ShannonWhitehead3

,

Pengertian Aqiqah Merujuk Agama Islam Menurut bahasa ‘Aqiqah artinya: menyabet. Asalnya disebut ‘Aqiqah, sebab dipotongnya sosial binatang secara penyembelihan ini. Ada yang mengatakan jika aqiqah merupakan nama bagi hewan yang disembelih, dinamakan demikian sebab lehernya dipotong Ada agaknya yang mengatakan bahwa ‘aqiqah itu asalnya ialah: Serat yang ditemui pada kepala si bayi ketika ia keluar daripada rahim pokok, rambut itu disebut ‘aqiqah, karena ia mesti dicukur. Aqiqah adalah penyembelihan domba/kambing untuk budak yang dilahirkan pada hari ke 7, 14, ataupun 21. Jumlahnya 2 ekor untuk momongan laki-laki dan 1 termuda untuk bocah perempuan. Dalil-dalil Pelaksanaan Dari Samurah bin Jundab dia berkata: Rasulullah bersabda: “Semua anak momongan tergadaikan secara aqiqahnya yang pada hari ketujuhnya disembelih hewan (kambing), diberi identitas dan dicukur rambutnya. ” [HR Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, Ahmad] Dari Aisyah dia berkata: Rasulullah bersabda: “Bayi laki-laki diaqiqahi dengan dua kambing yang sama dan bocah perempuan satu kambing. ” [HR Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah] Anak-anak itu tergadai (tertahan) dengan aqiqahnya, disembelih satwa untuknya dalam hari ketujuh, dicukur kepalanya dan diberi nama. ” [HR Ahmad] Atas Salman bin ‘Amir Ad-Dhabiy, dia mengatakan: Rasululloh menitahkan: “Aqiqah dilaksanakan karena kemunculan bayi, dipastikan sembelihlah hewan dan hilangkanlah semua sindiran darinya. ” [Riwayat Bukhari] Mulai ‘Amr bin Syu’aib atas ayahnya, mulai kakeknya, Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa diantara kalian yang ingin menyembelih (kambing) karena kelahiran bayi oleh sebab itu hendaklah ia lakukan untuk laki-laki dua kambing yang serupa dan untuk perempuan wahid kambing. ” [HR Abu Dawud, Nasa’i, Ahmad] Dari ‘Aisyah RA, ia berkata, “Rasulullah SAW tahu ber ‘aqiqah untuk Lembut dan Husain pada hari ke-7 mulai kelahirannya, beliau memberi nama dan menitahkan supaya dihilangkan kotoran daripada kepalanya (dicukur)”. [HR. Hakim, pada AI-Mustadrak bagian 4, hal. 264] Pemberitahuan: Hasan serta Husain merupakan cucu Rasulullah SAW. Atas Fatimah binti Muhammad saat melahirkan Patut, dia mengatakan: Rasulullah berfirman: “Cukurlah rambutnya dan bersedekahlah dengan argentum kepada sosok miskin seberat timbangan rambutnya. ” [HR Ahmad, Thabrani, dan al-Baihaqi] Atas Abu Buraidah r. a.: Aqiqah itu disembelih di dalam hari ketujuh, atau keempat belas, / kedua persepuluhan satunya. (HR Baihaqi serta Thabrani). Hukum Aqiqah Bani adalah sunnah (muakkad) cocok pendapat Imam Malik, penduduk Madinah, Imam Syafi'i & sahabat-sahabatnya, Kepala Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur dan mayoritas ulama ulung fiqih (fuqaha). Dasar yang dipakai oleh kalangan Syafii dan Hambali dengan mengatakannya sebagai objek yang sunnah muakkadah adalah hadist Rasul SAW. Yang berbunyi, “Anak tergadai beserta aqiqahnya. Disembelihkan untuknya saat hari ketujuh (dari kelahirannya)”. (HR al-Tirmidzi, Hasan Shahih) “Bersama bani ada aqiqah, maka tumpahkan (penebus) darinya darah sembelihan dan percik darinya telau (Maksudnya cukur rambutnya). ” (HR: Ahmad, Al Bukhari dan Ashhabus Sunan) Ujar: “maka tumpahkan (penebus) darinya darah sembelihan” adalah perintah, namun sungguh bersifat tetap, karena tersedia sabdanya yang memalingkan atas kewajiban adalah: “Barangsiapa di antara kalian siap yang ingin menyembelihkan bagi anak-nya, oleh sebab itu silakan lakukan. ” (HR: Ahmad, Bubuk Dawud dan An Nasai dengan sanad yang hasan). Perkataan: “ingin menyembelihkan,.. ” merupakan pendapat yang memutar perintah yang pada dasarnya tentu menjadi sunnah. Imam Tuan berkata: Aqiqah itu menyerupai layaknya nusuk (sembeliah kompensasi larangan haji) dan udhhiyah (kurban), tidak boleh pada aqiqah tersebut hewan yang picak, renyah, patah urat, dan perih. Imam Asy-Syafi’iy berkata: & harus dihindari dalam satwa aqiqah ini cacat-cacat yang tidak diperbolehkan pada qurban. Buraidah berkata: Dahulu kami dalam masa jahiliyah apabila melenceng seorang diantara kami mempunyai anak, ia menyembelih kambing dan menconteng kepalanya beserta darah kambing itu. Oleh karena itu setelah Tuhan mendatangkan Islam, kami menyembelih kambing, menyikat (menggundul) oknum si momongan dan melumurinya dengan minyak wangi. [HR. Serbuk Dawud surah 3, hal. 107] Daripada ‘Aisyah, ia berkata, “Dahulu orang-orang dalam masa jahiliyah apabila meronce ber’aqiqah untuk seorang bocah, mereka melumuri kapas secara darah ‘aqiqah, lalu pada mencukur serat si bayi mereka melumurkan pada kepalanya”. Maka Nabi SAW bersabda, “Gantilah resam itu secara minyak wangi”.[HR. Putra Hibban beserta tartib Rumpun Balban bagian 12, hal. 124] Menunaikan aqiqah menurut kesepakatan getah perca ulama ialah hari ketujuh dari kelahiran. Hal tersebut berdasarkan hadits Samirah di mana Rasul SAW bertitah, “Seorang anak terikat dengan aqiqahnya. Ia disembelihkan aqiqah pada hari ketujuh dan diberi nama”. (HR. al-Tirmidzi). Namun demikian, apabila terlewat dan tidak bisa dilaksanakan pada hari ketujuh, ia bisa dilaksanakan pada hari ke-14. Meski tidak pula, maka di hari ke-21 atau masa saja ia mampu. Imam Malik berkata: Pada dzohirnya bahwa keterikatannya pada hari ke 7 (tujuh) atas dasar permintaan, maka takut-takut menyembelih pada hari ke 4 (empat) ke 8 (delapan), ke 10 (sepuluh) atau setelahnya Aqiqah tersebut telah pas. Karena kepercayaan ajaran Islam adalah mempermudah bukan menyulitkan sebagaimana nasihat Allah SWT: “Allah mengkhayalkan kemudahan bagimu dan bukan menghendaki kesulitan bagimu”. (QS. Al Baqarah: 185) Pelaksanaan aqiqah disunnahkan pada hari yang ketujuh dari kemunculan, ini berlandaskan sabda Nabi SAW, yang artinya: “Setiap anak itu tergadai secara hewan aqiqahnya, disembelih darinya pada hari ke tujuh, dan dia dicukur, dan diberi seri. ” (HR: Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan, & dishahihkan sama At Tirmidzi) Dan kalau tidak mampu melaksanakannya di hari ketujuh, maka sanggup dilaksanakan di dalam hari di empat belas kasihan, dan bila tidak siap, maka di hari ke dua persepuluhan satu, ini berdasarkan hadits Abdullah Putri Buraidah mulai ayahnya daripada Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam, sira berkata yang artinya: “Hewan aqiqah tersebut disembelih di dalam hari ketujuh, ke empat belas, serta ke dua puluh tunggal. ” (Hadits hasan tambo Al Baihaqiy) Namun sehabis tiga minggu masih tidak mampu dipastikan kapan sekadar pelaksanaannya di kala sungguh mampu, karena pelaksanaan saat hari-hari ke tujuh, di empat belas dan di dua puluh satu ialah sifatnya sunnah dan paling utama tak wajib. Serta boleh pula melaksanakannya sebelum hari di tujuh. Bayi yang menyisih dunia sebelum hari ketujuh disunnahkan pula untuk disembelihkan aqiqahnya, terutama meskipun bocah yang kelulusan dengan tata sudah berusia empat hari di dalam kandungan ibunya. Aqiqah adalah syari’at yang ditekan kepada rama si bocah. Namun kalau seseorang yang belum di sembelihkan satwa aqiqah sambil orang tuanya hingga ia besar, jadi dia sanggup menyembelih aqiqah dari dirinya sendiri, Syaikh Shalih Al Fauzan berkata: Dan apabila tidak diaqiqahi oleh ayahnya kemudian dia mengaqiqahi dirinya sendiri oleh karena itu hal itu tidak apa-apa menurut beta, wallahu ‘Alam. Hukum Aqiqah Setelah Dewasa/Berkeluarga Pada dasarnya aqiqah disyariatkan untuk dilaksanakan saat hari ketujuh dari kelahiran. Jika gak bisa, jadi pada hari keempat belas kasihan. Dan jika bukan bisa juga, maka di dalam hari kedua puluh tunggal. Selain tersebut, pelaksanaan aqiqah menjadi tanggungan ayah. Namun demikian, kalau ternyata tatkala kecil ia belum diaqiqahi, ia dapat melakukan aqiqah sendiri pada saat dewasa. Satu saat al-Maimuni bertanya kepada Kepala Ahmad, “ada orang yang belum diaqiqahi apakah begitu besar ia boleh mengaqiqahi dirinya seorang diri? ” Imam Ahmad menyambut, “Menurutku, bahwa ia belum diaqiqahi ketika kecil, dipastikan lebih cantik melakukannya sendiri saat dewasa. Aku bukan menganggapnya makruh”. Para pengikut Imam Syafi’i juga mereken demikian. Pendapat mereka, anak-anak yang telah dewasa yang belum diaqiqahi oleh orang-orang tuanya, disarankan baginya untuk melakukan aqiqah sendiri. Total Hewan Banyak hewan aqiqah minimal ialah satu ekor baik untuk laki-laki ataupun pun untuk perempuan, sesuai perkataan Ibnu Abbas ra: “Sesungguh-nya Nabi SAW mengaqiqahi Hasan & Husain satu domba wahid domba. ” (Hadits shahih riwayat Abu Dawud dan Ibnu Al Jarud) Kalian harus mengerti bahwa Lembut dan Husain adalah bujang kembar. Jadi pada tunggal kelahiran itu disembelih dua ekor kambing. Namun yang lebih terpenting adalah dua ekor untuk anak laki-laki serta 1 kontrol untuk bujang perempuan berlandaskan hadits-hadits berikut ini: Ummu Kurz Al Ka’biyyah berkata, yang artinya: “Nabi SAW mengharuskan agar dsembelihkan aqiqah dari anak laki-laki dua ekor sedia dan dari anak dara satu sudut. ” (Hadits sanadnya shahih riwayat Imam Ahmad & Ashhabus Sunan) Dari Aisyah ra mengatakan, yang berarti: “Nabi SAW memerintahkan meronce agar disembelihkan aqiqah daripada anak laki-laki dua ekor domba yang cocok dan atas anak perempuan satu upaya. ” (Shahih riwayat At Tirmidzi) Hal-hal yang disyariatkan sehubungan dengan ‘aqiqah Yang berhubungan beserta sang bani 1. Disunnatkan untuk menyampaikan nama dan mencukur serat (menggundul) pada hari ke-7 sejak hari iahirnya. Contohnya lahir di hari Mono-, ‘aqiqahnya lewat pada hari Sabtu. 2. Bagi bani disunnatkan ber’aqiqah dengan 2 ekor wedus sedang bagi anak dara 1 sudut. 3. ‘Aqiqah ini bahkan dibebankan terhadap orang tua si anak, namun demikian boleh pula dilakukan sama keluarga lainnya (kakek & sebagainya). 4. Aqiqah itu hukumnya sunnah. Daging Aqiqah Lebih Baik Mentah / Dimasak Dianjurkan agar dagingnya diberikan pada kondisi sungguh dimasak. Hadits Aisyah ra., “Sunnahnya dua ekor wedus untuk anak laki-laki dan satu ekor kibas untuk budak perempuan. Ia dimasak tanpa mematahkan tulangnya. Lalu dimakan (oleh keluarganya), dan disedekahkan pada hari ketujuh”. (HR al-Bayhaqi) Daging aqiqah diberikan kepada tetangga dan melarat miskin juga bisa diberikan kepada orang2 non-muslim. Apalagi jika hal itu dimaksudkan untuk memukau simpatinya & dalam rajah dakwah. Dalilnya adalah tutur Allah, “Mereka memberi merampas orang nista, anak yatim, dan terpidana, dengan sikap senang”. (QS. Al-Insan: 8). Menurut Ibn Qud

Uploads

No contents published yet...