1 / 53

Oleh : Dina Imelda Pembimbing : dr. Agus Soedomo, Sp. S (K)

b OOKREVIEW – Neuroophthalmology. G IANT CELL ARTERITIS Handbook of Neurologic Clinics Vol. 28 Number 3, Randolph W. Evans, August 2010. Oleh : Dina Imelda Pembimbing : dr. Agus Soedomo, Sp. S (K). 1. PENDAHULUAN.

maya
Download Presentation

Oleh : Dina Imelda Pembimbing : dr. Agus Soedomo, Sp. S (K)

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. bOOKREVIEW– Neuroophthalmology GIANT CELL ARTERITIS Handbook of Neurologic Clinics Vol. 28 Number 3, Randolph W. Evans, August 2010 Oleh : Dina Imelda Pembimbing : dr. Agus Soedomo, Sp. S (K) 1

  2. PENDAHULUAN • Giant Cell Arteritis (GCA), dikenal sebagai arteritis temporal (temporal arteritis), suatu bentuk vaskulitis sistemik primer paling umum terjadi pada manusia dewasa. • Predileksi pada pembuluh-pembuluh darah berukuran medium dan besar, terutama cabang-cabang ekstrakranial dari arteri karotis, maupun pada aorta dan cabang-cabang besarnya.

  3. Hilangnya kemampuan penglihatan (vision loss) merupakan komplikasi GCA paling merugikan, dan umum terjadi dalam derajat berat dan permanen. • Diagnosis dan penatalaksanaan yang cepat dan tepat memiliki peranan penting dalam meminimalisasi morbiditas yang diasosiasikan dengan hilangnya kemampuan penglihatan.

  4. EPIDEMIOLOGI • GCA diperkirakan hampir secara eksklusif terjadi pada individu keturunan ras Kaukasia berusia > 50 tahun. • Insidensi mengalami peningkatan seiring pertambahan usia, insidensinya 20 kali > ditemukan pada usia dekade ke-9 dibandingkan dekade ke-6 kehidupan. • Wanita memiliki kerentanan menderita GCA 2-6x > dibandingkan laki-laki.

  5. GCA lebih sering ditemukan pada individu yang memiliki keturunan nenek moyang berasal dari Eropa Utara dan semenanjung Skandinavia, tanpa dipengaruhi oleh lokasi domisilinya sekarang.

  6. MANIFESTASI KLINIS • Terdapat sejumlah manifestasi klinis diasosiasikan dengan terjadinya GCA terdiri dari beberapa gejala dan tanda. • Onset dirasakannya gejala dapat terjadi secara tiba-tiba atau perlahan. • Kehilangan penglihatan permanen menjadi komplikasi GCA paling dikenal, sekaligus paling ditakuti. • Melalui pengenalan dan penatalaksanaan segera yang tepat dilakukan sebelum timbulnya gejala gangguan penglihatan, menjadi satu hal penting yang harus diketahui dan dipahami oleh para klinisi.

  7. Manifestasi Non Optalmikus Manifestasi Sistemik Gejala-gejala inflamasi sistemik berupa: • Anoreksia, asthenia, penurunan berat badan yang progresif, demam, arthralgia, myalgia, malaise, dan berkeringat saat malam hari. Setidaknya salah satu dari gejala tersebut dapat ditemukan pada mayoritas pasien, meskipun terdapat beberapa pasien yang tidak mengalami terjadinya gejala-gejala sistemik (‘occult GCA’).

  8. Nyeri kepala, wajah, rahang atau leher • Gejala GCA yang umum dijumpai dan terjadi hampir pada 90% penderita. • Terjadinya nyeri kepala dengan onset tiba-tiba pada pasien lansia dapat mengarahkan kemungkinan diagnostik ke arah GCA. • Nyeri kepala disebabkan oleh arteritis yang terjadi pada arteri karotis dan cabang-cabangnya.

  9. Lokasi nyeri kepala biasanya pada regio temporalis, meskipun nyeri kepala juga dapat berlangsung di regio frontalis, parietalis, atau oksipitalis. • Sering dijumpai terjadinya nyeri yang timbul akibat penekanan kulit kepala (scalp tenderness) yang berhubungan dengan iskemia jaringan yang terjadi dan temporal artery tenderness. • Penderita biasanya mengeluhkan rasa tidak nyaman atau nyeri ketika menyisir rambut atau keramas.

  10. Nekrosis kulit kepala (scalp necrosis) relatif jarang terjadi  menandakan buruknya prognosis penyakit yang dialami, dimana baik insidensi terjadinya kehilangan penglihatan permanen (67%) maupun mortalitas yang diakibatkan oleh oklusi arteri serebral atau arteri koroner (41%) sama signifikannya. • Klaudikasio pada rahang (jaw claudication) biasanya sangat spesifik menandakan terjadinya GCA, meskipun bersifat tidak cukup sensitif (terjadi pada < 50% pasien).

  11. Klaudikasio pada rahang termanifestasi sebagai rasa nyeri terjadi dalam beberapa menit setelah mastikasi (mengunyah), dapat mereda bahkan menghilang apabila dipakai untuk istirahat. • Dikarenakan reduksi aliran darah menuju m. masseter dan temporalis diakibatkan oleh vaskulitis dan stenosis oklusif pada arteri maksilaris, yang merupakan salah satu cabang dari arteri karotis eksterna.

  12. - Terjadi dalam frekuensi yang lebih jarang, pasien-pasien GCA dapat mengeluhkan terjadinya gejala yang berhubungan dengan iskemia yang terjadi pada lidah, wajah, atau leher.

  13. Manifestasi neurologis • Komplikasi neurologis paling umum berupa neuropati, dialami hingga 14% pasien: polineuropati perifer, neuropati kraniales, mononeuropathy multiplex, radikulopati servikalis, pleksopati brakialis (brachial plexopathy), atau neuropati motorik murni (pure motor neuropathy). • Kejadian serebrovaskuler iskemik (cerebrovascular ischemic events) dapat terjadi pada 3-4% pasien dan disebabkan oleh terjadinya obstruksi yang ekstensif atau oklusi yang terjadi pada arteri vertebralis, atau lebih jarang, terjadi pada arteri karotis internal.

  14. - Dalam beberapa kasus tertentu, vaskulitis sistemik yang terjadi umumnya tidak mengenai arteri-arteri intrakraniales dan intradural.

  15. Manifestasi pada pembuluh-pembuluh darah besar • Cabang-cabang superior dari arkus aorta, terutama arteri-arteri subklavia dan aksilaris menjadi arteri-arteri yang sering terkena. • Keterlibatan arteri-arteri besar yang mengalirkan darah menuju ekstremitas bawah biasanya sangat jarang dijumpai. • Arteritis yang terjadi pada arteri-arteri besar (large-vessel arteritis) dapat disertai keluhan berupa klaudikasio ekstremitas atas, bruit arterial, ketiadaan pulsasi atau pulsasi asimetris, hasil pengukuran tekanan darah yang abnormal, parestesia perifer, fenomena Raynaud, dan lebih jarang, terjadinya gangren pada jaringan.

  16. Inflamasi/vaskulitis pada aorta umumnya tidak menunjukkan gejala-gejala klinis. • Aortitis yang terjadi menyebabkan terjadinya dilatasi arterial (arterial dilation) dan pembentukan aneurisma (aneurysm formation), yang berkembang menjadi komplikasi-komplikasi seperti insufisiensi katup aorta, ruptur aorta, atau diseksio aorta. • Penegakan diagnosis seringkali terlambat karena pada beberapa pasien yang menderita vaskulitis pada pembuluh-pembuluh darah besar mengalami kurang termanifestasinya gejala-gejala inflamasi sistemik.

  17. Polymyalgia rheumatica • Sebuah bentuk kelainan inflamatorik yang terjadi pada pasien-pasien lansia, dan terjadi 2-3 kali lebih sering dibandingkan dengan GCA. • Ditandai dengan nyeri bilateral (bilateral aching pain) dan kekakuan di pagi hari (morning stiffness) pada leher, bahu, dan panggul. • Manifestasi sistemik berupa demam sub-febril (low-grade fever), malaise, penurunan berat badan, dan anoreksia dapat ditemukan terjadi hingga pada 40% pasien penderita PMR.

  18. >1/3 pasien GCA juga mengalami PMR, dan pada pasien yang secara klinis menderita PMR murni ditemukan insidensi hasil biopsi arteri temporalis yang positif sebesar 10-20%. • Sejauh ini dikatakan bahwa PMR dan GCA memiliki hubungan yang dekat, tetapi mekanisme keterkaitan antara keduanya masih belum dapat diketahui.

  19. Manifestasi-manifestasi non optalmikus lainnya • Vaskulitis mesenterika (mesenteric vasculitis) yang menyebabkan infark pada usus halus (small bowel infarction) merupakan kondisi yang jarang dilaporkan terjadi pada pasien-pasien GCA, akan tetapi keberadaannya menandakan terjadinya komplikasi yang berat. • Terjadinya gejala-gejala kraniales umumnya hanya ditemukan pada < 40% pasien pemderita vaskulitis mesenterika.

  20. Manifestasi optalmikus • Insidensi terjadinya tanda atau gejala okuler saat presentasi awitan penyakit dijumpai terjadi pada 26% dan 50% pasien-pasien GCA. • Kehilangan penglihatan permanen menjadi komplikasi GCA paling dikenal, sekaligus paling ditakuti. • Kehilangan penglihatan terjadi secara cepat dan hanya dalam periode beberapa hari saja. • Gangguan penglihatan dapat bersifat parsial maupun komplit, biasanya terjadi dalam derajat berat dan permanen, dimana didapatkan ketajaman penglihatan hanya terdeteksi melalui penghitungan jari atau bahkan lebih buruk pada 54% mata yang terkena

  21. Meskipun telah diberikan agen kortikosteroid, gangguan penglihatan yang berat tetap dapat terjadi pada 14-20% pasien yang menderita GCA. • Kehilangan penglihatan sementara/transien (transient visual loss) merupakan salah satu bentuk manifestasi penyakit yang sering terjadi, terjadi pada 30-54% penderita GCA. • Diakibatkan oleh berlangsungnya hipoperfusi menuju nervus optikus, retina, atau koroid, dan biasanya mengawali kehilangan penglihatan permanen yang dialami hampir separuh pasien-pasien GCA yang tidak memperoleh penatalaksanaan adekuat selama rerata 8,5 hari.

  22. Anterior ischemic optic neuropathy (AION) merupakan penyebab paling umum atas kehilangan penglihatan permanen yang diakibatkan oleh GCA, diakibatkan oleh oklusi infamatorik (inflammatory occlusion) pada arteri ciliaris breves posterior (short posterior ciliary arteries), yang selanjutnya menyebabkan infark pada pars laminaris atau retrolaminaris dari papil nervus optikus. • Kehilangan penglihatan bersifat akut, monokuler, dan dalam derajat berat.

  23. Apabila tidak segera ditangani, unilateral arteritic AION dapat mengenai 2 sisi mata (bilateral) dalam hitungan beberapa hari saja pada 50% kasus. • Dijumpainya edema diskus optikus yang tampak pucat (pallid optic disc edema), sering dideskripsikan sebagai gambaran edema yang tampak pucat dan putih menyerupai kapur tulis ‘‘chalky white edema’’terjadi selama fase akut merupakan penanda sugestif yang kuat terjadinya GCA, meskipun ketiadaan pallid edema tersebut tidak serta merta mengeksklusikan diagnosis GCA.

  24. Timbulnya gambaran perdarahan pada lapisan serabut saraf optikus (nerve fiber layer hemorrhages) dan cotton wool spots bukan merupakan temuan khas yang sering ditemukan terjadi pada GCA. • Terjadinya oklusi arteri silioretinalis (cilioretinal artery occlusion) yang berkaitan dapat ditemukan terjadi hingga pada 21% pasien.31 • Arteritic AION seringkali dihubungkan dengan iskemia koroidal dan pemeriksaan angiografi fluoresens yang dilakukan dapat berperan dalam mendeteksi hipoperfusi koroidal dan delayed choroidal filling yang terjadi.

  25. Beberapa penyebab lain berupa oklusi arteri retinalis (retinal artery occlusion), dapat berupa terjadinya oklusi arteri retinalis sentral (central retinal artery occlusion) atau oklusi arteri silioretinalis (cilioretinal artery occlusion), terjadi pada 10–13% pasien GCA. • Lebih jarang terjadi, kehilangan penglihatan yang dialami dapat berkaitan dengan terjadinya neuropati optikus posterior iskemik (posterior ischemic optic neuropathy), infark koroidal, dan berlangsungnya iskemia pada kiasma optikus atau jaras post kiasmatikus (optic chiasm atau post chiasmal pathway ischemia).

  26. Buta kortikal (cortical blindness) disebabkan oleh keterlibatan arteri vertebrobasilaris merupakan komplikasi GCA yang jarang. • Diplopia konstan atau transien terjadi pada 5,9–21% pasien-pasien GCA. • Pada GCA dapat terjadi keluhan diplopia yang diinduksi oleh terjadinya iskemia pada nervus motorik okuler atau yang lebih jarang terjadi pada otot-otot ekstramuskuler.

  27. Terdapat beberapa tanda mewakili keberadaan keterlibatan orbital, berupa kemosis, injeksi okularis, proptosis, optalmoplegia, edema kelopak, dan gangguan atau kehilangan penglihatan. • Tidak terjadinya gejala-gejala sistemik pada pasien yang mengalami kehilangan penglihatan sementara atau permanen atau diplopia tidak serta merta dapat mengeksklusikan kemungkinan diagnosis ke arah GCA. • Keterlibatan okuler yang terjadi tanpa disertai berlangsungnya gejala-gejala GCA yang lain ditemukan dapat terjadi pada 5-38 pasien.

  28. DIAGNOSIS • Kecurigaan diagnosis ke arah GCA diperolehnya data menyangkut anamnesis kronologis dan riwayat, pengkajian sistemik, dan ditemukannya sejumlah temuan klinis, didukung oleh deteksi terhadap sejumlah penanda inflamasi abnormal yang ditemukan dalam serum darah pasien. • Biopsi pada arteri temporalis (artery biopsy) tetap menjadi standar baku (gold standard) dalam diagnosis GCA dan pelaksanaannya direkomendasikan pada seluruh kasus suspek GCA.

  29. Apabila ditemukan terjadinya setidaknya 3 dari 5 kriteria berikut, maka dapat diperoleh spesifitas diagnosis sebesar 91,2%, dan spesifitasnya mencapai 93,5%: 1. Usia terjadinya onset > 50 tahun 2. Onset terjadinya nyeri kepala yang dialami 3. Ditemukannya abnormalitas arteri temporalis (nyeri tekan; tenderness atau berkurangnya pulsasi) 4. Peningkatan laju endap/sedimentasi eritrosit (> 50 mm/jam dengan menggunakan metode Westergen) 5. Hasil biopsi arteri temporalis yang positif

  30. Kriteria tersebut tidak menyertakan sejumlah aspek penting dari gejala-gejala yang terjadi pada GCA, berupa ketiadaan penilaian aspek kehilangan penglihatan yang terjadi, klaudikasio pada rahang, atau peningkatan kadar C-reactive protein (CRP). • Hasil biopsi arteri temporalis yang positif memiliki spesifitas yang tinggi dalam menentukan diagnosis GCA.

  31. Penanda Serologik (Serologic Markers) ESR • ↑ laju sedimentasi/endap eritrosit (erythrocyte sedimentation rate; ESR) dapat mendukung dengan kuat diagnosis atas GCA. • Hasil pemeriksaan ESR normal tidak serta merta dapat mengeksklusikan diagnosis GCA. • Rumus empirik yang dapat digunakan untuk menentukan batas atas kadar ESR normal: pada pasien laki-laki, usia pasien dibagi dengan 2, sedangkan pada pasien wanita, usia pasien ditambah dengan angka 10, kemudian dibagi dengan 2.

  32. CRP • Sebuah penanda fase akut (acute-phase marker) umumnya bersifat tidak sensitif terhadap terjadinya sejumlah perubahan yang berkaitan dengan usia, jenis kelamin, dan faktor-faktor hematologis. • CRP memiliki sensitivitas yang lebih tinggi untuk diagnosis GCA dibandingkan dengan ESR (97,5% vs 76–86%). • Bila digunakan bersamaan ESR, kombinasi kedua penanda serologis tersebut dapat menghasilkan sensitivitas mencapai 99%.

  33. TROMBOSITOSIS • ↑ hitung platelet (> 400.000/L) yang berhubungan dengan ↑ ESR yang terjadi merupakan salah satu penanda prediktif yang kuat atas diagnosis GCA. • beberapa studi menunjukkan bahwa ↑ hitung platelet (> 400.000/L) bersifat lebih spesifik dibandingkan dengan ESR dan CRP untuk diagnosis GCA dan bila ditemukan trombositosis, maka kemungkinan diagnosis GCA diperkuat hingga 6 kali lebih besar.

  34. IL-6 • Diperkirakan lebih sensitif dibandingkan dengan ESR dalam memprediksikan aktivitas dan status penyakit GCA. • Fibrinogen seringkali ditemukan dalam kadar yang tinggi pada kasus GCA dan dalam kadar normal pada kebanyakan kondisi inflamasi lainnya.

  35. Biopsi Arteri Temporalis • Standar bakudalam diagnosis dan direkomendasikan untuk seluruh kasus suspek GCA. • Untuk keperluan pemeriksaan tersebut, harus diperoleh spesimen yang adekuat dengan panjang spesimen minimal 2 cm, kemudian, dari spesimen yang diperoleh dibuat irisan multi, selanjutnya dilakukan pengamatan guna menghindarkan terlewatkannya skip lesions yang terjadi. • Direkomendasikan dilakukan pelaksanaan biopsi dalam 2 minggu pertama paska awitan pemberian terapi steroid.

  36. Hasil biopsi (-)dapat ditemukan pada 10-15% pasienyang menderita GCA. • Bila hasil TAB (-) dicurigai suspek GCA yang besar,direkomendasikandilakukan biopsi pada sisi kontralateral. • Sejumlah temuan yang dapat digunakan untuk memprediksikan hasil biopsi yang positif, berupa klaudikasio rahang, nyeri leher, konsentrasi CRP 2,45 mg/dL, ESR > 47 mm/jam, trombositosis, edema diskus optikus dan tampak pucat (pallid optic disc edema), dan ditemukan abnormalitasarteri temporalis.

  37. Histopatologisgambaran fokal area berupa: -Hiperplasiatunika intima (intimal hyperplasia), -Fragmentasilamina elastis dalam (fragmentation of inner elastic lamina), -Fokal kronis berisi infiltrat terdiri dari berbagai sel inflamasi (focal chronic inflammatory cell infiltrates), atau -Scarkonsentris di sekitar lamina elastis dalam (focal concentric scars around the inner elastic lamina)  temuan sangat konsisten dengan diagnosis GCA.

  38. Modalitas pencitraan radiologis Color Doppler Ultrasonography -Untuk identifikasi stenosis dan oklusi arterial gambaranhalo hipoekoik (hypoechoic halo sign) di sekitar arteri temporalis yang terkena (gambaran tersebut mengindikasikan terjadinya edematosa pada arteri [edematous artery]). -Sensitivitas dan spesifitas dari gambaran halo signmencapai 69% dan 82%, dibandingkan dengan biopsi arteri temporalis.

  39. Sensitivitas dan spesifitasmemprediksikan terjadinya abnormalitas pembuluh darah mencapai 88% dan 78%. • Sensitivitas halo signmencapai 82% dan dengan spesifitas mencapai 91%bila ditemukan halo unilateral dan 100%bila ditemukan halo bilateral. • Ultrasonografi juga memiliki peranan pentingmemandu penentuan lokasi biopsi guna menghindari skip lesions yang terjadi.

  40. Magnetic resonance imaging -Dilakukanmenggunakan metode contrast-enhanced T1-weighted sequence with fat saturation -High resolution MRI (menggunakan 1,5 atau 3 Tesla)untuk mendeteksi peningkatan tebal dinding pembuluh darah yang dicurigai dan edema, dan peningkatan kontras mural pada arteri-arteri kraniales superfisial dan ekstrakraniales, yang juga dapat terjadi pada arteri-arteri optalmikus. -Memiliki sensitivitas 80,6% dan spesifitas 97%.

  41. MRI/MRA memberikan manfaatterutama ketika ditemukan hasil TAB bilateral (-), dan guna menilai dan memonitor aortitis yang memiliki potensi berkembang menjadi kasus diseksio dan aneurisma aorta. • Modalitas pencitraan tersebut memerlukan banyak biaya, sehingga belum dapat digunakan untuk menggantikan TAB.

  42. Positron Emission Tomography -Vascular FDG uptake menjadi salah satu penanda yang sensitif bagi terjadinya vaskulitispembuluh-pembuluh darah besar. -Tidak dapat mengevaluasi kelainan yang terjadi pada pembuluh-pembuluh darahmemiliki diameter lumen < 2-4 mm. -Pada pasien-pasien yang mengalami GCA dengan presentasi atipik yang diakibatkan tanpaketerlibatan arteri-arteri temporalis, pemeriksaan FDG-PET dapat digunakan sebagai modalitas diagnostik pilihan.

  43. PENATALAKSANAAN Kortikosteroid -Belum terdapat konsensus terkait dosis awitan yang diberikan, jalur pemberian, dan durasi terapi. -Mayoritas pasien memberikan respons positif terhadap pemberian agen kortikosteroid dalam dosis 1,0 hingga 1,5 mg/kg/hari, atau antara 60-80 mg/hari. -Terdapat konflik terkait apakah pemberian terapi kortikosteroid awitan per intravena dapat memberikan aspek preservasi kemampuan penglihatan yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian terapi kortikosteroid per oral saja.

  44. -Tidak terdapat perbedaan signifikan pada outcome yang dihasilkan oleh kedua metode pemberian terapi kortikosteroid tersebut. -Tappering-off pemberian steroid dapat dilakukan secara gradual ketika gejala-gejala klinis yang terjadi mereda dan normalisasi hasil pemeriksaan laboratorium. -Pemberian kortikosteroid dengan metode alternating dose (alternate day steroid tapering regimens) tidak direkomendasikan pelaksanaannya karena menyebabkan terjadinya relaps.

  45. Agen-agen imunosupresif lain -Pemberian agen imunosupresif lainnya dapat diberikan bagi pasien-pasien yang menderita GCA guna mengurangi dosis kumulatif steroid yang dibutuhkan. -Methotrexate merupakan salah satu agen imunosupresif yang paling banyak dipelajari -Methotrexate diperkirakan dapat menjadi terapi alternatif lini kedua bagi pasienGCA yang mengalami reaksi efek sampingberat terhadap terapi steroid yang diberikan atau pada kasus GCA refrakter yang resisten terhadap terapi steroid.

  46. Tumor Necrosis Factor-a Blocking Agents -Inflamasi granulomatosa (granulomatous inflammation) merupakan salah satu temuan pada pasien-pasien GCA dan tumor necrosis factor-a (TNF-a) salah satu sitokin yang berperan dalam formasi ganulomata. -Diperkirakanpemberian terapi anti-TNF-a dapat menjadi terapi adjungtif (adjunctive agents) bagi pasien-pasien GCA -Penggunaan infliximab pada pasienGCA yang resisten steroid,hasil yang diperoleh menunjukkan terjadirespons awitan sangat baik, meski hanya berlangsung selama 3 bulan saja.

  47. -Etanercept, pada sejumlah kecil pasien GCA manfaat pemberian untuk digunakan sebagai salah satu steroid-sparing agent yang efektif, memberikan kemungkinan untuk dilakukannya penghentian terapi steroid, dan frekuensi relaps yang lebih rendah.

  48. Deplesi sel B (B-cell depletion) -Rituximab, salah satu agen antibodi monoklonal anti-CD 20 (anti-CD 20 monoclonal antibody) yang memiliki aktivitas dapat mendeplesi kuantitas sel B -Dijumpai resolusi/perbaikan dari arteritis yang terjadi setelah 4,5 bulan periode terapi. -Meskipun demikian, pada pasien tersebut kemudian menderita pneumonia dan memerlukan bantuan ventilasi mekanik.

  49. Aspirin -Memiliki efek protektif terhadap peristiwa iskemia yang diakibatkan oleh GCA -Aspirin dosis rendahberperan efektif mencegah terjadinya kehilangan penglihatan dan stroke pada pasien-pasien GCA, tanpa menyebabkan peningkatan risiko terjadinya komplikasi hemoragik.

  50. PROGNOSIS • PasienGCA memiliki kecenderunganmeninggal dunia dalam periode 5 tahun pertama paska diagnosis. • Prognosis atas perbaikan visual yang diharapkan umumnya buruk dan ireversibel.

More Related