1 / 21

PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA DALAM MENCEGAH PENYIMPANGAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA OL

PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA DALAM MENCEGAH PENYIMPANGAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA OLEH HASAN BISRI ANGGOTA PEMBINA UTAMA KEUANGAN NEGARA III BPK-RI. GOVERNMENT FINANCIAL MANAGEMENT REFORM. PAKET PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG KEUANGAN NEGARA .

wallis
Download Presentation

PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA DALAM MENCEGAH PENYIMPANGAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA OL

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA DALAM MENCEGAH PENYIMPANGAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA OLEH HASAN BISRI ANGGOTA PEMBINA UTAMA KEUANGAN NEGARA III BPK-RI

  2. GOVERNMENT FINANCIAL MANAGEMENT REFORM PAKET PERUNDANG-UNDANGAN DI BIDANG KEUANGAN NEGARA UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003 UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2004 UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2004

  3. Ruang Lingkup Keuangan Negara UU NO 17 TAHUN 2003 UU NO 31 TAHUN 1999 JO. UU NO 20 TAHUN 2001 Seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena: • Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman; • Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga; • Penerimaan Negara; • Pengeluaran Negara; • Penerimaan Daerah; • Pengeluaran Daerah; • Kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah; • Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum; • Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah. • dalam penguasaan, pengurusan, dan • pertanggungjawaban pejabat lembaga • Negara, baik di tingkat pusat maupun di • daerah; 2. berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara.

  4. PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA Berdasarkan Pasal 3 Ayat (1) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003, Keuangan Negara harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Pengelolaan dimaksud mencakup keseluruhan kegiatan di bidang keuangan negara yang meliputi perencanaan, penguasaan, penggunaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban

  5. PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA • Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, maka: • Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang bertanggung jawab dari segi manfaat/hasil (outcome) atas pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan dalam Undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD. • Pimpinan unit organisasi kementrian negara/lembaga bertanggung jawab dari segi barang dan/atau jasa yang disediakan (output) atas pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan dalam undang-undang tentang APBN, demikian pula Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD. Terdapat sanksi yang berlaku bagi Menteri/Pimpinan Lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota, serta Pimpinan Unit Organisasi Kementrian Negara/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah yang terbukti melakukan penyimpangan kebijakan/kegiatan yang telah ditetapkan dalam UU tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD. Ketentuan sanksi tersebut dimaksudkan sebagai upaya preventif dan represif, serta berfungsi sebagai jaminan atas ditaatinya Undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD yang bersangkutan.

  6. KETENTUAN PIDANA, SANKSI ADMINISTRATIF, DAN GANTI RUGI Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Pasal 34 Pasal 35 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 12 A Pasal 12 B Pasal 12 C Pasal 13

  7. KERUGIAN NEGARA/DAERAH Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004, kerugian negara/daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai. Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah Diatur Dalam Pasal 59 Sampai Dengan Pasal 67 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004

  8. PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA OLEH BADAN PEMERIKSA KEUANGAN Pasal 23 Ayat (5) UUD 1945 Pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara Pasal 71 Ayat (2) Badan Pemeriksa Keuangan berwenang melakukan pemeriksaan terhadap BUMN sesuai dengan peraturan perundang-undangan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Pasal 27 Ayat (8) Laporan pertanggungjawaban keuangan BLU diaudit oleh pemeriksa ekstern sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Pasal 35 Ayat (2) Pemeriksaan ekstern terhadap BLU dilaksanakan oleh pemeriksa ekstern sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

  9. DEFINISI Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara Pengelolaan Keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban Tanggung Jawab Keuangan Negara adalah kewajiban Pemerintah untuk melaksanakan pengelolaan keuangan negara secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, dan transparan, dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan

  10. RUANG LINGKUP PEMERIKSAAN BPK diberi kewenangan untuk melakukan 3 (tiga) jenis pemeriksaan, yakni: Pemeriksaan keuangan, adalah pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemeriksaan keuangan ini dilakukan oleh BPK dalam rangka memberikan pernyataan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah. Pemeriksaan kinerja, adalah pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi, serta pemeriksaan atas aspek efektivitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen oleh aparat pengawasan intern pemerintah. Pasal 23 E Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan BPK untuk melaksanakan pemeriksaan kinerja pengelolaan keuangan negara. Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengidentifikasikan hal-hal yang perlu menjadi perhatian lembaga perwakilan. Adapun untuk pemerintah, pemeriksaan kinerja dimaksudkan agar kegiatan yang dibiayai dengan keuangan negara/daerah diselenggarakan secara ekonomis dan efisien, serta memenuhi sasarannya secara efektif. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu, adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu meliputi antara lain pemeriksaan atas hal-hal lain di bidang keuangan, pemeriksaan investigatif, dan pemeriksaan atas sistem pengendalian intern pemerintah.

  11. STANDAR PEMERIKSAAN Pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksudkan di atas didasarkan pada suatu standar pemeriksaan. Standar dimaksud disusun oleh BPK dengan mempertimbangkan standar di lingkungan profesi audit secara internasional. Sebelum standar dimaksud ditetapkan, BPK perlu mengkonsultasikannya dengan pihak pemerintah serta dengan organisasi profesi di bidang pemeriksaan. Saat ini standar pemeriksaan dimaksud sedang dalam proses penyusunan (Standar Pemeriksaan Keuangan Negara/SPKN), dan selama SPKN tersebut belum secara resmi diberlakukan maka dalam melakukan pemeriksaan digunakan Standar Audit Pemerintahan (SAP) tahun 1995 sebagai standar audit keuangan negara.

  12. PELAKSANAAN PEMERIKSAAN • Dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan, pemeriksa dapat: • meminta dokumen yang wajib disampaikan oleh pejabat atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. • mengakses semua data yang disimpan di berbagai media, aset, lokasi, dan segala jenis barang atau dokumen dalam penguasaan atau kendali dari entitas yang menjadi objek pemeriksaan atau entitas lain yang dipandang perlu dalam pelaksanaan tugas pemeriksaannya. • melakukan penyegelan tempat penyimpanan uang, barang, dan dokumen pengelolaan keuangan negara. Penyegelan hanya dilakukan apabila pemeriksaan atas persediaan uang, barang, dan/atau dokumen pengelolaan keuangan negara terpaksa ditunda karena sesuatu hal. Penyegelan dilakukan untuk mengamankan uang, barang, dan/atau dokumen pengelolaan keuangan negara dari kemungkinan usaha pemalsuan, perubahan, pemusnahan, atau penggantian pada saat pemeriksaan berlangsung. • meminta keterangan kepada seseorang. Dalam rangka meminta keterangan, BPK dapat melakukan pemanggilan kepada seseorang. Permintaan keterangan dilakukan oleh pemeriksa untuk memperoleh, melengkapi, dan/atau meyakini informasi yang dibutuhkan dalam kaitan dengan pemeriksa. Yang dimaksud dengan seseorang adalah perseorangan atau badan hukum. • memotret, merekam dan/atau mengambil sampel sebagai alat bantu pemeriksaan. Kegiatan pemotretan, perekaman, dan/atau pengambilan sampel (contoh) fisik obyek yang dilakukan oleh pemeriksa bertujuan untuk memperkuat dan/atau melengkapi informasi yang berkaitan dengan pemeriksaan. • melaksanakan pemeriksaan investigatif guna mengungkap adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana. Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK segera melaporkan hal tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  13. HASIL PEMERIKSAAN Selain disampaikan kepada lembaga perwakilan, laporan hasil pemeriksaan juga disampaikan oleh BPK kepada pemerintah. Dalam hal laporan hasil pemeriksaan keuangan, hasil pemeriksaan BPK digunakan oleh pemerintah untuk melakukan koreksi dan penyesuaian yang diperlukan, sehingga laporan keuangan yang telah diperiksa (audited financial statements) memuat koreksi dimaksud sebelum disampaikan kepada DPR/DPRD. Apabila pemeriksa menemukan unsur pidana, Undang-Undang 15 Tahun 2004 mewajibkan BPK melaporkannya kepada instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan Dalam rangka transparansi dan peningkatan partisipasi publik, Undang-Undang 15 Tahun 2004 menetapkan bahwa setiap laporan hasil pemeriksaan yang sudah disampaikan kepada lembaga perwakilan dinyatakan terbuka untuk umum (tidak termasuk laporan yang memuat rahasia negara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan)

  14. TINDAK LANJUT HASIL PEMERIKSAAN Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 mengamanatkan kepada setiap orang yang diserahi tugas untuk mengelola keuangan negara (pejabat) untuk menindaklanjuti rekomendasi BPK dan wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang tindak lanjut atas rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah laporan hasil pemeriksaan diterima. Sehubungan dengan itu, BPK perlu memantau dan menginformasikan hasil pemantauan atas tindak lanjut tersebut kepada DPR/DPD/DPRD. Kepada pejabat yang tidak melaksanakan kewajibannya untuk menindaklanjuti rekomendasi dalam LHP BPK dapat dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaiandan juga dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

  15. KEBEBASAN DAN KEMADIRIAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN Dalam rangka menciptakan kebebasan dan kemandirian sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Dasar 1945, BPK telah mengajukan Rancangan Undang-Undang sebagai amandemen Undang-undang Nomor 5 Tahun 1973 kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah, terutama menyangkut hal-hal berikut: Kemandirian dan kebebasan dalam hal memilih dan memberhentikan Ketua, Wakil Ketua, dan para Anggota BPK Kemandirian dan kebebasan dalam menyusun struktur organisasi sesuai dengan kebutuhan tidak lagi dibatasi oleh aturan yang dibuat oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN) Kemandirian dan kebebasan dalam mengatur dan mengelola sumber daya manusia yang dimiliki, dalam hal: 1. Kode Etik 2. Menambah, mengurangi, menggunakan, mendidik dan mengorganisasikan personel-personel yang dimiliki 3. Menentukan kualifikasi dan tingkat posisi serta rentang penggajian 4. Perlindungan hukum terhadap tenaga-tenaga pemeriksa yang dimiliki Kemandirian dalam pemeriksaan Kemandirian dalam anggaran

  16. BENTUK-BENTUK KORUPSI, FAKTOR PENYEBAB, AKIBAT, UPAYA PEMBERANTASAN DAN HAMBATANNYA Bentuk – Bentuk Korupsi • Penyalahgunaan wewenang • Pembayaran fiktif • Kolusi/persekongkolan • Biaya perjalanan dinas fiktif • Suap/uang pelicin • Pengutan tidak resmi • Penyalahgunaan fasilitas/inventaris kantor • Imbalan tidak resmi • Pemberian fasilitas secara tidak adil • Bekerja tidak sesuai ketentuan dan prosedur • Tidak disiplin waktu • Komisi atas transaksi jual beli yang tidak disetor ke Kas Negara • Menunda / memperlambat pembayaran • Pengumpulan dana taktis • Penyalahgunaan anggaran • Menerima hadiah, sumbangan/hibahberkaitan dengan tugas/jabatan • Mark up harga beli/menurunkan harga jual • Merubah dan memanfaatkan kelemahan sistem teknologi informasi • Menurunkan kualitas/spesifikasi teknis/mengurangi volume • Pertanggungjawaban tidak sesuai dengan realisasi.

  17. Faktor Penyebab Terjadinya Korupsi • Tanggungjawab profesi, moral dan sosial yang rendah • Sanksi yang lemah penerapan hukum yang tidak konsisten dari Institusi penegak hukum, institusi pemeriksa yang tidak bersih/independen. • Rendahnya disiplin/kepatuhan terhadap peraturan • Kehidupan yang konsumtif, boros dan serakah (untuk memperkaya diri) • Lemahnya pengawasan berjenjang (internal) dalam pelaksanaan tugas/pekerjaan • Kurangnya keteladanan dari atasan/pimpinan • Hilangnya rasa malu ber KKN • Wewenang yang besar tidak diikuti evaluasi laporan kinerja • Kesempatan yang terbuka • Lemahnya pengawasan Eksternal • Belum efektifnya pengawasan masyarakat lembaga legislative. • Peraturan tidak jelas • Budaya memberi upeti/tips • Pengaruh lingkungan sosial • Penghasilan yang rendah dibandingkan dengan kebutuhan hidup yang layak • Sikap permisif/serba membolehkan dalam masyarakat, dan sungkan untuk saling mengingatkan. • Rendahnya kepedulian terhadap kehidupan masyarakat • Lemah penghayatan dan pengamalan agama.

  18. Akibat yang Ditimbulkan • Merusak mental aparat/masyarakat (budaya instan) • Menurunkan/menghilangkan kepercayaan, citra dan martabat • Ekonomi biaya tinggi, investasi rendah, laporan kerja/usaha rendah • Hasil pembangunan tidak dinikmati sebagian besar masyarakat, sebaliknya lebih banyak untuk penguasa yang akhirnya akan menimbulkan kesenjangan sosial • Kualitas prestasi kerja/kinerja aparat rendah • Output tidak optimal/tidak dapat dimanfaatkan tepat waktu/tepat standar • Peraturan/prosedur tidak dapat ditegakan • Kekuasaan dan kewenangan berkuasa melalui uang

  19. Upaya Memberantas KKN • Meninjau/menyempurnakan pendapat peraturan, perundang-undangan disegala bidang • Penegakan hukum yang tegas dan konsisten dengan sanksi berat kepada pelaku korupsi • Meningkatkan komitmen, konsisten dengan sanksi berat kepada pelaku korupsi • Menata kembali organisasi, memperjelas/mempertegas visi, misi, tugas dan fungsi yang diemban oleh setiap instansi • Menyempurnakan sistem Ketatalaksanaan meliputi : perumusan kebijakan, perencanaan penganggaran, pelaksanaan, pelaporan dan evaluasipertanggungjawaban kinerja serta kualitas pelayanan masyarakat. • Memperbaiki manajemen Kepegawaian (penerimaan, penempatan, pengembangan, kesejahteraan, jaminan hari tua) • Mengembangkan budaya kerja/tertib/malu melakukan KKN • Melakukan evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) • Meningkatkan efektifitas pelaksanaan sistem Pengendalian Manajemen, Pengawasan fungsional/berjenjang dan memperdayakan pengawasan masyarakat. • Meningkatkan transparansi, Akuntabilitas dan Pelayanan Prima.

  20. Hambatan Utama Pemberantasan Korupsi Aspek Struktural • Lemahnya koordinasi • Ego Sektoral / Instansional • Lemahnya pelaksanaan SPI • Belum efektifnya pelaksanaan TLHP Kurangnya komitmen, konsistensi, kompetensi dan professional SDM Aspek Kultural Aspek Instrumental Masih adanya peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang belum mendukung upaya pemberantasan KKN Aspek Manajemen • Kualitas kepemimpinan yang kurang komitmen, konsisten dan tegas • Kurang dukungan teknologi informasi.

  21. Terima Kasih

More Related