang terpancang dalam undang-undang dasar negara kita. Kita menciptakan bagi bangsa kita keadilan dan kemakmuran, supaya rakyat kita hidupnya bahagia, sejahtera, damai dan merdeka. Cita-cita itu kita kuatkan dengan menaruhnya di dalam mukadimah undang-undang dasar Republik Indonesia. Dan untuk melaksanakan cita-cita itu sebaik-baiknya dan dengan sekuat-kuat tenaga, kita mengaku berpegang pada Pancasila, mengakui Tuhan Yang Mahaesa, mengakui dasar perikemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial. Dasar-dasar tinggi dan besar itu perlu bagi kita sebagai pimpinan dan pegangan untuk melaksanakan tugas kita yang berat itu. Di sebelah dasar pokok itu, kita mempunyai pegangan lagi dalam undang-undang dasar negara kita. Kita harus membayangkan selalu di muka kita pasal 38*), yang menegaskan: “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. “Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara”. “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Malang sungguh saya tidak dapat mengatakan, bahwa intisari dari pasal 38*) ini cukup meresap dalam jiwa pemimpin-pemimpin kita. Sebab, selagi pasal ini, beserta beberapa pasal lainnya, umpamanya pasal 26**) ayat 3, mempunyai semangat anti-kapitalisme, semangat kapitalisme nasional membuat sarang yang semakin luas dalam partai-partai kita yang berpengaruh. Setelah pergerakan rakyat mencapai tujuannya menegakkan Indonesia merdeka dan berdaulat, partai-partai itu digoncengi oleh orang-orang yang mengejar kepentingan diri sendiri yang sebenarnrnya bukan tempatnya di sana. Dalam pergolakan masa peralihan ini pimpinan partai rupanya tidak cukup kuat untuk menolak arus yang merusak dasarnya sendiri itu. Tetapi, betapapun juga, bagi gerakan kooperasi tidak ada alasan untuk menyimpang, sekalipun sementara, dari patokan yang ditentukan oleh undang-undang dasar negara kita. Organisasi dan semangat kooperasi kita, memang masih jauh dari sempurna, tetapi tujuan kita mestilah senantiasa mau memperbaikinya dan menyempurnakannya. Untuk mencapai perbaikan itu pun perlu kerukunan, keyakinan serta kesabaran. Betapapun juga sulitnya pekerjaan ini, sekali kita bergerak di lapangan kooperasi, perjalanan itu harus diteruskan sampai akhirnya, *) UUD 1945 pasal 33. **) Yang dimaksudkan ialah UUDS 1950 (Red.). sampai terlaksana kooperasi yang sebenar-benarnya, yang menaburi taman perekonomian rakyat seluruhnya. Pergerakan kooperasilah yang selalu harus insaf, bahwa ia sendirilah yang patut mengambil inisiatif yang tidak berkeputusan untuk memperkuat dan memperluas dasar-dasar kooperasi dalam masyarakat. Orang yang percaya tidak mundur di tengah jalan, tidak patah hatinya melihat halangan dan kesukaran. Jauh di depan, di mukanya, terbayang senantiasa tujuannya, cita-cita yang mengubik dan memanggil. Orang yang percaya tidak pernah putus asa, tidak pernah hilang kesabarannya. Keyakinan inilah yang saya harapkan akan makin tebal tertanam dalam dada anggota-anggota kooperasi seluruh Indonesia. Seperti saya katakan tadi, jalan kita menuju cita-cita masih panjang, sangat panjang. Tetapi tujuan yang diperjuangkan dengan keyakinan pasti akan tercapai. Hasil yang dicapai di masa yang lalu cukup kuat untuk menjadi dasar bagi harapan kita. Tadi saya katakan, dalam cinta kita kepada cita-cita kooperasi, kita tidak boleh benci kepada tujuan yang berlainan. Biasanya cinta dan benci adalah aliran yang serangkai. Karena cinta akan gerakan sendiri, orang benci akan gerakan atau pendirian yang berlainan. Tetapi benci adalah sikap yang negatif. Orang-orang pendukung kooperasi harus berdiri senantiasa di atas dasar yang positif. Perkuatlah cinta pada kooperasi dan pusatkan pikiran pada pembangunannya. Janganlah pikiran dibiarkan bercabang dengan menghiraukan yang lain yang tidak disukai itu. Sebab itu saya katakan, gerakan kooperasi harus mendidik jiwa yang murni, tahu menghargai pada tempatnya pendirian yang berlainan. Kooperasi adalah pula tempat untuk mendidik dan memperhalus perasaan demokrasi. Ini jangan dilupakan! Apabila diperhatikan benar-benar semangat undang-undang dasar negara kita, ternyatalah, bahwa pembangunan ekonomi nasional terutama harus dilaksanakan dengan dua cara. Pertama, pembangunan yang besar-besar dikerjakan oleh pemerintah atau dipercayakan kepada badan-badan hukum yang tertentu di bawah penguasaan atau pengawasan pemerintah. Pedoman bagi segala usaha ialah mencapai “sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Kedua, pembangunan yang kecil-kecil dan sedang besarnya dikerjakan oleh rakyat secara kooperasi. Kooperasi dapat berkembang berangsur-angsur dari kecil, sedang, menjadi besar dari pertukangan atau kerajinan menjadi industri. Di antara medan yang dua ini, usaha pemerintah sendiri dan kooperasi, sementara waktu masih luas medan usaha bagi inisiatif partikelir dengan berbagai bentuk: perusahaan sendiri, firma, PT dan lain-lain. Apabila kita sanggup berpikir dengan melepaskan dogma dan terutama melihat realitas hidup, maka nyatalah bahwa munculnya inisiatif partikelir itu tidak dapat dielakkan. Mana yang tidak dikerjakan oleh pemerintah dan mana yang belum tergigit oleh kooperasi, mau tak mau menjadi medan mereka dalam masa pembangunan ini. Revolusi nasional kita tidak saja menanam paham kolektivisme, tetapi menghidupkan juga semangat individualisme ekonomi. Ini dapat dipahamkan. Setelah kemerdekaan dicapai dan belenggu penjajahan lenyap, semangat “merdeka” berkobar-kobar dan meluap-luap. Orang mau merdeka dalam segala-galanya: politik, ekonomi, sosial. Individualisme ekonomi muncul dengan membawa panji-panji “ekonomi nasional”. Berlomba-lomba datang new comers, menuntut bagiannya dalam lapangan perekonomian.

  3. Salahnya ialah, bahwa yang terbanyak tidak cukup mempunyai kapital sendiri untuk mengerjakan obyek yang begitu besar. Untuk mengatasai kekurangan kapital itu dimintakan kredit dari bank-bank pemerintah, yang jumlahnya berlipat ganda dari kapital sendiri. Sekarang timbul pertanyaan: Kalau kapitalnya bagian yang terbesar harus disediakan oleh pemerintah, apakah tidak lebih benar apabila perusahaan itu didirikan dengan bentuk “usaha campuran” dimiliki oleh pemerintah bersama-sama dengan orang-orang partikelir? Dengan berkembangnya perusahaan negara kelak yang berdasarkan prinsip komersial yang sehat serta memenuhi segala tuntutan perikemanusiaan dan jaminan sosial terhadap pekerjaannya, serta dengan berkembangnya kooperasi, medan ketiga ini akan semangkin kurang luasnya. Hilang sama sekali tidak. Surutnya berangsur-angsur jangan hendaknya karena peraturan pemerintah yang sewenang-wenang dengan berdasarkan dogma, melainkan karena kelebihan perusahaan pemerintah dan kooperasi. Sekarang tergantung pada kooperasi untuk menyatakan kelebihannya dari perusahaan partikelir. Dukungan moril, yuridis, dan sosial ada, dari undang-undang dasar negara kita, sekarang tinggal menunjukkan kecakapan kita melaksanakan. Kelebihan perusahaan partikelir pada permulaannya banyak sekali. Umpamanya keahlian, kekuatan modal, kecepatan bertindak dan mengambil inisiatif dan lain-lainnya. Tetapi ada tendens dalam masyarakat yang mendorong perusahan partikelir yang besar-besar menjadi perusahaan masyarakat. Dorongan itu timbul dari sifatnya sendiri, yang telah menyerupai suatu masyarakat. Dalam suatau masyarakat tidak lagi dapat dibenarkan, bahwa baik buruk nasib keseluruhannya diputuskan oleh segolongan kecil yang memimpin. Ini bertentangan dengan dasar-dasar demokrasi. Apalagi kalau pimpinan itu bertanggung jawab kepada mereka yang berdiri di luar perusahaan, tetapi tidak kepada mereka yang bersama-sama bekerja di dalam perusahaan. Mereka yang di luar perusahaan itu yang memiliki saham-sahamnya yuridis memang yang empunya, tetapi hubungan dengan perusahaan longgar sekali dan bersifat sementara. Longgar sekali, karena kontaknya dengan perusahaan hampir tak ada, dan perhatiannya hanya tertuju kepada pembagian keuntungan habis tahun. Sementara, karena apabila sahamnya dijualnya, maka sangkut pautnya dengan perusahaan itu putus. Lain duduknya mereka yang bekerja di dalam perusahaan, pimpinan maupun kaum buruh. Mereka sehari-hari membanting tulang untuk memajukan perusahaan, karena buruk baik nasibnya tergantung pada perusahaan itu. Karena pembagian pekerjaan yang banyak sekali cabangnya dan rantingnya, pekerjaan dalam perusahaan itu satu sama lain bersangkut paut, sambung-bersambung dan saling menentukan. Sebab itu perusahaan besar, yang di dalamnya bekerja beribu-ribu orang, sudah merupakan suatu masyarakat sendiri, yang buruk baik hidupnya lambat-laun tidak mau lagi diputuskan oleh orang-orang yang berdiri di luar, sekalipun mereka yuridis bernama yang empunya. Sebab itu pula, suatu N.V. selalu memeluk dalam pangkuannya pertentangan kelas, yaitu antara si pemilik yang tidak bekerja tetapi memungut keuntungan dan si pekerja yang hanya menerima upah. Dengan berbagai peraturan tentang jaminan sosial dan kesejahteraan bekerja dan permusyawaratan antara pimpinan dan buruh dalam pabrik, serta dengan perembukan tentang upah sewaktu-waktu antara organisasi majikan dan organisasi buruh, pertentangan kelas itu dapat tenang sementara, tetapi lenyap sama sekali tidak. Kaum buruh akan menuntut senantiasa medezeggenschap, ikut serta menentukan, dan akhirnya berkehendak menguasai sendiri perusahaan itu. Di situ bisa juga timbul pertentangan antara tujuan sosialisme dan sindikalisme, yang menjadi masalah buruh sendiri. Pada kooperasi tidak ada pertentangan kelas itu, sebab semuanya majikan dan semuanya pekerja, bersama-sama bertanggung jawab tentang jalannya pekerjaan dan hasilnya. Hanya kooperasi yang belum sempurna yang masih dalam pertumbuhan dan asuhan, yang masih ada di dalamnya kerja sama dalam hubungan majikan dan buruh, mengandung dalam pangkuannya bibit pertentangan kelas. Sebab itu selalu saya peringatkan, supaya keadaan yang pincang itu diatasi secepat-cepatnya. Tiap orang yang mengerjakan pokok usaha pada kooperasi harus menjadi anggotanya. Memang, seringkali karena tak mau susah dan tak mau ikut serta memikul risiko dan tanggung jawab, orang lebih suka bekerja dalam perusahaan kooperasi sebagai buruh saja daripada menjadi anggota. Dipaksa menjadi anggota mereka tidak dapat, karena kooperasi adalah persekutuan sukarela. Ini suatu kesulitan! Tetapi denagn petunjuk, penerangan, dan pendidikan tentang cita-cita kooperasi, maksud itu lambat-laun dapat dicapai. Juga dalam hal ini pendukung kooperasi harus bersikap sabar. Memegang tetap tujuannya: mendirikan masyarakat tidak berkelas. Yang menjadi perintang pada kooperasi ialah kekurangan modal permulaan. Kooperasi umumnya dimulai oleh orang-orang biasa yang tidak punya modal. Sebab itu pembangunan kooperasi di Indonesia dimulai dengan kooperasi simpan-pinjam. Menyimpan terkemuka, meminjam pada tingkat kedua. Dengan sedikit demi sedikit dibentuk kapital, yang lambat-laun dapat menjadi besar. Ini ternyata dari sejarah dan pengalaman kooperasi kita. Kooperasi simpan-pinjam adalah sendi bagi pembangunan kooperasi lainnya dan seterusnya. Apabila modal sudah mulai kuat, dapat dilakukan bantu-membantu dalam pembangunan berbagai macam. Selangkah demi selangkah dapat berkembang kooperasi pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan, kerajinan, pertukangan, kooperasi warung, kooperasi pengangkutan dan lain-lainnya. Semuanya ini dapat berkembang, berangsur-angsur dari perusahaan kecil menjadi kooperasi industri. Kemajuan kooperasi batik, dari kerajinan biasa sampai memiliki pabrik-pabrik tenun menyatakan, bahwa juga di Indonesia ini dapat dibangun perusahaan industri yang berbentuk kooperasi. Kemudian, perkembangan kooperasi warung dan toko yang sekarang masih saja pada taraf permulaan, akan memberikan dasar yang kuat bagi perkembangan kooperasi konsumsi. Juga daerah impor dan ekspor lambat laun dapat dijelajah oleh kooperasi, berdasarkan spesialisasi, pertanian produksi serta hubungan produksi dan pasar di dalam dan di luar negeri. Tetapi untuk menempuh daerah ini perlu ada kekuatan modal dan keahlian lebih dahulu. Kooperasi melakukan ekonomi bukan terutama untuk mencari keuntungan, melainkan untuk memberikan jasanya, service bagi anggota dan masyarakat. Apabila kita perhatikan, bahwa sekarang ada berbagai tanaman rakyat yang ongkos menghasilkannya lebih besar daripada harganya di pasar dunia., maka terdapatlah di sini suatu masalah, yang tidak saja harus dipecahkan oleh pemerintah, melainkan juga oleh gerakan kooperasi! Pokok penyelesaiannya ialah: Bagaimana memperbesar produktivitas kerja di dalam negeri dan bagaimana cara mencapai penjualan yang rasional?. Malam ini saya tidak akan mencoba menjawab pertanyaan ini. Masalah ini cukup pentingnya untuk menjadi buah pikiran kita di hari-hari yang akan datang. Mudah-mudahan dalam perjalannya tahun di muka ini gerakan kooperasi kita dapat memberikan sumbangan dalam memecahkan masalah ini dan banyak lainnya, yang begitu penting artinya bagi kemakmuran rakyat. Sebagai penutup pidato saya malam ini, saya doakan mudah-mudahan Tuhan memberi petunjuk dan hidayah kepada gerakan kooperasi kita, supaya senantiasa bergerak di atas jalan yang benar dan lurus, di atas shirathalmustaqim, dan moga-moga atas kurnia Allah Yang Pengasih dan Penyayang. Pekan Menabung 1956 yang Saudara mulai besok lebih meningkat lagi hasilnya dari yang sudah-sudah. Mohammad Hatta, Pidato Radio pada Hari Kooperasi VI Tahun 1956, Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun, Inti Idayu Press, 1971, Hal. 77 – 85.

More Related