1 / 3

Maju Terus

Maju Terus

avery
Download Presentation

Maju Terus

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. Maju Terus Mungkin banyak di antara kita yang berdebar-debar hatinya menunggu hari besok. Besok tanggal 12 Juli adalah Hari Kooperasi yang kesembilan. Mulai besok kita melancarkan “Pekan Menabung tahun 1959”, sebagai pendorong berkala dalam gerakan menabung terus-menerus yang dikerjakan oleh kooperasi seluruh Indonesia. Banyak yang akan bertanya di dalam hatinya: Betapakah gerangan hasilnya nanti? Adakah gerakan sepekan menabung tahun ini akan meningkat juga hasilnya? Barangkali tak ada di antara pencinta kooperasi yang akan sangsi, bahwa garis yang selalu meningkat itu tidak akan tertekuk ke bawah tahun ini. Malahan kadang-kadang kita terperanjat melihat angka-angka kenaikan yang tidak terduga-duga. Dalam suka dan duka kooperasi menabung terus, mendidik rakyat terus menyimpan banyak sedikitnya. Inilah jalan yang pasti untuk menentukan nasib sendiri. Apabila dahulu, pada tahun 1955, saya berkata, bahwa pada penghabisan tahun 1960 jumlah simpanan pada kooperasi hendaknya mencapai satu milyar rupiah, maka ucapan itu tidaklah sia-sia. Sebelum matahari tahun 1960 muncul di kaki langit, jumlah 1000 juta rupiah itu sudah tercapai, malahan jauh dilewati. Pada akhir tahun 1958 jumlah simpanan sudah lebih dari 912 juta rupiah. Mustahil dalam tahun ini tidak akan tercapai simpanan seratus juta rupiah. Dalam tahun 1956 tambahan simpanan lebih dari 125 juta rupiah. Tahun 1957 menghasilkan simpanan baru hampir 200 juta rupiah. Tambahan dalam tahun 1958 lebih dari 300 juta rupiah. Sebab itu, tidak salah dugaan kita, bahwa jumlah simpanan 1000 juta rupiah itu tercapai pada tahun ini juga. Jumlah simpanan sebagian besar tergantung kepada jumlah perputaran. Semangkin banyak perputaran semangkin banyak simpanan. Sebab kooperasi menetapkan, bahwa suatu persentase yang tertentu dari hasil perputaran atau penjualan harus disimpan. Sebab itu pula kemajuan simpanan dapat dijadikan penunjuk bagi kemajuan kooperasi seluruhnya. Bukan penunjuk yang mutlak, tetapi adalah suatu penunjuk yang dapat dijadikan pegangan. Perputaran modal sejak tiga tahun yang akhir ini bertambah dengan melompat-lompat. Dalam tahun 1956 jumlahnya kira-kira Rp 2.000.000.000,00. Dalam tahun 1957 sudah menjadi Rp 3.000.000.000,00. Perputaran dalam tahun 1958 mencapai jumlah 5½ milyar rupiah lebih. Juga simpanan yang berupa natura – padi dan gaplek – melakukan fungsinya sebagaimana mestinya untuk memperatakan masa panen dan masa paceklik. Hanya perkembangannya belum merata ke seluruh desa. Tetapi, di mana ada kooperasi desa dan kooperasi lumbung tugas itu dilakukan. Peredaran barang dalam tahun 1958 bertambah dibandingkan dengan peredaran dalam tahun 1957, naik dari ± 6 juta kilogram menjadi 8 juta. Tetapi terhadap tahun 1956 berkurang dengan ± 900.000 kg. Sejalan dengan jumlah simpanan, meningkat pula jumlah cadangan. Pada akhir tahun yang lalu jumlahnya lebih dari 183 juta rupiah. Jika dipikirkan, bahwa cadangan pada akhir tahun 1951 jumlahnya hanya kira-kira Rp 3.500.000,00 maka kemajuan yang dicapai dalam tujuh tahun saja boleh dikatakan mengagumkan. Jika tak kuat cita-cita dan semangat kooperasi yang mendorong ke situ, jumlah cadangan yang sebesar itu tentu tidak tercapai. Dan cadangan sudah menjadi kapital dan tulang punggung kooperasi, yang tidak dapat lagi dibagi-bagikan kepada anggota. Anggota yang berhenti dapat membawa uang simpanan pokoknya dan simpanan lainnya keluar, tetapi cadangan tak boleh. Cadangan yang sudah menjadi milik bersama tinggal di dalam kooperasi selama kooperasi berdiri. Ia memperkuat modal usaha kooperasi dan menjadi benteng pula terhadap kerugian yang mungkin menimpa sewaktu-waktu. Pidato-radio bukanlah tempat untuk menguraikan angka-angka. Sungguhpun begitu perlu juga disebutkan beberapa angka lainnya untuk menunjukkan kemajuan. Jumlah kooperasi mendekati angka 14.000, jumlah anggota naik sampai 2.200.000 orang. Sayang, masih sebagian kecil baru dari kooperasi yang memperoleh pengakuan sebagai badan hukum. Tenaga yang kurang pada Jawatan Kooperasi tak sanggup melaksanakan kerja yang sebanyak itu. Kalau kekurangan tenaga itu tak dipenuhi, maka peraturan Undang-Undang Kooperasi, pasal 11*), bahwa kooperasi yang sudah didaftarkan harus disahkan dalam 6 bulan, akan menjadi suara hukum yang kosong belaka. Pengesahan tidak dapat diberikan begitu saja, dengan tidak mengadakan penilaian yang sempurna. Undang-undang dasar negara kita menentukan bahwa kooperasi menjadi soko-guru perekonomian Indonesia. Oleh karena itu pemerintah harus awas, supaya masyarakat jangan dibanjiri oleh “kooperasi” yang bukan kooperasi. Bukan nama yang diperlukan, tetapi isinya. Kooperasi yang salah berdiri dan salah jalan merusak nama kooperasi dan menghilangkan kembali kepercayaan rakyat yang sudah tertanam kepada kooperasi. Sebab itu penilikan dan penilaian pada berdirinya kooperasi perlu sekali. Permulaan yang baik akan menghasilkan kerja yang baik. Maka untuk mengadakan penilikan yang sepantasnya dan penilaian yang benar, agar kooperasi lekas memperoleh badan hukum, perlu tambahan tenaga yang tidak sedikit pada Jawatan Kooperasi. Sebenarnya, untuk keperluan itu tidak perlu menambah pegawai baru sekali banyak. Tujuan itu dapat dicapai dengan merasionalkan pembagian dan penempatan pegawai yang ada. Kementrian Penerangan beribu-ribu pegawainya, yang banyak diantaranya tidak bekerja penuh sebagaimana mestinya. Kadang-kadang keadaan tempat dan jalan perhubungan menjadi sebab, maka banyak waktu yang tidak diisi dengan pekerjaan. Tugas Kementrian Penerangan sebenarnya tidaklah memberi penerangan pada satu hadap atau bidang saja, melainkan memberikan penerangan kepada rakyat dalam segala bidang politik pemerintah dan usaha pembangunan. Alangkah baiknya, apabila beberapa puluh pegawainya yang beribu-ribu itu dipinjamkan kepada Jawatan Kooperasi untuk dilatih dan dikerjakan menurut keperluan penerangan kooperasi. Dengan jalan begitu, maka terdapatlah tambahan pegawai yang mengerti cara memberi penerangan, yang diberi tugas pula – setelah diberi latihan – untuk menilik dan menilai kooperasi baru-baru atau kooperasi yang sudah lama berdiri tetapi belum juga disahkan sebagai badan hukum. Kalau benar-benar pemerintah mau melaksanakan cita-cita Undang-Undang Dasar pasal 38**), maka keadaan Jawatan Kooperasi yang sekali kekurangan tenaga itu tidak dapat dibiarkan berlarut-larut. Bahwa pada kooperasi yang sebanyak itu yang belum menjadi badan hukum tidak banyak terdapat kecurangan dan penipuan yang tidak dapat dituntut, adalah suatu kredit moril bagi pergerakan kooperasi Indonesia. sekalipun belum berbadan hukum, pekerjaan pinjam-meminjam berjalan teratur. Di sini kooperasi sudah berhasil menanamkan bibit kejujuran dan percaya mempercayai. Kooperasi meletakkan dasar moral ekonomi yang sehat. *) UU No. 12 thn. 1967, pasal 46. **) UUD 1945 pasal 33. Tetapi kenyataan yang menggembirakan ini tidak boleh dijadikan alasan untuk menunda-nunda pengakuan kooperasi sebagai badan hukum. Pengakuan itu diberikan atas syarat minimum yang harus dipenuhi. Dan untuk mengetahui sudah adanya syarat minimum itu, perlu ada penilikan dan pemeriksaan lebih dahulu. Untuk itu perlu ada cukup tenaga, yang sekarang tak ada. Logika ini membawa kepada penambahan tenaga pada Jawatan Kooperasi dengan cara rasional, yang saya ulang tadi memajukan untuk sekian kalinya.

  2. Pengakuan yang sangat terlambat kepada kooperasi-kooperasi yang sudah lama berdiri dapat membunuh semangat kooperasi. Kegembiraan yang besar bermula bisa berbalik menjadi lesu. Dan semangat yang sudah padam sukar menghidupkan kembali. Bahaya ini terasa benar oleh gerakan kooperasi seluruhnya dan diinsafi pula oleh penilik-penilik dan para pembimbing pada Jawatan Kooperasi. Inilah yang menjadi sebab masuknya peraturan pasal 11*) ke dalam Undang-Undang Kooperasi, bahwa selambat-lambatnya enam bulan sesudah didaftarkan kooperasi harus disahkan sebagai hukum. Di sebelah kekurangan perhatian kepada keperluan yang mendesak pada Jawatan Kooperasi, kita dapati dalam masyarakat dan pada lingkungan pemerintah penilaian yang semangkin besar kepada kooperasi. Istimewa sejak dua tahun yang akhir ini perhatian kepada kooperasi semakin besar. Berkat diperingatkan terus-menerus, dengan lisan dan tulisan, mata hati semakin banyak yang terbuka untuk melihat, bahwa ada pasal 38**) dalam Undang-Undang Dasar kita, yang menetapkan “perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Dan sejak keluarnya Undang-Undang Kooperasi tahun 1958 ***) yang menentukan pada pasal 6, bahwa “Pemerintah mendorong usaha-usaha rakyat ke arah kooperasi dalam lapangan perekonomian”, tertanamlah tugas bagi pejabat-pejabat negeri untuk meladeni kooperasi sebaik-baiknya. Keteledoran mereka dalam hal ini dapat ditegor di dalam Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam pada itu ada pula kegembiraan atau kecintaan yang luar biasa kepada kooperasi, yang dapat menimbulkan kesulitan malahan bahaya kepada kooperasi. Karena terpikat dengan cita-cita kooperasi, orang mau mengkooperasikan segala-galanya, kalau perlu dengan paksa. Tidak sabar melihat lambatnya tumbuh kooperasi, rakyat hendak dipaksa masuk kooperasi. Malahan perkumpulan dagang yang berbentuk Perseroan Terbatas mau disuruh tukar bentuknya menjadi Kooperasi. Dengan jalan begini, nama bisa bertukar tetapi gelagat Perseroan Terbatas akan tetap berkuasa. Ini bukan keuntungan, malahan kerugian bagi kooperasi. Perseroan terbatas yang berbaju kooperasi sama ibarat dengan harimau berkulit domba. Semangat yang fanatik kepada kooperasi itu banyak terdapat pada beberapa perwira angkatan perang. Semangat itu baik, tetapi harus dikuasai jangan sampai meluap-luap. Menguasai hawa nafsu itu, sekalipun ke jalan yang baik, adalah satu segi dari didikan kooperasi. Di dalam kooperasi kita harus sabar menunggu, tetapi dengan keyakinan bahwa cita-cita harus dicapai. Bukankah kooperasi melarang anggotanya membeli sesuatu barang yang mahal dengan berhutang dan mencicil? Kalau seorang anggota ingin akan barang itu, ia harus menyimpan dahulu. Barang itu dibeli, kalau uang untuk membayar harganya sudah terlungguk. Demikian juga kita harus sabar menunggu kembangnya kooperasi menurut jalan yang semestinya. Hidup yang dipaksakan tak baik tumbuhnya, mungkin mati di tengah jalan. Dan paksaan bertentangan dengan dasr kooperasi. Kooperasi mesti dibangun atas kemauan sukarela, atas pengertian tentang keperluannya. Orang boleh, malahan harus mempropagandakan koperasi *) UU No. 12 thn. 1967, pasal 46. **) UUD 1945 pasal 33. ***) Sekarang UU No. 12 thn. 1967. segiat-giatnya. Tetapi berdirinya dan tumbuhnya kooperasi itu hendaklah hasil dari keinsafan dan kemauan sukarela anggota-anggotanya. Kooperasi yang dipaksakan berdirinya akan menimbulkan reaksi dan benci kepada kooperasi umumnya. Dalam rangkaian ini perlu kiranya saya sebutkan suatu contoh lagi tentang fanatik kooperasi yang berlebih-lebihan, yang terjadi dalam masa yang belum lama silam. Karena kesal melihat perbuatan orang-orang dagang partikelir yang mempermainkan harga beras – beras yang begitu penting bagi penghidupan rakyat – maka penguasa perang pada beberapa daerah mengambil tindakan supaya pembelian padi kepada pak tani dan pembagiannya kepada rakyat dilaksanakan oleh kooperasi. Dari semulanya sudah dapat diperhitungkan, bahwa tugas yang begitu berat sekonyong-konyong diletakkan di bahunya dengan tidak ada persediaan lebih dahulu tidak terjalankan oleh kooperasi. Kegagalan tidak dapat dielakkan dengan meninggalkan nama buruk, sementara, kepada kooperasi. Saya katakan sementara, karena saya yakin bahwa segala pencinta kooperasi – apalagi yang fanatik kepada kooperasi – akan berusaha dengan segala tenaga menghilangkan kesan yang tidak baik tadi. Ini hanya dapat dicapai dengan usaha yang membangun, yang tampak hasilnya di mata rakyat. Pengalaman menjadi guru bagi masa datang, apalagi kita mau mengadakan kritik dan koreksi terhadap diri kita sendiri. Gerakan kooperasi dan pembesar-pembesar yang bersangkutan serta alat-alat negara yang bertugas dapat belajar dari kesalahan yang diperbuat, untuk mengetahui apa yang tidak mestinya. Dengan belajar dari kesalahan itu kita akan mendapatkan jalan yang benar di masa datang. Untungnya pula ialah, bahwa kesalahan itu dibuat bukan karena maksud jahat, melainkan untuk membesarkan kooperasi dan melaksanakan penetapan undang-undang dasar. Pengalaman yang sedikit pahit ini menunjukkan, bahwa dalam menumbuhkan kooperasi – ya, istimewa dalam menumbuhkan kooperasi – kita harus awas benar tentang jarak yang ada antara cita-cita dan realitas. Realitas harus kita tumbuhkan kejurusan cita-cita, tetapi kita jangan lupa berpijak pada tanah yang rata. Pada umumnya, dalam kooperasi kita berhadapan dengan rakyat yang biasa, yang tidak luar biasa kecakapannya. Malahan di antara anggota-anggota kooperasi itu banyak sekali yang masih buta huruf. Dipukul rata pengetahuan mereka dan kepandaian mereka sama saja dengan rakyat yang lain itu. Kelebihan mereka hanya terletak pada keinsafan, bahwa mereka harus hidup berkooperasi untuk mencapai dasar hidup yang lebih baik. Pengalaman dengan kooperasi memperkuat berangsur-angsur kepercayaan pada diri sendiri. Kepercayaan itulah yang harus kita hidupkan terus-menerus. Dengan itu berkembanglah kooperasi, dan dengan berkembangnya kooperasi kesanggupan bersama untuk menyelenggarakan usaha-usaha ekonomi yang lebih besar dengan sendirinya akan timbul. Kooperasi tumbuh dan berkembang dengan usaha, dan usaha maju dengan meluas karena pertumbuhan kooperasi. Persangkut-pautan hubungan perkembangan ini jangan kita lupakan, apabila kita hendak mengembangkan kooperasi secepat-cepatnya. Bahwa kooperasi lambat-laun harus mempunyai peranan besar dalam mengatur persediaan dan membagikan barang makanan – istimewa padi dan beras – kepada rakyat, itu bukanlah soal. Itulah salah satu ujud yang terutama dari kooperasi! Tetapi di masa sekarang kemampuan kooperasi-kooperasi kita belum sampai ke situ. Berdikit-dikit sudah dikerjakan, tetapi secara besar-besaran belum lagi. Pekerjaan ini harus dikerjakan berangsur-angsur dari bawah, dengan inisiatif kooperasi primer sendiri. Inisiatif, yang keluar dari rasa kewajiban untuk membela kepentingan bersama! Sudah berkali-kali saya kemukakan, apabila kita hendak mengadakan pembagian beras yang teratur kepada rakyat, terlebih dahulu kita harus mengadakan persediaan yang merata di seluruh Indonesia. Kita harus mulai dengan tujuan untuk menghilangkan rasa hidup yang terombang-ambing antara kelebihan dan kekurangan, yang terutama di derita oleh penduduk pulau yang kecil-kecil yang tidak menghasilkan sendiri barang makanannya. Kita mulai dengan menetapkan, berapa keperluan beras seorang setahun. Dengan perhitungan itu diadakan persediaan beras pada tiap-tiap tempat, yang memenuhi keperluan setiap waktu. Semangkin jauh tempat itu terpisah dan terpencil dari pusat, semangkin besar diadakan di situ cadangan persediaan. Cadangan itu dipupuk berangsur-angsur sampai

  3. jumlahnya sekurang-kurangnya cukup untuk tiga bulan hidup sebagaimana biasa. Dengan mengadakan persediaan beras itu dapat pula diatasi perbedaan harga pada waktu panen dan waktu paceklik, - masa paceklik yang dengan sendirinya akan hilang dengan politik persediaan beras tadi. Tugas mengatur persediaan itu yang mulanya dikerjakan oleh pemerintah, di pusat, di daerah dan setempat, akhirnya dapat diserahkan kepada kooperasi. Kooperasi menerima tugas itu, setelah dilatih lebih dahulu dan setelah belajar menyelenggarakannya di bawah pimpinan pemerintah daerah atau setempat. Umpamanya suatu desa penduduknya 1000 orang dan tiap-tiap orang perlu beras satu kuintal setahun, maka di desa itu, untuk makanan seluruhnya, harus ada persediaan beras 1000 kuintal setahun atau padi 2000 kuintal. Selain dari yang disimpan sendiri-sendiri di rumah, sebagian besar dari pada persediaan itu disimpan di dalam lumbung desa, yang bisa diserahkan pemeliharannya dan urusannya kepada kooperasi desa. Apabila desa itu menghasilkan padi lebih dari keperluan hidup penduduknya, umpamakan 2500 kuintal padi, maka yang 500 kuintal dapat dijual ke luar, dengan perantaraan kooperasi desa tadi. Padi yang disimpan di lumbung boleh ditaruh di sana sebagai petaruh yang empunya atau dibeli oleh kooperasi dengan harga yang ditetapkan. Dan padi itu dijual kepada yang memerlukan dengan harga yang serupa, ditambah sedikit ongkos pemeliharaan. Dan apabila desa yang penduduknya 1000 orang tadi menghasilkan padi hanya 1500 kuintal, maka kekurangan untuk dimakan itu sejumlah 500 kuintal harus didatangkan dari luar desa. Ini juga diusahakan oleh kooperasi. Untuk tukarannya, yaitu untuk pembelinya, kooperasi menjualkan barang-barang yang dihasilkan oleh desa itu. Jika desa itu penduduknya sebagian orang yang hidup dari menyewakan kerjanya, maka harga pembeli padi atau beras untuk dimakannya sekeluarga dibayarnya dengan uang kepada kooperasi. Desa yang kekurangan padi terus-menerus itu perlu mengadakan cadangan persediaan yang agak lebih besar dari desa yang senantiasa berkelebihan. Dalam mengatur persediaan padi atau beras yang tepat itu kooperasi sebenarnya melakukan sebagian daripada tugas pemerintahan desa. Kooperasi di sini melaksanakan otonomi dalam bidang ekonomi. Dari mengatur persediaan beras dengan melakukan berjual-beli seperlunya keluar daerah desa, kooperasi dapat pula meluaskan tugasnya berangsur-angsur ke jurusan persediaan keperluan hidup lainnya. Maka kooperasi sudah melaksanakan sepenuh-penuhnya fungsi kooperasi konsumsi. Dengan melakukan juga penjualan hasil daerah sendiri ke luar, sampai ke pasarnya yang tepat, kooperasi desa melakukan tugas kooperasi penjualan, marketing cooperative, yang sebenarnya adalah tugas dari kooperasi produksi. Kooperasi desa yang berkembang penuh pada akhirnya, mau tak mau, mesti menjadi multipurpose cooperative, yaitu kooperasi tujuan berganda. Tetapi pada permulaannya, di mana pengetahuan berkooperasi baru sedikit dan pengalaman belum ada, baiknya kooperasi di desa dibangun sejenis-sejenis, single purpose. Hanya dengan perkembangan berangsur-angsur kooperasi dapat meliputi seluruh perekonomian desa. Maka dekatlah kita kepada cita-cita kita: desa dan kooperasi menjadi satu, dengan melaksanakan demokrasi seluas-luasnya dan menjalankan otonomi sepenuhnya. Tetapi sekarang kita masih jauh dari situ. Marilah kita bekerja dengan giat memupuk semangat kooperasi, membimbing kooperasi selangkah demi selangkah ke jurusan tugas yang lebih luas dan sukar, senantiasa berdasarkan aktivitasnya sendiri dan self-help, tolong diri sendiri dengan tolong-menolong. Strukur kooperasi di kota dengan sendirinya berlainan dari kooperasi di desa. Kooperasi di kota akan berkembang menurut tujuan masing-masing. Adanya berbagai macam kooperasi sebelah-menyebelah adalah karakteristik bagi struktur kooperasi kota. Sebabnya ialah bahwa kota adalah tempat berbagai macam usaha dan berbagai rupa jabatan. Dalam kota berbagai macam kooperasi itu, sebagai kooperasi produksi, kooperasi kredit dan kooperasi konsumsi, akan tetapi terpisah-pisah menurut jenisnya. Patokan itu hendaklah kita perhatikan benar-benar apabila kita hendak mendorong perkembangan kooperasi di kota-kota. Di sebelah itu terasa benar di kota-kota keperluan akan kooperasi rumah. Tiap-tiap orang ingin mempunyai rumah sendiri. Dengan jalan berkooperasi tujuan itu lebih mudah tercapai. Di masa Hindia Belanda dahulu dicoba orang melaksanakannya dengan mengadakan Bouw-spaarkas, celengan bersama untuk mendirikan rumah. Tetapi di masa inflasi terus-menerus seperti sekarang ini, di mana pendapatan tidak berimbangan dengan ongkos hidup dan ongkos pembangunan rumah, cita-cita itu sukar melaksanakannya. Akan tetapi apa yang tidak mungkin sekarang, belum tentu tak bisa di masa datang. Apabila kelak dasar penghidupan sudah normal, apabila sendi-sendi kemakmuran yang merata mulai terbayang, cita-cita memperoleh rumah sendiri itu dengan jalan berkooperasi pasti dapat dilaksanakan. Oleh karena itu cita-cita itu baiknya dihidupkan terus. Juga kooperasi asuransi dan kooperasi kesehatan suatu waktu akan dirasakan perlunya. Semuanya ini adalah keperluan di masa datang yang pada malam ini tidak akan saya kupas. Suatu hal yang menggembirakan pula ialah bahwa rasa tolong-menolong sudah mulai meluas dalam lingkungan kooperasi. Kooperasi yang kuat yang mempunyai cadangan cukup membantu yang kecil-kecil, sekalipun tidak sejenis. Memang, inilah pembawaan kooperasi Indonesia. Ia melaksanakan dasar gotong-royong. Kooperasi Indonesia memandang dirinya sebagai bagian dari masyarakat tempat ia berdiri. Sebab itu sifatnya tidak semata-mata ekonomi dengan hanya mementingkan kerja sama untuk memperbaiki nasib sendiri, dengan berpedoman pada self-help. Sebagai kesatuan sosial dalam masyarakat ia merasai kewajibannya terhadap masyarakat. Sebagian yang tertentu dari keuntungan dipergunakan untuk kepentingan umum pada tempat ia berusaha, seperti membuat sekolah, taman kanak-kanak, poliklinik, jalan dan lainnya. Dalam hal ini berlainan sifatnya dengan kooperasi-kooperasi di dunia Barat, yang menganggap perbuatan seperti itu tidak ekonomis. Di sana pengeluaran sosial itu dianggap bertentangan dengan prinsip ekonomi. Kooperasi yang pada hakikatnya kekurangan uang harus berhemat dengan uang pendapatannya dan tidak boleh memboroskannya untuk sumbangan sosial dan lain-lainnya. Itu adalah pendirian individualis yang tidak sesuai dengan paham kita di sini. Gerakan kooperasi kita harus mendidik manusia sosial. Bahwa tugas ini jauh dari tercapai, kita insafi benar-benar dan kita alami sehari-hari. Masih banyak di antara anggota-anggota kooperasi yang masih menyimpan dalam jiwanya sisa-sisa semangat kapitalisme. sisa-sisa semangat kapitalisme itu harus dikikis sampai habis. Ini hanya dapat dicapai berangsur-angsur dengan didikan cita-cita kooperasi dan dengan perubahan struktur masyarakat seluruhnya. Kita masih berada dalam masa peralihan. Selama kapitalisme belum lenyap dari masyarakat kita, selama itu kooperasi belum bisa terlepas sama sekali dari pengaruhnya. Tetapi kooperasi adalah suatu alat yang penting untuk menanggalkan kapitalisme dari masyarakat kita. Alat untuk melaksanakan cita-cita gotong-royong dalam taraf yang lebih tinggi! Kita masih jauh dari tujuan kita. Tetapi tujuan itu mengubik dan memanggil senantiasa. Marilah kita percepat langkah untuk sampai ke situ. Mudah-mudahan pekan menabung yang kesembilan ini memberikan hasil yang tidak sedikit memperkuat sendi kooperasi kita. Bekerjalah dengan giat. Gerakan kooperasi maju terus, membangun terus, membangun suatu dunia, di mana ada bahagia untuk semuanya. Mohammad Hatta, Pidato Radio pada Hari Kooperasi IX Tahun 1959, Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun, Inti Idayu Press, 1971, Hal. 113 – 121.

More Related