1 / 24

KESESATAN FORMAL DAN INFORMAL

KESESATAN FORMAL DAN INFORMAL. Oleh: Dedy Djamaluddin Malik Kuliah ke-7. DUA MACAM KESESATAN. Kesesatan formal (formal fallacy) adalah kekeliruan yang terjadi akibat pelanggaran terhadap aturan-aturan definisi, silogisme kategoris dan silogisme hipotetis.

Download Presentation

KESESATAN FORMAL DAN INFORMAL

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. KESESATAN FORMAL DAN INFORMAL Oleh: Dedy Djamaluddin Malik Kuliah ke-7

  2. DUA MACAM KESESATAN • Kesesatan formal (formal fallacy) adalah kekeliruan yang terjadi akibat pelanggaran terhadap aturan-aturan definisi, silogisme kategoris dan silogisme hipotetis. • Kesesatan informal (informal fallacy) atau kesesatan material adalah kekeliruan yang terjadi akibat kekacauan konotasi atau denotasi term-term yang dipakai karena asumsi-asumsi yang salah atas fakta atau realitas. • Kesesatan informal bisa juga karena ketidaktahuan terhadap permasalahan yang ada.

  3. JENIS-2 KESESATAN FORMAL • Kesesatan definisi yang terlalu luas: contohnya pernyataan “manusia adalah hewan”. Dalam definisi ada dua aspek: (1) definiendum sebagai kata yang didefinisikan; (2) definiens adalah susunan kata yang mendefinisikan. Pernyataan “manusia adalah hewan”, sangat menyesatkan karena ada norma bahwa definiens tidak boleh lebih luas daripada definiendum.

  4. Kesesatan definisi yang terlalu sempit: contohnya, “manusia adalah makhluk rasional yang gampang marah”. Dalam proposisi ini ada kesesatan, yakni definiens tidak boleh lebih sempit daripada definiendum. • Manusia sebagai makhluk rasional mestinya menjadi makhluk yang tidak gampang marah. Sebab ia bersifat rasional. Lain halnya bila pernyataan itu: “Manusia adalah makhluk emosial yang gampang marah”. Proposisi ini bisa benar.

  5. Kesesatan karena definisi sirkular (melingkar): contoh: “Manusia adalah makhluk manusia” atau “Bohong adalah kebohongan”. Ini kesesatan definisi karena definiens tidak boleh mencakup atau bagian dari definiendum atau apa pun sinonimnya. • Kesesatan karena definisi yang tidak jelas: contohnya “Ungkapan yang panjang adalah suatu pemakaian kata yang terlalu banyak dan tidak perlu, yang membatasi satu atom idealitas, yang hilang dalam kedalaman verbal”. Dalam proposisi ini terlalu banyak frase atau term yang lebih susah dimengerti daripada definiendum-nya.

  6. Kesesatan karena definisi figuratif: Contohnya “Anak itu bukanlah anakmu. Ia adalah anak kehidupan ibarat panah yang melesat dari busurnya; menancapkan relung idealismenya ibarat beton kokoh yang berpijak di haribaan ibu pertiwi”. Proposisi ini terlalu banyak memakai bahasa kiasan atau figuratif. • Kesesatan karena definisi yang negatif: contohnya, “Lelaki adalah seseorang yang bukan wanita.” Atau “meja adalah perabotan yang bukan kursi.”

  7. KESESATAN PEMBAGIAN • Pembagian yang terlalu luas: contohnya, “Manusia dibagi ke dalam hitam, coklat, kuning, putih, merah, biru, dan hijau”. Proposisi ini menyesatkan karena biru dan hijau telah melampaui warna kulit yang ada pada manusia. • Pembagian karena terlalu sempit: contohnya, “Masyarakat Indonesia terbagi ke dalam suku Jawa, Sunda dan Batak.” Proposisi ini mengabaikan suku-suku lainnya seperti Minang, Dayak, Bugis dll.

  8. KESESATAN SILOGISME KATEGORIS • Memakai empat term: Contohnya, “semua orang Indonesia adalah orang Asia; semua orang Jawa adalah orang Melalyu; Jadi, semua orang Jawa adalah orang Asia.” Di sini ada empat term: org Indonesia; Asia; Jawa; dan melayu. • Memakai term tengah yang ambigu: “Apa pun yang adil adalah indah; membunuh musuh dalam perang adalah adil; jadi, membunuh musuh dalam perang adalah indah. Dalam proposisi ini, term tengah, kata adil adalah ambigu.

  9. Karena premis-premis yang negatif: Kesesatan terjadi karena menarik kesimpulan dari dua premis yang negatif. “Tidak ada orang Ind adalah orang Rusia; tidak ada orang Ind adalah orang Australia; jadi, tidak ada orang Australia adalah orang Rusia. • Term minor yang tidak layak. Ini terjadi karena premis minor menjadi universal. Padahal yang universal itu ada pada premis mayor. “Semua tanaman organisme hidup; semua tanaman tidak berperasaan; jadi, semua makhluk berperasaan adalah organisme hidup.” • Term mayor yang tidak layak. “Orang Ind adalah manusia yang heroik; orang Australia bukan orang Ind; jadi orang Australia bukan manusia heroik.” kesesatan terjadi karena premis mayor menjadi kesimpulan. Pdhl term itu partikular

  10. KESESATAN DALAM SILOGISME HIPOTETIS • Tolendo Ponens yakni kesesatan yang terjadi akibat premis minor dalam satu silogisme konjungtif menolak satu konjungsi, dan kesimpulannya menerima konjungsi yang lain. Contoh: Seseorang tidak bisa berada du Jakarta dan di Denpasar pada saat yang sama. • Kesesatan juga bisa terjadi saat premis minor dari silogisme disjungtif, yang premis mayornya berupa disjungsi yang tidak lengkap, menolak satu disjungsi dan kesimpulannya menerima disjungsi yang lain. Contoh, “hari ini adalah hari Senin atau hari Minggu; hari ini bukan hari Senin; Jadi, hari ini adalah hari Minggu”.

  11. KESESATAN INFORMAL • Kesesatan bahasa: Kesesatan yang terjadi akibat kurang tepatnya kata-kata, frase atau kalimat-kalimat yang dipakai untuk mengekspresikan pikiran. • Kesesatan bahasa terdiri dari: (1) ekuivokasi;(2) amphiboly;(3) Accen atau prosody;(4) komposisi; dan (5) kesesatan devisi

  12. KESESATAN BAHASA • Ekuivokasi yakni kesesatan yang terjadi akibat pemakaian satu term dengan arti yang berbeda. Kesesatan ini terjadi dalam penyimpulan deduktif akibat kesalahan penetapan arti untuk setiap term. • Contoh: “Semua bintang adalah benda-benda astronomis; Joy da Santo adalah bintang; Jadi Joy da Santo adalah satu benda astronomis.

  13. Kesesatan accen atau prosody: kesesatan ini terjadi akibat aksen yang salah atau karena satu tekanan yang salah dalam pembicaraan. • Contoh: “Hendaknya engkau tidak mendambakan isteri tetangga; Tetapi Pak Robi bukan tetangga saya; Karena itu, saya dapat mendambakan isterinya.” • Anwar menyerahkan tugasnya tepat waktu; karena itu, Anwar biasanya menyerahkan tugas-tugasnya terlambat.” Bila dibaca tanpa perubahan tekanan suara, premisnya bisa benar. Bila tekanan suara difokuskan pada kata terakhir maka akan menyiratkan kebenaran kesimpulannya.

  14. Kesesatan komposisi: ini terjadi akibat penyebutan secara kolektif apa yang seharusnya disebut secara individual. • Contoh: “setiap kuliah yang diselenggarakan di universitas dikelola dengan baik; oleh karena itu, pendidikan di universitasku dikelola dengan baik.” • Kesesatan devisi: kesesatan terjadi akibat kita menyebut secara individual untuk sesuatu yang seharusnya kolektif. • Contoh: “Mahasiswa filsafat membentuk kelas yang baik.”

  15. KESESATAN RELEVANSI • Argumentum ad Bachulum • Argumentum ad Homonim • Argumentum ad Ignorantiam • Argumentum ad Misericordiam • Argumentum ad Populum • Argumentum ad Verecundiam • Converse Accident • Non Causa Pro Causa • Accident (aksidensi)

  16. Argumentum ad Bachulum (kekuatan membuat benar) yakni kesesatan berpikir akibat penggunaan “logika kekuatan” (kekuasaan) untuk memaksa orang menerima pendapat dan kesimpulan kita. Argumentasi ini biasanya dipakai ketika bukti-bukti dan argumen rasional tidak cukup kuat. Contoh: “Bila anda tak setuju saya, anda akan kehilangan jabatan.”

  17. Argumentum ad Homonem yakni kesesatan berpikir dengan memakai serangan terhadap pribadi lawan, bukan pada isi argumentasinya. • Ada tiga cara menyerang pribadi lawan: (1) menghina lawan; (2) mendiskreditkan lawan bicara; (3) menyerang kelemahan pribadi lawan bicara. • Contoh:”Dasar idiot, menulis berita saja tak becus,” atau “Bagaimana kamu bisa lulus wawancara, academic record-nya saja Cuma 2,3”, atau “Bagaimana kamu bisa menyuruh orang agar bermoral, sementara kamu sendiri tidak bermoral.”

  18. Argumentum ad Misericordiam yaitu kesesatan berpikir dengan menggunakan perasaan belas kasihan untuk memenangkan argumentasinya. • Contoh: “Mohon pertimbangan Bapak agar ujian kali ini saya bisa lulus. Soalnya sudah empat kali ujian. Saya malu kepada orang tua saya, teman-teman saya juga melecehkan, termasuk pacar saya. Tolonglah Pak demi nama baik Stikom juga.

  19. Argumentum ad Populum yaitu kesesatan berpikir karena dengan menggunakan prasangka etnis, atau opini publik, perasaan suka atau tidak suka. Argumen ini merupakan metoda “jalan pintas” untuk menjatuhkan lawan. • Contoh: “Semua orang tahu bahwa semua pejabat publik itu korup. Sebagai Bupati, Bapak harus mundur karena korup.” • Argumen semacam ini sering dipakai para politisi, provokator, pembuat iklan dan para penghasut.

  20. Argumentum ad Verecundiam yaitu kesesatan berpikir dengan memakai otoritas, kewibawaan atau keahlian seseorang. • Contoh: “Percaya lah Presiden itu bebas dari korupsi karena ia sendiri yang menyuruh pemberantasan korupsi sampai ke akar-akarnya.” • Contoh lain: “Orang miskin itu biarkan saja mati karena menurut Darwin siapa yang kuat itulah yang akan bertahan hidup (survival of the fittest).”

  21. Accident yaitu kesesatan berpikir karena menerapkan prinsip-prinsip umum untuk kasus-kasus tertentu. • Contoh: “Karena semua agama pada prinsipnya mengajarkan kebaikan, maka orang Islam boleh ikut ibadah Kristen; Budha boleh shalat atau Hindu boleh melakukan kebaktian di Gereja.” • Contoh lain:”Demi kebebasan berpendapat yang dijami UUD 1945, siapa pun, termasuk Alay tak boleh ditangkap, karena hal itu merlanggar UUD dan HAM.” Padahal Alay demo dengan mencorat-coret mobil yang lewat dengan cat.

  22. Converse Accident yaitu kesesatan berpikir akibat membuat generalisasi yang gegabah, dengan memakai generalisasi induktif yang tidak lengkap. • Contoh:”Sebagian mahasiswa X adalah pecandu narkoba. Oleh sebab itu, semua mahasiswa X adalah pecandu narkoba.” • Contoh lain:”Sebagian mahasiswa tukang nyontek. Karena itu, semua mahasiswa tukang nyontek.”

  23. Non Causa Pro Causa yaitu kesesatan berpikir akibat sebab yang salah. Diduga bahwa X menyebabkan Y. Padahal tidak ada kaitannya yang utama. • Contoh: “Bila tidak ingin ada korupsi di birokrasi, maka naikkan gaji pegawai negeri sebesar 15 juta/bulan. Pasti korupsi akan sirna.”

  24. Petitio Principii yaitu kesesatan berpikir karena yang tidak didukung dengan fakta-fakta yang jelas atau menyembunyikan premis kunci yang kurang berdasar. • Contoh: “Tidak memberi uang kepada pengemis jalanan, adalah pelanggaran moral, karena pengemis itu secara moral sah untuk meminta-minta.”

More Related