1 / 66

jejaring pengurangan risiko di kawasan rawan bencana gunung slamet

pengurangan risiko bencana merupakan salah satu tahapan dalam manajemen bencana. Kegiatan ini dilakukan dalam keadaan tidak terjadi potensi bencana. disiniliah letak pentingnya pengurangan risiko bencana untuk merubah pola pikir reaktif menjadi antisipatif dalam menghadapi bencana. untuk keperluan pengurangan risiko bencana yang efektif dibutuhkan adanya jejaring yang didalamnya berisi kompleksitas dinamika kerjasama dan konflik antar aktor/stakeholder. Sebagai lokasi penelitian adalah gunung slamet di jawa tengah yang cukupo aktif walaupun erupsinya cenderung skala kecil.

dosen_muda
Download Presentation

jejaring pengurangan risiko di kawasan rawan bencana gunung slamet

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. ANALISIS JEJARING PENGURANGAN RISIKO DI KAWASAN RAWAN BENCANA (KRB) GUNUNG API SLAMET PROPOSAL DISERTASI AGUS SETIO WIDODO NPM. PROGRAM STUDI DOKTOR ADMINISTRASI PUBLIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

  2. LATAR BELAKANG: PENDAHULUAN • Kajian tentang kebencanaan merupakan sebuah kajian yang selalu dinamis seiring dengan kemajuan peradaban masyarakat dengan kompleksitas permasalahan yang dihadapi.

  3. LATAR BELAKANG: APA ITU BENCANA? • Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat, baik oleh faktor alam, non alam maupun manusia sehingga menyebabkan timbul korban jiwa, kerusakan lingkungan, rugi harta benda dan dampak psikologis (dikutip dari UU No. 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana)

  4. LATAR BELAKANG: REALITAS INDONESIA • Indonesia merupakanwilayah yang dikelilingideretan gunung api aktif yang dikenal sebagai “CincinApiPasifik” (Ring of Fire) yang menyebabkanseringnyamengalamigempabumidanletusangunungapi

  5. LATAR BELAKANG: SEJARAH LETUSAN GUNUNG API TERDAHSYAT DI INDONESIA • Sejarah mencatat bahwa Indonesia pernah menjadi tempat terjadinya dua letusan gunungapi terbesar di dunia. Tahun 1815 Gunung Tambora yang berada di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, meletus dan mengeluarkan sekitar 1,7 juta ton abu dan material vulkanik. Sebagian dari material vulkanik ini membentuk lapisan di atmosfir yang memantulkan kembali sinar matahari ke atmosfir sehingga bumi tidak menerima cukup panas dan terjadi gelombang hawa dingin. Gelombang hawa dingin membuat tahun 1816 menjadi “tahun yang tidak memiliki musim panas” dan menyebabkan gagal panen di banyak tempat serta kelaparan yang meluas. • Dalam abad yang sama, Gunung Krakatau meletus pada tahun 1883. dengan kekuatan setara 200 megaton TNT, kira-kira 13.000 kali kekuatan ledakan bom atom yang menghancurkan Hiroshima dalam Perang Dunia II (dikutip dari buku Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2010-2014). Catatan sejarah ini jelas menempatkan ancaman bencana kegunung apian yang tidak bisa dianggap ringan.

  6. LATAR BELAKANG: JUMLAH GUNUNG API AKTIF DI DUNIA • Pada saat ini sedikitnya terdapat 1500 gunung api di seluruh dunia, 600 diantaranya tercatat aktif dan 127 (13%) di antaranya ada di Indonesia. • Di Indonesia sendiri saat ini terdapat 16 gunung api aktif dari 127 gunung api yang statusnya di atas normal (BNPB, 2017).

  7. SEBARAN GUNUNGAPI AKTIF DI INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BADAN GEOLOGI PUSAT VULKANOLOGI DAN MITIGASI BENCANA GEOLOGI

  8. LATAR BELAKANG: APA YANG TERJADI?Bencana alam diIndonesia sepanjangtahun 2014 s.d 2017

  9. ERUPSI GUNUNG API

  10. GUNUNGAPI AKTIF DI JAWA TENGAH Komplek Dieng G. Slamet G. Sundoro G. Sumbing G. Merapi

  11. LATAR BELAKANG: ADA APA DENGAN GUNUNG API SLAMET? • Gunung Slamet sebagai gunung berapi aktif stratovolcano tipe A memberikan ancaman tersendiri bagi masyarakat di sekitarnya. • Gunung ini terletak di perbatasan Kabupaten Pemalang, Purbalingga, Banyumas, Brebes dan Tegal Provinsi Jawa Tengah. Dengan ketinggian3.428 meter diataspermukaanlaut (dpl) Gunung Slamet merupakan gunung tertinggi di Jawa Tengah serta tertinggi kedua di Pulau Jawa setelah Gunung Semeru di Jawa Timur.

  12. LATAR BELAKANG: AKTIVITAS VULKANIK GUNUNG SLAMET (PGA SLAMET GAMBUHAN, 2014)

  13. LATAR BELAKANG: BELAJAR DARI SINABUNG • Apabila diperhatikan maka sejarah letusan (erupsi) Gunung Slamet tergolong kecil namun frekuensinya cukup kerap terjadi. Kondisi demikian tidak berarti bahwa semua baik-baik saja, sebab mengabaikan risiko bencana dapat sangat merugikan. • Belajar dari erupsi Gunung Sinabung yang telah “tidur” selama 600 tahun ternyata pada tahun 2013 mengalami erupsi yang dahsyat dan paling lama sepanjang sejarah yaitu dari tahun 2013 sampai 2017. Letusan Gunung Sinabung yang memiliki tipe stratovolcano (kerucut), tak hanya mengejutkan Indonesia, tapi juga masyarakat pemerhati gunung berapi dunia. Gunung ini terakhir menunjukkan aktivitas vulkanisnya pada tahun 1600

  14. LATAR BELAKANG:JENIS ANCAMAN GUNUNG API SLAMET • Setidaknyaterdapat 2 (dua) macampotensiancamanbencanakegunungapian yang dihadapiolehmasyarakatsekitarGunungSlamet: • Lontaran piroklastik yaitumaterial gas panas, abu vulkanik, dan batuan kerikildengan kecepatan 700 km/jam dan temperatur di atas 1000 derajat Celsius, mencapai radius 10 KM • Hujan abu yang menyelimuti radius puluhan kilometer dari puncak dan turunnya lahar dingin pada sungai-sungai yang berhulu di lereng Gunung Slamet.

  15. LATAR BELAKANG:KRB GUNUNG SLAMET • PusatVulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) sudah menerbitkan Peta KawasanRawanBencana (KRB) Gunung Slamet • KRB (Kawasan Rawan Bencana) berdasarkan Permen ESDM No. 11 tahun 2016 adalah kawasan yang pernah terlanda atau diidentifikasi berpotensi terancam bahaya erupsi gunung api baik secara langsung maupun tidak langsung • KRBGunungSlametdibagimenjadi2 zona, yaituDaerahBahaya (KawasanRawanBencanaII) dan DaerahWaspada (KawasanRawanBencana I)

  16. KRB I dan KRB II • KawasanRawanBencana II (DaerahBahaya) adalahdaerah yang letaknyaterdekatdengansumberbahaya, sehinggakemungkinanakanterlandaolehbahayalangsung, berupaluncuranawan panas, aliran lava dan lontaranpiroklastiksertalaharhujan. • KawasanRawanBencana I (DaerahWaspada) adalahkawasan yang letaknyalebihjauhdarisumberbahaya. Daerahinimungkinakanterlandahujanabu, pasir dan lapili (material yang jatuh dari udara selama letusan gunung berapi dengan diameter rata-rata 2–64 mm)

  17. PETA KRB GUNUNG SLAMET

  18. LATAR BELAKANG: PENDUDUK DI KRB (BPBD Prov. Jateng 2014)

  19. FOTO ERUPSI GUNUNG SLAMET TAHUN 2014 Sumber: TribunJateng.com

  20. FOTO TITIK KUMPUL EVAKUASI Sumber: Pantura News.com

  21. WARGA PADATI POS PEMANTAU GUNUNG SLAMET Sumber: Tempo.co

  22. FOTO SIMULASI BENCANA GUNUNG SLAMET Sumber: Pikiran Rakyat.com

  23. KUNJUNGAN GUBERNUR Sumber: purbalinggakab.go.id

  24. JURU KUNCI GUNUNG SLAMET Mbah Slamet Samsuri/ Purbalingga Mbah Warjono/ Pulosari PML Mbah Rutiah Sirampog Brebes WARSITO: PML KARSAD: Guci SUMEDI: Bambangan Khusaeri/Clekatakan PML

  25. LATAR BELAKANG: BENCANA BISA TERJADI LINTAS TERITORIAL • MelihatluasnyawilayahterdampakmakaancamanbencanaletusanGunungSlamettidakbisadianggapringan. • Apalagi apabila diperhatikan bencana alam tidak mengenal batas-batas teritorial pemerintahan. Bencana alam terjadi begitu saja, dengan dampak kerusakan dan kerugian maupun korban jiwa yang lintas wilayah administratif.

  26. LATAR BELAKANG: BAGAIMANA SIKAP MASYARAKAT? • Pengamatansederhanaterhadapberbagaikejadianbencanaalam yang adadi Indonesia hampirselalumenampakkangambaran yang samayaknisuatukondisisikapreaktifdanspontan yang seolahtakterencana yang diperlihatkanolehmasyarakatmaupunpemerintah.

  27. LATAR BELAKANG: KESENJANGAN DAS SOLLEN DENGAN DAS SEIN . 1. Persepsi masyarakat yang keliru yang menganggap bahwa Gunung Slamet “aman” sesuai dengan namanya ‘SLAMET” pembawa keselamatan. Padahal erupsi gunung berapi bisa terjadi sewaktu-waktu dengan eskalasi kebencanaan yang tidak diketahui. 2. Kondisi atau status normal Gunung slamet tidak dimanfaatkan untuk kegiatan pengurangan risiko bencana (mitigasi) yang terencana dan sistematis. Padahal apabila mitigasi itu dijalankan “mepet” saat terjadi bencana justru hasilnya tidak maksimal.

  28. LATAR BELAKANG: KESENJANGAN DAS SOLLEN DENGAN DAS SEIN 3. Paradigma pengurangan risiko bencana yang lebih banyak diinisiasi oleh pemerintah (sentralistik) telah membuat masyarakat pasif, bahkan cenderung mengikuti pentunjuk juru kunci Gunung Slamet yang semuanya (5 juru kunci) mengatakan Gunung Slamet ‘aman” dan tidak akan meletus. 4. Ada rintisan jejaring yang melibatkan berbagai unsur relawan, tim SAR, TAGANA (taruna siaga bencana), SIBAT (siaga bencana berbasis masyarakat) dan lain-lain namun tidak berhasil menciptakan persepsi yang sama tentang risiko bencana 5. Forum Slamet yaitu forum komunikasi yang dibentuk tahun 2010 melibatkan unsur pemerintah, masyarakat dan swasta lintas kabupaten Pemalang, Banyumas, Purbalingga, Tegal dan Brebes ternyata tidak secara otomatis mereduksi kesenjangan dalam upaya pengurangan risiko bencana. Ironisnya Forum Slamet justru sekarang telah “mati suri” karena kurangnya komunikasi masing-masing daerah.

  29. LATAR BELAKANG: KESENJANGAN DAS SOLLEN DENGAN DAS SEIN 6. Cara bekerja sendiri-sendiri dianggap tidak efektif untuk mengatasi bencana karena akan menumbulkan “sindrom di atas kertas” dimana kebijakan bagus dalam aturan namun tidak match dengan kebutuhan dan keadaan di lapangan. 7. Ketidaksamaan persepsi di kalangan internal BPBD tentang kesiapsiagaan daerah dalam menanggulangi bencana 8. Ketersediaan anggaran penanggulangan bencana rendah (hanya 0,02-0,03 persen dari APBD)

  30. LATAR BELAKANG: BAGAIMANA ADMINISTRASI PUBLIK MENJAWAB? • Seringnyasituasibencanamelandakondisimasyarakat, menjadikan bencanasebagaicommon and publicproblem yang menuntutkehadirantindakanintervensikolektifdariadministrasipublik. • Sebagaipolatindakintervensi yang kolektif, administrasipublikdituntutmampumemainkanperan yang menjaditanggungjawabnyadalammanajemenbencana. Pertama, administrasipublikturutbermain secara praktismaupunnormatif-regulatif (melaluiinstrumenkebijakan) dalamberbagaiaktivitaspemanfaatansumberdaya; kedua, administrasipublikbertanggungjawablangsungmaupuntidaklangsungterhadapsituasi yang menciptakankerugian pada masyarakat; ketiga, administrasipublikbertanggungjawablangsunguntukmemberikanperlindungan, penanganan, dan melakukanpencegahan atas berbagaikemungkinandampakbencanakepadamasyarakat.

  31. LATAR BELAKANG: MENGAPA PAKAI PENDEKATAN JEJARING? • Pendekatan jejaring dipakai untuk memahami persoalan penelitian dengan pemikiran bahwa kebijakan pengurangan risiko bencana (PRB) merupakan kebijakan yang multi stakeholder. Ada ketelibatan banyak aktor (pemerintah, masyarakat dan swasta) dalam kegiatan pengurangan risiko bencana (PRB) Gunung Api Slamet.

  32. LATAR BELAKANG: MENGAPA JEJARING? • Dalam KBBI makna jejaring (networking) adalah pola hubungan secara fungsional diantara komponen-komponen yang diarahkan untuk mencapai tujuan bersama. Dengan demikian sifatnya dinamis • Interkoneksitas (jejaring) ini hanya ada dalam benak peneliti, dalam realitas batas-batas jejaring ini seringkali tidak ada atau ambigu.

  33. LATAR BELAKANG: MENGAPA PENELITIAN INI MENARIK? • Penelitian ini menjadi menarik karena Negara tidak menjadi satu-satunya aktor yang bergerak dalam penganggulangan resiko bencana, namun melibatkan aktor lain diluar Negara. • Mekanisme relasi horizontal yang memberdayakan seluruh elemen masyarakat justru menjadi langkah yang cukup efektif untuk menutup kekosongan respon yang diberikan oleh Negara saat pra bencana. Dengan mekanisme ini juga, pemberdayaan sumber daya lokal menjadi hal baru yang membawa perubahan signifikan atas kebutuhan tanggap bencana.

  34. LATAR BELAKANG: MENGAPA PENELITIAN INI PENTING? • Sudah saatnya paradigma lama yang bersifat reaktif, pasif dan sentralistik bergeser ke arah paradigma baru yang mengedepankan upaya pencegahan (preventif), pengurangan risiko bencana (mitigasi) dan meningkatkan kapasitas masyarakat penanggulangan bencana alam • Penelitian ini penting untuk membangun sebuah model jejaring pengurangan risiko di kawasan rawan bencana sehingga peluang jatuhnya korban maupun kerugian lain akibat erupsi Gunung api Slamet dapat ditekan serendah mungkin. • Selain itu juga diharapkan tema penanggulangan bencana tidak lagi sekedar isu pinggiran namun menjadi arus utama (main steram) dalam pembuatan kebijakan di Indonesia.

  35. IDENTIFIKASI MASALAH • Rendahnya kapasitas masyarakat dalam pengurangan risiko bencana (PRB) erupsi Gunung api Slamet • Rendahnya komunikasi dan koordinasi antar aktor pemerintah, swasta dan masyarakat dalam PRB Gunung api Slamet • Rendahnya kompetensi SDM (sumberdaya manusia) di bidang lebencanaan • Kurangnya sisteminformasi, dan manajemenlogistik menyangkut kebencanaan Gunung Slamet • Lemahnya mobilisasisumberdayadankomitmen stakeholder dalam PRB Gunung api Slamet • Belum terpadunya manajemen bencana kedalam implementasi kebijakan dan program penanggulangan bencana. • Belum adanya model jejaring yang efektif dalam pengurangan risiko di kawasan rawan bencana Gunung api Slamet

  36. PERUMUSAN MASALAH • “Bagaimanakah jejaring dalampengurangan risiko di kawasan rawan bencanaGunungSlamet?”

  37. PERMASALAHAN PENELITIAN 1. Bagaimana proses terbentuknya jejaring dalam pengurangan risiko di kawasan rawan bencana (KRB) GunungSlamet? 2. Bagaimanakah mekanisme bekerjanya jejaring pengurangan risiko di kawasan rawan bencana (KRB)GunungSlamet? 3. Bagaimanakah derajat (intensitas) jejaring dalam pengurangan risiko di kawasan rawan bencana (KRB)GunungSlamet? 4. Faktor-faktor apa saja yang mendukung`(enabling factors) maupun menghambat (constraints factors) dalam pengurangan risiko di kawasan rawan bencana (KRB)GunungSlamet? 5. Bagaimana model jejaring dalam pengurangan risiko di kawasan rawan bencana (KRB) GunungSlamet?

  38. TUJUAN PENELITIAN 1. Mendeskripsikan dan menganalisis proses terbentuknya jejaring dalam pengurangan risiko di kawasan rawan bencana (KRB) GunungSlamet. 2. Mendeskripsikan dan menganalisis mekanisme jejaring dalam pengurangan risiko di kawasan rawan bencana (KRB)GunungSlamet. 3. Mendeskripsikan dan menganalisis derajat (intensitas) jejaring dalam pengurangan risiko di kawasan rawan bencana (KRB)GunungSlamet 4. Mendeskripsikan dan menganalisis faktor-faktor pendukung (enabling factors) dan faktor-faktor penghambat (constraints factors) dalam pengurangan risiko di kawasan rawan bencana (KRB)GunungSlamet 5. Merekonstruksi model jejaring dalam pengurangan risiko di kawasan rawan bencana(KRB) GunungSlamet.

  39. MANFAAT PENELITIAN 1. MANFAAT TEORITIS: memperkayakhazanahkeilmuanadministrasipublik, khususnyabidang manajemen bencana (disaster management). 2. MANFAAT PRAKTIS: memberikankontribusiberupa model pengurangan risiko di kawasan rawan bencana (KRB) Gunung Slamet dan memberikan umpan balik kebijakan pada pemerintah pusat maupun daerah setempat.

  40. TINJAUAN PUSTAKA: PENELITIAN TERDAHULU

  41. TINJAUAN PUSTAKA: PENELITIAN TERDAHULU

  42. TINJAUAN PUSTAKA: PENELITIAN TERDAHULU

  43. TINJAUAN PUSTAKA: PENELITIAN TERDAHULU

  44. TINJAUAN PUSTAKA: PENELITIAN TERDAHULU

  45. TINJAUAN PUSTAKA: RESEARCH GAP APA YANG HENDAK DIISI 1. Apabilapenelitian-penelitiansebelumnyamenelitimanajemenbencanasetelah terjadinyabencana (post lost), makapenelitianinijustrudilakukansebelumbencanaituterjadi (pre lost). Dengan pemikiran semacam ini maka diharapkan ada upaya untuk pengurangan risiko bencana. 2. Apabila penelitian-penelitian sebelumnya cenderung memakai paradigma lama yang mengutamakan pola-pola sentralistik dan reaktif maka penelitian ini mencoba membangun paradigma baru penanggulangan bencana yang preventif dengan mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal.

  46. TINJAUAN PUSTAKA: RESEARCH GAP YANG HENDAK DIISI? 3. Apabila penelitian-penelitian sebelumnya hanya berfokus pada aktor pemerintah maka penelitian ini mencoba mengulas kompleksitas jejaring (pemerintah, masyarakat dan swasta) di 5 kabupaten yang menjadi “pemilik” Gunung Api Slamet di Jawa Tengah yaitu Kabupaten Pemalang, Purbalingga, Banyumas, Tegal, dan Brebes. 4. Apabila penelitian-penelitian sebelumnya hanya meneliti aktor-aktor resmi maka penelitian ini mencoba menjangkau aktor-aktor tidak resmi yaitu “ juru kunci” Gunung Slamet yang orangnya berbeda-beda di setiap kabupaten bahkan di setiap jalur pendakian. Para aktor “juru kunci” ini dianggap penting sebagai tokoh masyarakat dan mobilisator pada saat evakuasi.

  47. TINJAUAN PUSTAKA: RESEARCH GAP APA YANG HENDAK DIISI? 5. Apabilaberbagaipenelitiansebelumnyabelum menghasilkan model maka penelitian ini berupaya untuk membangun model jejaring pengurangan risiko di kawasan rawan bencana (KRB) Gunung Slamet.

  48. TINJAUAN PUSTAKA: APA ITU MANAJEMEN BENCANA? • Manajemen bencana adalah pengelolaanberbagaiupayadantindakan yang dilakukanuntukpencegahanbencana, penjinakanataumitigasi, penyelamatan, rehabilitasidanrekonstruksi, baiksebelum, padasaat, maupunsetelahkejadianbencana. (Pribadi dan Merati, 1996)

  49. TINJAUAN PUSTAKA: APA ITU MANAJEMEN BENCANA DARI PERSPEKTIF ADMINISTRASI PUBLIK? • Apabiladimaknai dariperspektifadministrasipublik, makamanajemenbencanadapatdimaknaisebagaiupayapenanggulanganbencana yang terlembagaberdasarkankerangkakebijakan yang adadandiarahkanuntukmencegahdanmeminimalkankerugiansertameningkatkankapasitasmasyarakatuntukmenghadapiperistiwabencana.

  50. TINJAUAN PUSTAKA: 5 TAHAPAN MANAJEMEN BENCANA (Kusumasari, 2014) • Prediksi; dalamtahapini, kegiatanmitigasidankesiapsiagaandilakukan. • Peringatan. Tahapinimengacupadapenyediaaninformasi yang efektifdantepatmelaluilembaga-lembaga yangteridentifikasi. • Bantuandarurat; merujukpadapenyediaanbantuanatauintervensiselamaatausetelahbencanaterjadi. • Rehabilitasi; meliputikeputusandantindakan yang diambilsetelahbencanauntukmemulihkanataumengembalikankondisikehidupanmasyarakat yang terkenabencanasepertikondisisebelumbencanaterjadi. • Rekonstruksi; merujukpadapembangunankembalikondisikehidupanmasyarakat yang telahrusakakibatbencanadengantujuanpembangunanjangkapanjang yang berkelanjutan.

More Related