1 / 38

POINTERS KEN BAB I S.D. BAB V RANCANGAN KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL (KEN)

POINTERS KEN BAB I S.D. BAB V RANCANGAN KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL (KEN). JAKARTA , 2 4 AGUSTUS 2010. DEWAN ENERGI NASIONAL. B AB I PENDAHULUAN - (1). DEWAN ENERGI NASIONAL. B AB I PENDAHULUAN - (2). DEWAN ENERGI NASIONAL. B AB I PENDAHULUAN - (3). DEWAN ENERGI NASIONAL.

moses
Download Presentation

POINTERS KEN BAB I S.D. BAB V RANCANGAN KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL (KEN)

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. POINTERS KEN BAB I S.D. BAB V RANCANGAN KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL (KEN) JAKARTA, 24AGUSTUS 2010

  2. DEWAN ENERGI NASIONAL BAB I PENDAHULUAN - (1)

  3. DEWAN ENERGI NASIONAL BAB I PENDAHULUAN - (2)

  4. DEWAN ENERGI NASIONAL BAB I PENDAHULUAN - (3)

  5. DEWAN ENERGI NASIONAL BAB I PENDAHULUAN - (4)

  6. DEWAN ENERGI NASIONAL BAB I PENDAHULUAN(5)

  7. DEWAN ENERGI NASIONAL BAB II KONDISI SAAT INI(1)

  8. DEWAN ENERGI NASIONAL BAB II KONDISI SAAT INI(2)

  9. DEWAN ENERGI NASIONAL BAB II KONDISI SAAT INI(3)

  10. DEWAN ENERGI NASIONAL BAB III PROYEKSI KEBUTUHAN ENERGI 2010 – 2050 - (1)

  11. DEWAN ENERGI NASIONAL BAB III PROYEKSI KEBUTUHAN ENERGI 2010 – 2050(2)

  12. DEWAN ENERGI NASIONAL BAB IV BAURAN PENYEDIAAN ENERGI 2010 – 2050(1)

  13. DEWAN ENERGI NASIONAL BAB IV BAURAN PENYEDIAAN ENERGI 2010 – 2050(2)

  14. DEWAN ENERGI NASIONAL BAB V KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL 2010 - 2050

  15. DEWAN ENERGI NASIONAL BAB V KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL 2010 - 2050

  16. ARAH KEBIJAKAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN (1) MEWUJUDKAN PASAR ENERGI BARU DAN TERBARUKAN YANG DIATUR OLEH PEMERINTAH; MENGATUR DAN MEMBERLAKUKAN HARGA KHUSUS UNTUK ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DAN MEWAJIBKAN KEPADA PERUSAHAAN PENYEDIA LISTRIK UNTUK MEMBELI LISTRIK DARI ENERGI BARU DAN TERBARUKAN SESUAI DENGAN KUOTA YANG DITENTUKAN SERTA MENSUBSIDI SELISIH HARGA ENERGI BARU DAN TERBARUKAN TERHADAP ENERGI KONVENSIONAL; MENGEMBANGKAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN YANG DIFOKUSKAN PADA PANAS BUMI (GEOTHERMAL), BIOMASSA, TENAGA SURYA (SOLAR) DAN BAHAN BAKAR NABATI; MENGALOKASIKAN DANA DENGAN SKEMA KHUSUS (SMART FUNDING) UNTUK PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN GUNA MENURUNKAN BIAYA PRODUKSI, KHUSUSNYA UNTUK SKALA KECIL; MENERAPKAN PENGATURAN DAN PENGALOKASIAN DANA DARI PROGRAM CLEAN DEVELOPMENT MECHANISM (CDM) AGAR INSENTIF KARBON KREDIT DAPAT LEBIH MEMBERI MANFAAT PADA PUBLIK; MENINGKATAN PENGEMBANGAN INDUSTRI PERALATAN PRODUKSI ENERGI TERBARUKAN DALAM NEGERI (PERALATAN PENYULINGAN BBN, SOLAR CELL DAN PANEL HARUSMENGGUNAKAN PRODUKSI DALAM NEGERI).

  17. ARAH KEBIJAKAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN(2) MENERAPKAN KEWAJIBAN PEMANFAATAN ENERGI TERBARUKANUNTUK PEMANFAAT TERTENTU NON PRODUSEN ENERGI, KEWAJIBAN PENGGUNAAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI SISI PRODUSEN, KEWAJIBAN BAGI PRODUSEN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN MEMASOK KEBUTUHAN DALAM NEGERI; MEMBERIKAN INSENTIF PAJAK BAGI PENGEMBANGAN DAN PENGUSAHAAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN MELALUI PEMBEBASAN PAJAK, PENGURANGAN PAJAK, PENANGGUHAN PAJAK, KREDIT PAJAK DAN PAJAK DITANGGUNG PEMERINTAH SAMPAI NILAI KEEKONOMIANNYA KOMPETITIF DENGAN ENERGI KONVENSIONAL; MEMBERIKAN DISINSENTIF BAGI ENERGI TAK TERBARUKAN MELALUI PENGURANGAN SUBSIDI SECARA BERTAHAP DAN MENGENAKAN PAJAK SESUAI KETENTUAN DALAM PENGEMBANGAN DAN PENGUSAHAAN; MENETAPKAN PAJAK DAN ROYALTI BAGI KEGIATAN KERJASAMA EKSPLOITASI ENERGI DENGAN MEMPERHITUNGKAN KECUKUPAN BIAYA UNTUK PELESTARIAN LINGKUNGAN; MENETAPKAN PENGEMBANGAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN SEBAGAI PRIORITAS PENGEMBANGAN ENERGI NASIONAL, DENGAN MENGALOKASIKANANGGARAN PEMERINTAH PUSAT MAUPUN DAERAH UNTUK KEGIATAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DAN ENERGI EFISIENSI SERTA PENGUATAN INFRASTRUKTURNYA; MELAKUKAN PEMETAAN POTENSI ENERGI TERBARUKAN.

  18. DEWAN ENERGI NASIONAL ARAH KEBIJAKAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN : BBN MENINGKATKAN PEMANFAATAN BAHAN BAKAR NABATI (BBN) UNTUK MENGGANTIKAN SEBAGIAN BBM; MENDUKUNG PENGEMBANGAN BBN OLEH PRODUSEN DALAM NEGERI, MELALUI PENYEDIAAN BAHAN BAKU MAUPUN LAHAN SERTA MEMBERIKAN TAMBAHAN SUBSIDI BAGI BBN YANG DICAMPURKAN DENGAN BBM BERSUBSIDI SERTA MEMBERIKAN KEMUDAHAN AKSES PASAR PADA PRODUSEN; MENERAPAN KEWAJIBAN PENGGUNAAN BBN UNTUK PENGGUNA TERTENTU SECARA KONSISTEN.

  19. DEWAN ENERGI NASIONAL ARAH KEBIJAKAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN : PANAS BUMI MENINGKATKAN EKPLORASI PANAS BUMI DAN MEMPERKIRAKAN BIAYA YANG LAYAK SESUAI DENGAN LOKASINYA; MEMASTIKAN STATUS TATAGUNA LAHAN DI HUTAN-HUTAN YANG MEMILIKI POTENSI PANAS BUMI; MENGKAJI IMPLEMENTASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI SEKTOR PANAS BUMI UNTUK MENDEKATKAN SEKTOR HULU DAN HILIR; MENYEMPURNAKAN PENGELOLAAN ENERGI PANAS BUMI MELALUI PEMBAGIAN RESIKO YANG MENGUNTUNGKAN ANTARA PLN DAN PENGEMBANG, HARGA JUAL DAN MEKANISMENYA SERTA PEMBINAAN UNTUK SKALA KECIL; MENINGKATKAN KEMAMPUAN DALAM NEGERI UNTUK MENDUKUNG KEGIATAN EKSPLORASI DAN INDUSTRI PENDUKUNG KELISTRIKAN.

  20. DEWAN ENERGI NASIONAL ARAH KEBIJAKAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN : ENERGI SURYA MENERAPKAN KEWAJIBAN PENGGUNAAN SEL SURYA PADA PEMAKAI TERTENTU (INDUSTRI BESAR, GEDUNG KOMERSIAL DAN RUMAH MEWAH, DAN PLN); MEMPERSIAPKAN PENERAPAN FEED IN TARIFF; MENERAPKAN AUDIT TEKNOLOGI TERHADAP KOMPONEN/PERALATAN INSTALASI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA (PLTS); MENGEMBANGKAN INDUSTRI KOMPONEN/PERALATAN INSTALASI PLTS; MEWUJUDKAN KEEKONOMIAN PLTS TERHUBUNG JALA-JALA (GRID CONNECTED)DALAM WAKTU 10 TAHUN; MENINGKATKAN PENGUASAAN TEKNOLOGI PLTS DALAM NEGERI MELALUI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SERTA PEMBELIAN LISENSI.

  21. DEWAN ENERGI NASIONAL ARAH KEBIJAKAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN : ENERGI LAUT MENINGKATKAN EKPLORASI SUMBERDAYA ENERGI BERBASIS ARUS, GELOMBANG DAN PERBEDAAN SUHU AIR LAUT; MENINGKATKAN KEMAMPUAN NASIONAL UNTUK PENINGKATAN PEMANFAATAN ENERGI ARUS, GELOMBANG DAN PERBEDAAN SUHU AIR LAUT, BAIK SKALA INDUSTRI MAUPUN DOMESTIK DI SELURUH KAWASAN LAUT INDONESIA YANG POTENSIAL; MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DI BIDANG ENERGI LAUT MENUJU PEMANFAATANNYA SECARA EKONOMIS.

  22. ARAH KEBIJAKAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN: NUKLIR MENINGKATKAN KEGIATAN EKSPLORASI SUMBERDAYA NUKLIR NASIONAL; MENGEMBANGKAN NUKLIR UNTUK KEAMANAN PASOKAN ENERGI DAN LINGKUNGAN DAN MITIGASI PERUBAHAN IKLIM; MENINGKATKAN SOSIALISASI PLTN DENGAN DATA DAN INFORMASI YANG OBYEKTIF; MENYIAPKAN SUMBER DAYA MANUSIA DAN TEKNOLOGI PLTN YANG TEPAT; MEMBENTUK ORGANISASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN PLTN; MEMBENTUK PASAR BAHAN BAKAR NUKLIR SESUAI DENGAN ATURAN INTERNASIONAL YANG MENGUTAMAKAN PRINSIP MULTILATERAL APPROACH (MNA), YANG BISA DITERIMA OLEH BEBERAPA NEGARA ANGGOTA INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY (IAEA) MEMBERIKAN KERINGANAN FISKAL UNTUK PENGEMBANGAN PLTN.

  23. DEWAN ENERGI NASIONAL ARAH KEBIJAKAN ENERGI MINYAK DAN GAS BUMI (1) MEWUJUDKAN PASAR MINYAK YANG KOMPETITIF DAN PASAR GAS YANG DIATUR SECARA BERTAHAP MENUJU PASAR KOMPETITIF; MENERAPKAN MEKANISME SUBSIDI YANG TEPAT SASARAN UNTUK GOLONGAN MASYARAKAT TERTENTU DENGAN MELIBATKAN PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENYEDIAAN DANA SUBSIDI; MEMPERHITUNGKAN NILAI KEEKONOMIAN LAPANGAN DAN BIAYA PELESTARIAN LINGKUNGAN (EKSTERNALITAS) DALAM PENGATURAN HARGA ENERGI; MENERAPKAN SISTEM FISKAL YANG LEBIH RASIONAL DENGAN MENGURANGI RESIKO INVESTOR SESUAI DENGAN RASIO KEUNTUNGAN YANG DIPEROLEH; MENINGKATKAN PEMANFAATAN BAHAN BAKAR GAS, KHUSUSNYA UNTUK SEKTOR TRANSPORTASI, ANTARA LAIN MELALUI MELALUI PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR GAS DAN PEMBERIAN KERINGANAN FISKAL; MENERAPKAN KEBIJAKAN RASIONALISASI EKSPOR DAN IMPOR MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN MENGUTAMAKAN TERPENUHINYA KEBUTUHAN DALAM NEGERI; MENINGKATAN KEMAMPUAN NASIONAL DI SEKTOR MIGAS MELALUI KEBERPIHAKAN PEMERINTAH PADA PERUSAHAAN NASIONAL BAIK SWASTA MAUPUN BUMN UNTUK PENGELOLAAN MINYAK DAN GAS BUMI, SERTA MENINGKATKAN DAYA SAING GLOBAL SEHINGGA MEMUNGKINKAN MENDAPATKAN SUMBER DAYA ENERGI DARI LUAR WILAYAH INDONESIA;

  24. DEWAN ENERGI NASIONAL ARAH KEBIJAKAN ENERGI MINYAK DAN GAS BUMI (2) MENINGKATKAN PERAN PERBANKAN NASIONAL DALAM PEMBIAYAAN KEGIATAN PRODUKSI ENERGI NASIONAL; MENGALOKASIKAN SEBAGIAN PENDAPATAN FISKAL DARI EKSPLOITASI MINYAK DAN GAS BUMI (PREMI PENGURASAN ATAU DEPLETION PREMIUM) UNTUK EKSPLORASI DAN PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI BARU DAN TERBARUKAN, PENINGKATAN KEMAMPUAN SUMBER DAYA MANUSIA, LITBANG SERTA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PENDUKUNG; MENDORONG PERBAIKAN SISTEM KELEMBAGAAN DAN LAYANAN BIROKRASI PEMERINTAH (PUSAT DAN DAERAH) DAN MENINGKATKAN KOORDINASI ANTAR LEMBAGA DI SEKTOR MIGAS; MEMBENTUK BUMN/BUMD UNTUK PENYEDIAAN ENERGI GAS UNTUK TRANSPORTASI DAN RUMAH TANGGA.

  25. DEWAN ENERGI NASIONAL ARAH KEBIJAKAN ENERGI BATUBARA MEWUJUDKAN PASAR BATUBARA YANG DIATUR MELALUI PENGATURAN HARGA BATUBARA DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH ATAU BADAN PENGATUR YANG INDEPENDEN SAMPAI TERBENTUKNYA PASAR YANG EFISIEN; MENERAPKAN KEBIJAKAN RASIONALISASI EKSPOR BATUBARA DENGAN LEBIH MENGUTAMAKAN PRODUKSI BATUBARA UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN DALAM NEGERI, MELALUI PENGENAAN PAJAK EKSPOR, PENGATURAN JUMLAH PRODUKSI, PEMBATASAN IZIN EKSPOR HANYA UNTUK KONTRAK-KONTRAK LAMA,; MENGEMBANGKAN INFRASTRUKTUR, TRANSPORTASI, STOCKPILING DAN BLENDINGYANG MENDUKUNG PEMBENTUKAN MEKANISME PASAR YANG EFISIEN; MENERAPKAN PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN PADA PERTAMBANGAN BATUBARA ANTARA LAIN DENGAN MEMASUKKAN BIAYA LINGKUNGAN, GOOD MINING PRACTICES, PEMBATASAN OPEN SURFACE MINING, MENGUTAMAKAN TAMBANG DALAM, PRIORITAS TATA RUANG, KONSERVASI LINGKUNGAN DAN PEMANFAATAN TEKNOLOGI BERSIH SECARA KONSISTEN SESUAI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU; MELAKUKAN REGIONALISASI BATUBARA TERMASUK MINE MOUTH POWER PLANT; MENINGKATKAN EKSPLORASI SUMBER DAYA AGAR LAJU PENAMBAHAN SUMBER DAYA DAN CADANGAN DAPAT MENGIMBANGI LAJU PRODUKSI; MENGATUR SECARA KHUSUS PEMANFAATAN BATUBARA KALORI/KUALITAS RENDAH UNTUK PENGEMBANGAN PLTU MULUT TAMBANGGUNA MENURUNKAN BIAYA PRODUKSI LISTRIK MELALUI KEBIJAKAN FISKAL KHUSUS DAN PEMBERIAN INSENTIF OLEH PEMERINTAH.

  26. DEWAN ENERGI NASIONAL ARAH KEBIJAKAN ENERGI LISTRIK MEWUJUDKAN PASAR TENAGA LISTRIK YANG DIATUR OLEH PEMERINTAH; MENERAPKAN SUBSIDI ENERGI LISTRIK KEPADA MASYARAKAT YANG TIDAK MAMPU DAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI MASSAL MELALUI MEKANISME YANG LEBIH TEPAT SASARAN DAN TIDAK TERHADAP HARGA LISTRIK; MENETAPKAN TARIF LISTRIK SECARA PROGRESIF (KECUALI INDUSTRI) UNTUK MENDORONG PENGGUNAAN ENERGI LISTRIK YANG LEBIH HEMAT UNTUK KONSUMSI YANG LEBIH BESAR; MENETAPKAN HARGA ENERGI YANG LEBIH RENDAH UNTUK PENGGUNAAN ENERGI YANG LEBIH PRODUKTIF DAN EFISIEN; MENGATUR HARGA LISTRIK YANG TERJANGKAU MELALUI PENGATURAN HARGA ENERGI PRIMER TERTENTU (BATUBARA, GAS, AIR DAN PANAS BUMI) DAN PENGURANGAN BIAYA DALAM RANTAI PRODUKSI LISTRIK; MENETAPKAN HARGA ENERGI PRIMER UNTUK KEBUTUHAN LISTRIK (DOMESTIK) LEBIH MURAH DARI HARGA INTERNASIONAL SAMPAI DAYA BELI MASYARAKAT TINGGI; MENYEDIAKAN ALOKASI ANGGARAN KHUSUS OLEH PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH UNTUK MEMPERCEPAT PEMERATAAN AKSES LISTRIK DAN ENERGI.

  27. TERIMAKASIH

  28. DEWAN ENERGI NASIONAL PROYEKSI KEBUTUHAN ENERGI 2010-2050

  29. PROYEKSI KEBUTUHAN ENERGI (MTOE) Catatan: Hasil model masil dalam proses pembahasan

  30. PROYEKSI KOMPOSISI KEBUTUHAN ENERGI FINALPER SEKTOR Catatan: Hasil model masil dalam proses pembahasan

  31. PROYEKSI KEBUTUHAN ENERGI PRIMER PER KAPITA (TOE/KAPITA) Catatan: Hasil model masil dalam proses pembahasan

  32. DEWAN ENERGI NASIONAL BAURAN PENYEDIAAN ENERGI 2010-2050

  33. DEWAN ENERGI NASIONAL PROYEKSI PENYEDIAAN ENERGI PRIMER (MTOE) Catatan: Hasil model masil dalam proses pembahasan

  34. DEWAN ENERGI NASIONAL PROYEKSI PENYEDIAAN ENERGI PRIMER (MTOE) Catatan: Hasil model masil dalam proses pembahasan

  35. DEWAN ENERGI NASIONAL PROYEKSI BAURAN ENERGI PRIMER (%) Catatan: Hasil model masil dalam proses pembahasan

  36. DEWAN ENERGI NASIONAL PROYEKSI BAURAN ENERGI PRIMER (%) Catatan: Hasil model masil dalam proses pembahasan

  37. DEWAN ENERGI NASIONAL PROYEKSI KAPASITAS PEMBANGKIT (GW) Catatan: Hasil model masil dalam proses pembahasan

  38. DEWAN ENERGI NASIONAL PROYEKSI KAPASITAS PEMBANGKIT (%) Catatan: Hasil model masil dalam proses pembahasan

More Related