1 / 14

Hukum Islam Menerima Penguasa Negara Penjajah

Hukum Islam Menerima Penguasa Negara Penjajah. Oleh: KH Hafidz Abdurrahman. Dirasah Syar’iyyah Lajnah Tsaqafiyyah Hizbut Tahrir Indonesia 1431 H/2010 M. Kategori Kaum Kafir. Ahl al-harb (Kafir Harbi): Orang Kafir yang memerangi/terlibat peperangan dengan kaum Muslimin.

Download Presentation

Hukum Islam Menerima Penguasa Negara Penjajah

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. Hukum Islam Menerima Penguasa Negara Penjajah Oleh: KH Hafidz Abdurrahman Dirasah Syar’iyyah Lajnah Tsaqafiyyah Hizbut Tahrir Indonesia 1431 H/2010 M

  2. Kategori Kaum Kafir • Ahl al-harb (Kafir Harbi): Orang Kafir yang memerangi/terlibat peperangan dengan kaum Muslimin. • Ahl al-Ahd (Kafir Ahdi): Orang Kafir yang mengadakan perjanjian dengan kaum Muslimin. Mereka terdiri dari Ahl ad-Dzimmah (Dzimmi), Ahl al-Hudnah (Mu’ahad) dan Ahl al-Aman (Musta’min). (Ibn al-Qayyim al-Jauziyah, Ahkam Ahl ad-Dzimmah)

  3. أهل الذمة: وهؤلاء لهم ذمة مؤبدة، وهؤلاء قد عاهدوا المسلمين على أن يجري عليهم حكم الله ورسوله: إذ هم مقيمون في الدار التي يجري فيها حكم الله ورسوله Mereka adalah orang-orang yang mempunyai jaminan tetap. Karena mereka telah mengadakan perjanjian dengan kaum Muslim dengan syarat: hukum Allah dan Rasul-Nya diberlakukan kepada mereka. Itu karena mereka tinggal di wilayah yang menerapkan hukum Allah dan Rasul-Nya.

  4. أهل الهدنة (المعاهد): بخلاف أهل الهدنة فإنهم صالحوا المسلمين على أن يكونوا في دارهم، سواء كان الصلح على مال أو غير مال: لا تجرى عليهم أحكام الإسلام كما تجري على أهل الذمة، لكن عليهم الكف عن محاربة المسلمين. Berbeda dengan Ahl al-Hudnah. Karena mereka mengadakan perjanjian dengan kaum Muslim dengan syarat, mereka tetap tinggal di negeri mereka, baik dengan membayar harta atau tidak. Mereka juga tidak diberlakukan hukum Islam, seperti Ahli ad-Dzimmah, tapi mereka tidak akan memerangi kaum Muslim.

  5. أهل الأمان (المستأمن): وهؤلاء يسمون أهل العهد وأهل الصلح وأهل الهدنة. وأما المستأمن فهو الذي يقدم بلاد المسلمين من غير استيطان لها؛ وهؤلاء أربعة أقسام: رسل؛ وتجار؛ ومستجيرون حتى يعرض عليهم الإسلام والقرآن، فإن شاؤوا دخلوا فيه وإن شاؤوا رجعوا إلى بلادهم؛ وطالبوا حاجة من زيارة أو غيرها وحكم هؤلاء ألا يهاجروا، ولا يقتلوا، ولا تؤخذ منهم الجزية، وأن يعرض على المستجير منهم الإسلام والقرآن: فإن دخل فيه فذاك، وإن أحب اللحاق بمأمنه ألحق به، ولم يعرض له قبل وصوله إليه. فإذا وصل مأمنه عاد حربياً كما كان.(ابن القيم الجوزية، أحكام أهل الذمة، ج ۲/۸۷۳)

  6. Mereka itulah yang disebut Ahl al-Ahd, Ahl as-Shulh dan Ahl ad-Dzimmah. Adapun Musta'min adalah orang Kafir yang datang ke negeri kaum Muslim bukan untuk menetap di sana. Mereka bisa dipilah menjadi empat: Duta, pedagang, orang yang meminta perlindungan hingga bisa mendengarkan Islam dan al-Qur'an; jika mau, mereka bisa masuk Islam, dan jika tidak, mereka bisa pulang ke negeri mereka, juga orang yang mencari kebutuhan dengan berkunjung maupun yang lain. Hukum bagi mereka adalah, mereka tidak boleh diusir, dibunuh dan diambil jizyah. Kepada orang yang mencari perlindungan tersebut boleh disampaikan Islam dan al-Qur'an; jika dia masuk Islam, maka itu haknya, namun jika dia lebih suka kembali ke tempat asalnya, maka bisa dikembalikan ke sana. Dia tidak boleh diapa-apakan sebelum sampai ke sana. Jika dia sudah sampai di tempat asalnya, maka kembali lagi menjadi Kafir Harbi (musuh), seperti sedia kala.

  7. Antara Ibn al-Qayyim dan Imam Syafi’: • Hukum yang berlaku untuk Kafir Musta’min di atas, bagi Ibn al-Qayyim, dikecualikan dari hukum umum yang berlaku untuk Ahl al-Harb. Karena Musta’min adalah orang Kafir yang mendapatkan al-aman/visa, dan mereka dianggap sebagai bagian dari Ahl al-Ahdi, bukan Ahl al-Harb. • Ini sama dengan pendapat Imam as-Syafi’i: وكذلك أهل الحرب يُمنعون الإتْيَانَ إلى بلاد المسلمين بتجارة بكل حال Begitu juga Ahl al-Harb, mereka dilarang datang ke negeri kaum Muslim untuk berdagang, apapun alasannya.

  8. ولا يترك أهل الحرب يدخلون بلاد المسلمين تجّاراً، فإن دخلوا بغير أمان ولا رسالة غُنِمُوا، وإن دخلوا بأمان وشرط أن يأخذ منهم، عشراً أو أكثر أو أقل أخذ منهم فإن دخلوا بلا أمان ولا شرط ردوا إلى مَأْمَنِهِمْ، ولم يتركوا يمضون في بلاد الإسلام Ahl al-Harb tidak boleh dibiarkan masuk negeri kaum Muslim sebagai pedagang. Jika mereka masuk tanpa jaminan keamanan (al-aman) dan risalah (sebagai duta), maka mereka bisa dirampas (hartanya). Jika mereka masuk dengan al-aman, dengan syarat membayar 1/10 lebih atau kurang dari harta mereka, maka boleh diambil. Jika masuk tanpa al-aman dan syarat, mereka harus dikembalikan ke negeri mereka. Dan tidak boleh dibiarkan melenggang di negeri kaum Muslim. (as-Syafi’i, al-Umm, juz IV, hal. 244)

  9. Alasan Diberikannya Jaminan al-Aman: • Sebagai utusan/duta/konsul untuk menyampaikan risalah kepada kepala negara Islam; • Bisnis atau berdagang; • Mencari kebutuhan, seperti kunjungan sanak kerabat, dll.. • Mempelajari Islam dan al-Qur’an (Ibn al-Qayyim al-Jauziyah, Ahkam Ahl ad-Dzimmah, juz II, hal. 873)

  10. Diberikan dengan Syarat: • Para fuqaha’ mensyaratkan, bahwa al-Aman tersebut bisa diberikan dengan syarat, tidak menimbulkan mudarat (bagi kepentingan Islam dan kaum Muslim). فيلزم الإمام وغيره الوفاء به إذا لم تكن فيه مضرة.. (قوانين الأحكام الشرعية/۱۷۳) Imam dan yang lainnya harus terikat untuk menunaikan jaminan (al-aman) tersebut, jika tidak menyebabkan mudarat.. (Qawanin al-Ahkam as-Syar’iyyah, hal. 173)

  11. Meski individu/rakyat boleh memberikan jaminan al-aman, tetapi jaminan tersebut tetap harus diatur oleh negara, agar tidak bertabrakan dengan kepentingan Islam dan kaum Muslim. • Jika ternyata ada mudarat, maka negara (Khalifah) berhak membatalkan jaminan al-aman, dan mengembalikan penerimanya sebagai Ahl al-Harb. (Disarikan dari: Imam as-Sarakhsi, Syarah as-Siyar al-Kabir, juz II, hal. 580)

  12. Hubungan Dengan Negara Kafir Penjajah (Daulah Muharibah Fi’lan) • Jumhur fuqaha’ menyatakan, hukum asal hubungan Negara Islam dengan Negara Kafir –baik fi’lan maupun hukman– adalah hubungan perang. • Hubungan damai antara Negara Islam dengan Negara Kafir bisa terjadi karena: perdamaian, Negara Kafir menjadi Islam, atau tunduk kepada Negara Islam. (Ibn Qudamah, al-Mughni, juz X, hal. 387)

  13. AS dan Obama • AS, termasuk Inggeris, dll. adalah negara Kafir Harbi Fi’lan, karena secara nyata memerangi negeri kaum Muslim, seperti Irak dan Afganistan, untuk dijajah. • Negeri kaum Muslim adalah satu, dengan begitu hukum asal hubungan dengan AS, Inggeris, dll itu adalah hubungan perang, bukan hubungan damai. • Konsekuensinya, tidak boleh ada hubungan diplomatik dengan negara-negara Kafir Harbi Fi’lan itu. Termasuk, tidak boleh ada konsul, duta dan perwakilan mereka di negeri kaum Muslim.

  14. Satu-satunya alasan Obama bisa diterima, jika datang untuk berdamai guna menghentikan perang, atau belajar Islam. Lalu, siapa yang mewakili umat Islam? Tidak ada. • Mengizinkan Obama datang ke Indonesia bukan saja mendatangkan mudarat bagi Islam dan kaum Muslim, tetapi juga bagi Indonesia. Lebih dari itu, ini juga merupakan bentuk pengkhianatan terhadap negeri-negeri kaum Muslim yang dijajah oleh AS, dkk. • Maka, HARAM MEMBERIKAN IZIN (al-aman) dan MENERIMA KEDATANGAN OBAMA.. Wassalam

More Related