1 / 24

komposisi sel archae

komposisi sel archae

putri006
Download Presentation

komposisi sel archae

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. Komposisi Sel Archaea AnggotaKelompok2 Putri Tri ningsih (1210421006) NoviaLiza R. (1210422042) RestiPuttamaIrsya (1210423010) 4. Rahma Izzati (1110423035)

  2. Archaebacteria • Archaebacteria (Yunani, archaio = kuno) • Cara hidup yang berbeda (habitat extrem, anaerob) mendasariEvolusipadaArchaebacteria • Para ahlilainnyaberpendapatArchaebacterialebihprimitifdibanding eubacteria daneucarya. • Archaebacteriahidupdanberkembanglebihdari 3 jutatahun yang lalu.

  3. Komposisi Sel Archaeae

  4. Bentuk Sel

  5. Membran Sitoplasma Secara komposisi, membran sel Archaea memiliki perbedaan dengan membran sel bakteri dan eukaria. Perbedaan tersebut antara lain adalah perbedaan kiralitas gliserol yang menjadi penyusun membran sel, ikatan antara gliserol dan rantai samping isoprenoid berupa ikatan eter, rantai samping berupa isoprenoid bukan asam lemak seperti pada bakteri dan eukaria, dan memiliki rantai samping yang bercabang. (Konigh, 2001)

  6. Kiralitas dari Gliserol • Struktur Penyusun membran sel Gliserol yang digunakan Archaea untuk membentuk fosfolipid merupakan stereoisomer dari gliserol yang digunakan untuk membentuk membran sel pada bakteri dan eukaria. Dua molekul yang stereoisomer adalah cerminan satu sama lain. Pada membran sel bakteri dan eukaria, gliserol yang menyusun membran selnya berupa D-Gliserol, sedangkan pada arkaea berupa L-gliserol (Peabody, 2003).

  7. Ikatan eter • Ikatan yang terbentuk pada membran sel

  8. Rantai isoprenoid • Struktur membran monolayer pada sel archaea Archaea memiliki rantai samping penyusun fosfolipid yang berbeda dengan bakteri dan eukaria. Rantai samping penyusun fosfolipid pada bakteri dan eukaria adalah asam lemak, sedangkan pada Archaea rantai samping yang dimilikinya adalah isoprenoid. Isoprenoid merupakan hidrokarbon yang memiliki 20 atom C dan merupakan anggota paling sederhana dari kelas bahan kimia yang disebut terpene. Menurut definisi, terpene adalah molekul yang menghubungkan molekul isoprenoid bersama-sama (Moissl, 2003).

  9. Dinding Sel tidak mempunyai membran luar tetapi mempunyai lapisan permukaan berupa sub unit protein atau glikoprotein yang ada di luar membran plasma, tidak memiliki peptidoglycan dalam dinding selnya tetapi mempunyai pseudomurein. Perbedaan lainnya terdapat ikatan ether-linked lipid dan RNA polimerasekomplek, sedangkan bakteri mempunyai membran luar dan peptidoglycan dalam dinding selnya Streif, 2005).

  10. Dinding Sel • S- Layer Beberapa Archaea memiliki lapisan  protein permukaan atau S-layer. Lapisan ini terdiri dari protein monomolekular yang identik atau lebih dikenal dengan sebutan glikoprotein (Kandler dan Konig, 1993).  Lapisan ini secara langsung berhubungan dengan bagian luar membran plasma dan berfungsi untuk melindungi dari lisis osmotik. Lapisan ini juga dapat berfungsi sebagai penyeleksi molekul yang dapat masuk kedalam sel.

  11. Struktur Pseudomurein asam amino yang terdapat pada pseudomurein semuanya berupa L-Steroisomer. Struktur seperti ini memberikan dampak yang menguntungkan pada Archaea, yaitu dinding sel mereka resisten terhadap antibiotik dan juga tidak terpengaruh terhadap aktivitas lisosim dan protease yang umum (Konig, 2001). Beberapa Archaea tidak memiliki pseudomurein namun memiliki polisakarida lainnya, yaitu glutaminylglycan, heterosakarida, methanochondroitin.

  12. Struktur Permukaan Sel

  13. HIPERTERMOFIL Hiduppadalingkungan yang ektrempanasdengantemperatur optimum antara 80oC – 110oC. Hipertermofilterdiriatastermofilikdanasidofilik. BeberapacontohspesiesdarihipertermofiladalahSulfolobus(hiduppadatemperaturdiatas 70oC dengan pH 2-3), Thermococcussp, Thermobacteriumsp, Acidianussp,Thermusaquaticus (Jarrel, 2007)

  14. Acidianusambivalens Hiduppada lahar panas, dengansuhu optimum pada 80oC dengan pH 2,5 padalempeng sulfur • Thermusaquaticus Thermofilik yang hiduppadasuhu optimum 50oC ataulebih. Denganph yang sangatrendahkurangdari2 (Henneberger, 2006)

  15. Halobacterium salinariumdanHalobacterium halobium mampu hidup pada daerah dengan kadar garam yang tinggi. EKSTRIM HALOFIL Dunaliellamampu berkembang pesat dalam air asin dengan salinitas sampai 30% (9 kali kadar garam pada air laut),yang normal 0,5 M NaCl Dunaliella

  16. Genus: Halobacterium Halobacterium halobium Halobacterium bloom at Cheetam Lake, Australia

  17. Metanogenmerupakanarchaebacteria yang mampumenghasilkan gas metanahasilreduksi CO2. Methanococcusmampuhidupdalamlingkunganyanganaerob. Contohspecies darimetanogenadalahMethanopyrussp (hiduppadatemperaturantara 95 – 1100C), Methanobacteriumsp, Methanosarcinasp, danMethanococcus sp. (Konigh, 2001) METANOGEN

  18. Termoplasma hanya terdiri atas satu genus, yaitu Termoplasma, dimana genus ini mampu hidup pada daerah deposit batu bara. Archaea thermotoga Termoplasma acidophilum

  19. Methanococcus sp • Methanosarcina sp

  20. Bardy SL dan Jarrell KF. 2002. Flak of the archaeonMethanococcusmaripaludis possesses preflagellin peptidase activity, FEMS Microbiology Letters, vol. 208, no. 1, pp. 53– 59. • Henneberger R, Moissl C, Amann T, Rudolph C, dan Huber R. 2006. New insights into the lifestyle of the cold-loving SM1 euryarchaeon: natural growth as a monospecies biofilm in the subsurface, Applied and EnvironmentalMicrobiology, vol. 72, no. 1, pp. 192–199. • Jarrell KF, S. Y. Ng, and Chaban B. 2007. Flagellation and chemotaxis, in Archaea: Molecular and Cellular Biology, R. Cavicchioli, Ed., pp. 385–410, ASM Press, Washington, DC, USA. Daftar pustaka

  21. Lanjutan.... • Konig H. 2001. Archaeal cell wall. Di dalam : Encyclopedia of life science. Chichester : 1486-1493 • Moissl C, Rachel R, Briegel A , Engelhardt H, and Huber R. 2005. The unique structure of Archaeal ’hami’, highly complex cell appendages with nano-grappling hooks,Molecular Microbiology, vol. 56, no. 2, pp. 361–370. • Peabody CR, Chung YJ, Yen MR, Vidal-Ingigliardi D, Pugsley AP, and Saier MH. 2003. Type II protein secretion and its relationship to bacterial type IV pili and Archaeal flagella, Microbiology, vol. 149, no. 11, pp. 3051–3072. • Streif S, Staudinger WF, Marwan W, and Oesterhelt D. 2008. Flagellar rotation in the archaeonHalobacteriumsalinarum depends on ATP, Journal of Molecular Biology, vol. 384, no. 1, pp. 1–8.

  22. TERIMA KASIH 

More Related