1 / 39

PENGANTAR MEDIKO-LEGAL

PENGANTAR MEDIKO-LEGAL. PROFESI KEDOKTERAN. SUMPAH HIPOKRATES : LARANGAN-LARANGAN KEWAJIBAN-KEWAJIBAN (Hindari perbuatan amoral / non standar) UTAMAKAN KEBEBASAN PROFESI RAHASIA KEDOKTERAN ETIKA KEDOKTERAN. PRINSIP ETIKA KEDOKTERAN. BENEFICENCE : mengutamakan kepentingan pasien

olaf
Download Presentation

PENGANTAR MEDIKO-LEGAL

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. PENGANTAR MEDIKO-LEGAL

  2. PROFESI KEDOKTERAN • SUMPAH HIPOKRATES : • LARANGAN-LARANGAN • KEWAJIBAN-KEWAJIBAN (Hindari perbuatan amoral / non standar) • UTAMAKAN • KEBEBASAN PROFESI • RAHASIA KEDOKTERAN • ETIKA KEDOKTERAN

  3. PRINSIP ETIKA KEDOKTERAN • BENEFICENCE : mengutamakan kepentingan pasien • AUTONOMY : menghormati hak pasien dalam memutuskan • NON MALEFICENCE : tidak memperburuk keadaan pasien • JUSTICE : tidak mendiskriminasikan pasien, apapun dasarnya

  4. DOKTER DAN PASIEN(terutama diatur oleh Hk Perdata) • HUBUNGAN FIDUCIARY (BERDASAR NILAI-NILAI KEUTAMAAN : Etika dan Sumpah Dokter) • SELAIN HUBUNGAN FIDUCIARY, TERJADI PULA HUBUNGAN HUKUM DI ANTARA KEDUANYA : • IUS DELICTUM (AKIBAT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN) • IUS CONTRACTUM (AKIBAT HUBUNGAN KONTRAKTUAL - inspanningsverbintennis) TIMBUL HAK & KEWAJIBAN BAGI DOKTER DAN BAGI PASIEN (dibahas dalam Hk Kedokteran)

  5. DOKTER DAN KORBAN(terutama diatur oleh Hk. Pidana) • KORBAN TIDAK SELALU PASIEN, KADANG “HANYA” SEBAGAI KLIEN • HUBUNGAN : • HUBUNGAN DOKTER-PASIEN tetap ada • HUBUNGAN DOKTER DENGAN PENYIDIK (PEMINTA PEMERIKSAAN) • “SEBAGIAN” DARI KLIEN (PASIEN) = BARANG BUKTI, HARUS DIDOKUMENTASIKAN DAN DIJADIKAN VISUM ET REPERTUM

  6. Individu vs Publik Publik diwakili Penyidik, Penuntut Umum Pembuktian : P.U. Penengah : Hakim, sistem Juri UU : KUHP, KUHAP, dll Kebenaran materiel Kepastian : beyond reasonable doubt Sanksi : Mati, SH, Penjara, Sita, Denda Individu vs Individu Dapat diwakili pengacara Pembuktian : penggugat Penengah : hakim UU : KUHPer, KUHD, UU PT, dll Kebenaran formil Kepastian : preponde-rance of evidences Sanksi : Ganti rugi, rehabilitasi PIDANA vs PERDATA

  7. Prosedur mediko-legal • Prosedur mediko-legal adalah tata-cara atau prosedur penatalaksanaan dan berbagai aspek yang berkaitan pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum. • Secara garis besar prosedur mediko-legal mengacu kepada peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia, dan pada beberapa bidang juga mengacu kepada sumpah dokter dan etika kedokteran

  8. LINGKUP PROSEDUR MEDIKO-LEGAL • pengadaan visum et repertum, • tentang pemeriksaan kedokteran terhadap tersangka. • pemberian keterangan ahli pada masa sebelum persidangan dan pemberian keterangan ahli di dalam persidangan, • kaitan visum et repertum dengan rahasia kedokteran, • tentang penerbitan Surat Keterangan Kematian dan Surat Keterangan Medik , • tentang fitness / kompetensi pasien untuk menghadapi pemeriksaan penyidik,

  9. DASAR PENGADAAN VISUM ET REPERTUM (masa penyidikan) PASAL 133 KUHAP • Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya

  10. Ps 133 (2-3) KUHAP: • Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat • Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.

  11. PERMINTAAN VISUM ET REPERTUMmenurut Ps 133 KUHAP • WEWENANG PENYIDIK • TERTULIS (RESMI) • TERHADAP KORBAN, BUKAN TERSANGKA • ADA DUGAAN AKIBAT PERISTIWA PIDANA • BILA MAYAT : • IDENTITAS PADA LABEL • JENIS PEMERIKSAAN YANG DIMINTA • DITUJUKAN KEPADA : • AHLI KEDOKTERAN FORENSIK • DOKTER DI RUMAH SAKIT

  12. SANKSI HUKUM BILA MENOLAK PASAL 216 KUHP Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasar- kan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau mengga-galkan tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.

  13. PEMERIKSAAN MAYAT UNTUK PERADILAN PASAL 222 KUHP • Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah

  14. PERMINTAAN SEBAGAI SAKSI AHLI (masa persidangan) PASAL 179 (1) KUHAP : • Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan PASAL 224 KUHP : • Barangsiapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus dipenuhinya, diancam : dalam perkara pidana, dengan penjara paling lama sembilan bulan.

  15. PEMERIKSAAN TERSANGKA PASAL 66 KUHAP • Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian PASAL 37 KUHAP • (2) Pada waktu menangkap tersangka atau dalam hal tersangka sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibawa kepada penyidik, penyidik berwenang menggeledah pakaian dan atau menggeledah badan tersangka. PASAL 53 UU KESEHATAN (3) Tenaga kesehatan, untuk kepentingan pembuktian, dapat melakukan tindakan medis terhadap seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan

  16. PEMBUATAN VISUM ET REPERTUM BAGI TERSANGKA (misalnya : VR psikiatris) • PASAL 120 KUHAP (1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus. • PASAL 180 KUHAP (1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang Pengadilan, Hakim Ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan

  17. KETERANGAN AHLI • PASAL 1 BUTIR 28 KUHAP : • Keterangan Ahli adalah keterangan yang diberikan seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. (Pengertian K.A. secara umum atau generik) • Agar dapat diajukan ke sidang pengadilan sebagai upaya pembuktian, harus “dikemas” dalam bentuk ALAT BUKTI SAH

  18. ALAT BUKTI SAH • PASAL 183 KUHAP : Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. • PASAL 184 KUHAP : Alat bukti yang sah adalah : (a) Keterangan saksi, (b) Keterangan ahli, ( c ) Surat, (d) Petunjuk, (e) Keterangan terdakwa

  19. KETERANGAN AHLI DIBERIKAN SECARA LISAN • PASAL 186 • Keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. • PENJELASAN PASAL 186 • Keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu menerima jabatan atau pekerjaan (BAP saksi ahli). ALAT BUKTI SAH KETERANGAN AHLI

  20. KETERANGAN AHLIDIBERIKAN SECARA TERTULIS PASAL 187 KUHAP • Surat sebagaimana tesebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c , dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah : • (c) surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya; ALAT BUKTI SAH SURAT

  21. PEJABAT YG BERWENANG MEMINTA VISUM ET REPERTUM • PASAL 133 KUHAP : PENYIDIK • PASAL 6 (1) KUHAP : • PENYIDIK ADALAH : • PEJABAT POLISI NEGARA REPUBLIK INDONESIA • PEJABAT PNS TERTENTU YG DIBERI WEWENANG KHUSUS OLEH UNDANG-UNDANG • YG MEMBUTUHKAN VISUM ET REPERTUM ADALAH KASUS PIDANA UMUM, SEHINGGA PENYIDIKNYA ADALAH POLISI. • PENYIDIK PNS TIDAK BERWENANG MEMINTA VISUM ET REPERTUM

  22. PASAL 11 KUHAP : • PENYIDIK PEMBANTU MEMPUNYAI WEWENANG SEPERTI TERSEBUT DALAM PASAL 7 (1), KECUALI MENGENAI PENAHANAN YANG WAJIB DIBERIKAN DENGAN PELIMPAHAN WEWENANG DARI PENYIDIK. • MENDATANGKAN AHLI ATAU MEMINTA VISUM ET REPERTUM BOLEH DILAKUKAN PENYIDIK PEMBANTU. • JADI, YANG BERWENANG MEMINTA VISUM ET REPERTUM ADALAH : • PENYIDIK POLISI DAN • PENYIDIK PEMBANTU POLISI

  23. PP NO 27 TAHUN 1983 PASAL 2 PP No 27 TAHUN 1983 (2) Penyidik adalah : a.Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya berpangkat PembantuLetnanDua polisi (Ajun Inspektur Dua) PASAL 3 PP No 27 TAHUN 1983 (2) Penyidik pembantu adalah : a.Pejabat Polisi Negara RI tertentu yg sekurang-kurangnya berpangkat Sersan Dua polisi; b.Pejabat PNS tertentu yg sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda (golongan II/a) atau yang disamakan dengan itu.

  24. PASAL 2 (2) PP No 27 TAHUN 1983 (2) Dalam hal di suatu Sektor Kepolisian tidak ada pejabat penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, maka Komandan Kepolisian yang berpangkat bintara di bawah Pembantu Letnan Dua Polisi, karena jabatannya adalah penyidik. • ARTINYA : • TIDAK SEMUA POLISI BERPANGKAT PELDA KE ATAS ADALAH PENYIDIK • TIDAK SEMUA POLISI BERPANGKAT SERSAN ADALAH PENYIDIK PEMBANTU • SETIAP KAPOLSEK PASTI PENYIDIK

  25. JENDERAL KOMISARIS JENDERAL INSPEKTUR JENDERAL BRIGADIR JENDERAL KOMISARIS BESAR AJUN KOMISARIS BESAR KOMISARIS AJUN KOMISARIS INSPEKTUR SATU INSPEKTUR DUA AJUN INSPEKTUR SATU AJUN INSPEKTUR DUA BRIGADIR KEPALA BRIGADIR BRIGADIR SATU BRIGADIR DUA AJUN BRIGADIR AJUN BRIGADIR SATU AJUN BRIGADIR DUA SABHARA SABHARA SATU SABHARA DUA JENJANG KEPANGKATAN POLISI

  26. DALAM PRAKTEK : • SURAT PERMINTAAN VISUM ET REPERTUM : • SURAT TERTULIS • SURAT RESMI (KOP SURAT, NOMOR, TANGGAL, ALAMAT SURAT, ISI, TANDATANGAN, NAMA JELAS, PANGKAT, NRP, STEMPEL DINAS) • MENGATAS-NAMAKAN KAPOLSEK (PENYIDIK) SEBAGAI PEJABAT ATRIBUTIF. • PENANDATANGAN SURAT (PEJABAT MANDAT) BOLEH SIAPA SAJA YANG SECARA ORGANISATORIS BERWENANG MENGATASNAMAKAN PEJABAT ATRIBUTIF.

  27. KETENTUAN LAIN VER KORBAN HIDUP • SURAT PERMINTAAN VER DAPAT “TERLAMBAT” : • KORBAN LUKA DIBAWA KE DOKTER (RS) DULU SEBELUM KE POLISI • SPV MENYEBUTKAN PERISTIWA PIDANA YANG DIMAKSUD • VER = SURAT KETERANGAN, JADI DAPAT DIBUAT BERDASARKAN REKAM MEDIS (RM telah menjadi barang bukti sejak datang SPV) • PEMBUATAN VER TANPA IJIN PASIEN, SEDANGKAN SKM LAIN HARUS DENGAN IJIN.

  28. PASIEN / KLIEN BOLEH TIDAK DIANTAR PETUGAS KEPOLISIAN, ALASAN : • KORBAN LUKA DIBAWA KE DOKTER (RS) DULU SEBELUM KE POLISI • TAK ADA PERATURAN YANG MENGHARUSKAN ADANYA PETUGAS PENGANTAR KORBAN • MEMANG SEBAIKNYA DIANTAR PETUGAS AGAR DAPAT DIPASTIKAN IDENTITAS KORBAN DAN STATUSNYA SEBAGAI “BARANG BUKTI” • MEMANG SEBAIKNYA DILENGKAPI SPV AGAR JELAS STATUSNYA SEBAGAI “BARANG BUKTI”

  29. AUTOPSI TERDAPAT 3 JENIS AUTOPSI : • AUTOPSI ANATOMIS : • UNTUK PENDIDIKAN MAHASISWA KEDOKTERAN. • DASAR : UU KESEHATAN • AUTOPSI KLINIS : • UNTUK KEPENTINGAN DIAGNOSIS AKHIR • CARA KEMATIAN : NATURAL (SAKIT) • DASAR : KESEPAKATAN (HK. PERDATA) • AUTOPSI FORENSIK : • UNTUK KEPENTINGAN PERADILAN • CARA & SEBAB KEMATIAN : BELUM DIKETAHUI • DASAR : KUHAP (HK. PIDANA)

  30. AUTOPSI FORENSIK PASAL 134 KUHAP (1)Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidikwajib memberi-tahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban. (2)Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tsb. (3)Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.

  31. APAKAH AUTOPSI FORENSIK DAPAT DIHALANG-HALANGI ? PASAL 222 KUHP • Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah

  32. BAGAIMANA DENGAN PEMERIKSAAN FORENSIK BAGI KORBAN HIDUP? • DAPATKAH PEMERIKSAAN FORENSIK PADA KORBAN HIDUP DIHALANG-HALANGI? ATAU BOLEHKAH KORBAN MENOLAK PEMERIKSAAN? • TIDAK ADA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENGHARUSKAN ATAU MEMBERI SANKSI BAGI PELANGGARNYA • KORBAN ADALAH JUGA PASIEN YANG MASIH MEMILIKI HAK AUTONOMINYA (RIGHTS TO SELF DETERMINATION) • (STATUS BARANG BUKTI = BUKAN ORANGNYA)

  33. RAHASIA KEDOKTERAN • PASAL 1 PP No 10 TAHUN 1966 • Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui oleh orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya dalam lapangan kedokteran. • PASAL 2 PP No 10 TAHUN 1966 • Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang tersebut dalam pasal 3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi dari pada PP ini menentukan lain

  34. PASAL 3 PP No 10 TAHUN 1966 • Yang diwajibkan menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah : • Tenaga kesehatan menurut pasal 2 Undang-Undang tentang tenaga kesehatan. • Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan, pengobatan dan atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh menteri kesehatan SUMPAH DOKTER : • Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter

  35. PASAL 2 UU tentang TENAGA KESEHATAN • Yang dimaksud dengan tenaga kesehatan dalam undang-undang ini adalah : • I. Tenaga Kesehatan Sarjana, yaitu : • a. dokter • b. dokter gigi • c. apoteker • d. sarjana-sarjana lain dalam bidang kesehatan • II. Tenaga Kesehatan sarjana muda, menengah dan rendah • a. di bidang farmasi : asisten apoteker dsb. • b. di bidang kebidanan : bidan dan sebagainya • c. di bidang perawatan : perawat, fisioterapis dsb • d. di bidang kesehatan masyarakat : penilik kese-hatan, nutrisionis dan lain-lain. • e. bidang-bidang kesehatan lain.

  36. SANKSI BAGI PELANGGAR PASAL 322 KUHP (1)Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencahariannya, baik yang sekarang, maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak Rp 600.- (2)Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan ituhanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu.

  37. PASAL 112 KUHP • Barangsiapa dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita atau keterangan-keterangan yang diketahui bahwa harus dirahasiakan untuk kepentingan negara, atau dengan sengaja memberitahukan atau memberikannya kepada negara asing, kepada seorang raja atau suku bangsa, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun PASAL 4 PP No 10 TAHUN 1966 • Terhadap pelanggaran ketentuan mengenai wajib simpan rahasia kedokteran yang tidak atau tidak dapat dipidana menurut pasal 322 atau pasal 112 KUHP, menteri kesehatan dapat melakukan tindakan administratip berdasarkan pasal UU tentang tenaga kesehatan

  38. VISUM ET REPERTUM DAN RAHASIA KEDOKTERAN • KEWAJIBAN PEMBUATAN VISUM ET REPERTUM DIDASARKAN ATAS UNDANG-UNDANG (Lebih tinggi dari PP No 10 / 1966) • BILA SPV DATANG : • DASAR HUKUMNYA UNDANG-UNDANG SEHINGGA MENGGUGURKAN WAJIB SIMPAN RAHASIA KEDOKTERAN (dalam membuat VER) • Ps 50 KUHP : Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan UU, tidak dipidana.

  39. CIRI SIKAP PROFESIONAL KEBEBASAN PROFESI OBYEKTIF ILMIAH IMPARTIAL TERIMA KASIH DAN INGATLAH SELALU :

More Related