1 / 53

UU No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran

UU No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. Undang-undang ini terkategori Administrative Penal Law Mengatur tentang penyelenggaraan praktik kedokteran yang merupakan inti dari penyelenggaraan upaya kesehatan oleh dokter dan dokter gigi yang memiliki etik dan moral yang tinggi.

pekelo
Download Presentation

UU No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. UU No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran • Undang-undang ini terkategori Administrative Penal Law • Mengatur tentang penyelenggaraan praktik kedokteran yang merupakan inti dari penyelenggaraan upaya kesehatan oleh dokter dan dokter gigi yang memiliki etik dan moral yang tinggi. • Pelaksanaan praktik kedokteran diatur lebih lanjut oleh Peraturan menteri

  2. Ketentuan Umum Pasal 1 Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan. Dokter dan dokter gigi yang dimaksud adalah dokter maupun dokter spesialis lulusan dalam maupun luar negeri. Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) adalah suatu badan yang otonom, mandiri, bersifat independen, nonstruktural. Terdiri atas KK dan Kkgigi. Organisasi Profesi adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk dokter, PDGI untuk dokter gigi.

  3. Kolegium Kedokteran Indonesia dan Kolegium Kedokteran Gigi Indonesia adalah badan yang dibentuk oleh organisasi profesi untuk masing-masing cabang disiplin ilmu. • Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) adalah lembaga yang berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan oleh dokter, dokter gigi dalam penerapan ilmu kedokteran/gigi dan menetapkan sanksi. • Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter/dokter gigi.

  4. Konsil Kedokteran Indonesia KKI bertanggung jawab kepada presiden. KKI hanya ada di Jakarta. Fungsi KKI sebagai regulator, pengesahan, penetapan serta pembinaan dokter/dokter gigi.

  5. Tugas KKI yaitu : melakukan registrasi dokter/dokter gigi, mengesahkan standar pendidikan profesi dokter/dokter gigi, melakukan pembinaan dan penyelenggaraan praktik kedokteran bersama dengan lembaga terkait dengan fungsi masing-masing. • Wewenang KKI adalah menyetujui dan menolak permohonan registrasi dokter/dokter gigi, menerbitkan dan mencabut surat tanda registrasi dokter/dokter gigi (STRD), mengesahkan standar kompetensi dokter/dokter gigi, melakukan pengujian terhadap persyaratan registrasi dokter/dokter gigi, mengesahkan penerapan cabang ilmu kedokteran/kedokteran gigi, melakukan pembinaan terhadap dokter/dokter gigi mengenai pelaksanaan etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi dan melakukan pencatatan terhadap dokter/dokter gigi yang dikenakan sanksi oleh organisasi profesi karena telah melanggar etika profesi.

  6. Ketentuan Pidana Pasal 75 ayat (1) : sanksi pidana bagi dokter/dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki STRD. Pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak 100 juta rupiah. Delik yang dilanggar adalah pasal 29 ayat 1 : setiap dokter/dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki STRD (diterbitkan dan diregistrasi ulang oleh KKI). STRD berlaku untuk 5 tahun dan wajib diregitrasi ulang setiap 5 tahun sekali.

  7. Ketentuan Pidana Pasal 75 ayat (2) : Sanksi pidana bagi dokter/dokter gigi WNA yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki STRD sementara. Pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak 100 juta rupiah. Delik yang dilanggar pasal 31 ayat (1) : STRD sementara dapat diberikan kepada dokter/dokter gigi WNA yang melakukan kegiatan dalam rangka pendidikan, pelatihan, penelitian, pelayanan kesehatan di bid. Kedokteran/gigi yang bersifat sementara di Indonesia.

  8. STRD sementara berlaku selama 1 tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 tahun berikutnya, dengan syarat: a). harus dilakukan evaluasi (ijasah dicek kesah-annya, mendapat surat keterangan telah mengikuti program adaptasi dan memiliki sertifikat kompetensil, mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji dokter/dokter gigi, membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi, b). Memiliki surat ijin kerja sesuai dengan aturan hukum Indonesia, c). Mampu berbahasa Indonesia.

  9. Ketentuan Pidana Pasal 75 ayat (3) : Sanksi pidana bagi setiap dokter/dokter gigi WNA yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki STR bersyarat. Pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak 100 juta rupiah. Delik yang dilanggar adalah pasal 32 ayat (1) : STR bersyarat diberikan kepada peserta program pendidikan dokter spesialis atau dokter gigi spesialis WNA yang mengikuti pendidikan dan pelatihan di Indonesia. Yang dimaksud STR bersyarat adalah bukti tertulis yang diberikan oleh KKI kepada peserta didik WNA (dokter/dokter gigi spesialis) untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan kedokteran/kedokteran gigi di Indonesia

  10. Pasal 66 UU 29/2004 Pasal 66 UU 29/2004 mengatur bahwa setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter/dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada ketua MKDKI. Tetapi kalau ia tidak mampu membuat secara tertulis maka dapat diadukan secara lisan ke MKDKI. Setiap orang yang dimaksud baik individu maupun korporasi yang dirugikan kepentingannya. Pengaduan dibuat dengan memuat : identitas pengadu, nama dan alamat praktik dokter/dokter gigi dan waktu tindakan dilakukan dan alasan pengaduan.

  11. Pengaduan ini tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan. • Dugaan tindak pidana sepanjang tidak diatur dalam lex spesialisnya maka harus kembali ke generalisnya yaitu KUHP. • Bahkan karena hubungan dokter dan pasien adalah kesepakatan maka ada transaksi jasa. UU perlindungan konsumen dapat diterapkan dalam dugaan tindak pidana (khususnya pemberian informasi yang menyesatkan).

  12. Ketentuan Pidana Pasal 76 : Sanksi pidana bagi dokter/dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa surat ijin praktik. Pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak 100 juta rupiah. Delik yang dilanggar adalah pasal 36 : Setiap dokter /dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat ijin praktik (SIP). SIP dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat praktik kedokteran/gigi dilaksanakan.

  13. SIP dapat dikeluarkan jika sudah memiliki STRD (masih berlaku), mempunyai tempat praktik, dan memiliki rekomendasi dari organisasi profesi. • SIP masih tetap berlaku sepanjang STRD masih berlaku dan tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIP. • SIP diatur lebih lanjut oleh Peraturan Menteri Kesehatan.

  14. Ketentuan Pidana Pasal 77 : Sanksi pidana bagi setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar, atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah ybs adalah dokter/dokter gigi yang telah memiliki STRD/atau SIP. Pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak 150 juta rupiah. Delik yang dilanggar adalah pasal 73 ayat (1) : setiap orang dilarang menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan seolah-olah ybs adalah dokter/dokter gigi yang telah memiliki STRD dan atau SIP.

  15. Ketentuan Pidana Pasal 78 : Sanksi pidana bagi setiap orang dengan sengaja menggunakan alat, metode, atau cara lain dalam memberikan pelayanan bagi masyarakat seolah-olah ybs adalah dokter/dokter gigi yang telah memiliki STRD atau SIP. Pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak 150 juta rupiah. Delik yang dilanggar pasal 73 (2) : Setiap orang dilarang menggunakan alat, metode, atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter/dokter gigi yang telah memiliki STRD dan atau memiliki SIP.

  16. Ketentuan ini tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan. • Tenaga kesehatan yang dimaksud antara lain bidan dan perawat yang diberi kewenangan untuk melakukan tindakan medis sesuai dengan aturan hukum.

  17. Ketentuan Pidana Pasal 79 : Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak 50 juta rupiah bagi setiap dokter/dokter gigi yang : a. dengan sengaja tidak memasang papan nama, b. dengan sengaja tidak membuat rekam medis, c. tidak memberikan pelayanan medis, tidak merujuk pasien ke dokter lain yang lebih baik, tidak merahasiakan segala sesuatu tentang pasien, tidak melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan dan tidak menambah ilmu pengetahuan dan tidak mengikuti perkembangan ilmu kedokteran/gigi. Delik yang dilanggar pasal 79 huruf a adalah : pasal 41 (1) : Setiap dokter/dokter gigi yang telah memiliki SIP dan menyelenggarakan praktik kedokteran wajib memasang papan nama praktik kedokteran.

  18. Delik yang dilanggar pasal 79 huruf b adalah : Pasal 46 ayat (1) : Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis. • Delik yang dilanggar pasal 79 huruf c : pasal 51 huruf a. wajib memberi pelayanan kesehatan sesuai standar profesi, SOP serta kebutuhan medis,b. wajib merujuk pasien ke dokter/dokter gigi lain yang memiliki keahlian atau kemampuan yang lebih baik apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan,c. wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien bahkan juga setelah pasien itu meninggal duniat,d. wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar kemanusiaan, kecuali ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya, dan e. wajib menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran

  19. Ketentuan Pidana Pasal 80 ayat (1) : Sanksi pidana diberikan bagi setiap orang yang dengan sengaja mempekerjakan dokter/dokter gigi yang tidak memiliki SIP. Pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak 300 juta rupiah. Delik yang dilanggar adalah pasal 42 : Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dilarang mengijinkan dokter/dokter gigi yang tidak memiliki SIP untuk melakukan praktik kedokteran di sarana pelayanan kesehatan. Dalam hal tindak pidana ini dilakukan oleh korporasi maka pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda 300 juta rupiah ditambah sepertiga. Dan pidana tambahan bagi korporasi adalah berupa pencabutan ijin korporasinya (ijin RS).

  20. Pasal 69 UU 29/2004 Keputusan MKDKI mengikat dokter, dokter gigi dan KKI. Keputusan MKDKI berupa : dinyatakan tidak bersalah atau pemberian sanksi disiplin. Sanksi disiplin berupa : a) pemberian peringatan tertulis, b) rekomendasi pencabutan STR atau SIP, c) kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran/kedokteran gigi.

  21. Pasal 67 dan 68 UU 29/2004 MKDKI memeriksa dan memberikan keputusan terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter/dokter gigi. Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etika, MKDKI meneruskan pengaduan pada organisasi profesi. Tata cara penanganan kasus, tata cara pengaduan dan tata cara pemeriksaan serta pemberian keputusan diatur lebih lanjut oleh Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.

  22. Perbedaan Malpraktek dan Kelalaian Malpraktek suatu istilah yang mempunyai konotasi buruk, bersifat stigmatis, menyalahkan. Istilah malpraktek selalu diasosiasikan kepada profesi medis. Kelalaian (negligence/culpa) termasuk dalam unsur malpraktek, tetapi dalam malpraktek tidak selalu harus terdapat unsur kelalaian. Dalam malpraktek medis selain mencakup arti kelalaian, mencakup pula tindakan yang dilakukan dengan unsur kesengajaan (dolus) serta tindakan melanggar undang-undang.

  23. Unsur kesengajaan tersirat adanya motif (mens rea / guilty mind), sedangkan unsur kelalaian lebih berintikan kurang teliti, kurang hati-hati, sembrono, acuh, tidak perduli terhadap kepentingan orang lain sehingga akibatnya timbul yang memang bukan tujuannya.

  24. Definisi Malpraktek Menurut Stedman’s Medical Dictionary : Malpraktek adalah salah cara mengobati suatu penyakit atau luka, disebabkan sikap tindak yang acuh, sembarangan atau berdasarkan motivasi kriminal. Menurut Coughlin’s Dictionary of Law : Malpraktek adalah sikap-tindak profesional yang salah dari seorang dokter, ahli hukum, akuntan, dokter gigi, dokter hewan (tindakan salah yang sengaja atau praktek yang bersifat tidak etis).

  25. Menurut Black’s Law Dictionary : Malpraktek adalah setiap sikap-tindak yang salah, kekurangan keterampilan dalam ukuran tingkat yang tidak wajar. • Kesimpulan Malpraktek adalah : melakukan sesuatu yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga kesehatan, tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajiban (negligence), melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan perundang-undangan.

  26. Motif Dengan sengaja (dolus) yang dilarang oleh peraturan perundangan. Malpraktek dalam arti sempit. Tindakannya dilakukan secara sadar dan tujuannya memang sudah terarah kepada akibat yang hendak ditimbulkan. Walaupun pelaku mengetahui atau seharusnya mengetahui bahwa tindakannya adalah bertentangan dengan hukum yang berlaku. Tidak dengan sengaja / kelalaian (culpa) merupakan tindakan yang dilakukan tidak didasari motif atau pun tujuan untuk menimbulkan akibat yang terjadi. Akibat yang timbul disebabkan karena adanya kelalaian yang sebenarnya terjadi di luar kehendaknya.

  27. Kecelakaan Medis (Medical Mishap) bagian pertama Kelalaian medis maupun kecelakaan medis sama-sama menimbulkan akibat kerugian kepada pasien. Kelalaian medis dapat dipersalahkan, sedangkan pada kecelakaan medis tidak dapat dipersalahkan. Asalkan dapat dibuktikan bahwa kecelakaan medis itu murni tidak ada unsur kelalaiannya. Dalam hukum medis, yang terpenting bukan akibatnya, tetapi cara bagaimana sampai terjadinya akibat itu, bagaimana tindakan itu dilakukan. Tolak ukurnya adalah etik kedokteran dan standar profesi medis (protap medis).

  28. Hukum pidana pertama-tama melihat dahulu akibat yang ditimbulkan, baru motif dari tindakan tersebut. • The Oxford Illustrated Dictionary merumuskan “kecelakaan sebagai suatu peristiwa yang tak terduga, tindakan yang tidak disengaja”. • Sebagai catatan, tidak semua tindakan yang tidak disengaja termasuk rumusan kecelakaan, karena tindakan kelalaian pun dilakukan dengan tidak sengaja.

  29. Kecelakaan Medis bagian kedua Ciri kecelakaan medis adalah sesuatu yang dapat dimengerti, dapat dimaafkan, tidak dipersalahkan, sehingga tidak dihukum. Ciri kelalaian medis adalah yang bisa tergolong delik pidana. Kecelakaan adalah lawan dari kesalahan (schuld) dan kelalaian (negligence). Suatu tindakan medis akan selalu mengandung resiko. Dalam ilmu medis hampir tidak ada dua kasus yang persis sama, atau dengan kata lain tingkat ketidakpastiannya tinggi sekali, karena variasi jenis penyakit dan kondisi pasien itu sendiri.

  30. Tindakan dokter adalah resiko harus dibuat seminimal mungkin, tindakan pencegahan dan antisipasi dibuat semaksimal mungkin sesuai dengan standar profesinya (protap). Semua tindakan tersebut harus diberikan informasi yang jelas kepada keluarga pasien (informed consent). • Tindakan-tindakan medis dan antisipasi yang dilakukan dokter sebelum dilakukan, harus ada informed consent (baik dalam keadaan darurat maupun sebelum keadaan darurat). • Jika masih terjadi hal negatif, maka dokter tidak dapat dipersalahkan karena terjadi kecelakaan medis.

  31. Kelalaian Medis (culpa, negligence)- bagian pertama Istilah kelalaian dalam arti umum bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan. Seseorang dikatakan lalai apabila ia bertindak acuh, tidak perdulian. Selama akibat dari kelalaian itu tidak sampai membawa kerugian atau cedera kepada orang lain, atau karena hal-hal yang menyangkut sepele, maka tidak ada akibat hukum apa-apa.

  32. Jika kelalaian sudah mencapai tingkat tertentu dan tidak memperdulikan keselamatan jiwa atau benda orang lain maka sifat kelalaian berubah menjadi serius dan kriminal (tergolong tindak pidana). • Hal ini yang disebut kelalaian sudah merupakan pelanggaran hukum atau pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan/pelanggaran kepentingan umum. • Pasal 359 KUHP adalah kelalaian yang berakibat mencederai orang lain.

  33. Kelalaian Medisbagian kedua Arrest Hoge Raad tanggal 3 Pebruari 1913 merumuskan kelalaian sebagai suatu sifat yang kurang hati-hati, kurang waspada atau kelalaian tingkat kasar. Jonkers menyebutkan 4 unsur kesalahan (kelalaian) sebagai tolak ukur dalam hukum pidana : bertentangan dengan hukum, akibatnya dapat dibayangkan, akibatnya dapat dihindarkan, sehingga perbuatannya dapat dipersalahkan kepadanya.

  34. Yurisprudensi Bost versus Riley (Hammon and Catamba Memorial Hospital 1979) : kelalaian adalah kekurangan perhatian menurut ukuran wajar. • Black’s Law Disctionary (1979) : kelalaian adalah suatu kegagalan untuk bersikap hati-hati yang umumnya seorang yang wajar dan hati-hati akan melakukan di dalam keadaan tersebut; kegagalan untuk melakukan apa yang orang lain secara hati-hati yang wajar justru akan melakukan di dalam keadaan yang sama.

  35. Malpraktek Medis Apabila ada sikap-tindak seorang dokter yang bertentangan dengan etika, moral dan disiplin; bertentangan dengan hukum; bertentangan dengan standar profesi medis, kekurangan ilmu pengetahuan atau ketinggalan ilmu dalam profesinya yang sudah berlaku umum di kalangan tersebut. Menelantarkan, kelalaian, kurang hati-hati, acuh, kurang perduli terhadap keselamatan pasien, kesalahan yang menyolok.

  36. 4 Hal Dasar Tindakan Medis Oleh Dokter - Leenen Adanya indikasi medis Bertindak secara hati-hati dan teliti Cara bekerjanya berdasarkan standar profesi medis Sudah ada informed Consent (persetujuan tindakan medis).

  37. Isi Informed Consent Resiko apa yang melekat (inherent) pada tindakan tersebut Kemungkinan timbulnya efek sampingan Alternatif lain (jika ada) selain tindakan yang diusulkan Kemungkinan apa yang mungkin terjadi apabila tindakan itu tidak dilakukan

  38. Tolok Ukur Negligence/Kelalaian Duty (kewajiban) dari profesi medis untuk mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya untuk penyembuhan. Atau mengurangi beban penderitaan pasiennya berdasarkan standar profesi medis. Dereliction of That Duty adalah penyimpangan dari kewajiban apa yang seharusnya dilakukan atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut standar profesi medis. Untuk menentukan apakah terdapat penyimpangan atau tidak didasarkan pada fakta dan bantuan saksi ahli (MKDKI).

  39. Direction Causation (penyebab langsung) • Damage (kerugian). Antara penyebab langsung dan kerugian harus dibuktikan secara bersamaan. Tidak bisa hanya karena hasil yang negatif dokter langsung dianggap salah atau lalai. • Harus ada pembuktian terhadap penyebab langsung dan kerugian (pembuktian secara medis).

  40. Rekam Medis dan Aspek Hukumnya Rekam medis merupakan berkas yang berisi catatan dan dokumen mengenai identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan yang telah diberikan kepada pasien. Dasar Hukum : Pasal 46 (1) UUPraktik Kedokteran, Pasal 1 Permenkes No. 749a/Men.Kes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis. Dari aspek hukum, rekam medis dapat dipergunakansebagai alat bukti dalam perkara hukum (pasal 13 Permenkes Rekam Medis) Rekam medis terkait dengan standar pelayanan rumah sakit dan pelayanan kesehatan. Penyediaan fasilitas rekam medis merupakan alat bukti dalam proses pelayanan kesehatan yang telah diberikan kepada pasien.

  41. Kewajiban Rumah Sakit menyediakan fasilitas rekam medis. Dasar Hukum : SK Menkes No. 031/Birhup/1972 tentang Rumah sakit-rumah sakit pemerintah, SK Menkes No. 034/Birhup/1972 tentang perencanaan dan pemeliharaan rumah sakit). • Rekam medis adalah hak pasien yang perlu disediakan, terutama untuk kepentingan pelayanan yang optimal. • Rekam medis berpengaruh pada kualitas pelayanan kesehatan pasien, terutama untuk bahan pendidikan, penelitian dan dasar second opinion (bagi pasien)

  42. Isi Rekam Medis Identitas penderita Riwayat penyakit Laporan Pemeriksaan Fisik Instruksi diagnostik dan terapeutik yang ditandatangani oleh dokter yang berwenang Catatan pengamatan atau observasi Laporan tindakan dan penemuan Ringkasan riwayat pasien yang meninggalkan sarana pelayanan kesehatan Kejadian-kejadian yang menyimpang

  43. Pembuatan Rekam Medis Petugas pembuat rekam medis ditentukan dalam pasal 3 Permenkes Rekam Medis yaitu : Dokter Umum, Dokter Gigi, Dokter Spesialis dan yang bertanggung jawab penuh atas rekam medis adalah pimpinan sarana pelayanan kesehatan. Waktu pembuatan rekam medis ditentukan dalam pasal 4 Permenkes yaitu dibuat, dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan kesehatan. Lama penyimpanan rekam medis sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 5 tahun terhitung sejak dari tanggal terakhir pasien berobat (pasal 6 Permenkes). Setelah batas waktu 5 tahun dilampaui, maka rekam medis dapat dimusnahkan (pasal 7 permenkes).

  44. Kepemilikan Rekam Medis Pasal 9 permenkes : kepemilikan rekam medis dipisahkan antara berkas dengan isinya. Pasal 47 (1) UUPraktik Kedokteran : kepemilikan rekam medis milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis milik pasien. Rekam medis sebagai salah satu berkas berupa kertas atau dokumen tidak dapat dipisahkan dari isinya. Konsekuensi yuridisnya : isi rekam medis sebagai milik dan hak pasien mengandung sifat kerahasiaan. Pasal 10 permenkes menyatakan rekam medis merupakan berkas yang wajib dijaga kerahasiannya.

  45. Rekam medis harus disimpan oleh petugas yang ditunjuk oleh pimpinan sarana pelayanan kesehatan. Bagi dokter, dokter gigi, pimpinan sarana pelayanan kesehatan memiliki kewajiban untuk menyimpan rahasia pekerjaannya. • Pelanggaran atas dibukanya rahasia rekam medis tidak diatur dalam UU (lex spesialisnya) tetapi pelanggaran atas dibukanya rahasia pekerjaan diatur dalam lex generalisnya (pasal 322 ayat (1) KUHP).

  46. Informasi Rekam Medis Informasi yang bersifat rahasia merupakan informasi berupa catatan mengenai hasil pemeriksaan, diagnosis, pengobatan, dan pengamatan. Pasal Informasi tersebut baik dokter atau tenaga kesehatan dilarang menyebarluaskan isi rekam medis tanpa seijin pasien. Pemaparan informasi rahasia hanya boleh dilakukan dokter yang merawat pasien dengan ijin tertulis pasien. Pasal 11 Permenkes.

  47. Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dapat memaparkan isi rekam medis tanpa ijin pasien berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. • Informasi yang bersifat biasa/tidak rahasia yaitu mengenai identitas pasien dan informasi non medis lainnya.

  48. Rekam Medis Pasien Pasal 14 permenkes menyatakan isi rekam medis untuk pasien rawat jalan: identitas pasien, anamnese (diagnosa pasien), diagnosis (diagnosa dokter), dan tindakan/pengobatan. Pasal 15 Permenkes menyatakan isi rekam medis untuk pasien rawat inap : identitas pasien, anamnese, riwayat penyakit, hasil pemeriksaan laboratorium, diagnosis, pertindik (informed consent), tindakan pengobatan, catatan observasi klinis dan hasil pengobatan, resume akhir dan evaluasi pengobatan.

  49. Fungsi Rekam Medis • ALFRED (administratie, legal, financial, research, education, documentation). • Menurut pasal 13 Permenkes : rekam medis dapat dipakai sebagai : • Dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien; • Bahan pembuktian dalam perkara hukum;’ • Bahan untuk keperluan penelitian dan pendidikan; • Dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan ; • Bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.

  50. Akibat hukum • Rekam medis wajib ada di RS, puskesmas, balai kesehatan, praktik dokter pribadi atau praktik berkelompok. • Penyediaan fasilitas rekam medis bersifat wajib. • Pasal 19 Permenkes menyatakan pelanggaran terhadap ketentuan rekam medis dapat dikenakan sanksi administratif berupa : teguran lisan sampai pencabutan surat ijin. • Pasal 79 huruf b UU praktik kedokteran menyatakan bahwa dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak 50 juta rupiah bagi dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak membuat rekam medis (pasal 46 ayat 1 UUPKed ).

More Related