1 / 39

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA Oleh: Dirjen Binfar dan Alkes

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA Oleh: Dirjen Binfar dan Alkes. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian & Alat Kesehatan Desember 2009. TUJUAN. Undang-Undang tentang Narkotika bertujuan:

tuvya
Download Presentation

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA Oleh: Dirjen Binfar dan Alkes

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009TENTANG NARKOTIKA Oleh: Dirjen Binfar dan Alkes Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian & Alat Kesehatan Desember 2009

  2. TUJUAN Undang-Undang tentang Narkotika bertujuan: menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan Narkotika; memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalah Guna dan pecandu Narkotika.

  3. TUJUAN (Lanjutan) • Obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan disisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama • e) Tindak pidana narkotika telah bersifat transnasional sangat membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara sehingga UU Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika sudah tidak sesuai kagu dengan perkembangan situasi dan kondisi yang berkembang untuk menanggulangi dan memberantas tidak pidana tersebut.

  4. Dasar Hukum 1. UUD RI Tahun 1945 Psl. 5 ayat (1) & Psl. 20 2. UU Nomor 8 Tahun 1976 tentang Tentang: Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 Beserta Protokol Yang Mengubahnya (LN 1976/36; TLN NO. 3085) 3. UU Nomor 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Illicit Traffic In Narcotic Drugs And Psychotropic Substances, 1988 (Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa Tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika Dan Psikotropika, 1988 (LN 1997/17; TLN No. 3673)

  5. RUANG LINGKUP Pasal 5 Pengaturan Narkotika dalam Undang Undang ini meliputi segala bentuk kegiatan dan/atau perbuatan yang berhubungan dengan: a. Narkotika b. Prekursor Narkotika.

  6. DEFINISI NARKOTIKA • Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini (Undang-Undang No. 35 Tahun 2009)

  7. PENGGOLONGAN NARKOTIKA Golongan I hanyadapatdigunakanuntukkepentinganpengembanganilmupengetahuan & tidakdigunakandalamterapi, mempunyaipotensisangattinggimengakibatkanketergantungan Misal:TanamanPapaverSomniferumL,Opiummentahdsb Golongan II berkhasiatpengobatan.digunakansebagaipilihanterakhir & dapatdigunakandalamterapidan/atauuntuktujuanpengembanganilmupengetahuan, potensitinggimengakibatkanketergantungan Misal : Fentanil, Petidina, dsb

  8. Golongan III berkhasiatpengobatandanbanyakdigunakandalamterapidan / atautujuanpengembanganilmupengetahuan, potensiringanmengakibatkanketergantungan Misal Kodeindangaram-garam, Campuran Opium + bahanbukannarkotika Campuransediaandifenoksin/difenoksilat+bahanbukannarkotika PENGGOLONGAN NARKOTIKA (lanjutan)

  9. PENGGOLONGAN NARKOTIKA (lanjutan) • Catatan: • PadaGol. I UU tentangNarkotika No.35 Tahun 2009 adabeberapapenambahanbahandarigolongan I danbeberapagolongan II Psikotropikadari UU No. 5 tahun 1997 tentangPsikotropikakarenaseringterjadipenyalahgunaan (seperti: Brolamfetamin, Amfetamin, metamfetamindsb) • 2. BuprenorphinygsebelumnyamasukpadaPsikotropikaGol. II pada UU tentangPsikotropika No. 5 Tahun 1997 dipindahkankeGolongan III padaUndang-UndangNarkotika No.35 Tahun 2009.

  10. Rencana Kebutuhan Tahunan Pasal 9 Menteri menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk keperluan ketersediaan Narkotika, disusun Rencana kebutuhan tahunan Narkotika.

  11. PRODUKSI NARKOTIKA (Pasal 11-12) MenkesmemberiizinkhusussesuaiPeraturanPerundang-undangan NarkotikaGol I dilarangdiproduksi / digunakandalamprosesproduksi, kecualijumlahterbatasuntukkepentinganilmupengetahuan BadanPengawasObatdanMakananmelakukanpengawasanterhadapbahanbaku, prosesproduksi, danhasilakhirdariproduksiNarkotikasesuaidenganrencanakebutuhantahunanNarkotikaTata caradiaturolehMenkes

  12. Penyimpanan dan Pelaporan Pasal 14 Narkotika yang berada dalam penguasaan industri farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib disimpan secara khusus. (2) Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran Narkotika yang berada dalam penguasaannya

  13. Menkes memberikan izin importasi narkotika kepada 1 (satu) Perusahaan Milik Negara yaitu PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.) berdasarkan Kepmenkes No.199/Menkes/SK/III/1996 tentang Penunjukan Pedagang Besar Farmasi PT (Persero) Kimia Farma Depot Sentral sebagai Importir Tunggal Narkotika di Indonesia. IMPORTASI NARKOTIKA

  14. IMPORTASI NARKOTIKA (Pasal 16) • Importir Narkotika harus memiliki Surat Persetujuan Impor dari Menteri untuk setiap kali melakukan impor Narkotika. • Surat Persetujuan Impor Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan hasil audit Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan terhadap rencana kebutuhan dan realisasi produksi dan/atau penggunaan Narkotika. • Surat Persetujuan Impor Narkotika Golongan I dalam jumlah yang sangat terbatas hanya dapat diberikan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

  15. Izin Khusus (Pasal 18) Menteri memberi izin kepada 1 (satu) perusahaan pedagang besar farmasi milik negara yang telah memiliki izin sebagai eksportir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -undangan untuk melaksanakan ekspor Narkotika. Dalam keadaan tertentu, Menteri dapat memberi izin kepada perusahaan lain dari perusahaan milik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memiliki izin sebagai eksportir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan ekspor Narkotika.

  16. Surat Persetujuan Ekspor (Pasal 19) (1) Eksportir Narkotika harus memiliki Surat Persetujuan Ekspor dari Menteri untuk setiap kali melakukan ekspor Narkotika. (2) Untuk memperoleh Surat Persetujuan Ekspor Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemohon harus melampirkan surat persetujuan dari negara pengimpor.

  17. Pasal 20 Pelaksanaan ekspor Narkotika dilakukan atas dasar persetujuan pemerintah negara pengimpor dan persetujuan tersebut dinyatakan dalam dokumen yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara pengimpor. Pasal 21 Impor dan ekspor Narkotika dan Prekursor Narkotika hanya dilakukan melalui kawasan pabean tertentu yang dibuka untuk perdagangan luar negeri.

  18. Pengangkutan(Pasal 24) • SetiappengangkutanimporNarkotikawajibdilengkapidengandokumenatausuratpersetujuaneksporNarkotika yang sahsesuaidenganketentuanperaturanperundang -undangandi negara pengekspor dan Surat Persetujuan Impor Narkotika yang dikeluarkan oleh Menteri. (2) SetiappengangkutaneksporNarkotikawajibdilengkapidenganSuratPersetujuanEksporNarkotika yang dikeluarkan oleh Menteri dan dokumen atau surat persetujuanimporNarkotika yang sahsesuaidenganketentuanperaturanperundang-undangandinegarapengimpor.

  19. TransitoPasal 29 • TransitoNarkotikaharusdilengkapidengandokumenatauSuratPersetujuanEksporNarkotika yang sahdaripemerintahnegarapengekspordandokumenatauSuratPersetujuanImporNarkotika yang sahdaripemerintahnegarapengimporsesuaidenganketentuanperaturanperundang-undangan yang berlaku di negara pengekspor danpengimpor. (2) ………….

  20. TransitoLanjutan (2) DokumenatauSuratPersetujuanEksporNarkotikadaripemerintahnegarapengekspordandokumenatauSuratPersetujuanImporNarkotikasebagaimanadimaksudpadaayat (1) sekurang-kurangnyamemuatketerangantentang: a. namadanalamatpengekspordan pengimporNarkotika; b. jenis, bentuk, dan jumlah Narkotika; dan c. negaratujuaneksporNarkotika.

  21. Pasal 30 SetiapterjadiperubahannegaratujuaneksporNarkotikapadaTransitoNarkotikahanyadapatdilakukansetelahadanyapersetujuandari: a. pemerintahnegarapengeksporNarkotika; b. pemerintah negara pengimpor Narkotika; dan c. pemerintahnegaratujuanperubahaneksporNarkotika. Pasal 31 Pengemasan kembali Narkotika pada Transito Narkotika hanya dapat dilakukan terhadap kemasan asli Narkotika yang mengalamikerusakandanharusdilakukandibawahtanggungjawabpengawasanpejabat Bea danCukaidanpetugasBadanPengawasObatdanMakanan.

  22. PeredaranPasal 35: PeredaranNarkotikameliputi setiapkegiatanatauserangkaiankegiatan penyaluran atau penyerahan Narkotika, baik dalam rangkaperdagangan, bukanperdaganganmaupunpemindahtanganan, untukkepentinganpelayanankesehatandan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

  23. Pasal 36 ayat (1) Narkotika dalam bentuk obat jadi hanya dapat diedarkan setelah mendapatkan izin edar dari Menteri.

  24. Pasal 36 ayat (3) Untuk mendapatkan izin edar dari Menteri, Narkotika dalam bentuk obat jadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melalui pendaftaran pada Badan Pengawas Obat dan Makanan.

  25. Pasal 38 Setiap kegiatan peredaran Narkotika wajib dilengkapi dengan dokumen yang sah.

  26. PenyaluranPasal 39 (1) Narkotika hanya dapat disalurkan oleh Industri Farmasi, pedagangbesarfarmasi, dansaranapenyimpanansediaanfarmasipemerintahsesuaidenganketentuandalamUndang-Undangini. (2) IndustriFarmasi, pedagangbesarfarmasi, dansaranapenyimpanan sediaan farmasi pemerintah sebagaimana dimaksudpadaayat (1) wajibmemilikiizinkhususpenyaluranNarkotikadariMenteri.

  27. Pasal 40 (1) Industri Farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotikakepada: a. pedagangbesarfarmasitertentu; b. apotek; c. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu; dan d. rumahsakit.

  28. Pasal 40 ayat (2) Pedagang besar farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada: a. pedagang besar farmasi tertentu lainnya; b. apotek; c. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu; d. rumah sakit; dan e. lembaga ilmu pengetahuan.

  29. Pasal 40 ayat (3) Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu hanyadapatmenyalurkanNarkotikakepada: a. rumahsakitpemerintah; b. pusat kesehatan masyarakat; dan c. balai pengobatan pemerintah tertentu.

  30. Pasal 41 Narkotika Golongan I hanya dapat disalurkan oleh pedagang besar farmasi tertentu kepada lembaga ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

  31. IMPORTASI NARKOTIKA Importir Produsen Narkotika (IP-Narkotika) : Perusahaan Milik Negara yang menggunakan narkotika sebagai bahan baku proses produksi yang mendapat penunjukan untuk mengimpor sendiri narkotika

  32. PREKURSOR NARKOTIKA adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika yang dibedakan dalam tabel sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini

  33. Tujuan Pengaturan Pasal 48 Pengaturan prekursor dalam Undang-Undang ini bertujuan: a. melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan Prekursor Narkotika; b. mencegah dan memberantas peredaran gelap Prekursor Narkotika; dan c. mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpangan Prekursor Narkotika.

  34. TABEL I ACETIC ANHYDRIDE N-ACETYLANTHRANANILIC ACID EFEDRIN & GARAMNYA ERGOMETRIN ( INN ) & GARAMNYA ERGOTAMIN ( INN ) & GARAMNYA ISOSAFROL ASAM LISERGAT & GARAMNYA 3,4 METILEN DOKSIFENIL 2 PROPANON 1- FENIL-2PROPANON NOREFEDRIN PIPERONAL POTASSIUM PERMANGANAT PSEUDOEPHEDRINE (INN) & GARAMNYA SAFROLE JENIS JENIS PREKURSOR

  35. Jenis-jenis Prekursor(Lanjutan) TABEL II ASETON ASAM N -ASETIL ANTRANILAT & GARAMNYA DIETILETER HYDROCHLORIC ACID METIL ETIL KETON PHENYLACETIC ACID PIPERIDINE ASAM SULFAT: OLEUM TOLUEN Catatan : dalam UU Narkotika No.35 Tahun 2009 terdapat lampiran Prekursor Narkotika.

  36. IMPORTASI PREKURSOR Importir Produsen Prekursor Farmasi (IP-PrekursorFarmasi) : Perusahaan pemilik industri farmasi yang menggunakan prekursor sebagai bahan baku / bahan penolong proses produksi yang mendapat penunjukan untuk mengimpor sendiri prekursor Importir Terdaftar Prekursor Farmasi (IT-Prekursor Farmasi) : Pedagang Besar Bahan Baku Farmasi yang mendapat penunjukan untuk mengimpor prekursor guna didistribusikan kepada industri farmasi sebagai pengguna akhir prekursor.

  37. Rencana Kebutuhan Tahunan(Pasal 50 ayat (1)) Pemerintah menyusun rencana kebutuhan tahunan Prekursor Narkotika untuk kepentingan industri farmasi, industri nonfarmasi, dan ilmu pengetahuan dan teknologi.

  38. Catatan: Peraturan Pemerintah tentang Prekursor sedang dalam tahap finalisasi di Sekneg Pasal 52 Ketentuan mengenai syarat dan tata cara produksi, impor, ekspor, peredaran, pencatatan dan pelaporan, serta pengawasan Prekursor Narkotika diatur dengan Peraturan Pemerintah

  39. Terima Kasih

More Related