1 / 35

ANOTOMI TINDAK PIDANA KORUPSI

ANOTOMI TINDAK PIDANA KORUPSI. 1. PENGERTIAN KORUPSI.

stamos
Download Presentation

ANOTOMI TINDAK PIDANA KORUPSI

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. ANOTOMI TINDAK PIDANA KORUPSI

  2. 1. PENGERTIAN KORUPSI ISTILAH Korupsi berasal dari bahasa latin yaitu “corruptie” atau corruptus selanjutnya kata corruptio berasal dari kata corrumpore ( suatu kata latin yang tua ). Dari bahasa latin inilah yang kemudian diikuti dalam bahasa eropa seperti inggris, corruption, corrupt, ; perancis, corruption. Dalam ensiklopedia indonesia disebutkan bahwa korupsi ( dalam latin corruptio = penyuapan dan corrumpore = merusak ). Yaitu gejala bahwa para pejabat badan-badan negara menyalahgunakan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta ketidak beresan lainnya.

  3. PENGERTIAN KORUPSI SECARA HARFIAH • Kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan ketidak jujuran. • Perbuatan yang buruk seperi penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya. • Perbuatan yang kenyataannya menimbulkan keadaan yang bersifat buruk : • Perilaku yang jahat dan tercela, atau kebejatan moral. • Sesuatu yang dikorup, seperti kata yang diubah dan diganti secara tidak tepat dalam satu kalimat ; • Pengaruh-pengaruh yang korup.

  4. Istilah KORUPSI sering kali diikuti dengan istilah kolusi dan nepotisme yang selalu dikenal dengan singkatan KKN. KKN saat ini sudah menjadi masalah dunia, yang harus diberantas dan harus dijadikan agenda pemerintahan untuk ditanggulangi secara serius dan mendesak, sebagai bagian dari program untuk memulihkan kepercayaan rakyat dan dunia internasional dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara yang bersangkutan. Transparency International memberikan defenisi tentang korupsi sebagai perbuatan menyalahgunakan kekuasaan dan kepercayaan publik untuk keuntungan pribadi.

  5. TIGA UNSUR DARI PENGERTIAN KORUPSI Menyalahgunakan kekuasaan b. Kekuasaan yang dipercayakan, memiliki akses bisnis atau keuntungan materi. c. Keuntungan pribadi ( tidak selalu berarti hanya untuk pribadi orang yang menyalahgunakan kekuasaan, tetapi juga anggota keluarganya dan teman-temannya.

  6. PENGERTIAN KORUPSI MENURUT LUBIS DAN SCOOT Korupsi adalah tingkah laku yang menguntungkan diri sendiri dengan merugikan orang lain, oleh para pejabat pemerintah yang langsung melanggar batas-batas hukum atas tingkah laku tersebut, sedangkan menurut norma-norma pemerintah dapat dianggap korupsi apabila hukum dilanggar atau tidak dalam bisnis tindakan tersebut adalah tercela. Jadi, pandangan tentang korupsi masih ambivalen hanya disebut dapat dihukum apa tidak dan sebagai perbuatan tercela.

  7. Rumusan Korupsi Dari Sisi Pandang Teori Pasar Jakob Van Klaveren mengatakan bahwa seorang pengabdi negara ( pegawai negeri ) yang berjiwa korup menganggap kantor / instansinya sebagai perusahaan dagang, sehingga dalam pekerjaannya diusahakan pendapatannya akan diusahakan semaksimal mungkin.

  8. b. Rumuan yang menekankan titik berat jabatan pemerintahan. M.Mc. Mullan mengatakan bahwa seorang pejabat pemerintahan dikatakan korup apabila menerima uang yang dirasakan sebagai dorongan untuk melakukan sesuatu yang bisa dilakukan dalam tugas dan jabatannya padahal seharusnya tidak boleh melakukan hal demikian selama menjalankan tugas.

  9. c. Rumusan korupsi dengan titik berat pada kepentingan umum. Carl J. Friensich mengatakan bahwa pola korupsi dikatakan ada apabila seorang memegang kekuasaan yang berwenang untuk melakukan hal-hal tertentu seperti seorang pejabat yang bertanggung jawab melalui uang atau semacam hadiah lainnya yang tidak dibolehkan oleh undang-undang; membujuk untuk mengambil langkah yang menolong siapa saja yang menyediakan hadiah dan dengan demikian benar-benar membahayakan kepentingan umum.

  10. d. Rumusan korupsi dari sisi pandangan sosiologi Makna korupsi secara sosiologis dapat dilihat dari makna korupsi sebagaimana yang dikemukakan oleh Syeh husain Alatas yang mengatakan bahwa : “seperti halnya dengan semua gejala sosial yang rumit, korupsi tidak dapat dirumuskan dalam satu kalimat saja. Yang mungkin ialah membuat gambaran yang merusak akal mengenai gejala tersebut agar kita dapat memisahkannya dari gejala lain yang bukan Korupsi. Korupsi adalah penyalahgunaan kepercayaan untuk kepentingan pribadi.

  11. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan : Korupsi merupakan suatu perbuatan melawan hukum baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merugikan perekonomian atau keuangan negara yang dari segi materiil perbuatan itu dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan nilai – nilai keadilan masyarakat.

  12. Korupsi menurut standar yang digunakan untuk memberikan pengertian tindak pidana korupsi secara konstitusional diatur dalam UU No.8 Th 1999 pasal 1 ayat 3, 4 dan 5 Dengan Penjabaran : A Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tindak pidana korupsi. B Kolusi adalah pemufakatan atau kerjasama secara melawan hukum atau penyelenggara negara atau antara penyelenggara negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat dan atau negara. C Nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluatganya dan atau kroninya diatas kepentingan masyarakat, bangas dan negara.

  13. Secara yuridis pengertian korupsi menurut Pasal 1 UU No.24 Prp. Th. 1960 tentang pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi adalah bahwa : A Tindaka seorang yang dengan sengaja atau karena melakukan kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan atau perekonomian negara atau daerah atau merugikan keuangan suatu badan yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah atau badan hukum lain yang mempergunakan modal dan kelonggaran-kelonggaran dari negara atau mesyarakat. B Perbuatan seseorang, yang dengan atau karena melakukan suatu kejahatan atau dilakukan dengan menyalahgunakan jabatan atau kedudukan.

  14. Dalam pasal 1 UU no 3 tahun 1971 tentang pemberantasan korupsi dijelaskan tentang pengertian Korupasi Yaitu bahwa : Dihukum karena pidana korupsi ialah : ( 1 ) A Barang siapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan dan atau perekonomian negara atau diketahui atau patut disangka oelhnya bahwa perbuatan tersebut merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara.

  15. B ( 1 ) Barang siapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabaan atau kedudukan, yang secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. C Barang siapa yang melakukan kejahatan yang tercantum dalam pasal-pasal 209, 210, 387, 388, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 423, 435, KUHP.

  16. D ( 1 ) Barang siapa memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri seperti dimaksud dalam pasal 2 dengan mengingat sesuatu kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatannya atau kedudukannya atau oelh sipemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan itu. E Barang siapa tanpa alasan yang wajar dalam waktu yang sesingkat-singkatnya setelah menerima pemberian atau janji yang diberikan kepadanya seperti yang tersebut dalam pasal-pasal 818, 419, dan 420 KUHP tidak melaporkan pemberian atau janji tersebut kepada yang berwajib.

  17. JENIS DAN TIPOLOGI KORUPSI 7 TIPOLOGI ATAU BENTUK/ JENIS KORUPSI MENURUT Prof. Dr. Syed Husein Alatas a. Korupsi transaktif, jenis korupsi yang menunjuk adanya kesepakatan timbal balik antara pihak pemberi dan pihak penerima demi keuntungan kepada kedua belah pihak dan dengan aktif diusahakan tercapainya keuntungan yang biasanya melibatkan dunia usaha atau bisnis dengan pemerintah. b. Korupsi perkerabatan ( nepotistic corruption ) yang menyangkut penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang untuk membagi keuntungan bagi teman atau sanak saudara dan kroni-kroninya.

  18. c. Korupsi yang memeras, adalah korupsi yang dipaksakan kepada suatu pihak yang biasanya disertai ancaman, teror, penekanan terhadap kepentingan orang-orang dan hal-hal yang dimilikinya. d. Korupsi Investif, adalah memberikan suatu jasa atau barang tertentu kepada pihak lain demi keunungan dimasa depan. e. Korupsi Defensif, adalah pihak yang akan dirugikan terpaksa ikut terlibat didalamnya atau bentuk ini membuat terjebak bahkan menjadi korban perbuatan korupsi. f. Korupsi Otogenik, adalah korupsi yang dilakukan seorang diri tidak ada orang lain atau pihak lain yang terlibat. g. Korupsi Suportif, adalah korupsi dukungan dan tak ada orang atau pihak lain yang terlibat.

  19. Jenis korupsi “epidemic” Jenis korupsi konversional yang lebih populer dengan korupsi publik dan dengan cepat mewabah atau yang pelakunya biasanya masyarakat atau berbagai tingkat bawah dengan pungutan “tidaresmi” atau pungutan liar, suap menyuap untuk urusan administrasi, surat ijin atau lisensi, layanan dari pemerintah masih ada tambahan biaya petugas pajak yang curang, tagihan rekening listrik, telepon yang merugikan masyarakat, jadi benar benar merupakan bentuk korupsi yang hampir sehari-hari terjadi pada masyarakat.

  20. b. Jenis korupsi “endemic” Merupakan bentuk korupsi antara kalangan bisnis, pelaku bisnis dengan tindakan kolusi pada birokrat antinya karekter suap antara kontraktor dengan aparat birokrat, sehingga jatah proyek pada yang tak berhak, komisi untuk pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah daerah, melakukan ruislag tukar guling dengan keputusan dipengaruhi unsur korupsi, menyelahgunakan APBN dan berbagai bentuk penyelewengankeuangan negara dalam pengelolaan keuangan dengan alasan kepentingan tugas padahal relatif dan meragukan tapi menguntungkan diri sendiri.

  21. c. Jenis korupsi “transnasional” Yaitu bentuk korupsi dilakukan oleh pelaku bisnis atau pera elite birokrat dengan cara yang fropesional dengan memanfaatkan hi-tech dan bentuk kejahatan dimensi baru bahkan melibatkan inpestor asing, kontraktor asing dan oleh badan-badan usaha besar yang berbentuk Multi National Corporation yang melakukan korupsi, serta yang lebih populer disebut sebagai konglomerat hitam karena korupsi jenis ini langsung berpengaruh kepada besar kecilnya APBN. Praktik jenis korupsi transnasional misalnya dalam bentuk mark-up proyek pertambangan emas, tembaga, minyak, eksplorasi uap, batu bara dan lain-lain, manipulasi pengelolaan hutan disertai illegal loging, komisi dalam jumlah besar pada proyek-proyek pemerintah, manipulasi perpajakan dan manipulasi proyek-proyek pembangunan lainnya serta kerugian yang ditimbulkan mencapai miliaran dolar atau triliun rupiah.

  22. Jenis dan Tipologi Korupsi menurut Bentuk-Bentuk Tipikor Menurut Undang-undang No.31 Tahun 1999 dan diubah dengan UU No.20. Tahun 2001 a. Tindak pidana korupsi dengan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi (pasal 2). b. Tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, saran jabatan, atau kedudukan (pasal 3 ) c. Tindak pidana korupsi suap dengan memberikan atau menjanjikan sesuatu ( pasal 5 ) d. Tindak pidana korupsi suap pada hakim dan advokat ( pasal 6 )

  23. e. Korupsi dalam hal membuat bangunan dan menjual bahan bangunan dan korupsi dalam hal menyerahkan alat keperluan TNI dan KNRI ( pasal 7 ) f. Korupsi pegawai negeri menggelapkan uang dan surat berharga ( pasal 8 ) g. Tindak pidana korupsi pegawai negeri memalsu buku-buku dan daftar-daftar ( pasal 9 ) h. Tindak pidana korupsi pegawai negeri merusakan barang, akta, surat atau daftar ( pasal 10 ) i. Korupsi pegawai negeri menerima hadiah atau janji yang berhubungan dengan kewenangan jabatan ( pasal 11 )

  24. j. Korupsi pegawai negeri atau penyelenggraraan negara atau hakim dan adbokat menerima hadiah atau janji; pegawai negeri memaksa membayar, memmotong pembayaran, memminta pekerjaan, menggunakan tanah negara, dan turut serta dalam pemborongan ( pasal 12 ) k. Tindak pidana korupsi suap pegawai negeri menerima garatifikasi ( pasal 12b ) l. Korupsi suap pada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan jabatan ( pasal 13 ) m. Tindak pidana yang berhubungan dengan Hukum Acara pemberantasan korupsi. n. Tindak pidana pelanggaran terhadap pasal 220, 231, 421, 429, dan 430 KUHP ( pasal 23 )

  25. Pelayanan Publik yang potensial Korupsi di Indonesia a. Petit Corruption Atau dengan pola extortion sebagai korupsi kelas teri, dengan bentuk kasus delik pelayanan publik pada seluruh lembaga instansi, aparatur pemerintahan agar lebih mengenal atas kinerja sektor pelayanan publik yang fropesional perbuatan korupsi yang dewasa ini masih meresahkan masyarakat antara lain :birokrasi perizinan, sektor perpajakan, bea cukai, penerimaan pegawai baru, pengurusan KTP SIM, surat kelakuan baik, sertifikat tanah dan bentuk pelayanan kepada masyarakat lainnya yang meminta imbalan.

  26. Lanjutan Bentuk korupsi seperti diatas tersebut disebut “Extortion atau Petit Corruption” dan oleh praktisi hukum sering disebut “Public Corruption” sebagai korupsi kelas teri meskipun kalau dijumlah secara keseluruhan cukup besar, korupsi bentuk extortion atau meminta imbalan ini, paling mengganggu masyarakat sehingga terjadi pameo “publik servants” Indonesia tidak lagi melayani masyarakat tetapi “to be served by the public” meminta dilayani oleh masyarakat.

  27. b. Ethics in Goverment Corruption Ethics in Goverment Corruption atau dengan pola Internal theft yang tergolong kelas kakap. Korupsi pada ethics in Goverment yaitu kerawanan unit-unit kerja pemerintahan dalam pengelolaan keuangan negara, APBN, APBD seperti korupsi pada unit kerja bertugas dibidang pengelolaan negara penerimaan pajak, bea dan cukai, pendapatan negara bukan pajak atau non pajak lainnya dengan cara pejabat unit kerja tersebut “memainkan” wewenangnya terhadap isi wajib pajak, PNBP, serta bea dan cukai.

  28. c. Gurita Corruption Adalah model korupsi yang paling berbahaya menghancurkan ekonomi negara secara laten dan permanen. Lebih populer dengan sebutan “ distroyer economic state “ dan dikalangan masyarakat ada yang mengartikan dengan “ Gurita Corruption “ atau gendruwo / raksasa korupsi karena secara sistematis menggurita dan menjadi lingkaran setan yang membuat kerugian negara sejumlah ratusan bahkan ribuan rupiah dalam waktu satu tahun. Bentuk korupsi girita atau the big corruption ini sangat terkait dengan pelayanan publik dalam bisnis global yang dilakukan oleh national corporation atau international corporation dimotori para konglomerat hitam.

  29. 3. Sebab dan Akibat Korupsi Guna memahami sebab-sebab korupsi sebagai suatu kejahatan dapat dikaji melalui proses analisis teori kriminologi terutama digunakan untuk memberikan petunjuk bagaimana masyarakat berperan serta menanggulangi korupsi dan lebih-lebih mencegahnya. Bagian dari teori atau ilmu pengetahuan kriminologi untuk mengungkap sebab-sebab kejahatan korupsi, disebut pendekatan sosiologi kriminil yaitu pengetahuan tentang kejahatan sebagai gejala masyarakat atau sampai dimana letak sebab-sebab kejahatan dalam masyarakat.

  30. Etiologi Sosial Faktor-Faktor Penyebab Korupsi a. Masih melekatnya budaya feodal, dengan perilaku upetiisme, premodialisme dan nepotisme yang mementikan keluarga atau kroninya yang mendorong perbuatan korupsi. b. Kesengajaan dalam sistem penggajian dan kesejahteraan dalam bentuk politic risk dan economi risc sebagai dukungan anggaran, sarana fasilitas materiil dalam bertugas dan itdak memadai kesejahteraan keluarga pegawai, karyawan yang tak layak sesuai standar minimal kebutuhan hiduo sehingga menjadi potensial dengan elemen perbuatan Korupsi.

  31. c. Lemahnya manajemen kepemimpinan institusi pemerintah termasuk para pelaku bisnis seperti BUMN, Koperasi, Swasta / pengusaha yang tidak memberikan keteladanan, kesederhanaan atau pola hidup sederhana sehingga kurangnya fungsi kontrol melalui pengawasan melekat sehingga menjadi sangat toleran dengan perbuatan Korupsi. d. Terjadinya erosi moral pada setiap lapisan sosial masyarakat, rendahnya kadar keimanan moralitas ajaran-ajaran agama dan etika yang hasilnya terjebak dengan mental pengabdian yang buruk dari perilaku sebagai pegawai, karyawan serta pelaku bisnis lainnya dengan cara korupsi karena ego epentingan pribadi jauh lebih tinggi daripada kepentingan umum, bangsa dan negara.

  32. e. Gaya hidup sangat konsumtif, sebagai pengaruh negatif yang sangat kuat dari pola kehidupan eforia neo liberalism, sehingga menjadi terlalu interes dan individualistis bahwa nepotisme dan kepentingan keluarga diatas segalanya. Adanya kemiskinan dan pengangguran, yang tersruktur dalam kehidupan masyarakat, dissertai diskriminasi perlakuan hukum bagi pelaku korupsi dan kejahatan biasa dengan cara penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan yang menjadi peluang suburnya perilaku korupsi . f.

  33. Produk politik hukum yang menghasilkan instrumen peraturan perundang-undangan yang potensial korupsi, misalnya pembentukan peraturan perundang-undangan melalui proses demokrasi dengan legislasi nasional yang sarat rekayasa atau interpretasi politik dan perbuatan gratifikasi sehingga menetapkan undang-undang tergolong korupsi dan saling bertentangan seperti pada UU keuangan negara jika hasil korupsi dikembalikan bisa bebas sedangkan dalam UU pemberanrasan korupsi, mengembalikan hasil korupsi tidak menghentikan suatu proses peradilan pidana. g. Penerapan hukum terhadap pelaku korupsi disamping lamban juga tidak menimbulkan efek jera dan dianggap kasus biasa. Hasil tegaknya hukum bagi korupsi menjadi tidak konsisten sesuai instrumen hukum korupsi sebagai extra ordinary crim yang harusnya diutamakan sebagai kasus yang luar biasa dengan sanksi yang paling berat dan keras, misalnya dengan metode carot dan stick yaitu penerapan sanksi hukum mati atau seumur hidup. h.

  34. Kurangnya pemahaman masyarakat yang membedakan antara perbuatan korupsi dengan perbuatan kriminalitas lainnya atau perbuatan maling ( kejahatan pencurian ) pada umumnya, juga masyarakat dan pelaku bisnis banyak yang belum memahami perbedaan perilaku hasil bisnis dan perilaku hasil dari korupsi, sehingga dalam praktik bisnis banyak terjebak korupsi. i. “Peningkatan kasus korupsi oelh institusi penegak hukum yang berwenang ( polisi, jaksa, KPK dan hakim ), hasil ponis pengadilan kasus korupsi relatif masih kecil dan banyak penyelesaian perkara korupsi tidak tuntas sampai tingkat pengadilan, serta sering putusan peradilan kontroversial hanya dengan vonis bebas yang bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat”. j.

  35. SEKIAN & TERIMA KASIH

More Related