1 / 60

PENYAKIT PARASITER - TREMATODE & CESTODE -

PENYAKIT PARASITER - TREMATODE & CESTODE -. Handayu Untari. EXERCISE TODAY . Schistosomiasis Echinococcosis Dipyllidiasis Dipyllobothriasis Taeniasis ( Taenia solium dan Taenia saginata ). Meliputi . Epidemiologi / persebaran penyakit (zoonosis)

thea
Download Presentation

PENYAKIT PARASITER - TREMATODE & CESTODE -

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. PENYAKIT PARASITER- TREMATODE & CESTODE - Handayu Untari

  2. EXERCISE TODAY  • Schistosomiasis • Echinococcosis • Dipyllidiasis • Dipyllobothriasis • Taeniasis (Taenia solium dan Taenia saginata)

  3. Meliputi ..... • Epidemiologi / persebaran penyakit (zoonosis) • Cara transmisi penyakit (kaitannya dengan siklus hidup) • Patogenesis (termasuk Imunitas jika ada) • Gejala Klinis • Teknik Diagnosa • Pengendalian dan Terapi

  4. TREMATODA • Morfologi umum cacing penyebab : • Pipih bilateral, seperti daun • Hermaphrodit • Tidak bersegmen • Saluran pencernaan tdk sempurna • Oral & Ventral sucker • Telur beroperculum Operculum

  5. Common Trematodes Life Cycle

  6. Fasciola hepatica • Predileksi : saluran empedu pada Liver/ Hepar • Host : ruminansia, gajah, kuda, babi, anjing,kucing, • Morfologi :

  7. Fasciola hepatica • Kerugian : • Produktivitas menurun • Harga jual turun • Kematian • Cara Penularan : • Tertelannya metaserkaria • Melalui inang antara  Lymnea sp.

  8. Fasciola hepatica • Patogenesa : • Migrasi cacing muda  hemoragi, fibrosis, anemia • Cacing dewasa pada bile duct  proliferasi epitel bile duct, cholangitis, nekrosis, fibrosis kalsifikasi  teraba berpasir • Keluarnya cairan jaringan  edema, ascites

  9. Fasciola hepatica • Gejala klinis : • Akut (ingesti metacercaria dlm jumlah banyak pd 1 waktu) • Penurunan BB • rasa sakit pada abdomen • Anemia • Ascites • Kematian mendadak • Subakut • Nafsu mkan turun • BB turun • Anemia haemorrhagic • Kerusakan hepar • Kematian dlm 4-8 minggu • Kronis • Penurunan BB • Produksi susu turun • Anemia • Edema submandibula • Ascites

  10. Fasciola hepatica • Diagnosa : • Pemeriksaan feses  telur cacing (beroperculum) • Post mortem  cacing dewasa pada hepar, kerusakan hepar • Antigen Diagnostic Fasciola  intradermal (pangkal ekor 15-30 menit) • ELISA (cathepsin-L feses)

  11. Pencegahan Fasciolosis • Pemeriksaan tinja setiap 2-3 bulan • Program deworming secara teratur • Kontrol siput  intermediate host  pelihara bebek atau mollusida pada selokan tergenang • Penggembalaan pada lahan yang kering, hindari lahan yang becek • Tebar natrium pentachlorpenate pada ladang penggembalaan

  12. Pengobatan Fasciola sp. • Carbon tetrachloride 1-2 ml/ 50kgBB SC/IM • Clorsulon 7 mg/kgBB PO • Dovenix 7 ml SC • Triclabendazole 5 mg/kgBB IM • Hexachlorophene 15 mg/KgBB PO (cacing dewasa)

  13. Paramphistomiasis • Causa : Cotylophoron cotylophorum, Paramphistomum cervii, Gastrothylax crumenifer, Gigantocotyle explanatum • Predileksi : rumen, retikulum • Host : ruminansia

  14. Paramphistomiasis Patogenesa : • Tdk patogen kecuali dalam jumlah banyak • Nekrosis dan hemoragi PA : radang kataralis dan haemoragik, kerusakan kelenjar intestinal, degenerasi Lgl.

  15. Paramphistomiasis

  16. Paramphistomiasis • Diagnosa : GK dan PA • Pencegahan : molluscida & drainase daerah rawa • Pengobatan : • Hexachloretane – bentonite 180 gram • Bithionol 25-35 mg/kgBB • Hexa chlorophene 10 mg/kgBB • Yomesan 75 mg/kgBB

  17. Schistosomiasis (Bilharziasis) • Causa : S. japonicum,S.mansoni, S. curassoni, S. bovis, S. mattheei, S. leiperi, S. indicum, S. incognitum, S. spindale, S. rhodhaini, S. Margrebowiei , S. haematobium, S. mekongi,S. intercalatum • Morfologi : • Cacing betina lebih panjang dari jantan • Dioescious  jenis kelamin terpisah (selalu dlm keadaan kopulasi) • Jantan memiliki celah perut (canal gyneacophore/ventral groove)

  18. Schistosomiasis (Bilharziasis) • Lanjutan morfologi : • Betina  silindrik • Telur berbentuk ovoid yang dilengkapi spina • Cacing betina  oral sucker dan ventral sucker • Vulva cacing betina  posterior

  19. Schistosomiasis (Bilharziasis) • Endemik di 76 negara termasuk Indonesia • Sudah ditemukan sejak tahun 1900 SM  S. haematobium kronik haematuria, kelainan pada kandung kemih (Masir,Mesopotamia) ; telur diidentifikasi pda tahun 1250-1000 SM • Telur dengan spina lateral dari S. mansoni  1902 oleh Manson • S. japonicum : 1847  Kabure itch / Katayama syndrome di Jepang; 1904  cacing dari vena porta pada kucing (Schistosoma japonicum)

  20. Schistosomiasis (Bilharziasis) • S. intercalatum  memiliki bentuk telur yang mirip dengan S. haematobium , tahun 1934 diberikan nama S. intercalatum • S. Mekongi  tahun 1978, di Laos dan Kamboja dg hospes antara Tricula aperta

  21. Schistosomiasis (Bilharziasis) • Endemik Indonesia adalah S. Japonicum ( Sulawesi ) • S. Mansoni endemik di 55 negara  Arab, Africa, hingga Madagascar dengan prevalensi tertinggi di Sudan dan Mesir • S. Haematobium endemik di 53 negara di Timur Tengah, Afrika,Mauritius, Zanzibar, Madagascar • S. Intercalatum endemik di 10 negara di Afrika bagian tengah dan Barat • S. Mekongi endemik di Kamboja dan Laos

  22. Schistosomiasis (Bilharziasis)

  23. Schistosomiasis (Bilharziasis) • Habitat : vena porta dan vena messeterica • Host : manusia, anjing, kucing, sapi, kambing, babi, dan tikus

  24. Schistosomiasis (Bilharziasis) • Patogenesa : • Pruritus  bekas masuknya serkaria • Ptechiae pada organ yang terkena • Oedema subcutan • Hati membengkak dan nyeri • Abdominal pain, demam, malaise, • diare

  25. Schistosomiasis (Bilharziasis) • Pengobatan : • Stibophene 7,5 mg/kgBB • Praziquantel 8-15 mg/kgBB SC • Niridazole 55 mg/kgBB PO 5 hari • Pencegahan : • Pemeriksaan rutin terutama pada daerah endemik • Pembuangan feses ke tempat tertentu, tanpa kontak dengan air • Molluscida • Pengeringan habitat siput

  26. Paragonomiasis • Causa : • Paragonimus westermanii (manusia, felidae, canidae) • Paragonimus kellicoti (felidae, canidae, tikus besar, babi, cerpelai) • Paragonimus iloktsuenensis (tikus) • Paragonimus ohirai (tikus dan anjing)

  27. Paragonomiasis • Habitat : paru-paru (jaringan peribronkhioli)  kista • Morfologi : • Sperti biji kopi (dorsal cembung, ventral datar) • Duri halus di seluruh permukaan tubuh • Telur beroperkulum berwarna coklat keabu-abuan • Telur dikeluarkan belum berembrio

  28. Paragonomiasis

  29. Paragonomiasis • Patogenesa : • Migrasi cacing muda  kista jaringan  emboli, mikroinfark, dan nekrosis parenkhim paru2 • Pengeluaran telur  iritasi pada parenkhim  granuloma pseudotuberculosa • Hiperplasia sel-sel epitel bronkhioli batuk

  30. Paragonomiasis • Gejala Klinis : • Batuk kering  sputum bergaris darah, coklat karat • Rasa sakit pada paru2 dan demam ringan • Rasa sakit pada bagian terbentuknya kista • Epilepsi, paresis, gangguan visual  otak • Diagnosa : • Telur pada sputum atau feces • CFT, reaksi intradermal

  31. Paragonomiasis • Pengobatan : • Bithionol • Obat2 untuk distomatosis • Pencegahan : • Hindari penggembalaan pada tempat dg genangan air • Memakan udang/kepiting yg dimasak sempurna • Pada daerah endemis mnum air yg sudah dimasak

  32. CESTODA • Morfologi umum : • Bersegmen • Pipih bilateral • Hermaphrodite • Larva intermediate  kista • Membutuhkan intermediate host (sbgian besar) • Skoleks & proglotid • Telur  oncosphere / hexacanth embrio (pada segmen gravid)

  33. SIKLUS HIDUP (UMUM)

  34. Monieziasis • Causa : • Moniezia expansa • Moniezia benedini • Predileksi : usus halus • Inang definitif : ruminansia

  35. Monieziasis

  36. Monieziasis • Patogenesa : • Cacing muda/dewasa  iritasi pada usus  gangguan pencernaan • Gejala klinis : • Tidak jelas • Kelemahan/kurus • Anemia, diare profus, pertumbuhan lambat, bersifat fatal pada anak sapi (infeksi berat)

  37. Monieziasis • Diagnosis : • Pemeriksaan feces rutin (telur/segmen gravid) • Pengobatan : • Cupper sulfat 10-100 ml • Dichlorophene 300-600 mg/kgBB • Yomesan 75 mg/kgBB • Lead arsenat 0,5-1 gram dlm kapsul gelatin

  38. Dipyllidiasis (Taeniasis pada anjing) • Causa : Dipyllidium caninum • Predileksi : usus halus • Hospes : • anjing • Kucing • Serigala • manusia

  39. Dipyllidiasis

  40. Dipyllidiasis • Patogenesa : • Gangguan pencernaan • Enteritis kronis & kolik • Gejala klinis : • Gejala nyata hanya dlm jumlah banyak • Bulu kusam, nafsu makan turun,kurus,lemah • Berjalan dgn menyeret anus di tanah/menggigit perut

  41. Dipyllidiasis Gatall.... • Diagnosa : • Pemeriksaan feces teratur • Proglotid di sekitar anus • Gejala klinis anjing yng khas • Pengobatan : • Bithionol • Dichlorophene • Arecoline acetorsal

  42. Dipyllidiasis • Pencegahan : • Pembasmian pinjal / kutu pd anjing

  43. Dipyllobothriasis • Causa : Diphyllobothrium latum • Hospes : manusia, anjing,babi,beruang,hewan pemakan ikan • Predileksi : usus halus hospes

  44. Dipyllobothriasis

  45. Dipyllobothriasis • Gejala klinis dan patogenesa: • Cacing dewasa  menyerap nutrisi  hospes kekurangan vitamin B12  Anemia perniciosa • Diare • Diagnosa : pemeriksaan feces • Pengobatan : • Yomesan • Quinacrine hydrochloride • Dichlorophene

  46. Dipyllobothriasis • Pencegahan : • Memasak ikan dengan sempurna sebelum dikonsumsi

  47. Cistisercosis cellulose • Causa : Cysticercercus cellulose (kista dari Taenia solium) • Hospes : babi, sapi, anjing, kucing, kambing, kera, manusia • Predileksi : otot bergaris (otot lidah, masseter, otot paha, otot perut), diafragma, mesenterium, paru-paru, jantung, ginjal, hati, mata

  48. Cistisercosis cellulose

  49. Cistisercosis cellulose

More Related