1 / 67

Penegakan Hukum Pidana Lingkungan Hidup ( BerdasarkanUUPPLH )

Penegakan Hukum Pidana Lingkungan Hidup ( BerdasarkanUUPPLH ). Outline. Penyidik Pelaku Teori Pemidanaan Korporasi dalam Pidana Lingkungan Karakteristik Tindak Pidana Lingkungan Macam Tindak Pidana Menurut UU Lingkungan Indonesia Pidana sebagai ultimum remedium. Bagian I. PENYIDIK.

blaise
Download Presentation

Penegakan Hukum Pidana Lingkungan Hidup ( BerdasarkanUUPPLH )

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. PenegakanHukumPidanaLingkunganHidup(BerdasarkanUUPPLH)

  2. Outline • Penyidik • Pelaku • Teori Pemidanaan Korporasi dalam Pidana Lingkungan • Karakteristik Tindak Pidana Lingkungan • Macam Tindak Pidana Menurut UU Lingkungan Indonesia • Pidana sebagai ultimum remedium

  3. Bagian I PENYIDIK

  4. Penyidik Berdasarkan UU PPLH Pasal 94 (1): • PejabatPolisi Negara Republik Indonesia (Polri) • PejabatPegawaiSipil (PPNS)

  5. STATUS PPNS & PPLHD PPNS-LH (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) • Telah mengikuti diklat: 554 orang; Mutasi-pindah-meninggal : 156 • Tercatat: 398 orang (di atas kertas). PPLH & PPLHD (Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup) • Telah mengikuti diklat 1.570 orang; Mutasi-pindah-meninggal: 922 • Tercatat: 648 orang (di atas kertas). Banyak PPLH maupun PPNS tidak lagimenjalankan tugasnyakarena beralih profesiataupun mutasi/promosi ke bidangyang lain.

  6. Wewenang PPNS (pasal 94 ayat 2): • Pemeriksaan kebenaran laporan • Pemeriksaan orang yang diduga melakukan tindak pidana • Pemeriksaan keterangan dan bahan bukti • Pemeriksaan pembukuan, catatan, dan dokumen • Pemeriksaan di tempat yang diduga terdapat bahan bukti, pembukuan, catatan, dan dokumen • Penyitaan • Meminta bantuan ahli • Menghentikan penyidikan • Memasuki tempat tertentu, memotret, membuat rekaman audio visual • Melakukan penggeledahan • Menangkap dan menahan

  7. Wewenang PPNS (lanjutan) Penyidik POLRI Koor- din- asi PPNS LH Jaksa Penuntut Umum PENYIDIKAN Menangkapdanmenahan pemeriksaan Kewenangan lainnya penyitaan penggeledahan Menghentikan penyidikan

  8. Koordinasi PPNS, Polri, danKejaksaan • Pada waktu penangkapan dan penahanan: PPNS berkordinasi dengan Polri (ps. 94 ayat 3) • Koordinasi = berkonsultasi guna mendapatkan bantuan personil, sarana, dan prasarana • Pada saat penyidikan: memberitahukan kepada Polri dalam rangka koordinasi (ps. 94 ayat 4) • Pada saat dimulainya penyidikan: PPNS memberitahukan kepada Penuntut Umum, dengan tembusan kepada Polri (ps 94 ayat 5) –> SPDP • Kejaksaan akan menerbitkan Surat Perintah Penunjukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengikuti perkembangan terdakwa ( P-16). • Nantinya Penyidik PPNS KLH akan berkoordinasi dengan JPU yang ditunjuk.

  9. Koordinasi PPNS, Polri, danKejaksaan • Bilaperkembanganperkara LH menunjukankemajuanmakaKejaksaanakanmenerbitkanSuratPerintahPenunjukanJPUuntukpenyelesaiakanperkaraPidana. (P-16A) • KejaksaandapatmemintaPenyidik PPNS KLH untukmelaporkanhasilpenyidikan (P-17) • Bilahasilpenyidikanbelumlengkapmaka JPU dapatmenerbitkanpemberitahuankepadapenyidik KLH bahwahasilpenyidikanbelumlengkap. (P-18) • JPU meminta agar penyidik KLH untukmelengkapi (P-19) • Bilaberkassudahlengkapmaka JPU menerbitkanpemberitahuanbahwaberkasdinyatakanlengkapdansiapdilimpahkankePengadilan (P-21) Catatan: Kode-kode P16 danseterusnyamerupakankodesesuaidenganKeputusanJaksaAgung RI No. 518/A/J.A/11/2001 tanggal 1 Nopember 2001 tentangPerubahanKeputusanJaksaAgung RI No. 132/JA/11/1994 tentangAdministrasiPerkaraTindakPidana.

  10. Pembuktian • Alat bukti yang sah (ps. 96): • Keterangan saksi • Keterangan ahli • Surat • Petunjuk • Keterangan terdakwa • Alat bukti lain: • Informasi yg diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik, magnetik, optik • Alat bukti data, rekaman, atau informasi yang dapat dibaca, dilihat, dan didengar yang dapat dikeluarkan dengan/tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik selain kertas, atau terekam secara elektronik • Hasil penelitian ahli mengenai kerusakan lingkungan. Contohnya hasil analisa laboratorium dalam menentukan proses pencemaran dan atau perusakan yang sedang terjadi, kerugian/dampak yang timbul serta modus operandinya apakah dilakukan secara sengaja atau tidak • Informasi elektronik, dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya (Pasal 5 UU ITE)

  11. Bagian II Pelakupidana

  12. PelakuPidanaBerdasarkan UU PPLH • Orang • Korporasi Pemberi Perintah Badan Hukum Pemimpin korporasi

  13. Orang: “Barangsiapa” menurut UUPPLH ditambahdengan: “PelakuPidana” dalam KUHP: “Barangsiapa” : orang + Pasal 55 KUHP: • Yang melakukan • Yang menyuruhmelakukan (doenpleger) • Yang turutmelakukan (medepleger) • Yang membujuk (uitloker) • Yang membantumelakukan Pasal 56 Pasal 55

  14. Pasal 116 ayat 1 UUPPLH: apabilatindakpidanadilakukanoleh, untuk, atauatasnamabadanhukum, makatuntutandansanksipidanadijatuhkankepada • Badanusaha • – Pemberiperintahuntukmelakukantindakpidana • Pemimpinkegiatantindakpidana • Pasal 116 ayat 2 UUPPLH: Apabilatindakpidanadilakukanolehorang yang bertindakdalamlingkupkerjabadanusaha, denganberdasarkanpadahubungankerjaatauhubungan lain, makasanksidijatuhkankepadapemberiperintahataupemimpindalamtindakpidana

  15. Pasal 117 UUPPLH: jika tindak pidana diajukan kepada pemberi perintah atau pemimpin (pasal 116 ayat 1 b), maka ancaman diperberat sepertiga • Pasal 118 UUPPLH: untuk tindak pidana pasal 116 ayat (1) huruf a, sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha yang diwakili oleh pengurus selaku pelaku fungsional • Penjelasan pasal 118 UUPPLH: sanksi dijatuhkan kepada mereka yang memiliki wewenang dan menerima

  16. KONDISI/SYARAT UNTUK MEMIDANAKAN a. Power (de jure/de facto)b. Acceptance Merupakan kebijakan perusahaan. Misalnya: kebakaran hutan Kurang pengawasan (manajemen yang buruk) Dilakukan tidak hanya sekali

  17. Corporate Crime Responsibility(Prof. Dr. Muladi, 2012) • Pengurusperusahaandapatdijatuhihukumanapabila: • Kewenanganpengambilanputusan; • Kewenanganmerepresentasikanperusahaan; • Kemampuanuntukmengontrol/mengendalikantermasukmencegahsuatuperbuatan; • Untukkeuntungankorporasi.

  18. Konstruksi Tindak Pidana Korporasi menurut UUPPLH Tindakpidana Konstruksi I: PemimpinBadan Usaha Badan Usaha • Syarat (ps. 118 danpenjelasannya): • Wewenang (power) • Menerima (acceptance) : menyetujui, membiarkan, tidakcukupmelakukanpengawasan, ataumemilikikebijakanygmemungkinkantindakpidanaterjadi • Yang dipidana: • (hanya) Badanusaha (pasal 116 ayat 1 jo. 118) • pemimpinbadanusaha (de jure / de facto) – penjelasan 118 • Pelakulangsung

  19. Kriteria SLAVENBURG “Pemimpin fungsional/Pemberi Perintah dapat dianggap memenuhi syarat untuk dipidanakan apabila ia -yang mempunyai kewenangan dan harus melakukan perbuatan sesuai dengan kewenangannya tersebut- telah lalai untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna mencegah terjadinya perbuatan pidana tersebut dan secara sadar menerima bahwa ada perbuatan pidana yang kemungkinan akan terjadi. Dalam keadaan ini maka Pengurus/Fungsionaris tersebut dianggap telah sengaja mendorong terjadinya perbuatan pidana tersebut

  20. Kriteria SlavenburgPrasyarat Pemidanaan Pemimpin Korporasi • Pemimpinorganisasi/ korporasimerupakanfungsionaris yang dapatmenghentikanataumencegahperilakupidana (kedudukannyade juremaupunde facto powerful) • Pemimpintersebutmemahamibahwaterdapatkemungkinan yang cukupbahwapelanggaransangatmungkinterjadiKESIMPULANNYA, FUNGSIONARIS/ PEMIMPIN PERUSAHAAN YANG BERSANGKUTAN SECARA SADAR MENDUKUNG / MEMPROMOSIKAN “Illegal Behavior”

  21. Konstruksi Tindak Pidana Korporasi menurut UUPPLH (lanjutan) Tindakpidana Konstruksi II: Orang yang memimpintindakpidana Orang yang memerintahkantindakpidana • Syarat : • Untuk, oleh, atauatasnamabadanusaha (ps. 116 ayat 1), atau • Bekerjadalamlingkupbadanusahaberdasarkanhubungankerjaatauhubungan lain (ps. 116 ayat 2) • Yang dipidana: Pemimpinataupemberiperintahtindakpidana Sanksi: + 1/3 • Badanusaha • Pelakulangsung • Pemimpinbadanusaha

  22. PidanaTambahan • Pasal 119: Selain pidana sebagaimana dimaksud dalamUndang-Undang ini, terhadap badan usaha dapat dikenakan pidana tambahan atau tindakan tata tertib berupa: • perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; • penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan; • perbaikan akibat tindak pidana; • pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikantanpa hak; dan/atau • penempatan perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun.

  23. Pertanyaan: • Pasal 119: pidanauntukkorporasiadalahpidana yang dikenaldalam UUPPLH + tambahan. Apakah “pidana yang dikenaldalam UUPPLH” inisecarateoridapatditerapkankepadakorporasi? • Dapatkahpemimpinkorporasidipidanabersama-sama (bukansebagaiwakil) dengankorporasi? • Bagaimanacaranyamemidanakanpemimpinkorporasi? • Siapapemimpin? • Pasal 118 UUPPLH danPenjelasannya • Apakahpelakulangsungdapatdipidana bersama2 korporasi? (Pasal 116 ayat (1))

  24. Bagian III Teori-teoripemidanaankorporasi

  25. Teori-teori Pemidaan Korporasi • Respondeat Superior (doctrine of Vicarious Liability) • Direct Liability (doctrine of identification) • Delegation principle • Aggregation Model • Organizational/corporate culture model

  26. 1. Vicarious Liability • RESPONDEAT SUPERIOR: Allows imposition of corp. liability for criminal acts performed by officers and agents in the course of their employment, without regard to their status in the corp. hierarchy or if there was an absence of management complicity. • LIMITATION: Agent who commits the crime must be acting within the scope of his or her authority and on behalf of the corp. • "Scope of Authority"= agent must perform acts on behalf of the corp. and that the acts must be directly related to the performance of the type of duties the employee has general authority to perform. • Tidak berarti bahwa tindakan agent dilakukan atas dasar instruksi atau persetujuan atasan. Tetapi cukup merupakan tindakan yang dilakukan di dalam rangka menjalankan tugas yang diberikan (within the area of operations that has been assigned) • "acting on behalf of corp" = acting with the purpose of forwarding corp. business (an intent to benefit the corp).

  27. 2. Direct Liability (doctrine of identification) • Lord Reid dalam Tesco Supermarkets Ltd v. Nattrass: “A living person has a mind which can have knowledge or intention or be negligent and he has hands to carry out his intentions. A corporation has none of these...Then the person who acts is not speaking or acting for the company. He is speaking as the company and his mind...is the mind of the company...” • Yang diuji adalah apakah Seseorang merepresentasikan “the directing mind and will of the company” • Lord Reid dalam Tesco Supermarkets menyatakan: • “normally the board of directors, the managing director, and perhaps other superior officers of company carry out the function of management and speak and act as the company” • “But the directors may delegate some part of their functions of management giving to their delegate full discretion to act independently of instructions from them [the directors]”

  28. Di Australia dan New Zealand, “directing mind of company” ini disebut sebagai “controlling officers”, yaitu seseorang yang berpartisipasi di dalam pengawasan korporasi dalam kapasitasnya sebagai direktur, manager, sekretaris, atau pegawai lain yang setingkat • Little dan Savoline, sebagaimana dikutip oleh Sjahdeni, menjelaskan bahwa salah satu syarat di dalam identification doctrine ini adalah: • Perbuatan pegawai yang menjadi “directing mind” korporasi haruslah termasuk dalam kegiatan (operation) yang ditugaskan kepadanya • Tindak pidana yang dilakukan bukan merupakan kecurangan terhadap korporasi • Tindak pidana tersebut dimaksudkan untuk menghasilkan manfaat bagi korporasi • Korporasi bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri (direct liability) • Kritik: terbatas pada tindak pidana yang dilakukan oleh para pejabat korporasi.

  29. 3. Delegation Principle • Allen v. whitehead: • Seorangpemilik café mendelegasikankekuasaannyakepadaseorang manager untukmengelola café tersebut. Kepada manager tersebut, pemilik café menginstruksikan agar tidakmengizinkan café tersebutdigunakansebagaitempakberkumpulnyaprostisusisesuaidengan Metropolitan Police Act 1839 (melarangprostisusi) • Manager melanggarinstruksitersebut, tetapipemiliktetapdianggapbertanggungjawabmelanggar Metropolitan Police Act, karenadianggaptelahmemberikandelegasikepada manager • Menurut Pinto dan Evans, dalamprinsippendelegasian, “an offence can only be committed by the office holder, but he cannot avoid his statutory obligations by delegating to another” perhatikanbahwaadakewajibanhukumygdipikuloleh the office holder • Menurut Pinto dan Evans, pemidanaanberdasarkanprinsippendelegasian “can arise when a statute imposes a duty on a particular category of person [i.e. license holder] and makes breach of the duty an offence”

  30. Baik tindakan maupun mens rea pelaku, dapat dikenakan kepada pemegang izin, sebagai konsekuensi dari delegasi yang dilakukannya  Delegasi berarti mempercayakan kepada orang lain, sehingga akibat dari perbuatan orang lain ini menjadi tanggung jawab si pemberi delegasi (mirip mandat pada konsep HAN) • Lord Parker: prinsip delegasi digunakan hanya jika diperlukan pembuktian mengenai mens rea • Mirip dengan Vicarious Liability (sama2 diperlukan mens rea pada orang pelaku). Bedanya adalah bahwa dalam vicarious liability tidak terjadi pelanggaran atas perintah atasan. • Menurut Pinto dan Evans, pemidanaan berdasarkan prinsip pendelagasian bersifat personal (bukan vicarious), karena yang dianggap melanggar kewajiban adalah pemilik izin (yg mendelegasikan)

  31. 4. Aggregation Model • Pertanggungjawaban korporasi didasarkan pada penjumlahan (aggregation) dari “state of mind” atau “culpability” dari tiap individu yang mewakili korporasi (representatives) • Agregasi ini tidak berarti benar2 menjumlahkan semua pikiran, tetapi adalah membandingkan pikiran satu orang dengan orang lainnya. • Misalnya dalam US v. Bank of New England: • Ada aturan bahwa terdapat kewajiban dari bank untuk memberikan laporan apabila bank melakukan transaksi mata uang melebihi batas tertentu • Seorang pegawai mengetahui aturan ini, tetapi tidak mempedulikannya (karena tidak tahu ada transaksi yang melebihi batas). • Pegawai lain mengetahui ada transaksi ini, tetapi tidak tahu adanya aturan tentang pelaporan • Bank (perusahaan) dianggap tahu semuanya, karenanya dianggap bertanggunjawab atas kegagalan melakukan pelaporan

  32. Ajaran agregasi mengindikasikan adanya pengetahuan kolektif dari korporasi • Ajaran ini mulai mengarah pada lahirnya pertanggungjawaban korporasi yang bersifat organisasional (dalam ajaran sebelumnya, pertanggungjawaban lahir dari pertanggungjawaban atas tindakan individual)

  33. 5. Organizational/corporate culture model • Diterima di Australia • Sjahdeni: • pendekatan ini memfokuskan pada kebijakan korporasi yang mempengaruhi cara korporasi menjalankan usahanya • Korporasi bertanggungjawab atas tindak pidana pegawai, apabila pegawai ini meyakini bahwa orang yang memiliki kekuasaan di dalam korporasi telah memberinya wewenang atau mengizinkan dilakukannya tindak pidana tersebut

  34. Colvin: • If recklessness is a required fault element of an offense, that fault element may be established by proof that the culture of a corporation caused or encouraged noncompliance with the relevant provision • If purpose is a required fault element of an offence, that fault element may be established by proof that it was the policy of a corporation not to comply with the relevant provision • A policy may be attributed to a corporation where it provides the most reasonable explanation of the conduct of that corporation • If knowledge is a required fault element of an offence, that fault may be established by proof that the relevant knowledge was possessed by a corporation • Knowledge may be attributed to a corporation where it was possessed within the corporation and the culture of the corporation caused or encouraged knowing noncompliance with the relevant provision

  35. DapatkahKorporasidanDirektursama-samabertanggungjawab? • Di Inggris, atasan dapat bertanggungjawab bersama-sama dengan (bukan sebagai wakil) korporasi • jika perbuatan pidana dilakukan dengan “consent” atau “connivance”, atau “attributable neglect” dari atasan • Trades Description Act 1968 (s.20): “where an offence under this Act which has been committed by a body corporate is proved to have been committed with the consent or connivance of, or to be attributable to any neglect on the part of, any director, manager, secretary or other similar officer ot the body corporate or any person who was purpoting to act in any such capacity, he as well as the body corporate shall be guilty of that offence”

  36. Pinto & Evans: • Consent tidakselalumemerlukanpengetahuanaktual (actual knowledge), sedangkan connivance perlu • Connivance mengindikasikanadanyatingkatketerlibatanatasan yang lebihdalamdibandingkandengan consent • Neglect: kegagalanuntukmelakukansuatukewajiban yang seharusnyasudahdiketahui • Untukmenjelaskan “attributable neglect”, Judge Rubin dalamkasus R. McMillan Aviation Ltd mengatakanbahwaseseorangatasanbertanggungjawabjika: • He knew the trade description was false, in which case he had a duty to prevent the offence; or • He had reasonable cause to suspect that the company was applying a false trade description, in which case he would have a duty to take steps to see if it was false or not  Jika a dan b tidakdilakukan, makaiadianggapbertanggungjawab

  37. Di AS, berdasarkan Model Penal Code 2.07: • Corp. officers and agents are personally accountable for crimes committed in the name of the corp. • Sherman Act imposes criminal sanctions for individually responsible officers/director/agent as well as the corp. even if agent was acting only for corp and not as an individual. • Corp officer acting solely for corp. and not as an individual, held criminally liable for violating the Sherman Act. • Bagaimana di Indonesia?

  38. Tindakpidanakorporasipada UU Indonesia • Pasal 20 ayat (1)UU No. 31 Tahun 1999 Jo. UU No. 20 tahun 2001 tentangPemberantasanTindakPidanaKorupsi: “Dalamhaltindakpidanakorupsidilakukanolehatauatasnamasuatukorporasi, makatuntutandanpenjatuhanpidanadapatdilakukanterhadapkorporasidan/ataupengurusnya” • Pasal 6 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentangPencegahandanPemberantasanTindakPidanaPencucianUang: “DalamhaltindakpidanaPencucianUangsebagaimanadimaksuddalamPasal 3, Pasal 4, danPasla 5 dilakukanolehKorporasi, pidanadijatuhkanterhadapKorporasidan/atauPersonilPengendaliKorporasi” • Pasal 116 UU PPLH

  39. Bagian IV Karakteristiktindakpidana

  40. Karakteristik Tindak Pidana Berdasarkan UU PPLH • Abstract Endangerment (contohpada UU 32/2009) • Administratively-dependent crimes • Ygdipidanabukanlahpencemaran, tapipelanggaranketentuanadministratif • UU PPLH Pasal 109: • Setiap orang yang melakukanusahadan/ataukegiatantanpamemilikiizinlingkungansebagaimanadimaksuddalamPasal 36 ayat (1) dipidanadenganpidanapenjara paling singkat 1 (satu) tahundan paling lama 3 (tiga) tahundandenda paling sedikitRp 1.000.000.000,- (satumiliar rupiah) dan paling banyakRp 3.000.000.000,- (tigamiliar rupiah). • Concrete endangerment (contohpada UU 32/2009) • Administratively-dependent crimes illegal emissions • Ada ancamanpencemaran/kerusakanlingkungan • UU PPLH Pasal 108: • Setiap orang yang melakukanpembakaranlahansebagaimanadimaksuddalamPasal 69 ayat (1) huruf h, dipidanadenganpidanapenjara paling singkat 3 tahundan paling lama 10 tahundandenda paling sedikitRp 3.000.000.000,- (tigamiliar rupiah) dan paling banyakRp 10.000.000.000,- (sepuluhmiliar rupiah). • Art. 2 (1b) of 1998 Council of Europe Convention on the Protection of the Environment through Criminal Law: • “The unlawful discharge, emission, or introduction of a quantity of substances or ionising radiation into air, soil or water, which causes or is likely to cause their lasting deterioration or death or serious injury to any person or substantial damage to protected monuments, other protected objects, property, animals or plants…”

  41. Serious environmental Pollution • Administrative Independent crimes: Yang dipidana adalah pencemaran (akibat perbuatan), tanpa memperhatikan ada/tidaknya pelanggaran syarat administratisi oleh terdakwa • Perbuatan mengakibatkan atau menimbulkan resiko (= ancaman) munculnya pencemaran/kerusakan lingkungan yang sangat serius • Pidana dapat dijatuhkan meskipun tidak ada ketentuan administratif yang dilanggar tidak ada syarat melanggar hukum • Art. 2(1a) of 1998 Council of Europe Convention on the Protection of the Environment through Criminal Law: • “the discharge, emission or introduction of a quantity of substances or ionising radiation into air, soil, or water, which: • Causes death or serious injury to any person, or • Creates a significant risk of causing death or serious injury to any person”

  42. Vague norms • Pelanggaranterhadapduty of care (zorgvuldigheid): “if one knows or could reasonably be expected to know that by one’s actions the environment could be harmed, one should take all the measures that can reasonably be demanded in order to prevent danger or to limit or to eliminate its consequences” (M. Faure & M. Visser, 1995: 347) karena “duty of care” bersifatumum (kewajibannyatidakditentukansecara detail didalam UU), makatindakpidanainiterjadikarenaadanyaperbuatanmelawanhukumsecaramateril

  43. MacamTindakPidanaMenurut UU Lingkungan Indonesia • Secara garis besar, perbedaan dengan UUPLH adalah:

  44. Pasal-pasalpidanadalam UU No. 23/1997 1. Kejahatan Umum • Pasal 41 (sengaja) dan 42 (alpa) 41: - Barangsiapa yang - secara melawan hukum - dengan sengaja - melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, … 42: Barangsiapa yang karena kealpaannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup,

  45. Ciri-ciri Kejahatan Umum: • Delik Material: yang diperhatikan adalah akibat • Aktual/Kongkrit: mengakibatkan pencemaran • Akibat Serius/Berat/Kematian • Sanksi berat: • Sengaja: penjara 10 tahun dan denda 500 juta • Jika perbuatan menyebabkan orang meninggal atau luka berat: penjara 15 tahun dan denda 750 juta • Alpa: penjara 3 tahun dan denda 100 juta • Jika perbuatan menyebabkan orang meninggal atau luka berat: penjara 5 tahun dan denda 150 juta • Administratively independent crimes? • Beberapa ahli menyatakan ya. • Bagaimana dengan syarat “melawan hukum”?

  46. Perbuatan melawan hukum secara materil dan formil • Pompe: • PMH dapat diartikan sebagai PMH formil dan materil • Pompe berpendapat bahwa PMH bukan unsur konstitutif/mutlak dari tiap delik (bandingkan dengan pendapat Vos dan Jonkers yang menyatakan bahwa PMH adalah unsur mutlak atau “stilzwijgen element” • Alasan Pompe: • Analogi dengan PMH perdata, yaitu: • Pelanggaran hak • Bertentangan dengan kewajiban • Bertentangan dengan kesusilaan ataupun asas pergaulan dalam masyarakat ttg penghormatan thd orang lain atau barang miliki orang lain • MvT menggunakan kata “wederrechtelijk” sama dengan tanpa hak • Hazewinkel-Suringa: PMH secara materil hanya berlaku negatifsebagai dasar pembelaan jika sebuah perbuatan merupakan PMH formil, tapi bukan merupakan PMH materil maka perbuatan tersebut bukan delik. Tapi PMH materil tidak bisa dijadikan dasar penghukuman jika tidak ada PMH formil, berdasarkan asas nullum delictum

  47. 2. Kejahatan Khusus (spesifik) • Pasal 43 (sengaja) dan 44 (alpa) 43: - Barangsiapa yang dengan • melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku, • sengaja • melepaskan atau membuang zat… • padahal mengetahui atau sangat beralasan untuk menduga bahwa perbuatan tersebut dapat menimbulkan pencemaran … 44: Barang siapa yang dengan melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku, karena kealpaannyamelakukan perbuatan menurut pasal 43

  48. Ciri2 Kejahatan khusus • Delik Formal: yang diperhatikan adalah tata cara perbuatan pidana dilakukan • Faktual/Potensial: tidak harus akibatnya (yaitu pencemaran) telah terjadi • Sanksi Lebih ringan • Sengaja: penjara 6 tahun dan denda 300 juta • Jika perbuatan menyebabkan orang meninggal atau luka berat: penjara 9 tahun dan denda 450 juta • Alpa: penjara 3 tahun dan denda 100 juta • Jika perbuatan menyebabkan orang meninggal atau luka berat: penjara 5 tahun dan denda 150 juta • Administratively dependent crimes

  49. Pasal-pasalpidanadalam UU No. 32 Tahun 2009

More Related