1 / 11

PERPETAAN - 3

PERPETAAN - 3. JARAK DAN BEDA TINGGI. Jarak antara dua titik di lapangan bisa diukur secara langsung & tidak langsung. Pengukuran jarak secara langsung : a. Menggunakan pita ukur b. Rantai ukur c. Meteran Pengukuran jarak tidak langsung : a. Dilakukan dengan alat EDM atau Substense bar

ziya
Download Presentation

PERPETAAN - 3

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. PERPETAAN - 3

  2. JARAK DAN BEDA TINGGI Jarak antara dua titik di lapangan bisa diukur secara langsung & tidak langsung. Pengukuran jarak secara langsung : a. Menggunakan pita ukur b. Rantai ukur c. Meteran Pengukuran jarak tidak langsung : a. Dilakukan dengan alat EDM atau Substense bar b. Dilakukan dengan cara Tachymetri(Tacheometri). Tachymetri : Menggunakan alat pada teropong theodolit atau sipat datar. Alat tersebut berupa benang-benang mendatar yang terdapat pada diafragma, yaitu : benang atas, benang tengah dan benang bawah.disebut alat pengukur jarak optis.

  3. Benang vertikal Benang horisontal a t Sekerup koreksi diafragma b a = benang atas; t = benang tengah; b = benang bawah Gbr. Benang –benang diafragma pengukur jarak optis

  4. Prinsip tachymetri D D’ A B’ B C’ C AB = jarak yang akan ditentukan Sudut lancip di A, Jarak AB’, jarak B’D’ = B’C’ (tetap) D’C’ tegak lurus grs AB di B’ dan DC tegak lurus AB di di B Dalam segitiga ACD, berlaku ketentuan sebagai berikut : atau AB = Karena AB’ dan C’D’ adalah tetap, maka AB = k. CD k disebut konstanta Pengali Jarak (stadia konstan)

  5. Kondisi Teropong Datar Teropong Obyektif D C’ A Grs Bidik b i B D’ C c f v Sb. I Q P Dt Gbr. Pengukuran Jarak Optis Teropong Datar

  6. Keterangan : C’ = Benang mendatar atas D’ = Benang mendatar bawah i =C’D’ = Jarak benang atas dan benang bawah c = Jarak antara pusat obyektif dengan sumbu tegak (tetap) f = Jarak titik api lensa obyektif (tetap) A = Titik api lensa obyektif V = Jarak AB (tergantung jauhnya dari titik Q) D = Bayangan D’ pada rambu (ba) C = Bayangan C’ pada rambu (bb) b = CD = Interval bacaan benang bawah dan benang atas ( ba – bb ) Dt = Jarak antara titik P - Q

  7. Untuk teropong dalam keadaan horisontal, maka berlaku hubungan sebagai berikut : AB= v = --------- prinsip tachymetri Maka : Dt = + (f + c ) = k. B + D’ .------- (i) Dimana k = merupakan konstanta pengali jarak ( k oleh pabrik pembuat alat ukur biasanya dibuat 100 ) D’ adalah konstanta teropong, besarnya tetap. Rumus ( i ) ditulis : D = 100 ( ba – bb ) + D’ ------- ( ii ) Jarak D disebut Jarak Optis. ------------ jarak datar P – Q. Jika garis bidik (teropong) kedudukannya miring, dengan sudut kemiringan = θ, maka BD ≠ BC dan garis bidik tidak tegak lurus CD. Untuk menghitung Jarak Miring (Dm), maka rumus ( ii ) menjadi Dm = 100 ( ba – bb ) Cos θ + D’ -------------------- ( iii )

  8. Kondisi Teropong Miring D D” θ B Oby A C C” C’ θ O’ B’ datar D’ Dm O Q Ti Δh R P Dt Pengukuran jarak Optis Teropong Miring

  9. Dari Gbr diatas : Dm = + AB’ Karena D”C” ≈ DC Cos θ, maka : Dm = DC Cos θ + AB’ atau Dm = 100 ( ba – bb ) Cos θ + D’ Pada pemetaan yang diperlukan adalah jarak datar (Dt), maka : Dt = 100 ( ba – bb ) Cos2 θ + D’ Cos θ, atau Dt = 100 ( ba – bb ) Cos2 θ + D”-------------------- ( iv ) Mengingat faktor D’ tidak akan melebihi 50 cm, maka rumus jarak optis antara dua titik menjadi : Dt = 100 ( ba – bb )Cos2 θ ----------------------- ( v )

  10. BEDA TINGGI Beda tinggi ( Δh ) antara Titik P dan Q dapat dihitung sebagai berikut : Δh = RQ = PB’ + O’B – OB Δh = PB’ + Dm Sin θ – OB Δh = [ 100 ( ba – bb ) Cos θ. Sinθ + D’ Sin θ ] + PB’ – OB Δh = [ ( ba – bb ) Sin2θ + D“’ ] + PB – OB ---- ( v ) Dimana PB’ merupakan tinggi alat ( Ti ) dan OB bacaan benang tengah pada rambu ( bt ). Sehingga rumus ( v ) dapat ditulis : Δh = [ ( ba – bb ) Sin2θ + D’ ] + Ti – bt, atau Δh = Dt Tan θ + ( Ti – bt ) ........................ ( vi )

  11. Soal Kuis Diketahui data pengukuran jarak optis dan beda tinggi dua titik A & B, sbb : ba = 1,975; bt = 1,600; bb = 1,225. Instrument di titik A dengan Tinggi (Ti) =1,550 m. Titik B letaknya lebih rendah dari titik A sehingga bacaan skala lingkaran vertikalnya = 97 45’ 20”; Sedangkan bacaan azimuth magnetis ke titik B = N 225 30’ 40”. Tinggi titik A = 500,250 m (dpal). Hitung a. Jarak horisontal A - B b.Tinggi titik B c. Buatlah sketsa pengukuran dari Titik A ke ttk B

More Related