1 / 22

Filsafat Pemikiran Moral Raghib al-Isfahani

Filsafat Pemikiran Moral Raghib al-Isfahani. Oleh : Tri Ismiyati NIM 09705251002. Oleh: Tri Ismiyati NIM 09705251002. Maju. Menu Utama. Latar Belakang Raghib al-Isfahani. Bentuk Pemikiran Moral Raghib al-Isfahani. Analisis Nilai Moral. Analisis Motivasi Perbuatan Moral. Balik.

thimba
Download Presentation

Filsafat Pemikiran Moral Raghib al-Isfahani

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. Filsafat Pemikiran Moral Raghib al-Isfahani Oleh : Tri Ismiyati NIM 09705251002 Oleh: Tri Ismiyati NIM 09705251002 Maju

  2. Menu Utama Latar Belakang Raghib al-Isfahani Bentuk Pemikiran Moral Raghib al-Isfahani Analisis Nilai Moral Analisis Motivasi Perbuatan Moral Balik

  3. Latar Belakang Raghib al-Isfahani Raghib al-Isfahani, nama lengkapnya Abu Qasim al-Husein Ibn Muhammad Ibn al-Mufaddal, adalah pemikir Islam klasik yang nyaris terlupakan. Hidup pada masa pemerintahan Bani Saljuk pada Dinasti Abbasyiah dan bermukim di kota Isfahan dan Ray. Raghib al-Isfahani wafat pada ±tahun 502 hijriah atau 1108 masehi. Pada masa kehidupannya, syariah telah menempati posisi sentral dalam segala aktivitas kehidupan manusia (Amril M., 2002:33-34). Maju Balik

  4. Raghib al-Isfahani adalah seorang filsuf muslim dengan karakteristik pemikiran moralnya mampu memberi jawaban-jawaban rasional dan agamis sehingga tatanan kehidupan yang negatif dalam konteks moral dapat dibendung. Maju Balik

  5. Bentuk Pemikiran Moral dari Raghib al-Isfahani : Raghib al-Isfahani menempatkan ahkam al-shari’a sebagai dasar pemikirannya dan menempatkan makarim al-shari’a di atasnya sebagai penyempurna. Ahkam al-shari’a adalah ibadah-ibadah fardhu yang telah ditentukan dalam batasan-batasan yang ditetapkan, bila meninggalkannya termasuk kategori dzalim yang disengaja. Makarim al-shari’a, walaupun termasuk ibadah, merupakan suatu keutamaan yang sifatnya sunat. (Raghib al-Isfahani, 1987: 93-94) Maju Balik

  6. Hubungan makarim al-shari’a dengan ahkam al-shari’a : • Menurut pemikiran Raghib al-Isfahani adanya keharusan ahkam al-shari’a sebagai dasar bagi makarim al-shari’a tidak saja ada keterkaitan antara yang fardhu dengan yang sunat tetapi juga adanya hubungan kausal dimana agama (dipahami sebagai ahkam al-shari’a) penjadi penyebab bagi lahirnya moralitas (makarim al-shari’a). Maju Balik

  7. Makarim al-Shari’a : • Adalah suatu ungkapan terhadap sesuatu yang tidak akan menjauhkan diri dari sifat-sifat Allah SWT yang terpuji seperti hikma (kebijaksanaan), jud ( kebaikan), hilm (murah hati), ‘ilm (pengetahuan), dan ‘afw (kepemaafan). • Ungkapan yang ditujukan pada orang yang memiliki sifat-sifat Allah SWT tersebut, tentu saja sifat-sifat Allah jauh lebih mulia daripada sifat-sifat-Nya yang ada pada manusia. • Untuk mencapainya, orang harus melakukan penyucian daya-daya jiwa. (Raghib al-Isfahani, 1987:59) Maju Balik

  8. Penyucian Daya-daya Jiwa Membaiknya mufakkara (daya berpikir) : Sehingga dapat membedakan yang haq dan batil, membedakan yang benar dengan yang bohong dalam ucapan, dan membedakan yang indah dan jelek dalam tindakan. Membaiknya daya shahwiya (syahwat) dengan ‘iffa (sederhana) : Sehingga jiwa akan terpimpin oleh kemurahatian dan kedermawanan. Membaiknya daya hamiyya (gelora amarah) dengan mengekangnya : Sehingga menghasilkan kesantunan yang pada gilirannya dapat pula menghasilkan keberanian. Sedemikian rupa sehingga ketiga daya ini akan menghasilkan ‘adala (adil) dan ihsan (baik budi) . (Raghib al-Isfahani, 1987:111) Balik Maju

  9. Analisis Nilai Moral • Setidaknya ada dua aliran dalam kajian nilai moral, yaitu aliran naturalisme dannon naturalisme. Bagi naturalisme, nilai-nilai (values) adalah sejumlah fakta. Karena itu tiap kepuutusan nilai harus diuji secara empirik. • Bagi non naturalisme, nilai bukan fakta . Fakta dan nilai adalah dua jenis yang terpisah dan tidak secara absolut tidak tereduksi satu dengan yang lain. Karena itu nilai tidak dapat duji secara empirik. • (Paul W. Taylor, 1967:355-356) Balik Maju

  10. Kelompok Naturalisme • Dalam kelompok naturalisme dengan utilitarianisme yang dipelopori David Hume, Jeremy Bentham dan dilanjutkan John Stuart Mill yang menekankan tujuan perbuatan –perbuatan moral adalah memaksimalkan kegunaan atau kebahagian bagi banyak mungkin orang. Sehingga teori ini disebut juga teleologis atau terarah pada tujuan (K.Bertens, 2007:246-254). • Bagi Kelompok naturalisme, nilai adalah fakta. Sehingga sifat baik seperti jujur, adil , santun, dermawan dan lain sebagainya atau kebalikannya beserta konsekuensi dari setiap perbuatan adalah indikator untuk menetapkan suatu perbuatan baik atau tidak (Amril M., 2002:246). Maju Balik

  11. Kelompok Non Naturalisme • Pada kelompok ini terdapat deontologis dengan tokohnya Immanuel Kant dan prima facies duties oleh William David Ross yang mengukur baik-tidaknya suatu perbuatan bukan berdasarkan hasilnya melainkan berdasarkan perbuatan itu sendiri. Jadi menurut teori ini orang melakukan perbuatan berdasarkan kewajiban apa yang harus dilakukan (K. Bertens, 2007:254-259). • Bagi kelompok non naturalisme, nilai itu bukan fakta, tetapi bersifat normatif dalam memberitahukan sesuatu itu baik atau buruk, benar atau salah sehingga keputusan nilai tidak dapat diuji secara empirik. Hanya dapat diketahui melalui intuisi moral yang telah dimiliki oleh manusia, yaittu kesadaran adanya nilai murni sperti benar atau salah dalam berperilaku (Amril M., 2002:246). Balik Maju Balik

  12. Konsep Nilai Moral Raghib al-Isfahani • Pemikiran moral Raghib al-Isfahani dapat menyentuh baik aliran naturalisme maupun non naturalisme kendati tidak sama persis. • Konsep khair (baik) menurutnya terdiri dari 3 : khair li dhatihi (baik karena zatnya), khair li ghairihi (baik karena yang lainnya), dan khair li dhatihi wa li ghairihi (baik krena zatnya dan karena yang lainnya). Namum akhirnya hanyaa membagi dua secara tegas yaitu : khair mutlaq (baik mutlak) dan khair muqayyad (baik kondisional). Balik Maju Balik

  13. Khair Mutlaq (Baik Mutlak) • Adalah perbuatan baik yang dipilih karena perbuatan itu sendiri dan setiap orang berakal sangat menginginkannya. • Baik mutlak memiliki sifat manfaat, indah, dan lezat yang tidak terikat oleh ruang dan waktu. • Apa saja yang berada pada posisi manfaat dan mendorong untuk meraih khair ukhrawy (baik akhirat) dan sa’ada haqiqiya (kebahagian hakiki) disebut dengan khair dan sa’ada (kebahagian). • Sebaliknya sharr (tidak baik) memiliki sifat-sifat aniaya, tercela, dan merugikan diri sendiri. Maju Balik

  14. Khair Muqayyad (baik kondisional) • Adalah perbuatan yang didalamnya selain mengandung tiga sifat baik mutlak juga terdapat satu atau lebih sifat sharr (tidak baik). • Obyek dinilai baik kondisional apabila “sifat-sifat baik” nya memberikan nilai lebih dibanding “sifat-sifat tidak baik”artinya sesuatu dianggap baik bukan karena perbuatan itu sendiri tetapi ditentukan oleh sesuatu di luar perbuatan itu sendiri. • Khair muqayyad bersifat faktual karena kehadirannya dapat diamati dan diuji. Maju Balik

  15. Analisis Motivasi Melakukan Perbuatan Moral Peranan Akal : Teori filsafat moralnya tentang taharat al-nafs (penyucian jiwa) sebagai tahap awal dalam proses mencapai fadila (kebajikan) sebagai bentuk perilaku moral yang diinginkan pada dasarnya bertumpu pada pendominasian akal sebagai bentuk nyata dari mufakkara (berpikir) untuk mengendalikan dua daya jiwa lainnya. Ini menjadi bukti peran utama akal guna mewujudkan perbuatan moral. Maju Balik

  16. Tahap Tampilnya Perilaku : Sanih (lintasan pikiran) Khatir (ide) Irada (kehendak/keinginan) Hazm (cita-cita) Amal (perbuatan) Benih perbuatan moral telah tampil pada tahap khatir (ide). Menurutnya, pada tahap kedua ini seseorang harus menguji idenya apakah khair (baik) atau sharr (jahat). Bila baik, dipelihara dan tampilkan dalam perbuatan dan bila jahat harus dihilangkan sebelum menjadi keinginan (Raghib al-Isfahani, 1987:109-110). Maju Balik

  17. Tahap Khatir (Ide) : Perilaku moral atau amoral, kendati masih dalam bentuk embrio, dapat dikontrol pada tahap ini. Karena itu pengawasan dini diperlukan sejak dalam tahap ide. Penting untuk menyingkirkan sharr (kejahatan) pada tahap ini sebelum sampai pada tahap selanjutnya, yaitu tahap irada (keinginan). Maju Balik

  18. Tahap Irada (Keinginan) : Irada (keinginan) adalah keinginan yang kuat dalam diri seseorang yang dapat menjadi cita-cita. Irada (keinginan dipengaruhi oleh akal, syahwiya (syahwat), dan ghadab (emosi). Penyucian jiwa sebagai upaya mencapai makarim al-shari’a berada pada tahap keinginan ini, dimana suatu perilaku yang akan tampil sangat rentan terhadap pengaruh akal, syahwat, dan emosi. Maju Balik

  19. Tahap Hazm (cita-cita) : Keinginan yang kuat dapat menjadi cita-cita. Tahap Amal (perbuatan) : Perilaku baik terjadi bila pada tahap keinginan menggunakan daya berpikir. Perilaku emosi bila pada tahap keinginan berada pada dimensi marah. Dan perilaku amoral terjadi bila pada tahap keinginan berada pada dimensi syahwat. Maju Balik

  20. Kelezatan dalam Daya Jiwa : Kelezatan ‘aqliya (rasional) : Berupa kelezatan ilmu dan hikmah, kelezatan yang paling mulia. Kelezatan badaniya (tubuh) : Misalnya makan, minum, dan seksual merupakan kelezatan paling rendah tapi paling banyak disukai manusia dan hewan. Kelezatan ‘aqliya dan badaniya : Umpamanya kelezatan menguasai dan mengalahkan. Maju Balik

  21. Kesimpulan : Dalam pemikiran moral Raghib al-Isfahani, makarim al-shari’a dan sa’ada (kebahagian) merupakan penggerak perilaku moral karena melalui ini seseorang dapat mencapai kehidupan yang baik di dunia dan akhirat. Seseorang dalam mencapai makarim al-shari’a dan sa’ada tetap dalam kerangka kebaikan dan kebajikan bagi masyarakat, karena masyarakat merupakan bagian dari kehidupan individu. Maju Balik

  22. Terimakasih Terima Kasih Out Balik

More Related