1 / 52

Pengobatan TB dalam Program Nasional ISTC dan Strategi DOTS

Pengobatan TB dalam Program Nasional ISTC dan Strategi DOTS. Herliani Dwi Putri Halim – Jeane Andini – Jody Felizio - Lutfie. Pendahuluan. Tujuan pengobatan TB adalah : Menyembuhkan pasien dan mengembalikan kualitas hidup dan produktivitas .

ailani
Download Presentation

Pengobatan TB dalam Program Nasional ISTC dan Strategi DOTS

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. Pengobatan TB dalam Program Nasional ISTC dan Strategi DOTS Herliani Dwi Putri Halim – Jeane Andini – Jody Felizio - Lutfie

  2. Pendahuluan Tujuanpengobatan TB adalah: • Menyembuhkanpasiendanmengembalikankualitashidupdanproduktivitas. • Mencegahkematiankarenapenyakit TB aktifatauefeklanjutannya. • Mencegahkekambuhan. • Mengurangitransmisiataupenularankepada yang lain. • Mencegahterjadinyaresistensiobatsertapenularannya. PerhimpunanDokterParu Indonesia. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis danPenatalaksanaandiIndonesia.Jakarta; 2011

  3. International Standards for Tuberculosis Care:Standar 7

  4. ISTC: Standar 7 • Setiappraktisi yang mengobatipasien TB mengembantanggungjawabkesehatanmasyarakat yang pentinguntukmencegahpenularaninfeksilebihlanjutdanterjadinyaresistensiobat. Untukmemenuhitanggungjawabinipraktisitidakhanyawajibmemberikanpanduanobat yang memadaitapijugamemanfaatkanpelayanankesehatanmasyarakatlokaldansarana lain, jikamemungkinkan, untukmenilaikepatuhanpasiensertadapatmenanganiketidakpatuhanbilaterjadi. PerhimpunanDokterParu Indonesia. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis danPenatalaksanaandiIndonesia.Jakarta; 2011

  5. International Standards for Tuberculosis Care:Standar 8

  6. ISTC: Standar 8 • Semuapasien(termasukmereka yang terinfeksi HIV) yang belumpernahdiobatiharusdiberipaduanobat yang disepakatisecarainternasionalmenggunakanobat yang bioavailabilitasnyatelahdiketahui. Faseinisialseharusnyaterdiridariisoniazid, rifampisin, pirazinamid, danetambutol. Faselanjutanseharusnyaterdiridariisoniaziddanrifampisin yang diberikanselama 4 bulan. Dosisobat anti TB yang digunakanharussesuaidenganrekomendasiinternasional. Kombinasidosistetap yang terdiridarikombinasi 2 obat (isoniazid), 3 obat (isoniazid, rifampisin, danpirazinamid), dan 4 obat (isoniazid, rifampisin, pirazinamid, danetambutol) sangatdirekombinasikan. PerhimpunanDokterParu Indonesia. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis danPenatalaksanaandiIndonesia.Jakarta; 2011

  7. PrinsipPengobatan TB • OAT harusdiberikandalambentukkombinasibeberapajenisobat, dalamjumlahcukupdandosistepatsesuaidengankategoripengobatan.Jangangunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-KombinasiDosisTetap (OAT-KDT) lebihmenguntungkandansangatdianjurkan. • Untukmenjaminkepatuhanpasienmenelanobat, dilakukanpengawasanlangsung (DOT = Directly Observed Treatment) olehseorangPengawasMenelanObat (PMO). • Pengobatan TB diberikandalam 2 tahap, yaitutahapintensifdanlanjutan. KementerianKesehatanRepublik Indonesia. PedomanNasionalPengendalian Tuberkulosis.Jakarta;2011

  8. TahapAwal (Intensif)  • Pasienmendapatobatsetiapharidanperludiawasisecaralangsunguntukmencegahterjadinyaresistensiobat. • Bilapengobatantahapintensiftersebutdiberikansecaratepat, biasanyapasienmenjaditidakmenulardalamkurunwaktu 2 minggu. • Sebagianbesarpasien TB BTA positifmenjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. • TahapLanjutan • Padatahaplanjutanpasienmendapatjenisobatlebihsedikit, namundalamjangkawaktu yang lebih lama. • Tahaplanjutanpentinguntukmembunuhkumanpersistersehinggamencegahterjadinyakekambuhan. KementerianKesehatanRepublik Indonesia. PedomanNasionalPengendalian Tuberkulosis.Jakarta;2011

  9. Penelitian Mitchison membagi kuman M. tuberculosis dalam beberapa populasi dalam hubungan antara pertumbuhannya dengan aktivitas obat yang membunuhnya, yaitu: • Populasi A. Kuman tumbuh berkembang biak terus menerus dengan cepat.  INH • Populasi B. Kuman tumbuh sangat lambat dan berada dalam lingkungan asam.  Pirazinamid • Populasi C. Kuman berada dalam keadaan dormant hampir sepanjang waktu. Hanya kadang saja kuman ini mengadakan metabolisme secara aktif dalam waktu yang singkat.  Rifampicin • Populasi D. Terdapat kuman yang sepenuhnya bersifat dormant sehingga sama sekali tidak bisa dipengaruhi oleh obat anti tuberkulosis. Jumlah populasi ini tidak jelas dan hanya dapat dimusnahkan oleh mekanisme pertahanan tubuh manusia itu sendiri. Aditama TY, et.al. Tuberkulosis Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2006.p. 26-32.

  10. Pengelompokan OAT KementerianKesehatanRepublik Indonesia. PedomanNasionalPengendalian Tuberkulosis.Jakarta;2011

  11. Isoniazid (INH) • Merupakanobat paling aktifuntuk TB • Bersifatbakterisidal • Menghambatenzim yang beperandalamsintesisasammikolatdandindingselbakteri • Mudahdiabsorbsipadapemberian oral maupunparenteral • Diekskresikanterutamadalamurin Katzung BG. Farmakologi dasar dan klinik buku 3 ed.8. Jakarta: Salemba Medika; 2004. p.91-101

  12. Rifampisin • Berikatankuatdengan RNA Polimerase • Menghambatsintesis RNA bakteri • BersifatbakterisidaldenganpenggunaanbersamaIsoniazid • Diabsorbsibaikpadapemberian oral • Dieksresikanmelaluihati Katzung BG. Farmakologi dasar dan klinik buku 3 ed.8. Jakarta: Salemba Medika; 2004. p.91-101

  13. Etambutol • Bersifat bakteriostatik • Tetap menekan pertumbuhan kuman TB yang telah resisten terhadap INH dan streptomisin. • Menghambat sintesis metabolit sel  sel tidak bisa tumbuh  mati • Resistensi timbul bila Etambutol digunakan tunggal Katzung BG. Farmakologi dasar dan klinik buku 3 ed.8. Jakarta: Salemba Medika; 2004. p.91-101

  14. Pirazinamid • Bersifat tuberkulostatik pada kadar 12,5 μg/ml • Mudah diserap diusus • Memiliki masa paruh 10-16 jam Katzung BG. Farmakologi dasar dan klinik buku 3 ed.8. Jakarta: Salemba Medika; 2004. p.91-101

  15. Streptomisin • Bersifat bakteriostatik dan bakterisid • Digunakan secara intravena • Diekskresikan melalui filtrasi glomerulus • Masa paruh 2-3 jam, memanjang pada pasien dengan gagal ginjal Katzung BG. Farmakologi dasar dan klinik buku 3 ed.8. Jakarta: Salemba Medika; 2004. p.91-101

  16. Efek Samping Amin Z, Bahar A. Pengobatan Tuberkulosis mutakhir. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. 4th ed. Jakarta: Pusat penerbitan Dep. IPD FKUI; 2006. p.995-9.

  17. PerhimpunanDokterParu Indonesia. Tuberkulosis:pedoman diagnosis dantatalaksanadi Indonesia. Jakarta: 2002, hal. 16.

  18. PerhimpunanDokterParu Indonesia. Tuberkulosis:pedoman diagnosis dantatalaksanadi Indonesia. Jakarta: 2002, hal. 16.

  19. Dosis Obat

  20. Rangkuman:Jenis, Sifat, dan OAT LiniPertama KementerianKesehatanRepublik Indonesia. PedomanNasionalPengendalian Tuberkulosis.Jakarta;2011

  21. Kategori 1 (2HRZE/4H3R3) Paduan OAT inidiberikanuntukpasienbaru: • Pasienbaru TB paru BTA positif • Pasien TB paru BTA negatiffototorakspositif • Pasien TB ekstraparu KementerianKesehatanRepublik Indonesia. PedomanNasionalPengendalian Tuberkulosis.Jakarta;2011

  22. KementerianKesehatanRepublik Indonesia. PedomanNasionalPengendalian Tuberkulosis.Jakarta;2011

  23. Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3) PaduanOAT inidiberikanuntukpasien BTA positif yang telahdiobatisebelumnya: • Pasienkambuh • Pasiengagal • Pasiendenganpengobatansetelahputusberobat(default) KementerianKesehatanRepublik Indonesia. PedomanNasionalPengendalian Tuberkulosis.Jakarta;2011

  24. KementerianKesehatanRepublik Indonesia. PedomanNasionalPengendalian Tuberkulosis.Jakarta;2011

  25. OAT Sisipan (HRZE) • Paketsisipan KDT adalahsamasepertipaduanpaketuntuktahapintensifkategori 1 yang diberikanselamasebulan (28 hari) KementerianKesehatanRepublik Indonesia. PedomanNasionalPengendalian Tuberkulosis.Jakarta;2011

  26. International Standards for Tuberculosis Care:Standar 9

  27. ISTC: Standar 9 • Untuk meningkatkan serta mengevaluasi kepatuhan terhadap pengobatan, dilakukan pendekatan yang berfokus pada pasien, didasari oleh kebutuhan pasien serta adanya hubungan yang saling menghargai di antara pasien dan penyedia layanan kesehatan. Supervisi dan dukungan yang dilakukan seharusnya menaruh perhatian khusus pada gender dan kelompok usia, serta harus pula sesuai dengan intervensi yang dianjurkan, termasuk di dalamnya edukasi dan konseling pasien.

  28. Elemen yang utama pada pendekatan ini adalah penggunaan pengukuran untuk menilai, meningkatkan kepatuhan berobat, dan mendeteksi ketidakpatuhan. Adapun pengukuran ini dibuat secara khusus sesuai keadaan masing – masing individu dan dapat diterima oleh baik pasien maupun pemberi pelayanan. Salah satu metode yang dipakai adalah pengawasan langsung minum obat oleh seorang PMO yang dapat diterima oleh pasien dan sistem kesehatan serta bertanggung jawab kepada pasien dan sistem kesehatan Hopewell PC, et al. International Standars for Tuberculosis Care. 2nd edition. San Fransisco: Tuberculosis Coalition for Tehcnical Assistance; 2009.p.38-45

  29. Kepatuhan Berobat Hopewell PC, et al. International Standars for Tuberculosis Care. 2nd edition. San Fransisco: Tuberculosis Coalition for Tehcnical Assistance; 2009.p.38-45

  30. Pengawas Minum Obat (PMO) • Syarat: • Bersedia dengan sukarela membantu pasien tuberkulosis hingga sembuh selama pengobatan dengan OAT, serta menjaga kerahasiaan penderita HIV / AIDS. • Diutamakan seorang petugas kesehatan, tetapi dapat pula kader kesehatan ataupun anggota keluarga yang disegani oleh pasien Isbaniyah F, Thabrani Z, Soepandi PZ, Burhan E, Reviono, Soedarsono, dkk. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2011. hal. 31-5, 52-5

  31. Tugas: • Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik • Melakukan pengawasan minum obat terhadap pasien • Mengingatkan pasien untuk memeriksa ulang dahaknya sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan • Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara teratur hingga selesai • Mengenai efek samping minor akibat obat dan menasihati pasien agar tetap mau meminum obat • Merujuk pasien bila efek samping berat muncul • Melakukan kunjungan rumah • Menganjurkan anggota keluarga lain untuk memeriksa dahak bila ditemui gejala untuk tuberkulosis. Isbaniyah F, Thabrani Z, Soepandi PZ, Burhan E, Reviono, Soedarsono, dkk. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2011. hal. 31-5, 52-5

  32. International Standards for Tuberculosis Care:Standar 11

  33. ISTC: Standar 11 • Penilaian pada kecenderungan resistensi obat, berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, paparan pada organisme yang mungkin menyebabkan resistensi, dan prevalensi resistensi pada komunitasharus dilakukan pada seluruh pasien. Tes efektivitas obat harus dilakukan pada awal terapi bagi seluruh pasien. • Pada pasien yang masih menunjukkan hasil BTA positif setelah tiga bulan pengobatan, gagal berobat, atau kambuh, harus dilakukan penilaian resistensi obat. Bila kecurigaan terhadap resistensi besar, maka dilakukan kultur dan tes resistensi untuk isoniazid dan rifampisin. Konseling serta edukasi pasien harus dimulai sesegera mungkin untuk meminimalisir potensi transmisi. Demikian pula dengan pengendalian infeksi. Hopewell PC, et al. International Standars for Tuberculosis Care. 2nd edition. San Fransisco: Tuberculosis Coalition for Tehcnical Assistance; 2009.p.38-45

  34. Penyebab Resistensi Obat • Faktor Mikrobiologik • Faktor Klinik • Faktor Penyelenggara Kesehatan • Faktor Obat • Faktor Pasien • Faktor Program • Faktor HIV / AIDS • Faktor Kuman Isbaniyah F, Thabrani Z, Soepandi PZ, Burhan E, Reviono, Soedarsono, dkk. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2011. hal. 31-5, 52-5

  35. Jenis Resistensi Obat TB • Resistensi primer  Sebelumnya tidak pernah mendapat pengobatan OAT atau telah mendapat pengobatan OAT kurang dari 1 bulan • Resistensi inisial  tidak diketahui pasti apakah telah terdapat riwayat pengobatan OAT sebelumnya atau memang belum pernah sebelumnya • Resistensi sekunder  telah mempunyai riwayat pengobatan OAT lebih dari 1 bulan. Isbaniyah F, Thabrani Z, Soepandi PZ, Burhan E, Reviono, Soedarsono, dkk. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2011. hal. 31-5, 52-5

  36. Jenis Resistensi Obat TB • Mono resisten  satu jenis OAT • Poli resisten lebih dari satu OAT selain kombinasi isoniazid dan rifampisin • Resistensi obat ganda (multi drug resistance) minimal terhadap rifampisin dan INH dengan atau tanpa OAT lainnya. • Resistensi obat ekstensif (extensive drug resistance) kriteria MDR + satu obat golongan fluorokuinolon, dan setidaknya salah satu dari OAT injeksi lini ke dua (kapreomisin, kanamisin, dan amikasin) • Resistensi obat total lini pertama maupun ke dua Isbaniyah F, Thabrani Z, Soepandi PZ, Burhan E, Reviono, Soedarsono, dkk. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2011. hal. 31-5, 52-5

  37. Suspek Resisten TB • Gagal pengobatan kategori 1 • Gagal pengobatan pada kategori 2 • Gagal konversi setelah sisipan dengan kategori 1 • Gagal konversi setelah sisipan dengan kategori 2 • Mendapatkan terapi dari fasilitas non DOTS, termasuk pada penggunaan terapi lini ke dua seperti kuinolon dan kanamisin • TB paru kasus kambuh setelah dinyatakan sukses terapi • Kembali setelah lalai / default pada pengobatan kategori 1 maupun 2 • Suspek TB dengan keluhan, yang sering berkontak atau tinggal dekat dengan pasien TB – MDR yang telah terkonfirmasi. • TB-HIV Isbaniyah F, Thabrani Z, Soepandi PZ, Burhan E, Reviono, Soedarsono, dkk. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2011. hal. 31-5, 52-5

  38. Tindak Lanjut

  39. International Standards for Tuberculosis Care:Standar 12

  40. ISTC: Standar 12 • Pasienyang menderitaataukemungkinanbesarmenderitaTB yang disebabkanolehkumanresistenobat (khususnya MDR/XDR) seharusnyadiobatidenganpaduanobatkhusus yang mengandungobat anti TB linikedua. Paduanobat yang dipilihdapatdistandarisasiatausesuaipolasensitivitasobatberdasarkandugaanatau yang telahterbukti. Paling tidakdigunakanempatobat yang masihefektif, termasukobatsuntik, harusdiberikan paling tidak 18 bulansetelahkonversibiakan. Cara-cara yang berpihakkepadapasiendisyaratkanuntukmemastikankepatuhanpasienterhadappengobatan. Konsultasidenganpenyelenggarapelayanan yang berpengalamandalampengobatanpasiendengan MDR/XDR TB harusdilakukan.

  41. Kelompok OAT untuk TB Resisten 1.Kelompok 1: OAT lini 1 yaituisoniazid (H), rifampisin (R), etambutol (E), pirazinamid (Z), danrifabutin (Rfb). 2.Kelompok 2: obatsuntikberupakanamisin (Km), amikasin (A), kapreomisin (Cm), danstreptomisin (S). 3.Kelompok 3: Fluorokuinolonberupamoksifloksasin (Mfx),levofloksasin (Lfx), danofloksasin (Ofx). PerhimpunanDokterParu Indonesia. Resistenganda. DalamPedoman diagnosis danpenatalaksanaandi Indonesia. Jakarta: 2011, hal. 35-38.

  42. 4.Kelompok 4: bakteriostatik OAT linikeduayaituetionamid (Eto), protionamid (Pto), sikloserin (Cs), terzidone (Trd), danPAS. 5.Kelompok 5: obat yang belumdiketahuiefektivitasnyayaituklozamin (Cfz), linezoid (lzd), amoksiklav (amx/clv), tiosetazone (Thz), imipenem/ cilastin (Ipm/cln), H dosistinggi, danklartitromisin (Clr). PerhimpunanDokterParu Indonesia. Resistenganda. DalamPedoman diagnosis danpenatalaksanaandi Indonesia. Jakarta: 2011, hal. 35-38.

  43. Pemberianobatsuntikberdasarkanhasilkonversi diteruskansekurang-kurangnya6 bulansetelahhasil sputum ataukulturpertamamenjadi(-). • Regimenstandardi Indonesia: PerhimpunanDokterParu Indonesia. Tuberkulosis:pedoman diagnosis dantatalaksanadiIndonesia.Jakarta: 2002, hal. 21-22. Regimen standar TB MDR di Indonesia adalah 6Z-(E)-Kn-Lfx-Eto-Cs/18Z-(E)-Lfx-Eto-Cs.

  44. International Standards for Tuberculosis Care:Standar 13

  45. ISTC: Standar 13 Rekamantertulistentangpengobatan yang diberikan, responsbakteriologis, danefeksampingseharusnyadisimpanuntukpasien.

  46. AlurPermintaan, Distribusi, danPelaporanLogistik KementeriankesehatanRepublik Indonesia. Pedomannasional: penanggulangan tuberculosis. Edisi 2. Jakarta: 2011, hal.57.

  47. LangkahuntukMenjaminKelangsunganPengobatan • Memfasilitasiperusahaanobatlokaldalamprosespra-kualifikasi (white listing). • Memastikanketersediaanobatdanlogistik non-OAT (reagen, peralatandansuplailaboratorium) yang kontinyu, tepatwaktudanbermutudiseluruhfasilitaspelayanankesehatan yang memberikanpelayanan DOTS, termasukdifasilitasyang melayanimasyarakatmiskindanrentan.

  48. Menjaminsistempenyimpanandandistribusiobat TB yang efektifdanefisien, termasukkemungkinanuntukbermitradenganpihak lain • Menjamindistribusiobat yang efisiendanefektifsecaraberjenjangsesuaikebutuhan. • Menjaminterlaksananyasisteminformasimanajemenuntukobat TB (termasuksistem alert elektronikdanlaporanpemakaiandanstok OAT). KementerianKesehatanRepublik Indonesia. Strateginasionalpengendalian TB di Indonesia 2010-2014. Jakarta: 2011, hal.53.

More Related