1 / 25

Pencatatan Perkawinan

Pencatatan Perkawinan.

hila
Download Presentation

Pencatatan Perkawinan

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. PencatatanPerkawinan Dalam hadis Rasul, yang diriwayatkan oleh al- Tirmidzy berasal dari Siti Aisyah, dimana dinyatakan bahwa Rasul berkata: “I’lanun nikaaha wardhribu alaihi bil gaarbaali”, artinya: “umumkanlah perkawinan itu dan pukullah gendang dalam hubungan dengan pengumuman itu” Dalam hadis Rasul, yang diriwayatkan oleh al- Tirmidzy berasal dari Siti Aisyah, dimana dinyatakan bahwa Rasul berkata: “I’lanun nikaaha wardhribu alaihi bil gaarbaali”, artinya: “umumkanlah perkawinan itu dan pukullah gendang dalam hubungan dengan pengumuman itu” Tim PengajarHukumPerorangandanKekeluargaan Islam

  2. Dalam al-Qur’an tidak diatur secara tegas mengenai kewajiban mencatat perkawinan (nikah); • Dalam Q.S. al-Baqarah (2): 282 Allah berfirman : “….Jika kamu bermuamalah, maka catat dan hadirkan 2 orang saksi…..” • Menurut M. Idris Ramulyo bukti autentik terjadinya perkawinan sesuai dengan analogi (qiyas) ketentuan dalam Q. S. 2: 282. • Namun sebagian ahli berpendapat bahwa ayat ini hanya untuk utang piutang.

  3. Para ahli hukum berpendapat, sebaiknya perkawinan dicatat. Walaupun perkawinan itu telah memenuhi rukun dan syarat perkawinan, perkawinan itu sah menurut agama tapi tidak diketahui negara. • Selama perkawinan belum dicatat atau belum terdaftar, negara menganggap tidak ada perkawinan. • Akibatnya maka tidak ada hubungan hukum antara suami, istri dan anak-anak yang dilahirkan. • Anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya. • Istri tidak dapat menuntut haknya melalui jalur hukum negara. • Selain perlu dicatat, peristiwa perkawinan sebaiknya diumumkan.

  4. Menurut hukum Islam pencatatan perkawinan hanya proses administrasi saja, tidak mempengaruhi sahnya perkawinan. • Jika melihat manfaat pencatatan, maka pencatatanperkawinan sangat perlu dilakukan bahkan diwajibkan. • Selain dicatat, dianjurkan pula untuk diumumkan.

  5. Dalam hadis Rasul, yang diriwayatkan oleh al- Tirmidzy berasal dari Siti Aisyah, dimana dinyatakan bahwa Rasul berkata: • “I’lanun nikaaha wardhribu alaihi bil gaarbaali”, artinya: “umumkanlah perkawinan itu dan pukullah gendang dalam hubungan dengan pengumuman itu” • Manfaatnya untuk memberi tahu masyarakat bahwa telah terjadi perkawinan sehingga dapat terhindar dari fitnah.

  6. UU PencatatanNikah, TalakdanRujuk • Berdasar Pasal 29 UUD 1945 • Di Indonesia pada tahun 1946 dibentuk Kementrian Agama • Dengan UU No. 22 tahun 1946 yang mulai berlaku di seluruh Indonesia pada tanggal 2 Nov. 1954 melalui (berdasar) UU No. 32 tahun 1954 diatur tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk

  7. Dengan berlakunya UU tersebut, Peraturan perundangan mengenai pencatatan nikah yang telah ada d i c a b u t, • Yaitu: Huwelijks Ord. Stbl. 1929 – 348, • Vorstenlandsche Huwelijks Ordonantie Stbl. 1937 – 98, • Huwelijks Ordonantie Buitengewesten Stbl. 1932 - 482

  8. Dalam Pasal 1 ayat (1) UU No 22 tahun 1946 jo. UU No 32 tahun 1954 ditentukan nikah yang dilakukan menurut agama Islam diawasi oleh pegawai pencatat nikah yang diangkat oleh menteri agama atau pegawai yang ditunjuk olehnya.

  9. UU Perkawinan menempatkan pencatatan suatu perkawinan pada tempat (kedudukan) yang penting sebagai pembuktian telah diadakan perkawinan • Pasal 2 ayat( 2): tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. • Pencatatan perkawinan bukanlah sesuatu hal yang menentukan sah atau tidak sahnya suatu perkawinan.

  10. Perkawinan adalah sah bila telah dilakukan menurut ketentuan agamanya masing-masing walaupun tidak atau belum didaftar. • Dalam SK Mahkamah Islam Tinggi tahun 1953 No. 23/19 ditegaskan bahwa bila rukun nikah telah lengkap, tetapi tidak didaftar maka nikah tersebut adalah sah, sedang yang bersangkutan dikenakan denda karena nikah tidak didaftar

  11. DalamBab 3 PP No 9 tahun 1975 mengenaiTatacaraPerkawinan, Pasal 10 : ( 1)Perkawinandilangsungkansetelahharikesepuluhsejakpengumumankehendakperkawinanolehpegawaipencatat, dengancaramenempelkansuratpengumumanpadakantorpencatatperkawinan. (2)TatacaraPerkawinandilakukanmenuruthukummasing-masingagamanyadankepercayaannyaitu

  12. (3)Dengan mengindahkan Tatacara perkawinan menurut agama dan kepercayaannnya itu, perkawinan dilaksanakan dihadapan pegawai pencatat dan dihadiri oleh 2 orang saksi. Pasal 11 (1)Sesaat sesudah dilangsungkannya perkawinan sesuai dengan ketentuan Pasal 10 PP, kedua mempelai menandatangani akta perkawinan

  13. (2) Akta perkawinan yang telah ditandatangani oleh mempelai itu, selanjutnya ditandatangani pula kedua saksi dan Pegawai Pencatat yang menghadiri perkawinan dan bagi yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam, ditandatangani pula oleh Wali nikah atau yang mewakilinya. (3) Dengan penandatanganan akta perkawinan, maka perkawinan telah tercatat secara resmi.

  14. Mengenai Tugas dan Tanggung Jawab Pegawai Pencatat Nikah diatur dalam Peraturan Menteri Agama No 3 tahun 1975 tentang Kewajiban Pegawai Pencatat Nikah dan Tata Kerja Pengadilan Agama Dalam Melaksanakan Peraturan Perundang-undangan Perkawinan Bagi Yang Beragama Islam. Kemudian pada tahun 2004 dikeluarkan Keputusan Menteri Agama RI No 477 tahun 2004 tentang Pencatatan Nikah.

  15. Padatahun 2007 dikeluarkanPeraturanMenteri Agama RI no 11 tahun 2007 tentangPencatatanNikah. • PadaBab 2 Pasal 2, 3 dan 4 diaturmengenaiTugasPegawaiPencatatNikah, yaitu: • Pasal 2: Ayat (1): PegawaiPencatatNikah yang selanjutnyadisebut PPN adalahpejabat yang melakukanpemeriksaanpersyaratan, pengawasandanpencatatanperistiwanikah/rujuk, pendaftaranceraitalak, ceraigugat, danmelakukanbimbinganperkawinan.

  16. Ayat (2): PPN dijabat oleh Kepala KUA. Kepala KUA sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menandatangani akta nikah, akta rujuk, buku nikah (kutipan akta nikah) dan/atau kutipan akta rujuk. Pasal 3 • PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dalam melaksanakan tugasnya dapat diwakili oleh Penghulu atau Pembantu PPN.

  17. Ayat (1): Pengangkatan, pemberhentian, dan penetapan wilayah tugas Pembantu PPN dilakukan dengan surat keputusan Kepala Kantor Departemen Agama kabupaten/kota atas usul Kepala KUA dengan mempertimbangkan rekomendasi Kepala Seksi yang membidangi urusan agama Islam. • Ayat (2) : Pengangkatan, pemberhentian, dan penetapan wilayah tugas Pembantu PPN diberitahukan kepada kepala desa/lurah di wilayah kerjanya.

  18. Pasal 4 PelaksanantugasPenghuludanPembantu PPN sebagaimanadiaturdalamPasal 3 ayat 1 dilaksanakanatasmandat yang diberikanoleh PPN.

  19. DalamKompilasiHukum Islam ditentukandalamPasal 5 yang berbunyisbb: Ayat (1): Agar terjaminketertibanperkawinanbagimasyarakat Islam setiapperkawinanharusdicatat Ayat (2): Pencatatanperkawinandilakukanoleh PPN sebagaimanadiaturdalam UU No 22 tahun 1946 jo. UU No 32 tahun 1954

  20. Pasal 6 • Ayat (1): Untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 5, setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasan PPN • Ayat (2): Perkawinan yang dilakukan diluar pengawasan PPN tidak mempunyai kekuatan hukum

  21. Pasal 7 • ayat (1): Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh PPN • Ayat(2): Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah, dapat diajukan Isbat nikahnya ke pengadilan agama

  22. Isbat Nikah: Penetapan tentang nikah • Diatur dalam Pasal 7 ayat (3). • Diajukan ke PA dan hanya berlaku bila: • Pada penyelesaian perceraian; • Hilangnya Akta Nikah; • Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan; • Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlaku UU No 1 tahun 1974; • Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut UU No 1 tahun 1974

  23. Ayat (4) : Yangberhakmengajukanpermohonan isbat nikah adalah: • Suami atau istri, • Anak-anak mereka, • Wali nikah dan • Pihak yang berkepentingan dengan perkawinan itu.

  24. Hukuman bagi Pelaku Pelanggar Hukum Pencatatan Perkawinan: • UU No. 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan NTR Pasal 3 menetukan hukuman denda bagi seorang laki-laki yang menikahi seorang perempuan tidak di hadapan PPN, sebanyak-banyaknya Rp 50,00. Jadi yang kena hukuman denda hanya suami. • PP No. 9 Tahun 1975 Pasal 45 menentukan bahwa perkawinan yang yang dilakukan tidak di hadapan PPN dikenakan hukuman denda setinggi-tingginya Rp 7.500,00. Yang kena hukuman denda : mempelai yaitu suami dan isteri.

  25. UU No. 23 Tahun 2003 tentang Administrasi Kependudukan Pasal 90 hukuman denda Rp 1.000.000,00. Dalam Pasal 36,37 jo Pasal 90 dinyatakan bahwa perkawinan wajib didaftarkan.

More Related