1 / 1

Pertarungan yang Jujur

Pertarungan yang Jujur

meriel
Download Presentation

Pertarungan yang Jujur

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. Pertarungan yang Jujur Sesudah Bung Hatta wafat, tentunya orang tidak akan mendapatkan bahan baru lagi mengenai apa-apa yang dilakukan oleh beliau. Orang hanya dapat mengenang apa yang telah dilakukan oleh Bung Hatta ketika beliau masih hidup. Ada kesan saya yang menonjol mengenai sikap Bung Hatta. Ketika masih sama-sama muda, Bung Hatta dan Bung Karno tidak jarang mengadakan adu pikiran mengenai masalah perjuangan. Mengenai soal prinsip, soal taktik, dan sebagainya. Adu pikiran itu bukan hanya dilakukan secara lisan, akan tetapi juga lewat koran-koran. Satu sama lain bisa meluncur ke arah saling mengkritik, akan tetapi dalam arti sehat. Ini terjadi di zaman Hindia Belanda. Saya lihat dua tokoh yang sama kuatnya, dalam arti sama-sama sehat, sama-sama bisa menjawab dengan leluasa (tentu ada batasnya, yang berhubungan dengan keselamatan perjuangan). Dalam hubungan ini, baik Bung Hatta maupun Bung Karno, melancarkan serangan terhadap keadaan pihak lawan yang diketahui berkemampuan untuk memberi jawaban (balasan). Kalau ini diumpamakan pertarungan, maka pertarungan ini sifatnya fair, jujur. Mengapa hal ini saya singgung? Sebab setelah merdeka, saya sering mengalami tindakan-tindakan yang tidak jujur. Orang melancarkan serangan dalam keadaan si lawan lumpuh, tidak bisa memberi jawaban (balasan). Sebaliknya dalam keadaan jaya, ada orang yang menyanjung-nyanjung si jaya itu hanya untuk mencari muka, mencari kedudukan dan mencari perlindungan. Lihat misalnya sewaktu Bung Karno masih berkuasa. Berapa banyak oknum-oknum yang memuji-muji, menjilat kepada beliau. Tetapi begitu beliau tumbang, orang-orang itu pula yang seakan-akan berlomba-lomba mencaci maki habis-habisan kepada Bung Karno. Padahal Bung Karno sudah tidak punya kemungkinan lagi untuk menjawab atau membela diri. Jiwa-jiwa penjilat demikian inilah yang sangat membahayakan jalannya perjuangan menuju kedaulatan Republik Indonesia. Mereka hanya mau memihak kepada golongan yang sedang menang, bukannya memihak kepada yang benar. Pokoknya, benar atau salah, yang menang akan diikuti. Untuk sekadar mengemis sesuatu. Tidak demikian dengan Bung Hatta. Bung Hatta sering berselisih pendapat dengan Bung Karno. Beliau menyerang Bung Karno, selagi Bung Karno jaya. Tetapi, begitu Bung Karno jatuh, Bung Hatta tidak melancarkan serangan apa-apa lagi. Bahkan sikapnya lebih bersaudara, lebih mendekat, terutama kepada keluarganya, anak-anaknya, sehingga Guntur sendiri menganggap Bung Hatta sebagai bapak yang kedua. S. K. Trimurti, Pribadi Manusia Hatta, Seri 8, Yayasan Hatta, Juli 2002

More Related