1 / 44

MENGAPA AKSARA Aksara menjadi batas pra-sejarah dan sejarah

AKSARA SUNDA Tedi Permadi, S.S., M.Hum. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Indonesia. MENGAPA AKSARA Aksara menjadi batas pra-sejarah dan sejarah Aksara telah berperan mempercepat kemajuan peradaban manusia

Download Presentation

MENGAPA AKSARA Aksara menjadi batas pra-sejarah dan sejarah

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. AKSARA SUNDATedi Permadi, S.S., M.Hum.Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra IndonesiaFakultas Pendidikan Bahasa dan SeniUniversitas Pendidikan Indonesia

  2. MENGAPA AKSARA Aksara menjadi batas pra-sejarah dan sejarah Aksara telah berperan mempercepat kemajuan peradaban manusia Aksara menjadi simbol kemajuan peradaban

  3. AKSARA ak.sa.ran Ling1 sistem tanda grafis yang digunakan manusia untuk berkomunikasi dan sedikit banyaknya mewakili ujaran; 2 jenis sistem tanda grafis tertentu, misalnya aksara Pallawa, aksara Inka; 3 huruf; -- Arab aksara yang mula-mula digunakan untuk menuliskan bahasa Arab, diturunkan dari Aramea, ditulis dari kanan ke kiri; -- Aramea aksara yang dipakai dalam bahasa Aramea (di daerah sekitar Siria sekarang dan Mesopotamia) sejak sekitar abad ke-10 SM; -- Brahmi aksara yang digunakan untuk menuliskan bahasa India Kuno, diturunkan dari aksara Aramea dan bersifat setengah alfabetis, mula-mula dituliskan dari kanan ke kiri kemudian dari kiri ke kanan; -- Dewanagari aksara India yang dipakai untuk menuliskan bahasa Sansekerta yang tumbuh pada abad ke-7 –- 9 M, masih digunakan hingga saat ini dan menurunkan aksara yang dipakai di Nepal dan Bangladesh; -- fonemis sistem tulisan yang menggunakan satu lambang satu fonem (bunyi yang membedakan arti) secara konsisten;

  4. --fonetis tulisan yang menggunakan satu lambang untuk tiap variasi fonem atau bunyi; --Grantha aksara Pallawa; -- hieroglyph aksara yang dipakai oleh para pendeta Mesir Kuno dan bersifat ideografis; --Jawa aksara yang digunakan untuk menuliskan bahasa Jawa, berjumlah dua puluh huruf, bermula dengan ha dan berakhir dengan nga; -- Jawi aksara Arab yang yang dipakai untuk menuliskan bahasa Melayu; -- Kawi aksara yang dipakai pada prasasti di Indonesia sejak pertengahan abad ke-8 M yang diturunkan dari aksara Pallawa; -- Latin aksara yang bersifat alfabetis, dipakai mula-mula untuk bahasa Latin sekitar abad ke-7 SM, kemudian untuk bahasa di Eropa Barat dan bahasa lain di dunia; -- morfemis sistem tulisan yang menggunakan satu lambang untuk menggambarkan satu morfem, misalnya aksara Cina; -- Pallawa aksara yang dipakai untuk menuliskan bahasa di India Selatan dan diturunkan dari aksara Brahmi (disebut juga aksara Grantha); -- Pegon lihat pegon; -- silabis sistem tulisan yang menggunakan satu lambang untuk satu suku kata; -- Sunda aksara yang digunakan untuk menuliskan bahasa Sunda, bermula dengan ha berakhir dengan nga (bentuk dan kaidah penulisannya sama dengan aksara Jawa). (KBBI, 2002:21—22)

  5. Catatan: pada –- Sunda, deskripsinya harus diganti dengan sistem ortografi hasil kreasi masyarakat Jawa Barat (Sunda) yang meliputi aksara dan sistem pengaksaraan untuk menuliskan bahasa Sunda/daerah [Perda Nomor 6 Tahun 1996 tentang Bahasa, Sastra, dan Aksara Sunda; Perda Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pelestarian dan Pembinaan Bahasa, Sastra, dan Aksara Daerah]

  6. Kenyataan di Masyarakat: Sementara ini masih ada anggapan di sebagian masyarakat bahwa model tulisan tradisional yang berkembang di kalangan masyarakat Sunda sama dengan model tulisan yang berkembang di kalangan masyarakat Jawa, yang lebih populer disebut dengan Cacarakan atau Hanacaraka. Namun sesungguhnya semenjak tahun 1867, K.F. Holle sudah mulai merintis penggarapan naskah-naskah lontar yang diperoleh dari wilayah Sunda. Sejak saat itu Holle menyebutkan bahwa dalam lontar-lontar tersebut berisi teks yang ditulis dalam aksara dan bahasa Sunda Kuno. Jejak Holle lalu diikuti, antara lain, oleh C.M. Pleyte (1911, 1914), R.Ng. Poerbatjaraka (1919-1921), H. ten Dam (1957), J. Noorduyn (1962, 1965, 1982), Atja (1968, 1970), Atja & Saleh Danasasmita (1981abc), Saleh Danasasmita, Ayatrohaedi, Tien Wartini & Undang A. Darsa (1985/1986, 1987), Ayatrohaedi, Tien Wartini & Undang A. Darsa (1987), Undang A. Darsa & Edi S. Ekadjati (1995), Noorduyn & Teeuw (2000).

  7. Fakta Objektif: Hingga kini naskah-naskah Sunda Kuno yang berbahan lontar ataupun nipah yang telah berhasil digarap dan umumnya berasal dari abad XV-XVI Masehi adalah Carita Parahiyangan, Sanghyang Siksa Kanda ng Karesian, Amanat Dari Galunggung, Kawih Paningkes, Jatiniskala, Carita Ratu Pakuan, Fragmen. Carita Parahyangan, Sang Hyang Hayu, Serat Dewa Buda, Serat Catur Bumi, Sang Hyang Raga Dewata, Kisah Purnawijaya, kisah Keturunan Rama dun Rahwana atau Pantun Ramayana, Kisah Perjalanan Bujangga Manik, Sewaka Darma, dan KisahSri Ajnyana. Di samping itu, ada pula teks-teks yang tertuang dalam bahan-bahan yang lebih permanen berupa batu dan lempengan logam, antara lain, prasasti-­prasasti di Astana Gede Kawali dan Piagam Kebantenan. Teks-teks tersebut secara jelas ditulis dalam aksara dan bahasa Sunda Kuno.

  8. Kesimpulan: Fakta objektif tersebut membuktikan bahwa masyarakat Sunda telah mengenal tradisi tulis sejak lama, bahkan mereka telah mampu menciptakan sebuah model aksara sendiri yang dikenal dengan aksara Sunda Kuno. Naskah paling muda yang menggunakan aksara Sunda Kuno berjudul Waruga Guru ditulis di atas kertas ber-watermark. Rupa-rupanya mulai pertengahan abad XVIII Masehi aksara Sunda Kuno mulai tenggelam karena secara kultural terdesak dengan adanya aksara Cacarakan yang pembakuan pertama kalinya dilakukan oleh G.J. Grashuis melalui karangannya Handleiding voor Aanleren van het Soendaneesch Letterschrift `Buku Petunjuk untuk Belajar aksara Sunda' yang terbit tahun 1860. Model aksara Cacarakcan tersebut tiada lain adalah hasil modifikasi dari aksara Carakan Jawa yang telah dibakukan sebelumnya oleh T. Roorda pada tahun 1835.

  9. Jenis aksara yang pernah digunakan • aksara Pallawa • 2. aksara Jawa Kuna • 3. aksara Sunda Kuna • 4. aksara Arab Pegon • 5. aksara Cacarakan • 6. aksara Latin Aksara Pallawa yang terdapat pada prasasti Ciaruteun

  10. Aksara Jawa Kuno yang terdapat pada Arca Persembahan

  11. Aksara Sunda Kuna yang terdapat pada Piagam Kebantenan

  12. Aksara Arab PegonBabad Banten

  13. Aksara Sunda Aksara Sunda bersifat "logo-silabik", sistem tulisan yang menggunakan satu lambang untuk satu suku kata. Aksara Sunda berjumlah 30 buah yang terdiri atas 7 aksara swara ‘vokal mandiri’, 18 aksara ngalagena ‘konsonan’ yang berasal dari suara bahasa Sunda, dan 5 aksara ngalagena ‘konsonan’ yang berasal dari suara bahasa asing. Di samping itu, dikenal pula lambang-lambang bilangan berupa angka dasar yang memiliki nilai hitungan mulai dari nol sampai sembilan. Aksara swara adalah tulisan yang melambangkan bunyi fonem vokal mandiri yang dapat berperan sebagai sebuah sukukata yang bisa menempati posisi awal, tengah, maupun akhir sebuah kata. Sedangkan aksara ngalagena adalah tulisan yang dianggap dapat melambangkan bunyi fonem konsonan dan dapat berperan sebagai sebuah kata maupun sukukata yang bisa menempati posisi awal, tengah maupun akhir sebuah kata.

  14. Wujud fisik Aksara Sunda termasuk tanda vokalisasinya dapat ditulis pada posisi kemiringan antara 45°-75°. Perbandingan ukuran fisik aksara, baik aksara swara ‘vokal’ maupun aksara ngalagena `konsonan' pada umumnya ditulis 4:4, kecuali untuk aksara ngalagena /ra/ adalah 4:3, untuk /ba/ dan /nya/ adalah 4:6; serta untuk aksara swara /i/ adalah 4:3. Untuk perbandingan ukuran fisik tanda vokalisasi pada umumnya ditulis 2:2, kecuali untuk panyecek /+ng/ adalah 1:1, panglayar /+r/ adalah 2:3, panyakra /+ra/ adalah 2:4, pamaeh adalah 4:2, dan pamingkal /+ya/ adalah 2:4 (bawah) dan 3:2 (samping kanan). Sedangkan perbandingan ukuran fisik angka pada umumnya ditulis 4:4, kecuali untuk angka /4/ dan /5/ adalah 4:3.

  15. Tata Tulis Aksara Sunda Dalam sistem tata tulis aksara Sunda dikenal adanya rarangken, tanda vokalisasi atau penanda bunyi yang berfungsi untuk mengubah, menambah, maupun menghilangkan bunyi vokal pada aksara ngalagena. Lambang vokalisasi dimaksud berjumlah 13 lambang yang dalam penempatannya terbagi ke dalam tiga kelompok, masing-masing adalah sebanyak 5 buah ditempatkan di atas aksara ngalagena, sebanyak 3 buah ditempatkan di bawah aksara ngalagena, dan sebanyak 5 buah ditempatkan sejajar dengan aksara ngalagena yang masing-masing dibagi lagi menjadi: 1 buah ditempatkan di sebelah kiri aksara ngalagena, 2 buah ditempatkan di sebelah kanan aksara ngalagena, dan sebanyak 2 buah ditempatkan di sebelah kanan dengan sedikit menjulur ke bagian bawah aksara ngalagena.

  16. Aksara Swara ‘Vokal Mandiri’ [7 buah] Aksara Ngalagena ‘Konsonan’ [18 buah dari suara bahasa Sunda] Aksara Ngalagena ‘Konsonan’ [5 buah dari suara bahasa asing]

  17. Rarangken yang ditulis di atas lambang aksara ngalagena berjumlah 5 buah, yaitu: 1. = panghulu, mengubah bunyi vokal aksara ngalagena /a/ menjadi /i/ contoh: = ka menjadi = ki 2. = pamepet, mengubah bunyi vokal aksara ngalagena /a/ menjadi /e/ contoh: = ka menjadi = ke 3. = paneuleung, mengubah bunyi vokal aksara ngalagena /a/ menjadi /eu/ contoh: = ka menjadi = keu Rarangken ‘Penanda Bunyi/Vokalisasi’ Rarangken aksara Sunda terdiri atas 13 buah yang cara penulisannya adalah sebagai berikut:

  18. 4. = panglayar, menambah konsonan /+r/ di akhir aksara ngalagena contoh: = ka menjadi = kar 5. = panyecek, menambah konsonan /+ng/ di akhir aksara ngalagena contoh: = ka menjadi = kang Rarangken yang ditulis di bawah aksara ngalagena berjumlah 3 buah, yaitu: 1. = panyuku, mengubah bunyi vokal aksara ngalagena /a/ menjadi /u/ contoh: = ka menjadi = ku 2. = panyakra, menambah bunyi /+ra/ pada aksara ngalagena dan disesuaikan dengan tanda vokalisasi pada aksara yang disandingnya contoh: = ka menjadi = kra 3. = panyiku, menambah bunyi /+la/ pada aksara ngalagena dan disesuaikan dengan tanda vokalisasi pada aksara yang disandingnya contoh: = ka menjadi = kla

  19. Rarangken yang ditulis sejajar dengan aksara ngalagena berjumlah 5 buah, yaitu: 1. = panéléng, mengubah bunyi vokal aksara ngalagena /a/ menjadi /é/ contoh: = ka menjadi = ké 2. = panolong, mengubah bunyi vokal aksara ngalagena /a/ menjadi /o/ contoh: = ka menjadi = ko 3. = pamingkal, menambah bunyi /+ya/ pada aksara ngalagena dan disesuaikan dengan tanda vokalisasi pada aksara yang disandingnya contoh: = ka menjadi = kya 4. = pangwisad, menambah tanda bunyi /+h/ pada aksara ngalagena dan disesuaikan dengan tanda vokalisasi pada aksara yang disandingnya contoh: = ka menjadi = kah 5. = pamaéh, menghilangkan bunyi vokal pada aksara ngalagena, umumnya digunakan di akhir kata. Penghilangan bunyi vokal di tengah kata seperti pada konsonan rangkap lebih baik menggunakan cara penulisan pasangan, merangkaikan aksara ngalagena selanjutnya pada aksara ngalagena yang mendahuluinya. contoh: = ka menjadi = k

  20. Terdapat pula 3 rarangken yang bisa disandingkan dengan aksara vokal, yaitu: 1. = panglayar : ar; ér; ir; or; ur; er; & eur 2. = panyecek : ang; éng; ing; ong; ung; eng; & eung 3. = pangwisad: ah; éh; ih; oh; uh; eh; & euh Angka Aksara Sunda dilengkapi pula dengan lambang bilangan. Penulisan angka puluhan, ratusan, ribuan, dst. Ditulis berderet dari kiri ke kanan, seperti halnya sistem penulisan angka Arab. = 1 = 2 = 3 = 4 = 5 = 6 = 7 = 8 = 9 = 10

  21. Fungtuasi Fungtuasi atau tanda baca yang digunakan untuk melengkapi penulisan aksara Sunda dalam suatu kalimat, alinea/paragraf, maupun wacana dilakukan dengan mengadopsi tanda baca yang digunakan pada sistem penulisan aksara Latin. Tanda baca dimaksud adalah koma ( , ), peun ‘titik’ ( . ), titik-koma ( ; ), deubeul peun ‘titik dua’ ( : ), panyeluk ‘tanda seru’ ( ! ), pananya ‘tanda tanya’ ( ? ), kekentang ‘tanda kutip’ ( “……” ), panyambung ‘tanda hubung’ ( - ), tanda kurung ( ( ) ), dan sebagainya. Lain-lain Hal lainnya yang berkaitan dengan nama gelar atau predikat, baik gelar akademik, gelar keagamaan, gelar kebangsawanan, maupun gelar kemasyarakatan, cara penulisannya adalah dengan menggunakan cara penulisan aksara Latin.

  22. Bentuk dan Ukuran Aksara Swara a é i o u e eu Bentuk dan Ukuran Aksara Ngalagena ka ga nga ca ja nya ta da na pa ba ma

  23. ya ra la wa sa ha fa va xa qa za Bentuk dan Ukuran Rarangken ‘Tanda Vokalisasi’ Panghulu (i) pampet (e) paneuleung (eu) panglayar (+r) panyecek (+ng) panyuku (+u) panyakra (+ra) panyiku (+la)

  24. Panéléng (é) panolong (o) pangwisad (+h) pamingkal (+ya) pamaéh (ø) Ancangan Penulisan Aksara

  25. Cara Menulis Aksara Swara Cara Menulis Aksara Ngalagena

  26. Cara Menulis Aksara Rarangken ‘Tanda Vokalisasi’

  27. Cara Menulis Angka

  28. Cara penulisan aksara Sunda 1. Aksara Swara 2. Aksara Ngalagena • agama • ékalaya • iraha • otawa • ulama • enya • euwah • darana • nagara • pahala • badaya • makara • yasana • rakata • kalapa • gagala • ngalalana • caraka • jajaka • nyata • tamaha

  29. vitamin • éxtra • zakat • lara • walakaya • sabaraha • hawara • fakultas • khatib • qoriah • syawal 3. Rarangken ‘vokalisasi’ 2. pamepet 1. panghulu

  30. 3. paneuleung 5. panyecek 4. panglayar 6. panyuku

  31. 7. panyakra 9. panéleng 8. panyiku 10. panolong

  32. 11. pamingkal 9. pamaéh 12. pangwisad

  33. 1. Kalimat Biasa Urang kudu buméla kana bebeneran Saha anu disangka ngahianat bangsa? Jawab ieu pananya téh! Cara penulisan aksara Sunda dalam bentuk kalimat

  34. 2. Kalimat Langsung “Mangga atuh Pa, dileueut caina, bilih kabujeng tiis manten.” “Ari ceuk Akang mah alus kénéh nu urang aksara téh, tibatan nu séjén mah.” Cara penulisan aksara Sunda dalam bentuk kalimat

  35. 3. Penulisan angka

  36. Bentuk Aksara: Variasi bentuk, ukuran, volume, kemiringan, kait, lekuk, dsb...

  37. 4. Kaligrafi Aksara Sunda

  38. TERIMAKASIHTedi Permadi, S.S., M.Hum. – 0812 216 8580Jl. Gunung Batu RT 01 RW 04 Belakang SD Langensari 1Ds. Langensari (Cikidang) Kec. LembangKab. Bandung Barat

More Related