1 / 28

KEANEKARAGAMAN HAYATI INDONSEIA

KEANEKARAGAMAN HAYATI INDONSEIA. HAKEKAT KEANEKARAGAMAN HAYATI. Masalah keanekaragaman hayati (kehati) : b erkisar pada penentuan kategori ekosistem; klasifikasi taksonomi organisme; dan arti penting variasi di antara masing-masing organisme.

hollye
Download Presentation

KEANEKARAGAMAN HAYATI INDONSEIA

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. KEANEKARAGAMAN HAYATI INDONSEIA

  2. HAKEKAT KEANEKARAGAMAN HAYATI Masalah keanekaragaman hayati (kehati):berkisar pada penentuan kategori ekosistem; klasifikasi taksonomi organisme; dan arti penting variasi di antara masing-masing organisme. Oleh karenanya: istilah “keanekaragaman hayati” dipakai untuk menunjuk pada salah satu atau semua dari: keanekaragaman ekosistem (variasi ekosistem) keanekaragaman spesies (kekayaan spesies) keanekaragaman genetik (variasi intra spesies)

  3. Dalam kancah praktis, konteks kehati dapat dipergunakan dalam arti luas, a.l. : • Jumlah spesies tanpa memandang identitasnya; • Sejumlah spesies yang saling berinteraksi; • Eksistensi spesies karena keadaan terancam atau nilai penting secara ekologi; • Keberadaan spesies tertentu; • Kumpulan gen dari suatu spesies;  Semua itu diartikan dan dibahas dalam kaitannya dengan dampak dan nilai pentingbagi kehidupan.

  4. Istilah “keanekaragaman hayati” (biological diversity atau “biodiversitas”) dipublikasikan tahun 1980-an (Lovejoy, 1980 dan Norse & McManus, 1980). Definisi biodiversitas yang secara luas digunakan saat mengacu pada Norse et al. (1986), dengan mempertimbangkan tiga level organisasi biologis, yakni genetik, spesies, dan komunitas atau ekosistem.

  5. Definisi & Batasan Kehati: WWF (1989): Keanekaragaman hidup di bumi, mencakup jutaan spesies tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme; materi genetik yang dikandungnya; serta ekosistem yang dibangun sehingga menjadi sebuah lingkungan hidup”. Level spesies, mencakup seluruh organisme di bumi, mulai dari Monera (Bakteria dan Cyanobacteria), Protista (Flagellata, Amoeba, dan Ciliata), serta dunia tumbuhan, hewan, dan jamur (fungi). Level gen, mencakup variasi genetik di dalam spesies, di antara populasi yang saling terpisah, serta di antara individu di dalam satu populasi. Level ekosistem, meliputi variasi dalam komunitas biologi (di mana spesies hidup) dan dalam ekosistem (dimana komunitas berada), serta interaksi yang terjadi di antara level-level tersebut.

  6. KEANEKARAGAMAN HAYATI INDONESIA

  7. INDONESIA MASUK KATEGORI “NEGARA MEGABIODIVERSITAS” MENGENAL KEANEKARAGAMAN HAYATI INDONESIA DAPAT MENGGUNAKAN PENDEKATAN BIOGEOGRAFI

  8. Para biolog (Whitten et al., 1984; 1987; MacKinnon et al., 1988): telah mendeteksi pola-pola sebaran geografis dari takson dan kelompok tanson hewan tertentu di Indonesia. • Hal ini bermanfaat untuk memahami persebaran habitat & organisme di kepulauan Indonesia. • Pendekatan seperti ini disebut “pendekatan biogeografi” Menurut pendekatan biogeografi, Indonesia dibagi ke dalam dua rumpun: “Indo-Melayu”, dan “Australia”; dengan “Wallacea” sebagai zona transisi.

  9. Rumpun Indo-Melayu - cenderung berkaitan dengan spesies-spesies Asia (Mammalia berplasenta); • Rumpun Australia – berkaitan dengan spesies Australia (mammalia bermarsupial); • Di “Wallacea” - mengandung berbagai spesies dari salah satu/kedua rumpun

  10. Gambaran persebaran tumbuhan: • Seluruh Kepulauan Nusantara, meliputi Semenanjung Malaya, Indonesia, Kepulauan Filipina, dan seluruh pulau Nugini/Irian diberi identitas biogeografis sbg. “Malesia”. • Flora Indonesia berciri khas Malesia, meskipun terdapat berbagai perbedaan pada berbagai wilayah/region.

  11. Indonesia terbagi dalam 3 Sub-Region: • S-R Botani Malesia Selatan: Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara; • S-R Botani malesia Barat: Sumatra & Kalimantan; dan • S-R Botani malesia Timur: Sulawesi, Iria Jaya (Gb 2).

  12. Hutan hujan Malesia: terkaya di dunia dalam hal jumlah spesies pohon; • Malesia Barat: pusat kelimpahan dan keanekaragaman takson kayu bernilai ekonomis tinggi, termasuk suku Dipterocarpaceae yang kini mendominasi kayu tropik dunia (FAO, 1991).

  13. Dua hal penting terkait pola distribusi di Indonesia • Pulau-pulau sebelah barat dan timur Indonesia terletak pada paparan kontinental yang berbeda, dengan kedalaman laut di atasnya agak dangkal; • permukaan laut dunia mengalami kenaikan dan penurunan yang sangat tajam selama sekitar satu juta tahun terakhir (Jaman Pleistosen)

  14. Pada saat iklim dunia mengalami masa pendinginan (Jaman Es), proporsi air dunia lebih banyak dalam bentuk es, sehingga permukaan air laut mengalami penurunan. • Pulau-pulau di sebelah barat (Paparan Sunda) bergabung dengan daratan Asia; • Pulau-pulau sebelah timur (Paparan Sahul) bersatu dengan daratan Australia.

  15. Penyatuan tersebut membantu persebaran jenis- jenis binatang dan tumbuhan dari Asia dan Australia ke wilayah Indonesia. • Pulau-pulau Indonesia bagian tengah (Sulawesi, Maluku dan sebagian Nusa Tenggara) dikelilingi laut dalam tetap berperan sebagai penghalang penyebaran organisme dan membatasi kolonisasi organisme Asia dan Australia.

  16. Para ahli biogeografi membagi Indonesia menjadi enam wilayah biogeografi. Pem-bagian tersebut dengan memperhatikan: • Pengelompokkan wilayah Indonesia atas wilayah Indo-Melayu, Wallacea, Australia, serta pembagian atas wilayah Malesia Barat, Selatan, dan Timur. • Pembagian ini digunakan hanya untuk tujuan konservasi (menjamin bahwa ciri-ciri biologi yang khas dikenali dan dilindungi)

  17. Enam wilayah Biogeografi: • Sumatra dan pulau-pulau sekitarnya; • Jawa dan Bali; • Kalimantan, termasuk pulau Natuna dan Anambas; • Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya termasuk Sula; • Nusa Tenggara (kepulauan Sunda Kecil); • Maluku dan Irian Jaya, termasuk kepulauan Kai dan Aru. Pembagian tersebut tidak didasarkan menurut batas provinsi.

  18. ENDEMISME: Banyak pulau di Indonesia terisolasi satu sama lain selama kurun waktu yang lama, sehingga terjadi spesiasi spesies lokal yang khas yang disebut sebagai “endemik”. • Tingkat endemisme yang tinggi, terjadi di Sulawesi, Irian, dan kepulauan Mentawai (khususnya Siberut) di luar pantai barat Sumatera. • Indonesia memiliki 420 spesies burung endemik yang terkonsentrasi pada 24 “kawasan burung endemik”, dan jumlah ini lebih tinggi dari negara-negara yang lain.

  19. SISTEM KAWASAN KONSERVASI • Pada bulan Agustus 1990; 303 kawasan konservasi telah ditetapkan; dengan luas 16,02 juta hektar (sekitar 8,2% luas daratan Indonesia). • Lebih dari 175 lokasi lainnya ( > 2 juta hektar) sedang dipertimbangkan penetapan statusnya (Anonim, 1991) • Sekitar 30,3 juta ha dipertimbangkan sebagai hutan lindung, mewakili daerah aliran air dan lereng terjal (BAPPENAS, 1991). • 23 kawasan konservasi laut juga telah ditetapkan, dan 200 kawasan pantai dan laut lainnya telah diusulkan (BAPPENAS, 1991).

  20. Sistem kawasan konservasi Indonesia dirancang berdasarkan kriteria seleksi dan penilaian sebagai berikut: • Nilai Perolehan/Kehilangan Genetik: • Perkiraan probabilitas hilangnya kawasan dari sistem cagar alam dapat mengakibatkan kepunahan spesies. Perkiraan ini didasarkan pada: • Banyaknya tipe habitat yang berbeda; kelangkaannya; tingkat degradasi; representasinya; kekayaan spesies; dan kekhasan kawasan secara keseluruhan. • Penilaian Sosial-Ekonomi • Perbandingan antara keuntungan sosial dan ekonomi yang akan diperoleh jika melindungi kawasan tsb. dengan keuntungan yang diharapkan jika mengubahnya menjadi peruntukan lain. • Kelangsungan Pengelolaan • Penilaian ttg. kelangsungan hidup kawasan tsb. sbg. unit ekologi yang terisolasi, dengan mempertimbangkan hal-hal praktis spt. dukungan manajemen untuk melestarikan kelangsungan hidupnya.

  21. Sistem kawasan konservasi ini secara hukum (ex post facto) dibuat berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 5 tahun 1990 “Tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosis-temnya” Di sini ditentukan berbagai tipe kawasan konservasi dengan berbagai tujuan dan karakteristiknya. Kawasan yang dimaksud meliputi: • Cagar Alam (pasal 14; t.d. Cagar Alam Ketat dan Suaka Margasatwa); dan • Kawasan Konservasi Alam (Pasal 29; t.d. Taman Nasional, Taman Hutan Raya, & Taman Rekreasi Alam).

  22. Dalam Undang-Undang ini juga ditetapkan penetapan zona pengelolaan (Pasal 32 dan 34); penetapan Cagar Alam Biosfer (Pasal 18); perlindungan terhadap spesies langka dan terancam punah (Pasal 20-25), dan mengacu pada daera penyangga (Pasal 16 dan 19).

  23. Definisi tentang istilah-istilah tersebut (Pasal 1) adalah sebagai berikut. • Cagar Alam: suatu kawasan daratan atau perairan yang memiliki cagar alam sebagai fungsi utamanya yaitu melestarikan keanekaragaman hayati tumbuhan dan binatang serta sebagai suatu ekosistem yang juga berfungsi sebagai sistem penunjang kehidupan. • Cagar Alam Ketat: merupakan kawasan cagar alam yang memiliki serangkaian tumbuhan, binatang dan ekosistem yang khas, yang harus dilindungi dan dibiarkan berkembang secara alamiah. • Suaka Margasatwa: merupakan kawasan cagar alam yang memiliki keanekaragaman spesies bernilai tinggi atau unik, tempat pengelolaan habitat bisa diterapkan, dengan maksud menjamin keberadaan dan kelangsungan hidupnya.

  24. Kawasan Konservasi Alam: suatu kawasan daratan atau perairan yang fungsi utamanya adalah melestarikan keanekaragaman spesies tumbuhan dan binatang, serta memberikan pemanfaatan sumberdaya hidup dan ekosistemnya secara berkelanjutan. • Taman Nasional: kawasan konservasi alam yang memiliki ekosistem asli, dan yang dikelola melalui suatu sistem zonasi untuk memudahkan riset, kepentungan ilmu pengetahuan, pendidikan, peningkatan perkembangbiakan, rekreai dan pariwisata. • Taman Hutan Raya: kawasan konservasi alam yang berfungsi menyediakan berbagai jenis tumbuhan dan binatang asli dan/atau bukan asli untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, peningkatan perkembangbiakan, kebudayaan, rekreasi dan pariwisata. • Taman rekreasi Alam: kawasan konservasi alam yang terutama dimaksudkan untuk kepentingan rekreasi dan pariwisata

  25. Tabel: Cagar Yang Sudah Ditetapkan

  26. Sistem kawasan konservasi diatur oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA) Departemen Kehutanan Dua Direktorat PHPA secara khusus menangani kawasan konservasi: • Direktoran Pelestarian Alam: bertanggungjawab atas seluruh perencanaan sistem kawasan lindung, penyususnan konsepperaturan konservasi, dan mengusulkan, membentuk serta mengelola setiap kawasan lindung; • Direktorat Taman Nasional dan Hutan Rekreasi: secara khusus menangani porogram taman nasional

  27. Sejumlah lembaga lain baik secara langsung maupun tak langsung berpengaruh terhadap pengelolaan keanekaragaman hayati di kawasan hutan: • Departemen Kehutanan (Direktorat Jenderal Pariwisata); • Departemen Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi; • Departemen Pertanian; • Departemen Dalam Negeri, Transmigrasi, Pertambangan, serta Pekerjaan Umum; • BAPPENAS (mitra penting dalam proses pemaduan perencanaan lintas sektoral, dan punya pengaruh khusus terhadap penerapan bantuan pembangunan luar negeri) • BAPPEDA (bertanggungjawab kepada pemerintah provinsi) • Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup (KLH): berperan mengkoordinasi semua kegiatan pemerinta yang membawa dampak terhadap lingkungan hidup dan mengatur sektor swasta dalam konteks kegiatan yang sama

More Related