1 / 64

METODE PENEMUAN HUKUM

METODE PENEMUAN HUKUM. Oleh : Prof. Dr. H. ABDUL MANAN, SH.,SIP.,M.Hum. METODE PENEMUAN HUKUM. Oleh : Prof. Dr. H. ABDUL MANAN, SH.,SIP.,M.Hum. I. PENDAHULUAN.

kathy
Download Presentation

METODE PENEMUAN HUKUM

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. METODE PENEMUAN HUKUM Oleh : Prof. Dr. H. ABDUL MANAN, SH.,SIP.,M.Hum.

  2. METODE PENEMUAN HUKUM Oleh :Prof. Dr. H. ABDUL MANAN, SH.,SIP.,M.Hum. I. PENDAHULUAN • 1.Kata Hukum berasal dari bahasa Arab Hukm (kata jamaknya ahkam) yang berarti putusan (judgement, verdict, decision), ketetapan (provision), perintah (command), pemerintahan (govermment), kekuasaan (authority, Power), hukuman (sentence) dan lain-lain. Asal usul kata Hakam mempunyai arti mengendalikan dengan satu pengendalian. • 2. Hukum adalah himpunan petunjuk hidup, perintah-perintah dan larangan-larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan kerugian kepada masyarakat maka diperlukan tindakan oleh Pemerintah atau Penguasa untuk penegakan hukum tersebut.

  3. 3. Dalam Black’s Law Dictionary dijelaskanbahwalaw in generic tense, is a body of rules of action or cunduct prescribed by controlling authority and having binding legal force. Secarasederhanadikemukakanoleh Sri SumantriMartosoewignjobahwahukumadalahseperangkataturantingkahlaku yang berlakudalammasyarakat. SedangkandefinisiHukumdariOxford English Dictionary adalah ”law is the body of role, whether formally enacted or customory, whish a state or community recognises as binding on its members or subjects” (Hukumadalahkumpulanaturan, perundang-undanganatauhukumkebiasaan, dimanasuatunegaraataumasyarakatmengakuinyasebagaisuatu yang mempunyaikekuatanmengikatterhadapwarganya).

  4. 4. Utrecht memandanghukumtidaksekedarsebagaikaedah, melainkanjugasebagaigejalasosialdansebagaisegikebudayaan. Dan jikahukumdilihatsebagaikaedahiamemberikandefinisihukumsebagaiberikut “hukumadalahhimpunanpetunjukhidup, perintah-perintahdanlarangan-larangan yang mengaturtatatertibdalamsuatumasyarakat, danseharusnyaditaatiolehanggotamasyarakat yang bersangkutan. Olehkarenapelanggaranpetunjukhiduptersebutdapatmenimbulkankerugiankepadamasyarakat, makadiperlukantindakanolehpemerintahataupenguasauntukmenegakkanhukumtersebut”.

  5. 5. Dari sudut pandang yang berbeda ini, maka sangat mustahil untuk membuat satu definisi hukum yang dapat diterima oleh semua pihak. Dalam kaitan ini Emmanual Kant sebagaimana yang dikutip oleh Achmad Ali beberapa abad yang silam pernah mengatakan bahwa ”noch suchen die juristen eine definition zu ihrem begriffe von rech” (tidak ada seorang yurispun yang mampu membuat satu definisi hukum yang tepat). Demikian Lioyd mengemukakan bahwa ”...... although much juristie ink has been used in an attemp to provide’ a universally acceptable definition of law” (......... meskipun telah banyak tinta para yuris yang habis dipergunakan di dalam usaha untuk membuat suatu definisi hukum yang dapat diterima di seluruh dunia, namun hingga kini, hanya jejak kecil dari niat itu dapat dicapai). Penyebab lain sulitnya memberi definisi hukum yang tepat adalah selain karena sifatnya yang abstrak, juga karena yang diatur oleh hukum itu sangat luas, yakni hampir seluruh segi kehidupan manusia.

  6. 6. Walaupundiantaraparaahlihukumbelummendapatsuatukesatuanmengenaipengertianhukum, tetapidapatditarikkesimpulanbahwahukummeliputibeberapaunsursebagaiberikut, pertama : hukummerupakanperaturanmengenaitingkahlakumanusiadalampergaulanmasyarakat, kedua : peraturanitubersifatmengikatdanmemaksa, ketiga : peraturanitudiadakanolehbadan-badanresmidankeempat : pelanggaranterhadapperaturantersebutdikenakansanksi yang tegas, kelima : hukumbisajugaberbentuktidaktertulisberupakebiasaan yang berlakudalammasyarakat, keenam : tujuanhukumadalahuntukmengadakankeselamatan, kebahagiandanketertibandalamkehidupanmasyarakat.

  7. 7. Unsur-unsur Hukum: a. Hukum merupakan peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat. b. Peraturan itu bersifat mengikat dan memaksa c. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi d. Pelanggaran terhadap peraturan tersebut dikenakan sanksi yang tegas. e. Hukum bisa juga berbentuk tidak tertulis berupa kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. f. Tujuan hukum adalah untuk mengadakan keselamatan, kebahagian dan ketertiban dalam kehidupan masyarakat.

  8. 8. Dari berbagaidefinisiHukumsebagaimanatersebutdiatas, makasecarasederhanadapatdikemukakanbahwaHukumadalahseperangkatperaturantentangtingkahlakumanusiayang diakuisekolompokmasyarakat, disusunolehorang-orangyang diberiwewenangolehmasyarakatitu, berlakudanmengikatuntukseluruhanggotamasyarakatdalamsuatunegara.

  9. 9. FUNGSI-FUNGSI HUKUM : a. STANDARD OF CONDUCT. (SANDARAN ATAU UKURAN TINGKAH LAKU ATAU KESAMAAN SIKAP) YANG HARUS DITAATI OLEH SETIAP MASYARAKAT. b. AS A TOOL OF SOCIAL ENGENEERING. HUKUM SEBAGAI ALAT/SARANA UNTUK MEROBAH MASYARAKAT YANG LEBIH BAIK. c. AS A TOOL OF JUSTIFICATION. HUKUM SEBAGAI ALAT UNTUK MENYATAKAN BENAR TIDAKNYA SESUATU TINGKAH LAKU. d. AS A TOOL OF SOCIAL CONTROL. SEBAGAI ALAT UNTUK MENGONTROL PEMIKIRAN DAN LANGKAH- LANGKAH MANUSIA AGAR MEREKA SELALU TERPELIHARA MORALNYA, TIDAK MELAKUKAN PERBUATAN YANG MELANGGAR NORMA HUKUM, SUSILA DAN AGAMA. e. AGAR ADA KEPASTIAN HUKUM DALAM MASYARATKAT (RECHTZEKER HEID).

  10. 10. PERANHUKUMDALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT a. HUKUM TIDAK MERUPAKAN ATURAN-ATURAN YANG BERSIFAT AD HOC HARUS BERSIFAT TETAP. b. HUKUM HARUS DIKETAHUI DENGAN JELAS OLEH MASYARAKAT YANG KEPENTINGANNYA DIATUR OLEH HUKUM ITU. c. HUKUM HARUS DIMENGERTI OLEH UMUM. d. TIDAK ADA KEPUTUSAN YANG SALING BERTENTANGAN. e. TIDAK BOLEH BERLAKU SURUT (RETROAKTIF). f. PENERAPANNYA HARUS MEMPERHATIKAN BUDAYA HUKUM MASYARAKAT. g. HINDARI SERING MERUBAH HUKUM KARENA MASYARAKAT DAPAT KEHILANGAN UKURAN DAN PEDOMAN BAGI KEGIATANNYA. h. HUKUM HARUS ADA LANDASAN JURIDIS, SOSIOLOGIS & FILOSOFIS. i. HARUS BERBENTUK TERTULIS.

  11. 11. INDIKATOR KESADARAN HUKUM MASYARAKAT a. ADANYA PENGETAHUAN HUKUM. b. ADANYA PEMAHAMAN HUKUM. c. SIKAP TERHADAP HUKUM d. POLA PERILAKU HUKUM (LEGAL BEHAVIOR). e. TAAT KEPADA HUKUM

  12. 12.KondisiHukum saat ini 1. CRISES (SAAT PENUH BAHAYA) 2. RESCUE (PENYELAMATAN) 3. RECOVERY (PENYEMBUHAN) 4. STABILITY (KESTABILAN) 5. GROWTH (PERTUMBUHAN)

  13. II. TENTANG PENEMUAN HUKUM 1. Study tentang ilmu Hukum meliputi 3 dimensi yang tidak boleh ditinggalkan. a. Kaidah-kaidah Hukum Kaidah Hukum yakni peraturan baik yang tertulis maupun lisan yang mengatur bagaimana seyogiyanya menusia berbuat atau tidak berbuat agar kepentingannya terlindungi dari ganggunan pihak lain. b. Sistem Hukum Sistem Hukum yakni merupakan sasaran dari studi ilmu hukum yang pada ilmunya mempunyai ciri-ciri selalu konsisten, mencegah konplik, kontinyu, lengkap, konsepnya fundamental dan mempunyai klasifikasi.

  14. c. Penemuan Hukum Penemuan Hukum yakni untuk mengisi kekosongan Hukum. Sebab peraturan perundang-undangan tidak lengkap dan tidak jelas, oleh karena itu hukumnya di cari, diketemukan, dilengkapi dan dijelaskan dengan jalan penemuan hukum.

  15. 2. Sasaran studi ilmu hukum Asas-asas Hukum Kaidah Hukum (Dalam arti luas) Dalam arti sempit (nilai/norm) Peraturan Hukum Konkrit Mencegah konflik Sasaran Studi Ilmu Hukum Konsisten Sistem Hukum Kontinyu Lengkap Konsep fundamental Ada klassifikasi Definisi Penemuan Hukum Sistem Metode Aliran-aliran Prosedur

  16. III. TENTANG PENGERTIAN DAN ISTILAH PENEMUAN HUKUM 1. Pengertian Pengertian penemuan hukum yang dikemukakan para ahli, antara lain: a. Menurut Paul Scholten, penemuan hukum oleh hakim merupakan sesuatu yang lain dari pada hanya penerapan peraturan-peraturan pada peristiwanya, kadang-kadang dan bahkan sangat sering terjadi bahwa peraturannya harus ditemukan, baik dengan jalan interpretasi maupun dengan jalan analogi ataupun rechtssvervijning (pengkongkritan hukum). b. John Z Laudoe, mengemukakan penemuan hukum adalah penerapan ketentuan pada fakta dan ketentuan tersebut kadangkala harus dibentuk karena tidak selalu terdapat dalam undang-undang yang ada.

  17. c. N.E. Algra dan Van Duyvendjk, mengartikan penemuan hukum sebagai menemukan hukum untuk suatu kejadian kongkrit, dalam konteks ini hakim atau seorang pemutus yuridis lainnya harus dapat memberi penyelesaian yuridis. Selanjutnya dikemukakan bahwa penemuan hukum sebagai kegiatan hakim untuk mempergunakan berbagai macam teknik penafsiran, dan cara menguraikan dengan mempergunakan berbagai macam alasan yang disampaikan kepadanya. Ia juga tidak hanya membuat hukum untuk persoalan yang ada didepannya, tetapi juga untuk kejadian yang sama, yang akan datang. d. Sudikno Mertokusumo, berpendapat bahwa penemuan hukum adalah proses pembentukan hukum oleh hakim atau petugas-petugas hukum lainnya yang diberi tugas menerapkan hukum terhadap peristiwa-peristiwa hukum yang konkret. Dengan kata lain, merupakan proses konkretisasi atau individualisasi peraturan hukum (das sollen) yang bersifat umum dengan mengingat akan peristiwa konkret (das sein) tertentu. Yang penting dalam penemuan hukum adalah bagaimana mencarikan atau menemukan hukum untuk peristiwa konkret.

  18. 2. Peristilahan dalam penemuan hukum Ada beberapa peristilahan yang sering dikaitkan dengan penemuan hukum yaitu: a. Rechtsvorming (pembentukan hukum), yaitu merumuskan peraturan-peraturan yang berlaku secara umum bagi setiap orang. Lazimnya dilakukan oleh pembentuk undang-undang. Hakim juga dimungkinkan sebagai pembentuk hukum (judge made law) kalau putusannya menjadi yurisprudensi tetap (vaste jurisprudence) yang diikuti oleh para hakim dan merupakan pedoman bagi kalangan hukum pada umumnya. b. Rechtstoepassing (penerapan hukum), yaitu menerapkan peraturan hukum yang abstrak sifatnya pada peristiwanya. Untuk itu peristiwa konkret harus dijadikan peristiwa hukum terlebih dahulu agar peraturan hukumnya dapat ditetapkan.

  19. c. Rechtshandhaving (pelaksanaan hukum), dapat berarti menjalankan hukum baik ada sengketa/pelanggaran maupun tanpa sengketa. d. Rechtschepping (penciptaan hukum), berarti bahwa hukumnya sama sekali tidak ada, kemudian diciptakan, yaitu dari tidak ada menjadi ada. e. Rechtsvinding (penemuan hukum atau law making- Inggris), dalam arti bahwa bukan hukumnya tidak ada, tetapi hukumnya sudah ada, namun masih perlu digali dan diketemukan. Hukum tidak selalu berupa kaidah (das sollen) baik tertulis ataupun tidak, tetapi dapat juga berupa perilaku atau peristiwa (das sein). Dari perilaku itu sebenarnya dapat digali atau diketemukan hukumnya (vida Pasal 28 UU No. 4 Tahun 2004). Di dalam perilaku itulah terdapat hukumnya. Oleh karena itu istilah penemuan hukum dirasakan lebih tepat.

  20. 3. Dasar Hukum a. Pasal 1 UU No. 4 Tahun 2004 menyebutkan: “Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia”. b. Pasal 14 UU No. 4 Tahun 2004: Pasal 14 ayat (1) menyatakan “Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya” c. Pasal 23 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004, menyatakan: “Segala putusan pengadlan selain harus memuat alasan-alasan dan dasar-dasar putusan itu, juga harus memuat pula pasal-pasal tertentu dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili”

  21. d. Pasal 28 UU No. Tahun 2004 Pentingnya Hakim memperhatikan hukum tidak tertulis ini dipertegas lagi dalam ketentuan Pasal 28 ayat (1) yang menegaskan “ Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat”.

  22. IV. SISTEM PENEMUAN HUKUM 1. Penemuan Hukum Heteronom (Typisch Logicitisch) 2. Penemuan Hukum Otonom (Materiel Juridisch) 3. Subyeknya: a. Orang perorangan b. Ilmuwan/peneliti hukum c. Para penegak hukum d. Direktur perusahaan Swasta/BUMN

  23. e. Skema subyek penemuan hukum Sifat Konfliktif Hakim Hukum Hasil Sumber Hukum Sita Preskriptif Subyek Penemuan Hukum Pembuat UU Hukum Hasil Sumber Hukum Sifat teoritis Peneliti Hukum Hasil Sumber Hukum

  24. 4. Sumber-sumber Utama dalam Penemuan Hukum a. Peraturan-perundang-undangan b. Hukum tidak tertulis c. Yurisprudensi d. Perjanjian Internasional e. Putusan Desa f. Doctrine (Pendapat ahli hukum) g. Perilaku manusia

  25. V. ALIRAN-ALIRAN PENEMUAN HUKUM Sebelum tahun 1800 SM Hukum Kebiasaan Sangat beraneka ragam Kurang menjamin kepastian hukum Reaksi terhadap hukum kebiasaan Muncul gerakan kodifikasi LEGISME UU satu-satunya sumber hukum La Baoche de La Loi Hakim sebagai subsumtie • Tokoh-tokohnya: • Monrtesqueu • Robbespierre • Fennet • J. Rousseau Madzhab Historis (Von Savigny) UU tidak mungkin lengkap dan tuntas Begriff Jurisprudence (Rudolf Van Jherina) Reaksi Terhadap LEGISME UU tidak mampu pecahkan problem masyarakat Interessen Jurisprudence (Rudolf Van Jhering) Terdapat Recht Vacuum Muncul Aliran Socidogische Rechtscule (Hamaker, Hymans) Freirecht Bewegung (Kantoro Wics) Open System Van Het Recht (Paul Scholten) Penemuan Hukum Modern (Problem Oriented) Aliran Studi Hukum Kritis

  26. VI. METODE PENEMUAN HUKUM INTERPRETASI Subsumptif Gramatikal Sistematis/Logis Historis Teleologis/Sosiologis Komparatif Antisipatif/futuristik Restriktif Ekstensif Otentik/Resmi Interdisipliner Mulitidisipliner Kontrak/Perjanjian Argumentum per Analoglam MPH Argumentum A Contrario Rechtsvervijning Fiksi Hukum Sinonimasi Antitese Terjemahan Restriksi Ampliasi Parereli Deskripsi Enumerasi Archetipasi Ilustrasi Eksemplifikasi ARGUMENTASI Individuasi Prinsipal Parafrase dan definisi VERBAL Melengkapi EKSPOSISI TIDAK VERBAL Representasi

  27. VII. METODE INTERPRETASI

  28. VIII. METODE ARGUMENTASI Menurut Kenneth J. Vandeveldemenyebutkan lima langkahpenalaran hukum, yaitu: a. Mengidentifikasisumberhukum yang mungkin, biasanyaberupaperaturanperundang-undangandanputusanpengadilan(identify the aplicable sources of law). b. Menganalisissumberhukumtersebutuntukmenetapkanaturanhukum yang mungkindankebijakandalamaturantersebut(analyze the sources of law). c. Mensintesiskanaturanhukumtersebutkedalamstruktur yang koheren, yaknistruktur yang mengelompokkanaturan-aturankhususdibawahaturanumum(Synthesize the aplicable rules of law into a coherent structure). d. Menelaahfakta-fakta yang tersedia(research the available facts). e. Menerapkanstrukturaturantersebutkepadafakta-faktauntukmemastikanhakataukewajiban yang timbuldarifakta-faktaitu, denganmenggunakankebijakan yang terletakdalamaturan-aturanhukumdalamhalmemecahkankasus-kasussulit(apply he structure of rules to the facts).

  29. Sedangkan Shidarta menyimpulkan ada (6) enam langkah utama penalaran hukum, yaitu: a. Mengindentifikasi fakta-fakta untuk menghasilkan suatu stuktur (pata) kasus yang sungguh-sungguh diyakini oleh hakim sebagai kasus yang riil terjadi. b. Menghubungkan (mensubsumsi) struktur kasus tersebut dengan sumber-sumber hukum yang relevan, sehingga ia dapat menetapkan perbuatan hukum dalam peristilahan yuridis (legal term). c. Menyeleksi sumber hukum dan aturan hukum yang relevan untuk kemudian mencari tahu kebijakan yang terkandung di dalam aturan hukurn itu (the policies underlying those rules), sehingga dihasilkan suatu struktur (peta) aturan yang koheren. d. Menghubungkan struktur aturan dengan struktur kasus e. Mencari alternatif-alternatif penyelesaian yang mungkin. g. Menetapkan pilihan atas salah satu alternatif untuk kemudian diformulasikan sebagai putusan akhir. Proses penemuan hukum dengan menggunakan metode argumentasi atau penalaran hukum dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: a. Argumentum per analogiam (Analogi) b. Argumentum a contrario (A Contrario) c. Rechtvervijning (Penyempitan atau pengkonkretan hukum) d. Fiksihukum

  30. b. TABEL METODE ARGUMENTASI

  31. IX. METODE KONSTRUKSI HUKUM

  32. X. METODE PENEMUAN HUKUM ISLAM

  33. XI. PENEMUAN HUKUM MODERN Penemuan hukum modern lahir sesudah Perang Dunia II, di bawah pengaruh eksistensialisme dan merupakan kritik terhadap pandangan hakim sebagai subsumptie automaat. Dasar pemikiran atau pandangan ajaran ini di antaranya adalah: 1. Posotivisme undang-undang/legisme sebagai model subsumptie automaat tidaklah dapat dipertahankan. 2. Yang menjadi titik tolak bukan pada sistem perundang-undangan tetapi masalah kemasyarakatan konkret yang harus dipecahkan. 3. Tujuan pembentuk undang-undang dapat digeser, dikoreksi, tetapi tidak boleh diabaikan. 4. Penemuan hukum modern berpendirian bahwa atas satu pertanyaan hukum dapat dipertahankan pelbagai jawaban dalam sistem yang sama

  34. 5. Tujuan hukum adalah untuk melindungi kepentingan manusia, maka dalam menemukan hukum harus diperhatikan pula perkembangan masyarakat dan perkembangan tekhnolgi. 6. Metode penafsiran yang digunakan terutama teologis, yang lebih memperhatikan tujuan dari undang-undang, daripada bunyi kata-katanya saja. Sebagai contoh penetapan Pengadilan Agama Jakarta Selatan tanggal 20 April 1990, bahwa pernikahan melalui telepon antara suami dan calon isteri yang berjauhan tempat tinggalnya dinyatakan tetap sah.

  35. XII. TUGAS DAN PERANAN HAKIM 1. Hakim sebagai Penegak Keadilan - Lihat surat An Nisaayat58 - Pasal 4 (1) UU No. 4 Tahun 2004, Peradilandilakukandemi keadilanberdasarkan Ke Tuhanan Yang Maha Esa - Keppres No. 17 Tahun 1994 tentang Repelita ke 16 bidang Hukum, Hakim dalam mengambil keputusan di samping senantiasaharusberdasarkan pada hukum yang berlaku, juga berdasarkanataskeyakinan yang seadil-adilnya dansejujur- jujurnya - Harus memakai hati nurani

  36. 2. Hakim sebagai Penegak Hukum • Azas legalitas sebagai pegangan utama • Hakim tidak boleh terikat pada bunyi UU semata, tapi harus mempu menciptakan hukum melalui putusan-putusannya. • Tidak saja menjaga ketertiban, melainkan juga berfungsi sebagai pengawas UU dan juga berfungsi sebagai paedagogis terhadap pihak-pihak yang bersengketa, termasuk masyarakatnya. 3. Hakim sebagai Pencipta Hukum • Menjamin peraturan perundang-undangan diterapkan dengan benar dan adil • Sebagai dinamisator peraturan perundang-undangan dengan cara menggunakan metode penafsiran dan kontruksi dan berbagai pertimbangan sosio kultural berkewajiban menghidupkan peraturan perundang-undangan untuk memenuhi kebutuhan nyata masyarakat. • Melakukan koreksi terhadap kemungkinan kekeliruan atau kekosongan hukum, Hakim wajib menemukan Hukum dan menciptakan hukum untuk mengisi hukum tersebut. • Melakukan penghalusan terhadap peraturan perundang-undangan, tanpa penghalusan peraturan-peraturan perundang-undangan begitu keras sehingga tidak mewujudkan keadilan atau tinjauan tertentu terwajar. 43

  37. XIII. PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM1.Perlunya Penemuan Hukum - Kekosongan Hukum (Leemten in Het recht) - Konflik antar norma Hukum (Antinomi Hukum) - Norma Hukum yang kabur (vogenormen) (norma yang tidak jelas) 2. Antinomi Hukum dapat diselesaikan dengan asas - Lexposteriori derogatlegipriori (UU yang kemudian yang di pakai) - LexSpecialisderogatlegigeneralie - Lex superioriderogatlegiinferiori (yang lebih tinggi yang dipakai)

  38. Interpretasi - Gramatikal, Historis, Teologis/sosiologis, Futuristik Ekstentif, Authentik, Indisipliner, Multi indisipliner, dll Metode Kontruksi - Argumentasi peranalogian (analogi) (Psl 1576 KUHPerdata) jual beli tidak untuk sewa menyewa - Argumentum a contrario - Penyempitan Hukum (Rechtverfijning) 3. METODE- Fiksi Hukum PENEMUAN HUKUM oleh HAKIM Metode Hermanitik - Ilmu atau seni menginterpretasikan teks atau sesuatu. - Kata teks atau sesuatu ini, mengarah kepada tek hukum, fakta hukum, dokumen resmi negara, naskah-naskah kuno atau ayat-ayat dalam kitab suci, hasil ijtihad para ahli hukum Islam yang menjadi obyek yang ditafsirkan Metode Usil Fiqih/Instimbat Hukum -

  39. 4. Syarat utama melakukan Kontruksi Menurut Rudolph Von Jhering syarat untuk melakukan konstruksi hukum: - Meliputi materi hukum positif Kontruksi Hukum disini harus mampu meliput semua bidang hukum positif yang bersangkutan - Tidak boleh membantah dirinya sendiri didalam pembuatan kontruksi, tidak boleh ada pertentangan logis didalamnya - Faktor Estetika Kontruksi kiranya mengandung faktor keindahan yaitu kontruksi tidak merupakan sesuatu yang dibuat-buat. Dengan kontruksi diharapkan dalam belantara perundang-undangan itu muncul kejelasan-kejelasan

  40. Tidaksemata-matabersifatlegalistik (La Bouche De La Loi) Tidaksekedarmemenuhisyarat formal hukum, putusan hakim harusmendorong kebaikandanharmonisasidalam pergaulanmasyarakat 5. Putusan Hakim Yang sesuaidengan MetodePenemuanHarusmempunyaivisipemikirankedepan Hakim (Visioner) yang mempunyaikebaranian melakukanterobosanhukum HarusPekaterhadapnasibdankeadaan bangsadannegaranyaterutamarakyat pencarikeadilan

  41. 6. NORMA LUHUR YANG ESSENSIAL MENJADI PEGANGAN BAGI HAKIM • 1. Norma Kemanusiaan • Norma ini menuntut supaya dalam penegakan hukum, manusia senantiasa diperlakukan sebagai manusia, sebab ia mewakili keluhuran pribadi. • 2. Norma Keadilan • Adalah kehendak yang ajeg dan kekal untuk memberikan kepada orang lain apa saja yang menjadi haknya. • 3. Norma Kepatutan • Equity adalah hal yang wajib dipelihara dalam memberlakukan UU dengan maksud untuk menghilangkan ketajamannya, kepatutan ini perludiperhatikan terutama dalam pergaulan hidup manusia • 4. Norma kejujuran • Setiap penegak hukum harus bersikap jujur dalam mengurus/menangani hukum serta melayani justitiable yang berupaya untuk mencari hukum dan keadilan 48

  42. 7. TANGGUNG JAWAB HAKIM 1. Hakim dipanggil untuk melakukan justisialisasi dari pada hukum, dalam arti putusannya harus mencerminkan keadilan. 2. Penjiwaan hukum, dalam arti hakim melalui putusannya tidak boleh lalai sedikitpun dalam menjaga ketertiban (membela) hukum. 3. Pengintegrasian hukum, seorang hakim harus mampu menegakkan keputusannya dalam keseluruhan sistem hukum. 4. Totalisasi hukum, hakim harus mampu menempatkan keputusannya dalam keseluruhan kenyataan sosial ekonomis serta nilai moral dan relegius yang hidup ditengah masyarakat. 5. Personalisasi hukum, putusan hakim harus memberikan pengayom kepada pencari keadilan, bukan sebaliknya justru merugikan atau menyengsarakan mereka. 6. Memberi Edukasi, setiap putusan yang dijatuhkan harus dapat memberi nilai-nilai pendidikan kepada hakim yang lain 49

  43. 8. KENDALA EKSTERNAL DAN INTERNAL DALAM MEMUTUS PERKARA Eksternal: 1. Tekanan dari pihak eksekutif dan legislatif 2. Peraturan perundang-undangan yang saling bertentangan 3. Masih banyak masyarakat yang buta hukum (Budaya Hukum) 4. Tekanan dari salah satu pihak yang berperkara (suap) Internal: 1. Masih banyak Hakim kurang menguasai hukum acara dan materil 2. Tekanan dari kalangan Hakim sendiri, terutama Hakim yang lebih tinggi kepada Hakim yang lebih rendah. 3. Sarana dan prasarana yang belum memadai. 4. Sistem dan prosedur yang belum jelas 5. Buku-buku perpustakaan yang kurang mendukung 6. Pola Bindalmin tidak jalan

More Related