1 / 39

PERAN DOKTER SPESIALIS OBSTERI DAN GINEKOLOGI DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN PPGDON DAN PONED di JAWA TIMUR

I. PENDAHULUAN. Tujuan global MPS adalah menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahirMenurunkan Angka Kematian Ibu sebesar 75% pada tahun 2015 dari AKI tahun 1990 menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup.Menurunkan Angka Kematian Bayi 35 per 1000 kelahiran hidup menjadi 15 per 1000 kel

iden
Download Presentation

PERAN DOKTER SPESIALIS OBSTERI DAN GINEKOLOGI DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN PPGDON DAN PONED di JAWA TIMUR

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


    1. PERAN DOKTER SPESIALIS OBSTERI DAN GINEKOLOGI DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN PPGDON DAN PONED di JAWA TIMUR dr. H. Bambang Trijanto, Sp.OG(K) Disampaikan pada Kuliah Utama KOGI XIV Sabtu, 8 Agustus 2009

    2. I. PENDAHULUAN Tujuan global MPS adalah menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir Menurunkan Angka Kematian Ibu sebesar 75% pada tahun 2015 dari AKI tahun 1990 menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup. Menurunkan Angka Kematian Bayi 35 per 1000 kelahiran hidup menjadi 15 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Keputusan Menkes RI 754/MENKES/SK/2000 ditetapkan Visi Pembangunan Kesehatan, yaitu “Indonesia Sehat 2010”.

    3. Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009 (RPJMN) dengan sasaran yang harus dicapai sebagai berikut : Meningkatnya umur harapan hidup dari 66,2 tahun menjadi 70,6 tahun. Menurunkan angka kematian bayi dari 45 menjadi 26 per 1000 kelahiran hidup. Menurunnya angka kematian ibu melahirkan dari 307 menjadi 226 per 100.000 kelahiran hidup. Menurunnya prevalensi gizi kurang pada anak balita dari 25,8% menjadi 20%.

    4. Penyediaan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir di sektor pemerintah : Polindes – POSKESDES Puskesmas Pembantu Puskesmas – Puskesmas Perawatan – Puskesmas PONED Rumah Sakit kabupaten/kota diharapkan mampu PONEK

    5. Kesenjangan dalam penyediaan kesehatan ibu dan bayi baru lahir secara nasional Berdasar kebijakan MPS tahun 2000 setiap desa harus mempunyai Polindes. Kenyataannya belum semua desa mempunyai Polindes dan POSKESDES. SK Menkes No. 564/2006, semua desa di Indonesia menjadi Desa Siaga akhir tahun 2008 (satu desa satu Polindes/POSKESDES). Kelengkapan peralatan, bahan, obat belum memenuhi standar kebutuhan. Di bidang sumber daya manusia, hampir semua tingkat pelayanan terdapat kekurangan tenaga (ketimpangan pemerataan). Kualitas dokter umum dan bidan didalam pelayanan kegawatdaruratan obstetri masih kurang memadai, walaupun sudah mendapat pelatihan. Penentu kebijakan di daerah sering tidak mendapat data atau ada data tetapi kurang memberi informasi sebagai dasar perencanaan dan manajemen program.

    6. Rencana Strategis MPS di Indonesia 2001-2010 Kerjasama dengan Pusdiknakes dan Komisi Disiplin Ilmu Kesehatan untuk merevisi dan mereview kurikulum pendidikan keperawatan, kebidanan, dan kedokteran disesuaikan pedoman klinis dasar Kompetensi petugas kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang terampil yang mencakup : Keterampilan esensial dan kemampuan menangani penyebab utama kematian ibu dan bayi baru lahir. Pelayanan persalinan normal. Keterampilan sikap dan kognitif, berpikir kritis. Menjamin pelaksanaan kurikulum pre-service training keperawatan, kebidanan, dan kedokteran yang baru direvisi.

    7. Rencana Strategis MPS di Indonesia 2001-2010 Memberi pelatihan pada dokter umum tentang PONEK di Rumah Sakit kabupaten dan pelatihan PONED untuk daerah tertentu. Menciptakan mekanisme untuk memelihara dan memutakhirkan keterampilan dan pengetahuan esensial untuk praktek sehari-hari di bidang kebidanan. Memantau efektivitas program in-service training dan pendidikan berkelanjutan. Pelatihan intensif PPGDON untuk bidan di desa yang terpencil untuk melayani Polindes.

    8. Rencana Strategis MPS di Indonesia 2001-2010 Pelatihan PONED untuk Puskesmas Perawatan yang terdiri 1 dokter umum, 1 bidan, dan 1 perawat atau 1 dokter umum dengan 2 bidan. Diharapkan Puskesmas mampu menstabilkan dan menangani kasus gawat darurat obstetri tertentu. Menjamin bidan di desa selalu bekerjasama yang baik dengan dukun bayi, kader, anggota PKK. Mempromosikan supervisi fasilitatif untuk PPGDON dan PONED.

    9. II. PELATIHAN PPGDON dan PONED di JAWA TIMUR Pelatihan Penanganan Gawat Darurat Obstetri dan Neonatal (PPGDON) Pelatihan ditujukan untuk para petugas kesehatan primer dalam stabilisasi dan penanganan awal keadaan gawat darurat (Bidan Polindes). Paket materi mengacu pada Buku Manual WHO ”Managing Complication in Pregnancy and Child Birth : A Guide for Midwives and Doctors (2000)”. Merupakan rangkaian pelatihan APN, PONED, PONEK, APK, dan bersifat saling melengkapi. Jadwal pelatihan selama 4 hari. Selanjutnya lebih diintregasikan dengan pelatihan PONED.

    10. PPGDON dan PONED di Jawa Timur Pelatihan PONED Setelah Bidan di Desa mampu melakukan stabilisasi dan penanganan awal kasus gawat darurat obstetri dan neonatal, selanjutnya akan dirujuk ke Puskesmas PONED untuk penanganan selanjutnya. Paket Pelatihan PONED telah mengalami revisi beberapa kali dan terakhir adalah Edisi kelima 2008.

    11. PPGDON dan PONED di Jawa Timur Materi Paket Pelatihan PONED 2008 meliputi : Komponen Maternal Partograf, penatalaksanaan kegawatdaruratan medik, Abortus–Aspirasi Vakum Manual, perdarahan postpartum, preeklamsia-eklamsia, distosia, ekstraksi vakum, infeksi nifas. Komponen Neonatal Bayi berat lahir rendah, hipotermia, hipoglikemia, ikterus, asfiksi BBL, gangguan nafas BBL, infeksi neonatal, rujukan dan transportasi BBL, persiapan sebelum tindakan kegawatdaruratan neonatal, kewaspadaan universal.

    12. PPGDON dan PONED di Jawa Timur Jadwal pelatihan selama 7 hari dan 8 jam sehari untuk presentasi kelas dan praktek dengan model simulasi kasus. Dilanjutkan magang di Rumah Sakit kabupaten/kota selama 7 hari penuh, 24 jam sehari dengan shift bergantian.

    13. PPGDON dan PONED di Jawa Timur Di Jawa Timur pelatihan dilaksanakan secara terkoordinasi antar Dinkes Prop. Jawa Timur, P2KT Surabaya, dan P2KS Malang. Didahului sosialisasi atau orientasi PONED untuk Dokter SpOG dan Dokter SpA Rumah Sakit kabupaten/kota pembina PONED. Pelatihan dilatih oleh Dokter SpOG dengan kualifikasi pelatih tingkat Master, Advanced, dan tingkat Madya (pratama).

    14. III. GAMBARAN PELAYANAN KESEHATAN IBU DI JAWA TIMUR SAMPAI TAHUN 2008 Jumlah penduduk : 37.436.164 jiwa Jumlah desa di Jawa Timur sebanyak 6.801 desa. Fasilitas pelayanan kesehatan : Puskesmas : 940 Puskesmas Perawatan : 421 Puskesmas PONED : 235 POLINDES : 5.453 RS Pemerintah PONEK : 45 RS Swasta PONEK : 58

    15. Pelayanan Kesehatan Ibu di Jawa Timur Ketenagaan tahun 2008 Dokter : 1500 Dokter SpOG : 309 Bidan (total) : 12.131 Bidan di desa : 7.714 (tinggal di desa 6.243) Bidan dilatih PPGDON : 333 Bidan dilatih PONED : 427

    16. Pelayanan Kesehatan Ibu di Jawa Timur Kematian ibu Terjadi 487 kematian ibu dari 585.469 kelahiran hidup atau 83 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian ibu Perdarahan 161 : 33% Preeklamsia-eklamsia 121 : 25% Infeksi 38 : 8% Jantung 59 : 12% Lain-lain 108 : 22%

    17. Pelayanan Kesehatan Ibu di Jawa Timur Tempat kematian ibu Rumah sakit (372) : 76% Puskesmas (13) : 2,6% Rumah Bersalin (4) : 0,8% Bidan Praktek Swasta (6) : 1,2% Rumah ibu (65) : 13,3% Perjalanan (27) : 6,1%

    18. Pelayanan Kesehatan Ibu di Jawa Timur Usia ibu saat meninggal = 16 tahun : 6 : 0,12% 17 s/d 19 tahun : 20 : 0,41% 20 s/d 34 tahun : 323 : 66,32% = 35 tahun : 138 : 33,15%

    19. Pelayanan Kesehatan Ibu di Jawa Timur Jumlah kehamilan saat meninggal Gravida 1 : 170 : 34,90 Gravida 2-3 : 238 : 48,87 Gravida= 4 : 79 : 16,23% Cara rujukan kasus Langsung ke RSU : 12 : 0,2% Estafet 1x : 120 : 24,6% Estafet 2x : 237 : 48,6% Estafet 3x : 98 : 20,1% Estafet 4x : 20 : 6,5%

    20. Pelayanan Kesehatan Ibu di Jawa Timur Saat kematian Ibu Saat hamil : 90 : 18,5% Saat persalinan : 191 : 39,2% Saat nifas : 206 : 42,3% Hari kematian Hari Sabtu : 90 : 18,5% Hari Minggu : 70 : 14,4% Hari libur : 25 : 5,2% Hari kerja : 322 : 61,9%

    21. Peran Dokter SpOG dalam mendukung PPGDON dan PONED Melatih ketrampilan klinik berbasis kompetensi dimana sebelumnya SpOG telah mendapatkan pelatihan CTS serta diberikan sosialisasi orientasi paket pelatihan PONED. Melatih PONED Membimbing saat magang di RSU Kabupaten Konsultasi langsung atau per telepon tentang kasus PONED Nara sumber AMP

    22. Peran SpOG dalam Mendukung PPGDON dan PONED Penyegaran PONED Membina rujukan PONED Memberi praktek langsung kasus rujukan di RSU Kabupaten/Kota Mengevaluasi dan memberi saran perbaikan atas kinerja Puskesmas PONED

    23. Pola pembinaan Dokter SpOG terhadap Tim PONED Puskesmas Setiap kabupaten/kota di Jawa Timur mempunyai dokter SpOG pembina PONED. Bekerjasama dengan Dinas Kesehatan kab/kota sebagai nara sumber AMP, penyegaran ilmu dan keterampilan PONED. Dokter SpOG berinisiatif untuk melakukan pertemuan membahas temuan kasus PONED di Rumah Sakit melalui Dinas Kesehatan kab/kota. Peran Kepala Seksi Rujukan Rumah Sakit disini masih belum banyak berfungsi. Memberi kesempatan Tim PONED Puskesmas menangani kasus PONED di Rumah Sakit kab/kota dengan bimbingan Dokter SpOG Kunjungan konsultasi berjadwal ke Puskesmas PONED Konsultasi setiap saat melalui telepon untuk kasus-kasus darurat obstetri di Puskesmas atau yang akan dirujuk

    24. Pembinaan Tim PONED di Ngawi Salah satu pembinaan dokter SpOG terhadap Tim PONED Puskesmas yang dinilai cukup berhasil dan berkesinambungan ialah di kabupaten Ngawi Di RSUD dr.Soeroto Ngawi terdapat 3 orang Dokter SpOG dimana terdapat 2 orang SpOG Pembina PONED. 1 SpOG diantaranya bertugas membina 3 Puskesmas PONED wilayah Timur 1 SpOG lainnya membina 2 Puskesmas PONED wilayah Barat. Jumlah penduduk 810.000 orang. Jumlah Puskesmas 24 buah. Jumlah Puskesmas + UGD : 19 buah

    25. Pembinaan Tim PONED di Ngawi Dalam 1 minggu sekali Puskesmas PONED dikunjungi dokter SpOG untuk konsultasi. Pertemuan pleno Puskesmas PONED dilakukan tiap 3 bulan Praktek magang di RSUD Ngawi, sangat kondusif bagi peserta dan kasusnya bervariasi sehingga dipakai juga untuk praktek magang peserta pelatihan PONED dari NTT, kabupaten Bintan, Kabupaten Kapuas. Kematian ibu tahun 2008 ada 10 dari 13.193 kelahiran hidup atau 76 per 100.000 kelahiran hidup.

    26. Kasus Kematian Ibu di Ngawi tahun 2008 Sebab kematian Perdarahan : 1 Infeksi : 1 Preeklamsia/eklamsia : 4 Jantung : 1 Lain-lain : 3 Usia saat meninggal 20 s/d 34 tahun : 9 = 35 tahun : 1

    27. Kasus Kematian Ibu di Ngawi tahun 2008 Jumlah kehamilan Gravida 1 : 4 Gravida 2-3 : 4 Gravida = 4 : 2 Tempat kematian Rumah Sakit Umum : 6 Rumah Sakit Swasta : 3 Rumah Ibu : 1

    28. Kasus Kematian Ibu di Ngawi tahun 2008 Cara rujukan kasus Langsung ke RSU : 0 Estafet 1x : 1 Estafet 2x : 4 Estafet 3x : 3 Estafet 4x : 2 Saat kematian Saat hamil : 2 Saat persalinan : 4 Saat nifas : 4

    29. Kasus Kematian Ibu di Ngawi tahun 2008 Hari kematian Sabtu : 1 Minggu : 1 Hari libur : 1 Hari kerja : 7

    30. Hambatan Dokter SpOG dalam membina Puskesmas PONED Tidak semua Dokter SpOG di Rumah Sakit kabupaten/kota dilibatkan dalam pembinaan PONED sejak awal. Koordinasi Dinas Kesehatan sebagai penanggung jawab Puskesmas PONED dengan dokter SpOG di Rumah Sakit lemah. Dokter pembina purna tugas dan belum ada pengganti. Dokter SpOG di Rumah Sakit kabupaten/kota hanya 1 orang. Tidak semua Dokter SpOG mempunyai interest pembinaan lapangan, lebih menyukai pelayanan klinik. Belum ada pertemuan koordinasi untuk penyegaran materi PONED 2008 untuk menyamakan persepsi dan strategi pembinaan.

    31. Pelaksanaan PONED di Puskesmas Puskesmas mampu PONED dan berfungsi : ada 4 Puskesmas (10%) yaitu Puskesmas Ngunut, Puskesmas Saradan, Puskesmas Tempursari, dan Puskesmas Duduk Sampeyan. Puskesmas mampu PONED dan berfungsi namun perlu dukungan : 62,5% Perlu pembinaan berkelanjutan oleh Dinas Kesehatan bersama dengan SpOG dan SpA RSUD setempat Penambahan tenaga agar dapat jaga 24 jam Penambahan sarana-prasarana PONED

    32. Evaluasi Pelaksanaan PONED di Jawa Timur bulan Juli 2008 Puskesmas mampu PONED namun tidak berfungsi : 10% Komitmen melaksanakan PONED belum ada Petugas kurang percaya diri oleh karena saat magang kasus yang didapat kurang dan pembinaan Dokter SpOG kurang intensif Alat banyak rusak Puskesmas belum mampu PONED Dokter atau bidan terlatih pindah Sarana rawat inap belum ada

    33. Hambatan Masalah Keterampilan PONED Saat magang pasca pelatihan PONED kasus sedikit bahkan tidak ada, oleh karena hanya dijalani saat jam kerja. Jalur konsultasi emergensi melalui telepon dengan pembina PONED terhambat sehingga tidak berani bertindak. Pembinaan Dinas Kesehatan bersama-sama dengan SpOG RS kabupaten/kota kurang dan tidak rutin atau terjadwal.

    34. Hambatan masalah ketenagaan dalam pelaksanaan PONED Tim PONED Puskesmas mengalami mutasi sehingga tidak bisa berfungsi optimal. Tenaga terlatih Puskesmas PONED kurang sehingga menyulitkan pengaturan jaga secara bergiliran 24 jam. Dokter SpOG Rumah Sakit kabupaten hanya 1 orang oleh karena pensiun dan belum ada pengganti. Koordinasi antara Dinas Kesehatan dengan dokter SpOG di Rumah Sakit kurang efektif.

    35. RANGKUMAN Dalam upaya mencapai target Millenium Development Goals 2015 di Indonesia diperlukan upaya terfokus dan berkesinambungan sehingga AKI dapat turun menjadi 102/100.000 kelahiran hidup. Masih terdapat kekurangan di bidang kemampuan dasar dalam pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir terutama didalam pelayanan gawat darurat obstetri dan neonatal.

    36. RANGKUMAN Dilakukan kegiatan PPGDON untuk Bidan di desa dan pelatihan PONED untuk daerah tertentu. Angka Kematian Ibu di Jawa Timur tahun 2008 sebesar 83 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian terbanyak kasus perdarahan (33%) dan mulai muncul kasus penyakit jantung (12%) sebagai penyebab kematian. Tempat kematian terbanyak di Rumah Sakit (76%) dan saat kematian terbanyak pada masa nifas (42,3%).

    37. RANGKUMAN Peran Dokter SpOG disamping penanganan klinis di Rumah Sakit juga peningkatan kualitas SDM dan memberikan jawaban konsultasi tentang penanganan kasus gawat darurat obstetri. Salah satu pembinaan Dokter SpOG terhadap Tim PONED Puskesmas yang berhasil ialah di kabupaten Ngawi. Disini koordinasi antara Puskesmas, Dinkes Kabupaten dan Dokter SpOG Rumah Sakit berjalan baik dan efektif. Angka Kematian Ibu tahun 2008 sebesar 76 per 100.000 kelahiran hidup dan 90% terjadi di Rumah Sakit.

    38. RANGKUMAN Evaluasi pelaksanaan PONED 2008 dari 40 Puskesmas yang dievaluasi, hanya 10% yang berfungsi dengan baik, sisanya masih perlu dukungan dari berbagai aspek dan berbagai pihak.

More Related