1 / 30

Pendekatan Hukum Berperspektif Feminist

Pendekatan Hukum Berperspektif Feminist. Sulistyowati Irianto. Mengapa penting ?. Hukum itu powerful  mengkonstruksi identitas kita (gender, ras , kelas , nasionaliti , agama), kategori orang baik2-kriminal, dst

Download Presentation

Pendekatan Hukum Berperspektif Feminist

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. PendekatanHukumBerperspektif Feminist Sulistyowati Irianto

  2. Mengapapenting ? • Hukumitu powerful mengkonstruksiidentitaskita (gender, ras, kelas, nasionaliti, agama), kategoriorang baik2-kriminal, dst • Hukumadalah text ygmultitafsir (tergantungsiapaygmenafsir & utkkepentinganapa)

  3. Siapaperempuan ? • Bukanidentitasygtunggaldanseragam tidaklakulagi teori2 Feminist lama • Perempuanditempatkanberdasarkanidentitasnya (ras, etnik, nasionaliti, kelas, agama) • Identitasmelegitimasi “othering process” –me-”liyan” kanperempuan • Hukummemformalisasitindakanme”liyan” kanperempuan

  4. FEMINIST LEGAL STUDIES/ PENDEKATAN HUKUM BERPERSPEKTIF FEMINIST

  5. Dikenal dengan berbagai nama • Femininist Legal Theory • Feminist jurisprudence • Women and the Law • Feminist Analysis of Law • Feminist Perspectives on Law • Feminist Legal Scholarship

  6. FLT dalam Wacana Akademik Ada banyak aliran pemikiran • the liberal atau equal-opportunity, atau formal equality, atau symetricist feminism, • the assimilasionist feminism, • the bivalent atau difference atau special treatment feminism, • the incorporationist feminism, the different voice atau cultural atau relational feminism, • the dominance feminism atau radical feminism, • the post- modern feminism

  7. Ruang Lingkup I. Dengan cara apa hukum melegitimasi dan berkontribusi terhadap subordinasi perempuan II. Bagaimana hukum dapat digunakan untuk melakukan perubahan thdp situasi perempuan III. Tantangan2 yang terkait dengan hukum dalam upaya mengubah situasi

  8. Latar belakang kemunculannya (1970-1980an): • Tulisan-tulisan tentang perempuan dari berbagai lapangan studi yang mempengaruhi studi ilmu hukum. • Banyaknya perempuan yang masuk sekolah hukum di Amerika menjelang tahun 1960 an. • Akibat dari reaksi para feminis yang berperkara di pengadilan dan mengadakan tuntutan terhadap masalah hukum yang khas.

  9. Asumsi • Hukum diinformasikan oleh laki-laki, bertujuan memperkokoh hubungan-hubungan sosial yang patriarkhis (norma, pengalaman, kekuasaan laki-laki dan mengabaikan pengalaman perempuan) • Hukum menyumbang kepada terjadinya ketidakadilan terhadap peremp • Dg menunjukkan ciri-ciri hukum yang tidak netral dan bagaimana hukum dioperasikan, dapat ditemukan saran-saran untuk perbaikan (Cossman, 1990:1)

  10. Inti Gagasan • menguji apk hkm telah gagal mperhitungkan pengalaman peremp, atau betapa standar ganda dan konsep hkm telah rugikan peremp • menerapkan metode kritis thdp penerapan hukum apa implikasi gender dari hkm yg merugikan peremp.

  11. Berbagai pertanyaan perempuan • Bgm identitas & imajinasi ttg peremp, tmasuk seksualitas, kapasitas, peranan dan nilai2 diproyeksikan oleh hukum ? • Apakah hukum merefleksikan realitas dan pengalaman perempuan ? Perempuan yang mana ?

  12. 3. Isu apa yang diatur oleh hukum ? Apakah seharusnya pengalaman perempuan masuk ke dalam isu tsb ? Aspek kehidupan perempuan yang mana yang terpengaruh ? • Berdasarkan pengalaman & realitas perempuan, apakah hukum melindungi dan memberi benefit kepada perempuan ? Perempuan yang mana ? • Apakah aspirasi & perspektif perempuan diperhitungkan oleh hukum ?

  13. Doing law bagi seorg feminist: • Melihat ada apa di balik rumusan2 hukum yg ada, utk dpt mengidentifikasi implikasi & mengamati asumsi2 yg mendasarinya, & membantu memecahkan persoalan • konsekuensi metodologis: menggunak kasus2 p’alaman peremp sbg unit analisis utk melihat hubungan kekuasaan yg timpang, bgm peremp dpt menikmati hak-hak dasar dan memperoleh perlindungan hkm atau tidak.

  14. Dua komponen FLT • (1) eksploitasi dan kritik pada tataran teoretik terhadap interaksi antara hukum dan gender • (2) penerapan analisis pada tataran praktis hukum (pidana, pornografi, kesehatan reproduksi), dan dengan tujuan reformasi hukum

  15. Mengapa dibutuhkan teori ? • Utk dpt memahami hakikat dr p’mslhan peremp dlm hukum • Generalisasi didasarkan pada p’alaman masa lalu (konteks & detail utk memahami dan m’hargai perbedaan dan persamaan dalam situasi konkrit) • Teori tidaklah “out there” ttp ada dlm p’alaman individu se-hari2, konkrit, kmd dianut sebagai pengalaman bersama • P’alaman peremp b’beda2, opresi tidak hanya berdasarkan gender, ttp jg ras, kelas, etnisitas, agama, identitas sexual,dll

  16. Bagaimana menggunakannya (1) • Analisis terhadap substansi dan proses hukum: bgm hkm m’beri dampak kpd peremp & m’beri sumbangan kpd terjadinya subordinasi terhadap perempuan. • Analisis peraturan2 yg diskriminatif dlm praktek social Contoh: larangan ikut pemilu (prn berlaku di USA), larang peremp sebagai pengacara (Canada, tahun 1874 dan 1941), Perda-Perda

  17. Bagaimana menggunakannya (2): mtdlg n penalaran hkm • Dekonstruksi mengenai mitos obyektifitas dan netralitas • Jauh lampaui analisis doctrinal, & b’upaya utk gali pertanyaan2 ttg hub atr peremp, hkm & dan hub2 ketidakadilan & ketidaksetaraan, mis hubungan antara hukum dan negara, hukum dan ideology, dan bagaimana dampak dari hub2 tsb thdp peremp. • Contoh: Ambivalensi Perda

  18. Bgm hkm dpt digunakan untuk memajukan posisi perempuan ? (litigasi dan reformasi hukum) • (1)  mengembangkanargumentasi hukum yg khusus yg menjadi tantangan bagi hukum yang bersifat diskriminatif • (2)memberi perhatian kepada penanganan kasus-kasus di pengadilan • (3)Memfokuskan diri pada perumusan proposal bagi reformasi hukum

  19. Kesamaan: Tema-tema umum • Kritik terhadap sejarah • Kritik terhadap jurisprudensi patriarkhi • Kritik terhadap determinasi biologis • Adopsi dialektika jenis kelamin/gender • Ada komitmen bersama

  20. Kesamaan pemikiran dalam metodologi • Wacana pengalaman • Pembangkitan kesadaran • Mempertanyakan pertanyaan-pertanyaan perempuan: • (a)mengidentifikasi komponen gender dr hukum yang dinyatakan netral, • (b) mengidentifikasi implikasi gender dari peraturan tsb • Penalaran praktek feminist

  21. Contoh (1): ambivalensi UU Perkawinan no 1/’74 • Pasal 1: Perkawinan ialah ikatan lahir batin atr seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke Tuhanan Yang Maha Esa

  22. Pasal 3 • (1) Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunya seorang istri, seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami • (2)Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan

  23. Pasal 4 • (1) Dlm hal seorg suami akan beristri lebih dari seorang, sebgm tsb dlm psl 3 (2) UU ini, maka ia wajib m’ajukan permohonan kpd pengadilan di daerah tempat tinggalnya • (2)Pengadilan dimaksud dlm ayat (1) psl ini hanya memberi izin kpd seorg suami yg akan beristri lebih dr seorg apabila: • (a)istri tdk dpt m’jalankan kewajiban sbg istri • (b)istri mdpt cacat badan atau penyakit yg tidak dapat disembuhkan • (c)istri tidak dapat melahirkan keturunan

  24. Pasal 5 ayat 1 • (1) utk dpt m’ajukan p’mohonan kpd p’adilan, sbgm dimaksud dlm psl 4 ayat (1) UU ini, hrs dipenuhi syarat2 sbb: • a.adanya persetujuan dari istri/istri • b.adanya kepastian bahwa suami mampu m’jamin keperluan2 hdp istri2 dan anak2 mrk • c.adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka

  25. Pasal 5 ayat 2 • (2) persetujuan yg dimaksud pd ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila istri/istrinya tidak mungkin dimintai persetujuannya, dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari istrinya selama sekurang-kurangnya dua tahun atau karena sebab-sebab lain yang perlu mendapat penilaian dari hakim pengadilan.

  26. Contoh (2) UU Pornografi • pornografiadalahmateriseksualitas yang dibuatolehmanusiadalambentukgambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambarbergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, geraktubuh, ataubentukpesankomunikasi lain melaluiberbagaibentuk media komunikasidan/ataupertunjukandimukaumum yang dapatmembangkitkanhasratseksualdan/ataumelanggarnilai-nilaikesusilaandalammasyarakat.

  27. …lanjutan • Definisiini, menunjukkanlonggarnyabatasan "materiseksualitas" danmenganggapkaryamanusia, sepertisyairdantarian (geraktubuh) dimukaumum, sebagaipornografi. Kalimatmembangkitkanhasratseksualataumelanggarnilai-nilaikesusilaandalammasyarakatbersifatrelatifdanberbedadisetiapruang, waktu, maupunlatarbelak

  28. Pasal 4 • setiaporangdilarangmemproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, ataumenyediakanpornografi yang secaraeksplisitmembuat:a. persenggamaan, termasukpersenggamaan yang menyimpang;b. kekerasanseksual;c. masturbasiatauonani;d. ketelanjanganatautampilan yang mengesankanketelanjangan;e. alatkelamin; atauf. pornografianak.

  29. ..lanjutan • Bahkan, dalampenjelasan UU disebutkanmengenaijenis “persenggamaan yang menyimpang”, perinciannyaadalahpersenggamaanatauaktivitasseksuallainnyadenganmayat, binatang, oral seks, anal seks, lesbian, danhomoseksual.

  30. terimakasih

More Related