1 / 1

Mengapa Bisa Damai (4)

Mengapa Bisa Damai (4)

anneke
Download Presentation

Mengapa Bisa Damai (4)

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. Mengapa Bisa Damai (4) Lewat mesin organisasi KKSS ini, JK memperoleh masukan yang memudahkan penyelesaian konflik Poso dan Ambon. Bahkan, ada saja anggota KKSS yang terlibat konflik, dan berada di kedua belah pihak. Itulah sebabnya, setiap JK berkunjung ke Poso ataupun Ambon, ia selalu berusaha bertemu dengan pengurus cabang KKSS yang ada di kedua wilayah itu. KEDELAPAN, selain kemampuan JK dalam memobilisasi orang dan kemampuan lobi serta fleksibelitasnya, ia juga dengan gampang bergerak cepat sebab ia tidak terkendala oleh dukungan logistik. Dalam mendamaikan Poso dan Ambon, tak ada niat yang tak terlaksana, tak ada rencana yang tertunda, dan tak ada keinginan yang kandas, hanya karena soal biaya. JK tidak pernah menunggu dana cair atau niat mendamaikan orang harus dimasukkan dulu dalam perencanaan lalu menunggu anggaran. Bagi JK, anggaran tidak boleh menunda perdamaian sebab menunda perdamaian, berarti menghalalkan kematian dengan kekerasan. Bagi JK, mendamaikan orang adalah pahala. Karena itu, dalam mendamaikan Poso dan Ambon, JK tak segan-segan mengeluarkan dana pribadi. Tak ada hitung-hitungan, tak ada kalkulasi untung rugi. Farid Husein adalah operator yang dipercaya JK untuk membayar segala yang berkaitan dengan perdamaian Poso dan Ambon, selanjutnya Aceh. Maka, selama proses tersebut berlangsung, Farid selalu membawa tas yang berisi uang tunai. Dalam konteks perdamaian ini, kalau ada wanita yang harus diberi penghargaan, dialah Ny. Mufidah Jusuf Kalla. Betapa tidak, istri JK ini tidak pernah mengeluh sedikit pun bila kas pribadinya diambil oleh JK. Setiap Farid butuh dana, atau pihak lain, JK hanya berseru kepada istrinya, “Ida”, sembari menggoyangkan kepala. Artinya, tolong beri uang. Saya tidak pernah melihat istri JK bertanya untuk apa uang itu. JK pun hanya selalu mengatakan, itu untuk kemanusiaan. Saya tidak tahu, bagaimana manajemen keuangan JK, terutama pengelolaan dana pribadinya, antara dia dan istrinya. Yang pasti, bendahara perdamaian Poso, Ambon, dan Aceh adalah Ny. H. Mufidah Jusuf Kalla. Hingga kini juga, saya tidak tahu persis, apakah dana-dana pribadi JK untuk perdamaian tersebut pernah diganti oleh negara, atau tidak. Yang pasti, dana tersebut tidak sedikit. Dalam urusan perdamaian ini, sekretaris pribadi JK di kantornya, Sabrina, juga adalah tempat mengambil uang. Biasanya, jika kebutuhan tersebut banyak, Sabrina menyodorkan lembaran cek ke JK untuk ditandatangani, lalu diserahkan kepada yang membutuhkannya. Begitulah seterusnya, urusan mendamaikan orang, bagi JK, bukan urusan biaya. Tapi, urusan kemanusiaan, dan urusan kemanusiaan tidak boleh ditakar, apalagi ditawar. Selain dana tunai yang mengalir dari kantor pribadi, fasilitas juga tetap dari JK. Misalnya saja, penginapan para delegasi dan peninjau dengan jumlah besar, dari dan ke Malino, ditempatkan di Hotel Sahid Makassar milik JK sendiri. Semuanya atas nama rekening pribadi JK. Belum lagi biaya transportasi udara bagi para peserta dan sejumlah peninjau.Yang tak kalah besarnya adalah biaya rehabilitasi pasca perdamaian, baik di Poso maupun di Ambon. Saya acapkali menyaksikan JK memberi instruksi agar biaya tersebut diambil dari bendahara perdamaian, istrinya atau sekretarisnya. Lagi-lagi, saya tidak tahu, apakah itu sempat diganti oleh negara, atau tidak. Dalam banyak kesempatan berdua, selama proses perdamaian ini, JK selalu menegaskan kepada saya bahwa mendamaikan orang, prasyaratnya adalah hati yang bersih dan ikhlas. Tidak boleh ada kalkulasi untuk memperoleh keuntungan dan penghargaan. “Jangan mengharapkan balasan apa pun bila mendamaikan orang. Tuhan itu Maha Mendengar dan Menyaksikan apa yang kamu perbuat. Mendamaikan orang, Hamid, adalah ibadah, dan ibadah harus dijalankan karena keyakinan yang dalam,” begitu pesan JK suatu saat kepada saya. Karena prinsip moralnya yang begitu dalam dalam mendamaikan orang, saya sendiri tak pernah bertanya tentang jumlah uang yang dikeluarkan JK. Juga, saya tak pernah berusaha mengetahui sumber uang itu. Yang pasti, dua hari seusai penandatanganan perjanjian damai di Maluku, Farid Husein mendatangi saya di Makassar. Ia memberi saya amplop yang berisi lima juta rupiah. “Ini dari JK, ongkos Anda balik ke Jakarta bersama istri,” kata Farid Husein. Istri saya pun tersipu-sipu dan kegirangan menerima amplop dari JK itu. KESEMBILAN, kesuksesan JK menangani konflik Poso dan Ambon, tidak terlepas dari kecerdasan dan kepiawaiannya menemukan sesuatu yang menjadi pangkal pertikaian, dan seketika itu juga membalikkan pangkal sengketa tersebut menjadi objek common enemy. Contoh nyata dari ini adalah isu RMS vs Laskar Jihad. JK dengan mudah mematahkan bahwa konflik Ambon tak ada kaitannya dengan RMS yang diasosiasikan sebagai gerakan organisasi Kristen dan Laskar Jihad adalah organisasi yang mulai membakar sumbu konflik di Malino. RMS bukan organisasi Kristen karena pendirinya adalah tiga orang Islam. Sementara Laskar Jihad tidak boleh dikatakan sebagai penarik pelatuk konflik di Ambon sebab LJ datang ke Ambon satu setengah tahun setelah konflik berlangsung. Jadi, kata JK, LJ hanyalah turunan dari konflik. Soal masuk surga bagi kedua belah pihak yang saling membunuh, dengan enteng jK membalikkan bahwa persepsi keliru tersebut. Tak ada yang boleh masuk surga, baik komunitas Kristen maupun Islam, sebab kedua agama tersebut, melarang saling membunuh. Malah, semuanya masuk neraka. Kejelian dan kecerdasan membalikkan motif perang ini, sangat luar biasa, dan gaungya bersambut luas. Akibatnya, kedua belah pihak sadar bahwa mereka selama ini keliru duga dalam memotivasi diri melakukan konflik. Maka, persepsi masuk surga yang keliru itu, pada akhirnya ditinggalkan dan dijadikan sebagai kekeliruan bersama. Kejelian JK menemukan akar soal yang sesungguhnya memang patut diacungi jempol. Lihat saja tema konflik yang diusung masing-masing pihak adalah tema agama: Islam vs Kristen, baik di Poso maupun di Ambon. JK dengan cepat membalikkan bahwa kedua konflik tersebut bukanlah konflik agama, tetapi lebih banyak akibat pergeseran komposisi penduduk, yang membawa implikasi terhadap proses perubahan status sosial-ekonomi, yang juga berakibat pada perubahan status politik. Perubahan-perubahan tersebut membawa gesekan, dan gesekan dengan mudah bisa disulut bila menggunakan agama sebagai iklan. Masalahnya, kata JK, bila agama dibenturkan, maka semua penganut agama-agama yang dibenturkan itu, pastilah subjektif. Kepiawaian JK dalam memformulasikan pangkal soal tersebut, tidak hanya berhenti di situ. Ia juga terlampau terampil berhubungan dengan hal-hal yang sifatnya implementasi. JK tidak sekedar mahir merumuskan, tetapi sekaligus cekatan dalam melaksanakannya. Dalam format seperti ini, tidak mengherankan memang, tatkala JK sukses mendudukkan para pihak yang berseberangan, dan mencapai kesepakatan damai, JK masih merasa itu langkah awal. Pekerjaan sesungguhnya adalah menjabarkan kesepakatan tersebut dalam bentuk program lapangan. Dan ini adalah wilayah yang lebih konkret lagi, yakni menyangkut siapa yang mengerjakan apa dan siapa memberikan apa dan berapa. Sekali lagi, JK menunjukkan kelincahannya dalam tataran praksis ini sebab ia berubah wujud dari konseptor jadi mandor. Di wilayah praksis ini, tidak bisa dipungkiri, JK menampakkan sosoknya yang riil, adalah manajer andal. Ia menggeledah segala ihwal, mencairkan segala yang membatu. Para kepala dinas tingkat kabupaten pun ditelusuri dan ditanyainya satu persatu tentang pekerjaan yang telah dan gagal dilakukan serta mengapa gagal. Ditelusurinya tiap angka dan harga bahan bangunan untuk merenovasi gedung sekolah, masjid, dan gereja, dan seterusnya. Singkatnya, ia seolah tak memiliki titik keletihan mengurusi soal Poso dan Ambon hingga keduanya betul-betul damai dan tak meninggalkan kekecewaan yang dapat menyulut bara konflik baru. Begitu ia berprinsip. KESEPULUH, adalah kepribadian JK yang bisa diterima oleh kedua belah pihak yang bertikai di Poso dan Ambon. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono menggambarkan JK dalam konteks ini sebagai orang yang amat memahami psikologi, kendati JK mungkin tidak pernah mendalami psikologi. Bagi Sarlito, langkah JK di Poso dan Ambon adalah persis langkah yang dianjurkan oleh teori sosial untuk menyelesaikan konflik. Sarlito mengatakan, dalm literatur psikologi sosial, untuk menyelesaikan konflik, dibutuhkan dua syarat utama, yaitu itikad baik dan perundingan. Dan untuk mewujudkan kedua hal tersebut, dibutuhkan seorang mediator yang juga memiliki itikad baik dan tidak mempunyai agenda tersembunyi. Peran itulah, kata Sarlito, yang dimainkan secara rapi dan cepat oleh JK di Poso dan Ambon. Itikad baik JK, “terbukti dari kenyataan bahwa dia dipercayai oleh pihak-pihak yang beritikad baik di Poso dan Ambon. Tanpa kepercayaan itu, tidak mungkin ia mengajak pihak-pihak itu untuk duduk bersama,” tegas Sarlito.

More Related