1 / 87

Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

Etika Filsafat Komunikasi. Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta. Pokok Bahasan. Filsafat Ilmu Etika Komunikasi Etika / Kode Etik Profesi Komunikasi 1. Kode Etik Jurnalistik 2. Pedoman Perilaku Penyiaran 3. Kode Etik Perhumas

neo
Download Presentation

Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. Etika Filsafat Komunikasi Oleh: Drs. Arief S. Safrianto, M.M. Universitas Mercu Buana Jakarta

  2. Pokok Bahasan • Filsafat Ilmu • Etika Komunikasi • Etika / Kode Etik Profesi Komunikasi 1. Kode Etik Jurnalistik 2. Pedoman Perilaku Penyiaran 3. Kode Etik Perhumas 4. Kode Etik Insan Kehumasan Pemerintah 5. Etika Pariwara Indonesia

  3. FILSAFAT ILMUFilsafat Ilmu : Ilmu yang mempelajari sebab yang sedalam - dalamnya mengenai hakekat persolan ilmu.Hakekat Persoalan Ilmu : • Ontologi • Epistemologi • Aksiologi Bidang Filsafat :1. Ontologi/metafisika ➽ apa ilmu itu ?2. Epistemologi (Bagaimana cara peroleh Ilmu) a. Logika b. Metodologi c. Filsafat ilmu3. Aksiologi (nilai) : Untuk apa ilmu itu dipergunakan a. Etika : Cabang filsafat yang mempelajari baik/buruk tindakan b. Estetika : Cabang filasafat yang mempelajari indah/tidaknya tindakan

  4. Objek Etika :♦ Manusia dinilai manusia lain dari tindakannya Katagori penilaian tindakan : ➽● baik – buruk (etika)● Indah – jelek (estetika)● Sehat – kurang sehat ➽ dari segi kesehatan/medis♦ Tindakan dinilai Baik - Buruk (etika) terhadap orang lain berarti tindakan itu dilakukan dengan sadar atas pilihan atau dengan sengaja. • Faktor kesengajaan mutlak ada dalam penilaian baik-buruk ➽ disebut penilaian kesadaran etis / moral • Sengaja : Berarti ada rasa tahu dan bisa memilih. Tidak ada Kesengajaan maka tidak ada penilaian baik – buruk • Tahu dan memilih ➽ harus ada dalam penilaian moral • Etika, khusus dilakukan pada tindakan - tindakan manusia yang dilakukan dengan sengaja♦ Objek Materia Etika : Manusia♦ Objek Forma Etika : Tindakan manusia yang dilakukan dengan sengaja

  5. ♦ Objek Materia Etika : Manusia ♦ Objek Forma Etika : Tindakan manusia yang dilakukan dengan sengaja ♦ Penilaian Etis hanya dapat dilakukan jika ada kehendak bebas ═ kehendak memilih ♦ Manusia tidak bebas,karena dipengaruhi 2 hal, yaitu : - Determinisme materialistik “ Manusia berada di alam,sehingga ia harus tunduk oleh hukum-hukum alam” - Determenisme Religius. “ Kehendak manusia ditentukan Tuhan, karena ia maha kuasa”

  6. KESADARAN MORAL ♦ Kesadaran Moral yang sudah timbul disebut KATA HATI ! orang pingsan → tidak ada kesadaran etisnya ♦ Cara Kerja Kata Hati : ▪ Ada kesadaran atau pengetahuan umum tentang baik - buruk ▪ Setiap orang bertindak secara etis, ada penerangan mengenai tindakan kenkrit ▪ Sesudah ada tindakan (atas pilihan) ada penentuan (vonis) bahwa tindakan itu baik/buruk ♦ Penilaian Objektif : tindakan lepas dari subjek yang melakukan tindakan itu, sehingga lepas pula dari situasinya dan tindakan itu diukur baik-buruknya diluar subjek ♦ Penilaian Subyektif : Putusan yang diambil berdasarkan KATA HATI demi tidak terikat ukuran/norma di luar subjek ♦ Kesadaran Etis/Moral : Pengetahuan bahwa ada baik dan buruk

  7. ETIKA KOMUNIKASI Etika : - Hendak mencari ukuran baik-buruk - Hendak mengetahui bagaimana manusia seharusnya bertindak Komunikasi : Usaha manusia dalam menyampaikan IP – nya kepada manusia lain. Jadi : Etika Komunikasi : “ Penilaian baik-buruk ataui bagaimana manusia seharusnya bertindak dalam usahanya menyampaikan IP-nya kepada manusia lain.” Tanggung Jawab : Manusia harus bertanggung jawab terhadap tindakanya yang disengaja.Artinya manusia dapat mengatakan dengan jujur kepada kata hatinya, tindakan itu sesuai kata hati dan tindakan itu baik. Tanggung Jawab :➽Kepada kata hati ➽Kepada orang lain.

  8. PENGERTIAN : Etika : Verderber : Etika adalah standar - standar moral yang mengatur perilaku manusia bagaimana harus bertindak dan mengharapkan orang lain bertindak. Etika pada dasarnya merupakan dialektika antara kebebasan dan tangguing jawab, antara tujuan yang hendak dicapai dan cara untuk mencapai tujuan itu. Ia berkaitan dengan penilaian tentang perilaku benar atau tidak benar, yang baik dan tidak baik, yang pantas atau tidak pantas, yang berguna atau tidak berguna, dan yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. I.R. Poedjawijatna : Manusia yang berkepribadian etis adalah manusia yang dalam tindakannya selalu memilih yang baik sesuai dengan penerangan budinya. Manusia yang berkepribadian (etis) adalah manusia susila.

  9. Jadi Etika Adalah : • Ilmu yang mempelajari apa yang baik dan yang buruk, dan tentang hak dan kewajiban moral. • Nilai mengenai benar dan salah yang dianut oleh suatu golongan atau masyarakat. • Ilmu yang secara mendasar akan mendapat jawaban atas pertanyaan bagaimana manusia harus hidup dan bertindak menurut norma-norma. • Mengarahkan manusia agar pada gilirannya dapat mengerti mengapa harus bersikap begini atau begitu, dan mampu bertanggung jawab atas kehidupan dan tindakan apa yang telah dilakukan. ♦ Etika Komunikasi : Seorang komunikator dengan motif - motif tertentu berupaya mencapai tujuan tertentu pada khalayak tertentu dengan menggunakan (secara sengaja atau tidak) sarana-sarana atau teknik-teknik komunikasi untuk mempengaruhi khalayak.

  10. Jadi etika komunikasi mempersoalkan penilaian pada : • Komunikator dan motifnya dalam penyampaian pesan - Tujuan Komunikasi • Khalayak sasaran komunikasi • Sarana dan teknik komunikasi yang digunakan. B. MANFAAT ETIKA : • Agar disenangi, disegani, dan dihormati orang lain. • Memudahklan hubungan dengan orang lain, sehingga melancarkan kegiatan hidup dan kerja. • Memelihara suasana menyenangkan di lingkungan keluarga, tempat kerja, dan handai tolan. • Memberi keyakinan pada diri sendiri saat menghadap orang lain. • Meningkatkan citra pribadi seseorang di mata masyarakat.

  11. Ukuran Baik : 1. Menurut aliran Hedonisme : Semua tindakan manusia cenderung untuk mencapai : • Kepuasan semata (lihido Sexualitas) ➽S.Freud • Kepuasan dalam memiliki kekuasaan ➽Alder 2. Menurut aliran Utilitarisme : Yang baik adalah yang berguna. Jadi baik-buruknya sesuatu, dinilai dari kegunaannya untuk mencapai tujuan. 3. Menurut Aliran Vitalisme : Yang baik adalah yang mencerminkan kekuatan dalam hidup. Kekuatan dan kekuasaan menaklukan orang yang lemah,itulah ukuran baik,Manusia yang kuasa itulah manusia baik. 4. Menurut aliran sosialisme Masyarakat terdiri dari manusia, maka masyarakat yang menentukan baik - baik tindakan individu anggota masyarakat. Ukuran baik adalah yang lazim dianggap baik oleh masyarakat tertentu.

  12. 5. Menurut aliran Religionisme : Ukuran baik berdasarkan kehendak Tuhan ➽Kendala menetukan ukuran baik : jika berbeda ukuran baik menurut tiap-tiap agama yang berbeda. 6. Menurut aliran Humanisme : yang baik adalah yang sesuai kodrat manusia. Jadi tindakan yang baik adalah tindakan yang sesuai dengan derajat manusia atau tidak mengurangi atau menentang kemanusiaan Contoh :Manusia makan dan minum, untuk mempertahankan hidup,memulihkan kekuatan➽Kodrat manusia Manusia minum untuk ketenangan kemudian mabuk➽ini buruk

  13. Norma : • Secara Etimologi : Norma (bahasa Latin) = penyiku (alat tuk Kayu) Norma : pedoman, ukuran, aturan/kebiasaan • Fungsi Norma : a. Sebelum terjadi sesuatu,dipakai sebagai pedoman/haluan untuk menunjukan bagaimana sesuatu terjadi. b. Sesudah terjadi sesuatu, dipakai sebagai ukuran untuk mempertimbangkan apakah sesuatu itu terjadi seperti yang seharusnya. • Fungsi Norma kalau diterapkan pada perilaku manusia : a. Berfungsi sebagai pedoman,pemandu, petunjuk, perintah hukum : bagaimana seharusnya manusia berperilaku dihari depan. b. Berfungsi sebagai ukuran sesudah perbuatan selesai :apakah perilaku sesuai norma atau tidak.

  14. Bentuk-bentuk Norma : • Peraturan Sopan-Santun ➽ hanya berdasarkan konvensi • Norma Hukum ➽•Pelaksanaannya dapat dituntut/ dipaksakan •Pelanggarannya dapat ditindak (oleh penguasa sah) 3. Norma Moral ➽ Norma yang menjadi dasar menilai seseorang dari segi baik-buruknya. “Semua kesepakatan mengenai baik - buruk dalam masyarakat disebut norma etika masyarakat tersebut.” Catatan : Tanpa adanya Norma kehidupan manusia akan kacau. Manusia tidak menginginkan keadaan tidak senonoh dan perilaku tidak tertib. Untuk itu perlu norma sebagai aturan mencapai ketertiban.

  15. Kode Etik Profesi : Code : Sistem aturan-aturan dan prinsip-prinsip yang telah disetujui dan diterima oleh masyakarat atau kelas tertentu atau kelompok tertentu dalam masyarakat. Profesi : Pekerjaan terutama yang memerlukan pendidikan lanjutan dan latihan khusus, seperti : Arsitektur, hukum kedokteran, jurnalistik. Kode Etik Profesi : “ Suatu sistem norma-norma (aturan) etika yang telah disetujui oleh anggota-anggota organisasi profesi tertentu ”, seperti : • Kode etik Kedokteran ➽ IDI • Kode etik Jurnalistik ➽ PWI • Kode etik Jurnalistik ➽ Dewan Pers

  16. ETIKA DAN HUKUM 1. Etika berbicara tentang pikiran sikap dan tingkah laku yang dianggap baik dan buruk. Hukum berbicara tentang aturan, ketentuan atau batasan yang dianggap benar dan salah. Perbedaan Sanksi Perbedaan Daya Laku Perbedaan Mekanisme Pembuatan Suatu pelanggaran dapat saja dimaafkan atau bebas secara hukum, tetapi tidak dapat dimaafkan secara etika (minimal sanksi moral)

  17. MENGAPA KODE ETIK DIPERLUKAN: • Merupakan acuan/pedoman tingkah laku yang jelas dalam bertugas. • Menunjukkan tingkat kepercayaan terhadap profesi tersebut (akuntabilitas) • Untuk mencapai tujuan, visi, missi yang diemban (pesan terwujud) • Penghargaan terhadap profesi (penegakkan integritas) • Merupakan syarat profesionalisme.

  18. SYARAT SUATU LEMBAGA PROFESI • Pendidikan (knowledge)  formal dan non-formal • Ketrampilan / keahlian (skill)  menulis, pidato, dsb • Lembaga praktek, pekerjaan penuh waktu  penerbitan, kantor humas, dsb • Kode Etik Profesi  KEJ, Kode etik Kehumasan, dsb • Berdedikasi tinggi thd pekerjaaan dan bersifat otonomi

  19. KARAKTERISTIK KODE ETIK PROFESI • Dibuat oleh lembaga profesi itu sendiri • Untuk mengatur anggota profesinya • Pengawasan pentaatan oleh organisasi • Sanksi atas pelanggaran oleh organisasi profesi tersebut

  20. PRINSIP KODE ETIK Pada dasarnya kode etik dibuat atas prinsip bahwa pertanggungjawab pentaatannya berada terutama pada hati nurani masing-masing insan profesional tersebut. Rosihan Anwar, salah satu tokoh pers menyatakan : pers yang tidak memegang kaidah kode etik sama dengan “teroris”.

  21. Etika dan Prinsip Utama Jurnalisme (Dennis Mc Quale) 1. Bebas dan Independen - Orientasi kepentingan masyarakat luar - Isi redaksional pers tidak dikontrol secara formal (UU)2. Tertib dan menciptakan Solidaritas - Pers terlibat aktif tetapi tidak seperti dipersepsikan pemerintah, elit politik dll - Menahan diri : sara, perilaku menunjang3. Keragaman - Merefleksikan keragaman masyarakat - Akses bagi berbagai pihak dan menjadi wacana publik4. Objektivitas - Faktual, isinya benar, sesuai fakta tanpa ditambah- tambahi atau didramatisir, tidak membuat interprestasi atau opini - Impartial, tidak memihak, tidak subyektif, Seimbang

  22. ETIKA DAN KOMPETENSI WARTAWAN • Pengertian Kompetensi : • “Kemampuan wartawan untuk melaksanakan kegiatan jurnalistik yang menunjukkan tingkat pengetahuan dan tanggung jawab sesuai tuntutan profesionalisme yang disyaratkan”. • Kompetensi juga diartikan sebagai “kewenangan” • Tiga Katagori Kompetensi : • Pengetahuan (Knowledge) : - Umum • - Khusus • 2. Keterampilan (Skill) : - Menulis • - Wawancara dsb • 3. Dilandasi Kesadaran (Awareness), • mencakup : - Etika • - Kode Etik • - Hukum

  23. Kode Etik Jurnalistik Asas Demokratis KEJ • Menghasilkan berita berimbang • Bersikap independen • Wartawan Indonesia melayani hak jawan • Wartawan Indonesia melayani hak koreksi Asas Profesional KEJ • Membuat berita akurat • Menunjukan identitas kepada narasumber • Menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya • Selalu menguji informasi • Dapat membedakan fakta dan opini • Tidak membuat berita bohong dan fitnah • Jelas dalam mencantuman waktu peristiwa dan atau pengambilan/penyiaran gambar • Mengharga ketentuan embargo,informasi latar belakang (background infromation) dan off the record • Rekaulang harus dijelaskan

  24. Asas Moralitas KEJ • Tidak boleh beritikad buruk • Tidak membuat berita cabul dan sadis • Tidak menyebut identitas korban kesusilaan • Tidak menyebut identitas korban atau pelaku kejahatan anak-anak • Tidak menerima suap • Tidak berprasangka dan diskrimitatif terhadap jender, SARA dan bahasa • Tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin dan sakit (jasmani & rohani) • Menghormati kehidupan pribadi (kecuali untuk kepentingan umum) • Mencabut dan meralat serta (kalau perlu) minta maaf terhadap kekeliruan berita yang dibuat

  25. Asas Supremasi Hukum KEJ • Wartawan tidak melakukan plagiat • Menghormati prinsip asas praduga tidak bersalah • Tidak menyalahgunakan profesinya • Memiliki hak tolak

  26. Dibandingkan dengan KEWI 1999, KEJ 2006 agak lebih lengkap. Akan tetapi, kita tidak dapat mengharapkan tersusunnya kode etik selengkap sebagaimana yang lazim diperlukan oleh masing-masing media pers sebagai pedoman dalam menjalankan pekerjaan jurnalistiknya. Setiap media pers biasanya masih perlu melengkapi kode etik—yang bersifat umum ini—dengan rincian panduan bagi para wartawannya. Umpamanya, yang menyangkut masalah penggunaan bahasa dan petunjuk perilaku (code of conduct), yang dicatat dalam apa yang disebut stylebook.

  27. Pengaturan KEJ dalam UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers : • Pasal 1, butir 14: Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan. • Pasal 7, ayat (2): Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik. • Penjelasan pasal 7, ayat (2): Yang dimaksud dengan “Kode Etik Jurnalistik” adalah kode etik yang disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers. • Pasal 15, ayat (2), huruf c: Dewan Pers melaksanakan fungsi [antara lain]: menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik.

  28. Pasal 1: Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. • Penafsiran: • Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers. • Akurat berarti dipercaya benar sesuai [dengan] keadaan objektif ketika peristiwa terjadi. • Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara. • Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.

  29. Penjelasan Butir b tentang pengertian “akurat” (kata sifat) atau “akurasi” (kata benda). Kata-kata tersebut mengandung makna “kecermatan, ketelitian, dan ketepatan.” Artinya, informasi yang dipublikasikan oleh media pers sesuai dengan keterangan yangdidengar wartawandari narasumber atau sesuai dengan peristiwa yangdisaksikannya. Akan tetapi, berita yang akurat tidak selamanya dapat dipastikan “sepenuhnya mengandung kebenaran,” walaupun para wartawan haruslah didorong agar berusaha mencari kebenaran dalam setiap informasi yang hendak dipublikasikan.

  30. Pasal 2: Wartawan Indonesia menempuh cara-carayang profesional dalam melaksanakan tugasjurnalistik. • Penafsiran: • Cara-cara yang profesional adalah: • Menunjukkan identitas diri kepada narasumber. • Menghormati hak privasi. • Tidak menyuap. • Menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya. • Rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang.

  31. f. Menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara. g. Tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri. h. Penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.

  32. Penjelasan butir b,g dan h Agaknya perlu dijelaskan beberapa pengertian, seperti yang tercantum pada penafsiran butir b, g, dan h. Butir b: Menghormati hak privasi atau privacy tidak berarti bahwa pers samasekali dilarang meliput dan memberitakan kehidupan pribadi atau privat. Larangan seperti itu lazimnya hanya menyangkut kehidupan pribadi yang samasekali tidak berkaitan dengan kepentingan publik. Di kalangan para praktisi dan pengamat pers dikenal konvensi yang berlaku universal bahwa “semakin tinggi kedudukan atau jabatan seseorang, atau semakin terkenal seseorang, kian mungkin memberitakan kehidupan pribadinya.”

  33. Butir g: Larangan kode etik jurnalistik terhadap plagiarisme sangat keras, seperti juga terhadap tiga jenis pelanggaran lainnya, yaitu: • menyiarkan berita yang sejak semula diketahuinya • bohong; • menerima suap dengan ikatan janji untuk memberitakan • atau tidak memberitakan suatu kasus; atau • mengungkapkan narasumber anonim, rahasia, • konfidensial yang dapat mengancam jiwa narasumber • itu atau keluarganya. • Hukuman moral bagi wartawan yang melanggar salah satu larangan ini lazimnya ialah bahwa ia harus serta merta melepaskan profesi kewartawanan—untuk selama-lamanya.

  34. Butir h: Dalam upaya melakukan peliputan berita investigasi (investigative reporting), wartawan dapat mengabaikan beberapa ketentuan kode etik jurnalistik bila tidak ada cara lain untuk dapat mengungkapkan suatu kasus yang penting diketahui oleh publik. • Akan tetapi, pengabaian ketentuan kode etik ini haruslah berdasarkan alasan yang sangat kuat, misalnya karena: • hendak membongkar korupsi atau rencana kejahatan; • bermaksud mengungkapkan kasus yang mengancam • keselamatan atau kesehatan penduduk. • Selain itu, jika dalam proses peliputan investigatif terjadi pelanggaran hukum oleh wartawan, makakonsekuensi hukum tetap harus ditanggung oleh wartawan tersebut dan media persnya.

  35. Pasal 3: Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. • Penafsiran: • Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu. • Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional. • Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta. • Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.

  36. “Judgmental opinion” adalah murni pendapat reporter peliput atau redaktur penyunting. Sedangkan “interpretative opinion” hanyalah upaya wartawan untuk menjelaskan fakta-fakta di lapangan agar pembaca, pendengar, dan penonton memahami duduk perkaranya. Pembedaan ini penting agar pers masih dapat menyajikan pemberitaan yang jelas bagi khalayak dengan memberikan penafsiran atau informasi latar belakang (background information) bagi fakta-fakta peristiwa atau masalah. Tetapi, sebaliknya, wartawan tetap tidak boleh mencapuradukkan fakta yang ditemukan dalam kegiatan peliputan dengan opininya sendiri.

  37. Pasal 4: Wartawan Indonesia tidak membuat berita • bohong, fitnah, sadis, dan cabul. • Penafsiran: • Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi. • Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk. • Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan. • Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi. • Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.

  38. Pasal 5: Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan. • Penafsiran: • Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak. • Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.

  39. Identitas subjek berita tidak hanya berupa nama lengkap dan foto, melainkan apa pun yang memudahkan khalayak melacak keberadaannya, seperti alamat jelas, nama anggota keluarganya, dan nama rekan kerja atau teman sekolahnya. Pers perlu melindungi identitas korban pelecehan atau perundungan seksual agar mereka tidak mengalami “trauma kedua,” atau seperti kata pepatah “Sudah jatuh, tertimpa tangga pula.” Penting pula melindungi identitas pelaku tindak kejahatan yang masih kanak-kanak—lazimnya belum berumur 16 tahun—karena perilaku mereka masih dapat berubah dan mereka dapat menjadi warga yang baik serta berguna setelah dewasa.

  40. Pasal 6: Wartawan Indonesia tidakmenyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. • Penafsiran: • Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum. • Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.

  41. Hukuman moral yang keras bagi wartawan penerima suap sehubungan dengan kegiatan pemberitaannya telah diuraikan dalam catatan untuk pasal 2, butir g. Yaitu, serta merta melepaskan profesi kewartawanan tanpa perlu menunggu peringatan pertama sekalipun. Sedangkan “tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum” dapat terjadi, umpamanya, dalam kegiatan meliput masalah keuangan dan pasar saham. Wartawan, dengan demikian, hanya dapat bersama-sama publik memanfaatkan informasi yang semula tertutup setelah disiarkan secara terbuka.

  42. Pasal 7: Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan. • Penafsiran: • Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya. • Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.

  43. c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya. d. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.

  44. Hak tolak dijamin oleh undang-undang pers yang berlaku sekarang, yaitu hak wartawan untuk tidak mengungkapkan narasumber anonim, rahasia, atau konfidensial kepada siapa pun, termasuk para penegak hukum sekalipun. Akan tetapi, seandainya pengadilan memutuskan bahwa seorang wartawan harus mengungkapkan narasumber yang sudah dijanjikan akan dirahasiakan, maka wartawan tersebut harus menanggung konsekuensi hukum yang ditetapkan oleh pengadilan.

  45. Oleh karena itu, penetapan seseorang sebagai narasumber anonim sebaiknya dilakukan oleh media pers secara amat selektif dan hanya untuk kasus yang informasinya sangat penting bagi pengetahuan publik. Akan tetapi, hak tolak bukan berarti bahwa wartawan perlu menolak permintaan penegak hukum, biasanya polisi, untuk memberi keterangan di kantor kepolisian. Hanya saja, keterangan yang diberikan oleh wartawan tidak akan “mengkhianati” kepercayaan yang diberikan oleh narasumber anonim.

  46. Pasal 8: Wartawan Indonesia tidak menulis ataumenyiarkan berita berdasarkan prasangka ataudiskriminasi terhadap seseorang atas dasarperbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jeniskelamin, dan bahasa serta tidak merendahkanmartabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa ataucacat jasmani. • Penafsiran: • Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas. • Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.

  47. Wartawan tidak sepatutnya bersikap “pilih kasih” kepada narasumber dan subjek berita berdasarkan perbedaan seperti dijelaskan dalam pasal 8, yaitu berbeda dalam suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa. Sikap selektif dalam penilaian terhadap informasi dan pendapat yang akan dipublikasikan, dengan demikian, bukanlah berdasarkan perbedaan-perbedaan itu, melainkan karena pertimbangan atas bobotbahan berita itu dan kepentingannya bagi publik.

  48. Pasal 9: Wartawan Indonesia menghormati haknarasumber tentang kehidupan pribadinya, kecualiuntuk kepentingan publik. • Penafsiran: • Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati. • Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.

  49. Pasal 10: Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa. • Penafsiran: • Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar. • Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.

  50. KEJ 2006 tidak lagi mencantumkan penafsiran atau penjelasan seperti yang dijumpai dalam KEWI 1999 bahwa “Ralat ditempatkan pada halaman yang sama dengan informasi yang salah atau tidak akurat.” Ketentuan seperti tercantum dalam KEWI 1999 sebetulnya tidak lazim dalam kode etik jurnalistik di mana pun. Pelaksanaan ketentuan demikian tidak selamanya praktis karena ralat tidak selalu dapat menemukan ruangan yang sama dengan tempat pemuatan berita yang diralat pada media pers cetak.

More Related