1 / 23

Model usaha dalam penyelenggaraan penyiaran R adio digital

Dikutip dari Presentasi Working Group Master Plan Frekuensi Penyiaran Digital 2008. Model usaha dalam penyelenggaraan penyiaran R adio digital. Penerapan penyiaran sistem digital (1).

solana
Download Presentation

Model usaha dalam penyelenggaraan penyiaran R adio digital

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. Dikutip dari Presentasi Working Group Master Plan FrekuensiPenyiaran Digital2008 Model usaha dalam penyelenggaraan penyiaran Radio digital

  2. Penerapan penyiaran sistem digital (1) • 1. Bahwa yang dimaksud dengan penyelenggaraan penyiaran TV dan radio digital terrestrial adalah pentransmisian sinyal digital pada jaringan terrestrial untuk keperluan penyiaran berdasarkan standar kompresi dan teknologi tertentu. • Sasaran dari penetapan teknologi digital untuk penyiaran TV dan radio adalah dalam rangka ketersediaan ruang (slot) bagi penyelenggaraan penyiaran, baik bagi pengembangan yang ada sekarang maupun bagi penyelenggaraan penyiaran baru yang tidak dapat ditampung dengan teknologi analog sehingga akan menjadi solusi yang ditawarkan kepada penyelenggara dan calon penyelenggara penyiaran baru. • Moratorium (penghentian proses perizinan baru) agar kanal yg diperuntukkan bagi alokasi spektrum penyiaran digital dijamin keberadaannya. • 3. Untuk TV digital, teknologi yang digunakan adalah DVB-T yang telah ditetapkan standarnya melalui Permen 7/2007. Segera ditetapkan teknologi radio siaran digital menggunakan teknologi T-DAB, sebagai solusi telah penuhnya kanal. T-DAB yang dialokasikan berdampingan dengan TV analog pada pita VHFsudah diterapkan secara operasional di beberapa negara dan well-proven, maka trial di Indonesia tidak diperlukan lagi. • 4. Setiap kanal frekuensi selebar 8 MHz (band IV dan V UHF) dapat digunakan untuk membawa 6 program siaran TV dan pada frekuensi selebar 7 MHz (band III VHF), dapat membawa 28 program siaran radio. Program siaran TV dan siaran radio ditempatkan dalam slot yang merupakan bagian dari kanal. Working Group Masterplan Frekuensi 2/43

  3. Penerapan penyiaran sistem digital (2) • 5. Penerapan siaran TV digital sebagai pengganti TV analog pada pita UHF dilakukan secara bertahap sampai suatu batas waktu cut-off TV analog UHF yang ditetapkan (2015 di kota besar dan 2020 secara nasional). Sedangkan untuk siaran radio, penerapan digital menggunakan teknologi T-DAB bukan menggantikan standar radio yang ada (FM dan AM) melainkan pengayaan terhadap layanan jasa penyiaran radio. • 6. Wilayah layanan TV digital penerimaan tetap free-to-air DVB-T dan wilayah layanan radio digital penerimaan tetap free-to-air adalah sama dengan wilayah layanan TV analog UHF sesuai KM76/2003. • 7. Alokasi kanal frekuensi untuk layanan TV digital penerimaan tetap free-to-air DVB-T di Indonesia adalah pada band IV dan V UHF, yaitu kanal 28 – 45 (total 18 kanal) dengan lebar pita masing – masing kanal adalah 8 MHz. Namun, setiap wilayah layanan diberikan jatah hanya 6 kanal, karena 12 kanal lain digunakan di wilayah – wilayah layanan sekitarnya (pola reuse 3 grup kanal frekuensi). Penjadwalan migrasi (contoh : Jabodetabek). • 8. Alokasi kanal frekuensi untuk layanan radio digital penerimaan tetap free-to-air T-DAB di Indonesia adalah pada band III VHF, yaitu kanal 5 - 10 (total 6 kanal) dengan lebar pita masing – masing kanal adalah 7 MHz. Namun, setiap wilayah layanan diberikan jatah hanya 2 kanal, karena 4 kanal lain digunakan di wilayah – wilayah layanan sekitarnya (pola reuse 3 grup kanal frekuensi). Working Group Masterplan Frekuensi 3/43

  4. Analisa situasi • Kebijakan penyiaran menetapkan adanya lembaga penyiaran lokal dan lembaga penyiaran berjaringan. • Program siaran dari lembaga penyiaran ditempatkan pada salah satu bagian kanal (slot) di masing – masing wilayah layanan. • Lembaga penyiaran berjaringan memerlukan sarana penghubung antara stasiun induk dengan stasiun jaringannya (misalnya, dengan satelit atau leased line dari penyelenggara infrastruktur jaringan telekomunikasi). • Penyelenggaraan penyiaran publik dan swasta serta komunitas dialokasikan dengan jumlah slot yang proporsional. Working Group Masterplan Frekuensi 4/43

  5. Kajian hukum • UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran : • a. Bahwa penyiaran TV dan radio harus memiliki IPP (pasal 33 ayat 1) • b. LPS hanya dapat menyelenggarakan 1 siaran dengan 1 saluran siaran pada 1 • cakupan wilayah siaran (pasal 20) sehingga tidak relevan lagi pada era penyiaran • digital karena penyiaran digital sifatnya adalah banyak siaran pada 1 saluran • siaran di 1 cakupan wilayah siaran. • 2) UU No.36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi • a. Setiap Penyelenggaraan Telekomunikasi harus mendapatkan izin dari Pemerintah • (pasal 11) • b. Salah satu bentuk penyelenggaraan telekomunikasi adalah penyelenggaraan • jaringan telekomunikasi (pasal 7) Working Group Masterplan Frekuensi 5/43

  6. Penyelenggaraan program siaran & penyelenggaraan infrastruktur • 1. Di dalam penyelenggaran penyiaran TV dan radio digital tanpa bayar (free-to-air), dipisahkan antara : • penyelenggaraan program siaran yang menyediakan konten siaran ; dan • penyelenggaraan infrastruktur yang menghimpun konten – konten dari beberapa penyelenggara program siaran serta menggunakan frekuensi untuk dipancarkan ke pesawat penerima radio dan TV. • 2. Setiap kanal frekuensi tidak boleh dikuasai hanya untuk satu penyelenggara program siaran. • 3. Penyelenggaraan program siaran adalah penyelenggaraan yang mendapatkan IPP (Izin Penyelenggaraan Penyiaran) yang hanya berfungsi menyediakan konten siaran serta menggunakan infrastruktur yang dimiliki oleh penyelenggara infrastruktur dalam rangka konten siarannya dapat didistribusikan (dipancarkan) ke penerima TV atau radio digital. • 4. Penyelenggaraan infrastruktur meliputi fungsi multiplexing beberapa program siaran dan fungsi pemancaran siaran di satu wilayah layanan. • 5. Penyelenggaraan infrastruktur yang dimaksud pada butir 4 adalah penyelenggaraan jaringan telekomunikasi yang mendapatkan izin penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan izin penggunaan frekuensi (ISR) Working Group Masterplan Frekuensi 6/43

  7. Penyelenggara program siaran Pengaturan penyelenggara program siaran berada di bawah Undang – Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran. Penyelenggara program siaran adalah pihak yang menyediakan program atau konten untuk disiarkan. Sebagai sarana menyebarluaskan program siarannya, penyelenggara program siaran menggunakan slot pada kanal – kanal frekuensi yang pengaturan multipleksingnya merupakan tanggung jawab penyelenggara infrastruktur. Peruntukan pengisian slot adalah untuk LPP (Lembaga Penyiaran Publik), atau LPS (Lembaga Penyiaran Swasta) analog eksisting serta mengutamakan pula calon LPS yang sedang menjalani proses perizinan dan tidak tertampung dalam kanal – kanal frekuensi Masterplan analog. Bagi LPS analog eksisting yang ingin bermigrasi ke sistem penyiaran digital pada wilayah layanan yang sama, maka wajib mengembalikan kanal analognya. Untuk LPS analog eksisting pada penyiaran TV, diberikan waktu untuk melakukan siaran bersama antara siaran analog dan siaran digital free-to-air-nya (simulcast period) sampai batas waktu yang ditentukan. Namun, untuk LPS analog eksisting pada penyiaran radio FM yang ingin bermigrasi ke penyiaran radio digital free-to-air T-DAB, maka harus seketika mengembalikan kanal FM-nya setelah mendapatkan kepastian menduduki slot tertentu dalam kanal T-DAB yang telah dijatahkan pada wilayah layanannya tersebut. Kanal FM yang dikembalikan tersebut tidak akan diberikan untuk pihak lain yang berkeinginan menjadi LPS FM baru karena kanal FM tersebut akan dicadangkan (reserved) untuk penerapan teknologi penyiaran radio digital lainnya yang implementasinya menggunakan kanal – kanal FM (band II VHF)  Standar IBOC Working Group Masterplan Frekuensi 7/43

  8. Penyelenggara infrastruktur Pengaturan penyelenggara infrastruktur berada di bawah Undang – Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi. Bentuk penyelenggaraannya adalah penyelenggara jaringan tetap tertutup (pasal 33 KM 20/2001). Penyelenggara infrastruktur penyiaran digital adalah pihak yang memiliki fungsi sbb : • Fungsi multiplexing : Bertindak menyediakan jasa distribusi bandwidth (slot) dalam 1 kanal frekuensi untuk digunakan oleh bermacam – macam jenis program siaran sehingga efisien dan optimal. • Fungsi pemancaran : Membangun infrastruktur pemancar penyiaran digital sesuai aturan – aturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah (Depkominfo), mulai dari antena pemancar, menara, saluran penghubung dari terminal output content, hingga komponen – komponen infrastruktur lainnya sehingga pentransmisian program siaran digital berjalan dengan baik dan tidak mengalami gangguan. Pada penyiaran digital penerimaan tetap free-to-air, diusulkan agar penyelenggara infrastruktur untuk TV digital DVB-T adalah juga penyelenggara infrastruktur radio digital T-DAB. Dengan demikian, pada 1 wilayah layanan hanya akan ada 1 menara pemancar utama yang digunakan secara bersama oleh semua penyelenggara infrastruktur penyiaran digital di wilayah tersebut, ditambah dengan menara – menara tambahan di daerah – daerah yang kualitas penerimaannya kurang baik serta menara – menara yang bertindak sebagai gap filler. Untuk melakukan kedua fungsi tersebut dengan baik, maka penyelenggara infrastruktur diberikan izin penggunaan frekuensi yang sifatnya berbatas waktu (tidak untuk dimiliki selamanya) dan direncanakan akan berupa izin pita. Working Group Masterplan Frekuensi 8/43

  9. Persyaratan penyelenggara infrastruktur (1) • 1. Telah memiliki infrastruktur eksisting di lapangan, berupa : • a. Menara pemancar ; • b. Leased line ( Fiber optic, Microwave link, satelit, dll ) dengan kapasitas • pentransmisian dan jangkauan yang memadai untuk menampung sejumlah slot • dari kanal yang diberikan haknya di wilayah yang akan dilayani. • c. Menyediakan link bagi kebutuhan penyelenggaraan penyiaran berjaringan • dengan memiliki atau bekerjasama dengan penyelenggara infrastruktur • telekomunikasi lainnya. • Memiliki bentuk badan hukum resmi. Bentuk badan hukumnya dapat berupa : • a. Badan hukum yang berdiri sendiri yang sebelumnya adalah penyelenggara jaringan telekomunikasi eksisting (misal : TELKOM); • b. Badan hukum yang berdiri sendiri yang belum pernah beroperasi sebelumnya, baik sebagai Lembaga Penyiaran maupun penyelenggara jaringan telekomunikasi; atau • c. Badan hukum yang merupakan konsorsium dari Lembaga – lembaga Penyiaran analog eksisting (misal : TVRI, RCTI, SCTV, Metro TV, ANTV, dll). • 3. Penyediaan infrastruktur harus terealisasi pada awal tahun 2009 (diasumsikan kebijakan penerapan sistem penyiaran digital ditetapkan pada tahun 2008) Working Group Masterplan Frekuensi 9/43

  10. Persyaratan penyelenggara infrastruktur (2) • 4. Dilarang diskriminatif dalam penyediaan infrastruktur dan slot untuk menampung seluruh program siaran dari Lembaga Penyiaran, serta dilarang diskriminatif dengan menerapkan biaya-biaya yang tidak wajar (non cost-based) kepada Lembaga Penyiaran yang telah memiliki IPP di wilayah dari hak penggunaan frekuensi yang ditetapkan. • Ditetapkan melalui mekanisme seleksi (proses prakualifikasi dan penetapan) yang di antaranya mempertimbangkan komitmen penggelaran jaringan yang diperkuat dengan suatu bank garansi. Proses seleksi diberlakukan karena sesuai dengan Pasal 4 KM 20/2001 bahwa Penyelenggara jaringan penyiaran digital termasuk penyelenggara jaringan telekomunikasi yang memerlukan sumber daya terbatas (frekuensi atau kode akses), maka jumlahnya dibatasi (ayat 1). Dan penyelenggara jaringan telekomunikasi yang jumlahnya terbatas, perizinannya melalui seleksi (ayat 2). • 6. Memiliki izin prinsip dan izin penyelenggaraan jaringan telekomunikasi serta wajib mengikuti semua ketentuan yang terkait tentang penyelenggaraan telekomunikasi (misalnya, izin prinsip tidak boleh dipindahtangankan, kewajiban membayar BHP jastel dan frekuensi). • Catatan : seluruh persyaratan harus dimuat dalam dokumen seleksi Working Group Masterplan Frekuensi 10/43

  11. USULAN MODEL USAHA SISTEM PENYIARAN RADIO DIGITAL FREE-TO-AIR Working Group Masterplan Frekuensi 11/43

  12. Usulan No.1 Usulan No.1 model usaha sistem radio digital free-to-air Program Siaran Publik 1 Blok A Kanal 1 Blok B Kanal 1 MUX 1 (nasional) Blok C Kanal 1 Program Siaran Publik n Blok D Kanal 1 MENARA PANCAR BERSAMA DENGAN CAKUPAN LUAS Program Siaran Swasta 1 Blok A Kanal 2 MUX 2 (regional) Blok B Kanal 2 Program Siaran Swasta m Blok C Kanal 2 MUX 3 (regional) Blok D Kanal 2 Program Siaran Komunitas 1 MUX 4 (per wilayah layanan) Kanal x (pilih diantara 12 kanal lain) MENARA PANCAR BERSAMA DENGAN CAKUPAN 2.5 KM Program Siaran Komunitas p Penyelenggara Program Siaran Penyelenggara Infrastruktur Radio Digital Working Group Masterplan Frekuensi 12/43

  13. Usulan No.1 Jenis – jenis penyelenggara infrastruktur radio digital free-to-air Penyelenggara infrastruktur penyiaran radio digital free-to-air pada suatu wilayah layanan di usulan no.1 ini terdiri dari 3 jenis, yaitu : • Penyelenggara infrastruktur yang berkewajiban menampung program siaran untuk keperluan penyiaran publik, namun juga dapat menampung program siaran swasta. Izin penggelaran infrastrukturnya adalah nasional (MUX 1). • Penyelenggara infrastruktur yang menampung program siaran swasta di suatu wilayah layanan. Izin penggelaran infrastrukturnya adalah regional (14 zona seluruh Indonesia). Untuk menghindari praktek monopoli, maka penyelenggara infrastruktur jenis ini ada 2 entitas di setiap wilayah layanannya (MUX 2 dan MUX 3). • Penyelenggara infrastruktur yang menampung program siaran komunitas. Izin penggelaran infrastrukturnya adalah pada setiap wilayah layanan (MUX 4) Working Group Masterplan Frekuensi 13/43

  14. Usulan No.1 Penyelenggara infrastruktur radio digital free-to-air MUX 1 Karakteristik penyelenggara infrastruktur radio digital free-to-air MUX 1 di usulan no.1 ini adalah sebagai berikut : 1. Suatu bentuk entitas usaha baru terpisah dari RRI, namun RRI merupakan unsur didalamnya. 2. Dapat merupakan anak usaha RRI atau dapat juga merupakan kerjasama antara RRI dengan pihak – pihak lain, tetapi izinnya tetap izin penyelenggaraan telekomunikasi. 3. Diberikan jatah 4 blok (1 kanal) di setiap wilayah layanan. 4. Sesuai ketentuan yang berlaku dengan memperhitungkan pula jumlah pendudukan RRI pada kanal AM dan FM, maka 1 blok wajib digunakan untuk menampung program siaran RRI. 5. Sedangkan 3 blok lagi dapat digunakan untuk menampung program siaran swasta. 4. Izin penggelaran jaringannya adalah nasional. 5. Membayar biaya hak penggunaan pita/kanal frekuensi Working Group Masterplan Frekuensi 14/43

  15. Usulan No.1 Penyelenggara infrastruktur radio digital free-to-air MUX 2 dan MUX 3 Karakteristik penyelenggara infrastruktur radio digital MUX 2 dan MUX 3 di usulan no.1 ini adalah sebagai berikut : • Untuk memunculkan iklim kompetisi serta menghindari adanya monopoli, maka di satu zona terdapat 2 entitas, yaitu MUX 2 dan MUX 3. • Diberikan jatah 2 blok untuk setiap entitas MUX 2 dan setiap entitas MUX 3 di setiap wilayah layanan. • Ditujukan untuk menampung program siaran swasta di suatu wilayah layanan, baik porgram siaran lokal maupun berjaringan. • Izin penggelaran jaringannya adalah regional. Region sesuai dengan pembagian 14 zona seluruh Indonesia. • Penentuan pihak – pihak yang berhak menjadi MUX 2 atau MUX 3 di suatu zona dilakukan melalui proses seleksi (lelang). Parameter yang dijadikan pertimbangan dalam lelang tersebut adalah kesanggupan roll out plan pada zona yang diperebutkan serta kesediaan membayar pita/kanal tahunan. • Membayar biaya hak penggunaan pita/kanal frekuensi Working Group Masterplan Frekuensi 15/43

  16. Usulan No.1 Pembagian regional bagi MUX 2 dan MUX 3 Pembagian regional untuk wilayah penggelaran jaringan bagi penyelenggara infrastruktur regional (MUX 2 dan MUX 3) mengikuti pembagian 14 zona, yaitu sebagai berikut : Regional 1 : Sumatera Bagian Utara (DI Aceh, Sumut) Regional 2 : Sumatera Bagian Tengah (Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumbar)‏ Regional 3 : Sumatera Bagian Selatan (Bengkulu, Sumsel, Bangka Belitung, Lampung)‏ Regional 4 : Banten dan Jabodetabek Regional 5 : Jawa Bagian Barat (Jawa Barat kecuali Bogor, Depok, Bekasi)‏ Regional 6 : Jawa Bagian Tengah (Jawa Tengah, DI Yogyakarta)‏ Regional 7 : Jawa Bagian Timur (Jawa Timur)‏ Regional 8 : Bali dan Nusa Tenggara (Bali, NTB dan NTT)‏ Regional 9 : Papua Regional 10 : Maluku dan Maluku Utara Regional 11 : Sulawesi Bagian Selatan (Sulsel, Sulbar, Sultra)‏ Regional 12 : Sulawesi Bagian Utara (Sulut, Gorontalo, Sulteng)‏ Regional 13 : Kalimantan Bagian Barat (Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah)‏ Regional 14 : Kalimantan Bagian Timur (Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur) Working Group Masterplan Frekuensi 16/43

  17. Usulan No.2 Usulan No.2 model usaha sistem radio digital free-to-air Program Siaran Publik 1 MUX 1 (nasional) Blok A Kanal 1 Blok B Kanal 1 MUX 2 (nasional) Blok C Kanal 1 Program Siaran Publik n Blok D Kanal 1 MENARA PANCAR BERSAMA DENGAN CAKUPAN LUAS Program Siaran Swasta 1 Blok A Kanal 2 MUX 3 (regional) Blok B Kanal 2 Program Siaran Swasta m Blok C Kanal 2 MUX 4 (regional) Blok D Kanal 2 Program Siaran Komunitas 1 MUX 5 (per wilayah layanan) Kanal x (pilih diantara 12 kanal lain) MENARA PANCAR BERSAMA DENGAN CAKUPAN 2.5 KM Program Siaran Komunitas p Penyelenggara Program Siaran Penyelenggara Infrastruktur Radio Digital Working Group Masterplan Frekuensi 17/43

  18. Usulan No.2 Jenis – jenis penyelenggara infrastruktur radio digital free-to-air Penyelenggara infrastruktur radio digital pada suatu wilayah layanan di usulan no.2 ini terdiri dari 4 jenis, yaitu : • Penyelenggara infrastruktur yang berkewajiban untuk menampung keperluan penyiaran publik. Izin penggelaran jaringannya adalah nasional (MUX 1). • Penyelenggara infrastruktur yang menampung program siaran swasta di suatu wilayah layanan dengan izin penggelaran jaringannya adalah nasional (MUX 2). • Penyelenggara infrastruktur yang menampung program siaran swasta di suatu wilayah layanan yang izin penggelaran jaringannya adalah regional dengan pembagian region-nya dengan pembagian zona (14 zona seluruh Indonesia). Penyelenggara infrastruktur berizin regional ini ada 2 entitas di setiap wilayah layanannya (MUX 3 dan MUX 4). • Penyelenggara infrastruktur yang menampung program siaran komunitas. Izin penggelaran jaringannya adalah pada setiap wilayah layanan (MUX 5) Working Group Masterplan Frekuensi 18/43

  19. Usulan No.2 Penyelenggara infrastruktur radio digital free-to-air MUX 1 Karakteristik penyelenggara infrastruktur radio digital free-to-air MUX 1 pada usulan no.2 adalah sebagai berikut : • RRI, baik itu berdiri sendiri maupun bekerja sama dengan pihak – pihak lain, namun tetap di bawah nama RRI. Sehingga RRI menjadi penyelenggara infrastruktur sekaligus penyelengara program siaran. • Diberikan jatah 1 blok di setiap wilayah layanan. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan memperhitungkan pula jumlah pendudukan RRI pada kanal AM dan FM. • Izin penggelaran jaringannya adalah nasional. • Membayar biaya hak penggunaan pita/kanal frekuensi Working Group Masterplan Frekuensi 19/43

  20. Usulan No.2 Penyelenggara infrastruktur radio digital free-to-air MUX 2 Karakteristik penyelenggara jaringan radio digital free-to-air MUX 2 pada usulan no.2 ini adalah sebagai berikut : • Merupakan 1 entitas yang ditujukan untuk menampung program siaran swasta di suatu wilayah layanan, baik program siaran lokal maupun berjaringan. • Diberikan jatah 3 blok di setiap wilayah layanan. • Izin penggelaran jaringannya adalah nasional. • Penentuan pihak yang berhak menjadi MUX 2 ini dilakukan melalui proses lelang. Parameter yang dijadikan pertimbangan dalam lelang tersebut adalah kesanggupan roll out plan secara nasional serta wajib membayar pita/kanal. • Membayar biaya hak penggunaan pita/kanal frekuensi Working Group Masterplan Frekuensi 20/43

  21. Usulan No.2 Penyelenggara jaringan radio digital free-to-air MUX 3 dan MUX 4 Karakteristik penyelenggara jaringan radio digital free-to-air MUX 3 dan MUX 4 pada usulan no.2 ini adalah sebagai berikut : • Untuk memunculkan iklim kompetisi serta menghindari adanya monopoli, maka di satu zona terdapat 2 entitas, yaitu MUX 3 dan MUX 4. • Diberikan jatah 2 blok untuk setiap entitas di setiap wilayah layanan. • Ditujukan untuk menampung program siaran swasta di suatu wilayah layanan, baik porgram siaran lokal maupun berjaringan. • Izin penggelaran jaringannya adalah regional. Ada pembagian 14 zona seluruh Indonesia. • Penentuan pihak – pihak yang berhak menjadi MUX 3 atau MUX 4 di suatu zona dilakukan melalui proses lelang. Parameter yang dijadikan pertimbangan dalam lelang tersebut adalah kesanggupan roll out plan pada zona yang diperebutkan serta kesediaan membayar pita/kanal tahunan. • Membayar biaya hak penggunaan pita/kanal frekuensi Working Group Masterplan Frekuensi 21/43

  22. Usulan No.1 Usulan No.2 Penyelenggara jaringan radio digital untuk siaran komunitas Karakteristik penyelenggara jaringan radio digital untuk siaran komunitas (yang pada usulan no.1 adalah MUX 4 dan pada usulan no.2 adalah MUX 5) adalah sebagai berikut : • Di suatu wilayah layanan menggunakan kanal selain jatah grup kanal di wilayah layanan tersebut dengan batasan radius pancaran adalah 2,5 km sesuai yang tercantum dalam PP No.51/2005 tentang LPK. • Ditujukan untuk menampung program siaran komunitas di suatu wilayah layanan. • Izin penggelaran jaringannya adalah per wilayah layanan. • Di satu wilayah layanan dimungkinkan terdapat lebih dari 1 entitas namun setiap entitas tetap dibatasi radius pancarannya sejauh 2,5 km. • Jika ada lebih dari 1 komunitas dalam radius 2,5 km yang sama – sama ingin menyiarkan programnya, maka diwajibkan kepada mereka untuk menggunakan menara pemancar bersama agar efisien serta cakupannya tidak saling overlap sehingga lebih menguntungkan dari sisi reuse frekuensi. Working Group Masterplan Frekuensi 22/43

  23. Usulan No.1 Usulan No.2 Contoh perancangan MUX untuk radio komunitas di Jabodetabek Seluruh MUX untuk komunitas di Jabodetabek tidak ada yang menggunakan kanal grup C. Untuk yang dekat dengan wilayah.layanan lain di sekitar Jakarta yang menggunakan kanal grup B, maka ditetapkan kanalnya dari grup A. Demikian pula sebaliknya Working Group Masterplan Frekuensi 23/43

More Related