1 / 25

Pemerintahan Kawasan Perkotaan

Pemerintahan Kawasan Perkotaan. Irfan Ridwan Maksum. Pendahuluan. Ingat definisi desentralisasi di awal kuliah. Desentralisasi adalah otonomisasi masyarakat lokal (Hoessein: 1999). Desentralisasi menjadi sumber dari adanya penyelenggaraan pemerintahan daerah agar otonomi dapat terselenggara.

chiara
Download Presentation

Pemerintahan Kawasan Perkotaan

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. Pemerintahan Kawasan Perkotaan Irfan Ridwan Maksum

  2. Pendahuluan • Ingat definisi desentralisasi di awal kuliah. • Desentralisasi adalah otonomisasi masyarakat lokal (Hoessein: 1999). Desentralisasi menjadi sumber dari adanya penyelenggaraan pemerintahan daerah agar otonomi dapat terselenggara. • Masayarakat yang menerima otonomi tersebut merupakan kesatuan masyarakat secara hukum. Dalam kacamata norma hukum Indonesia, disebut sebagai daerah otonom. • Terdapat perbedaan antara masyarakat berciri perdesaan dan bereciri perkotaan. Sudah semestinya pemerintahan yang menjalankan otonomi bagi masyarakat tersebut pun bervariasi karena hal tersebut.

  3. Apa itu Kawasan perkotaan? TIDAK ADA SATU PUN DEFINISI YANG DAPAT DITERIMA OLEH SEMUA KALANGAN. STEVEN PINCH (1985) MENGEMUKAKAN TIGA KRITERIA UNTUK MENENTUKAN APAKAH SUATU WILAYAH DAPAT DIKATAKAN SEBAGAI KOTA ATAU BUKAN. KRITERIA FISIK BERKAITAN DENGAN ADA TIDAKNYA WILAYAH TERBANGUN DAN INTENSITAS WILAYAH TERBANGUN TERSEBUT

  4. KRITERIA ADMINISTRATIFDEFINISI INI BERKAITAN DENGAN UPAYA PEMBUATAN BATAS WILAYAH KOTA . SUATU WILAYAH DAPAT DIKATAKAN MENJADI KOTA JIKA SECARA LEGAL TELAH DINYATAKAN SEBAGAI KOAT DAN DIKELOLA OLEH SEBUAH PEMEIRNTAH KOTA DENGAN YURISDIKSINYA.KRITERIA FUNGSIONALKATA PINCH (1985), KRITERIA INI BERKAITAN DENGAN DOMINASI PENDUDUK SUATU WILAYAH YANG BEKERJA DI SEKTOR NON-AGRICULTURE.

  5. MENURUT SUJAMTO, DARI BERBAGAI PENGERTIAN KOTA OLEH PARA PAKAR, DARI SISI BATAS WILAYAH MUNCUL POLA-POLA PERKOTAAN: • 1. SUATU WILAYAH YANG ANTARA BATAS FUNGSIONAL DAN NON-FUNGSIONALNYA BERHIMPIT2. SUATU WILAYAH KOTA YANG BATAS FUNGSIONALNYA LEBIH LUAS DARI BATAS NON-FUNGSIONALNYA3. SUATU WILAYAH KOTA YANG BATAS FUNGSIONALNYA LEBIH SEMPIT DARI BATAS NON-FUNGSIONALNYA4. HANYA BATAS FUNGSIONAL SAJA, SEMENTARA BELUM TERDAPAT PERATURAN YANG MENJADI DASAR BAGI WILAYAH TERSEBUT UNTUK MENAJDI KOTA.

  6. DISAMPING MENURUT SUJAMTO, VARIASI KOTA PUN DAPAT DIBEDAKAN ATAS DASAR BERBAGAI ASPEK (HOSSEIN: 1999):1.  STATUS KEPEMERINTAHAN2.  LETAK URBAN CENTER3.  LINGKUP PELAYANAN 4.  JUMLAH PENDUDUK5.  AGEN PENGEMBANGAN KOTA6.  STATUS PEMUSATAN KOTA (NIESSEN: 1996)

  7. Segi Hukum kawasan perkotaan Daldjoeni (2003): “Pengertian kota di sini dikaitkan dengan adanya hak-hak hukum bagi penghuni kota. Di zaman Hindia belanda kota-kota seperti Salatiga, Sukabumi, dan Probolinggo, bersatatus haminte (gemeente) dengan alasan jumlah penduduknya yang berbangsa Eropa 10% lebih, mereka ini tidak di bawah kekuasaan Bupati lalu kota diatur menurut hukum Belanda ditempatkan di bawah kekuasaan burgemeester (walikota). Di zaman kemerdekaan jumlah kotamadya (bekas gemeente) terus bertambah dengan alasan lain yaitu daya otonominya.” Oleh karena itu terkait dengan struktur pemerintahan daerah yang diatur dalam UU Pemerintahan daerah.

  8. Hoessein (2002) “Dalam Pasal 90 UU No. 22 Tahun 1999 diidentifikasikan empat jenis kawasan perkotaan. Pertama, kawasan perkotaan yang telah berstatus kota.---diatur jelas dan terwujud (KOTA). Kedua, kawasan perkotaan yang merupakan bagian dari kabupaten. Kawasan ini dapat berstatus kelurahan dan/atau kecamatan.---tidak jelas operasionalnya (PRA-KOTA).

  9. lanjutan Ketiga, kawasan perkotaan baru yang merupakan hasil pembangunan yang mengubah kawasan perdesaan menjadi perkotaan di kabupaten.---ada prakteknya tapi belum diatur dengan jelas operasionalnya. (KOTA BARU) Keempat, kawasan perkotaan yang merupakan bagian dari dua atau lebih daerah otonom yang berbatasan sebagai satu kesatuan sosial, ekonomi dan fisik perkotaan.---ada gejalanya, belum diatur (METROPOLIS).

  10. “Keempat macam kawasan perkotaan tersebut oleh NUDS disebut sebagai kota dalam arti fungsional. Selanjutnya dalam Buku Repelita VI, jumlah kota tersebut telah mencapai 412 buah yang terdiri atas sebuah kota megapolitan, 10 kota metropolitan, 6 kota besar, 84 kota sedang dan 311 kota kecil. “

  11. lanjutan • “Kota metropolitan berpenduduk lebih dari 1 juta jiwa, kota besar berpenduduk 500.000 s/d 1 juta, kota sedang berpenduduk 100.000 s/d 500.000 dan kota kecil berpenduduk 20.000 s/d 100.000. Struktur pemerintahan bagi 86 kota yang telah berstatus berotonomi hingga kini belum terlihat variatif.”

  12. “Belum bervariasinya struktur pemerintahan bagi masyarakat perkotaan tersebut di atas pertanda belum bervariasinya politik di tingkat lokal. Oleh karena itu local voice dan local choice bagi masyarakat perkotaan belum sepenuhnya terakomodasi oleh struktur pemerintahan yang terbangun.”

  13. lanjutan • Secara substansial berarti belum efektifnya fungsi desentralisasi dalam menciptakan keaneka ragaman penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan kondisi setempat. Aspirasi pasal 92 (3) untuk diterbitkannya peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur pengelolaan dan pemerintahan perkotaan hingga kini belum terwujud.”

  14. Perbandingan antara UU No. 5 Tahun 1974 dan UU No. 22 Tahun 1999 dalam pemerintahan kawasan perkotaan PERSAMAAN • Sama-sama secara normatif menganggap kelurahan adalah perangkat pemerintahan bagi masyarakat perkotaan dan Desa bagi masyarakat perdesaan. • Sama-sama secara sosiologis, masyarakat Kota dapat berada dalam sebuah wilayah dengan status pemerintahan Kabupaten (bukan Kota). Oleh karena itu, kelurahan dapat berada di wilayah Kabupaten.

  15. PERBEDAAN 1. Dalam UU No. 22 Tahun 1999 tidak menghendaki adanya pemerintah Desa di dalam kawasan Pemerintah Kota, sedangkan UU No. 5 Tahun 1974, bahwa di dalam Kotamadya masih dimungkinkan adanya Pemerintah Desa. 2. Dalam UU No. 5 Tahun 1974 maupun UU No. 22 tahun 1999 terdapat variasi status pemerintahan kawasan perkotaan. UU No. 22 Tahun 1999 empat jenis, sedangkan UU No. 5 Tahun 1974 menyebutkan (1) DKI Jakarta, (2) Kotamadya, dan (3) Kota administratif.

  16. Lanjutan 3. Realisasi yang ada, pada masa UU No. 5 Tahun 1974, ada tiga tingkatan pemerintah Kota yang berjalan: DKI, Kotamadya, dan Kota administratif; sedangkan UU No. 22 Tahun 1999 praktis hanya Provinsi DKI dan seluruh Kota. 4. Sebutan pemerintahan perkotaan pada UU No. 5 Tahun 1974 ditujukan untuk pembagian wilayah dalam rangka asas dekonsentrasi semata, sedangkan UU No. 22 Tahun 1999 ditujukan untuk desentralisasi semata dan selebihnya di’rencanakan merupakan perangkat daerah kecuali ‘metropolitan’.

  17. UU No. 32 Tahun 2004 BAB X KAWASAN PERKOTAAN Pasal 199 (1) Kawasan perkotaan dapat berbentuk : a. Kota sebagai daerah otonom; b. bagian daerah kabupaten yang memiliki ciri perkotaan; c. bagian dari dua atau lebih daerah yang berbatasan langsung dan memiliki ciri perkotaan. (2) Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikelola oleh pemerintah kota. (3) Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikelola oleh daerah atau lembaga pengelola yang dibentuk dan bertanggungjawab kepada pemerintah kabupaten.

  18. lanjutan (4) Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dalam hal penataan ruang dan penyediaan fasilitas pelayanan umum tertentu dikelola bersama oleh daerah terkait. (5) Di kawasan perdesaan yang direncanakan dan dibangun menjadi kawasan perkotaan, pemerintah daerah yang bersangkutan dapat membentuk badan pengelola pembangunan.

  19. lanjutan (6) Dalam perencanaan, pelaksanaan pembangunan, dan pengelolaan kawasan perkotaan, pemerintah daerah mengikutsertakan masyarakat sebagai upaya pemberdayaan masyarakat. (7) Ketentuan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) ditetapkan dengan Perda dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

  20. UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 32 Tahun 2004 • Hampir sama dalam mengatur sejumlah kawasan perkotaan dan pemerintahan perkotaan. • Perbedaan utamanya adalah UU No. 22 Tahun 1999 menganggap bahwa dalam Kota tidak dimungkinkan adanya Desa, sedangkan UU No. 32 Tahun 2004 masih memungkinkan jika kondisi sosial ekonomi masih perdesaan, dan secara umum masyarakat masih menghendaki bentuk Desa. Dalam hal ini UU No. 32 Tahun 2004 sama dengan UU No. 5 Tahun 1974.

More Related