1 / 44

Source : Chater 4. Determinan ts of Fertility in Developing Countries.

Universitas Indonesia. THE PROXIMATE DETERMINANT S OF NATURAL MARITAL FERTILITY. Source : Chater 4. Determinan ts of Fertility in Developing Countries. Part A . Edited by Rodolfo A. Bulatao et al. 1983. Presented by Abdurrahman. Definition.

gwen
Download Presentation

Source : Chater 4. Determinan ts of Fertility in Developing Countries.

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. Universitas Indonesia THE PROXIMATE DETERMINANTS OF NATURAL MARITAL FERTILITY Source : Chater 4. Determinants of Fertility in Developing Countries. Part A . Edited by Rodolfo A. Bulatao et al. 1983 Presented by Abdurrahman

  2. Definition • Natural fertility as “fertility of human population that makes no deliberate effort to limit births.” (Henry 1953). • Natural marital fertility  natural fertility karena perkawinan • Menurut studi komparatif natural fertility bervariasi, fertilitas tertinggi 2x terendah • Natural marital fertility jauh di bawah angka maksimum secara biologis, karena birth intervalnya 2 – 3 tahun, lebih lama dari minimum yg mungkin,yaitu kurang dari setahun

  3. Four Factors • Hal ini dapat dijelaskan karena ada faktor penghambat  proximate determinants of natural marital fertility • Ada 4 faktor yang teridentifikasi (Henry, 1953) : 1. Pospartum infecundable period 2. Waiting time to conception 3. Intrauterine mortality 4. Permanent sterility

  4. 1. Pospartum Infecundable Period • Segera setelah melahirkan seorang wanita mengalami ketidaksuburan, Keadaan ini dikenal dengan postpartum infecundable periode • Perbedaan lamanya periode bisa disebabkan jenis kelahiran, lama dan frekuensi pemberian ASI (breastfeeding) • The earlier the death of infant take place, the shorter the birth interval, and the shorter postpartum

  5. 1A. Breastfeeding and Postpartum Amenorrhea • Pemberian ASI adalah determinan utama dari lamanya Amenorrhea • Amenorrhoea, is the absence of a menstrual period in a woman of reproductive age • Tanpa pemberian ASI rata-rata amenorrheic interval hanya 1,5 to 2 bulan

  6. Regression Equation A: mean or median duration of postpartum amenorrhea (in months) B: mean or median duration of breastfedding (in months) R² = 0,96

  7. Estimasi Dengan Regresi • Karena korelasi yang tinggi antara rata-rata lamanya pemberian ASI sehingga, regresi memungkinkan mengestimasi lamanya amenorrhea pada sebuah populasi • Namun bisa jadi lebih tinggi atau lebih rendah dari keadaan sebenarnya • Example : A = breastfeeding 24 months  B = amenorrhea 7 months

  8. 2. Waiting Time to Conception • Periode ini disebut pula dengan fecundable or ovulatory interval dan mengikuti postpartum infecundable period • Selama interval ini, seorang wanita mempunyai resiko mengalami kehamilan jika mengalami ovulasi secara reguler dan melakukan hubungan kelamin(intercourse)

  9. Wanita subur yang tidak memakai kontrasepsi apapun (noncontracepting fecundable women), yang terlibat dalam intercourse secara teratur memerlukan beberapa bulan untuk hamil • Masa menunggu untuk hamil (the conception wait) diestimasi dengan mengurangkan 9 bulan untuk masa kehamilan penuh (full gestation) dan 2 bulan untuk kematian janin (intrauterine mortality) dari interval antara perkawinan dan kelahiran pertama

  10. 17 – 9 = 6

  11. Lamanya waktu menunggu untuk hamil (The duration of the waiting time to conception) ditentukan oleh tingkat kehamilan(rate of conception) • Pengukuran tingkat kehamilan umumnya menggunakan fecundability, yang didefinisikan sebagai probabiliti dari kejadian hamil dalam sebulan di antara wanita subur (fecundable woman)

  12. Fecundability berhubungan terbalik dengan the conception wait (lamanya waktu menunggu kehamilan) • Pada populasi yang homogen, hubungan tersebut dapat didefinisikan menurut equation berikut: Di mana w : the conception wait f : fecundability W = 1/f

  13. Namun kenyataanya, fecundability tidak sama pada setiap wanita, karena perbedaan frequensi intercourse dan karakteristik biologis wanita. Pada populasi di table 2, lebih tepat didekati dengan menggunakan: W = 1,5/f

  14. 2.A. Fecundability and the frequency of intercourse Fecundabilty pada sebuah populasi bergantung langsung pada frekuensi dari intercourse (see Table 3)

  15. The Result of Study • Ada hubungan positif yang kuat antara coital frequency dan fecundability • Untuk memahami hubungan ini, perlu melihat faktor biologi yang terlibat dalam proses kehamilan

  16. How does the conception happen? Kehamilan yang berlangsung selama masa menstrual cycle terjadi jika, 1. the cycle is ovulatory 2. insemination occurs during the fertile periode in the middle of the cycle 3. insemination during the fertile period leads to a fertilization 4. fertilization results in a recognizable conception

  17. Jika probabilitas dari masing-masing ke empat kejadian tersebut dinyatakan sebagai variabel p1, p2, p3, dan p4 • So, the fecundability (f), is equal: f = p1 x p2 x p3 x p4

  18. Berdasarkan bukti dari beberapa studi, didapat: p1 estimated 0,95 p2 = 1 – [(M-n)(M-n-1)/(M²-M)] n is the number of coital acts occuring during an interval of M days P3 estimated 0,95 P4 estimated 0,5 So, f = 0,45 {1 – [(M-n)(M-n-1)/(M²-M)]}

  19. Berdasarkan Tabel 4 Misalkan lama siklus menstruasi M = 26 hari Jumlah frekuensi berhubungan per siklus menstruasi (coital act) = 5 kali Maka nilai fecundability, f = 0,45 {1 – [(M-n)(M-n-1)/(M²-M)]} = 0,45{1-((26-5)(26-5-1)/(26²-26))} = 0,45{1-(420/650)}=0,159

  20. f = 0,45 {1 – [(M-n)(M-n-1)/(M²-M)]} =0,45{1-((26-5)(26-5-1)/(26²-26))} = 0,159

  21. 2B. The Duration of Fertile Period • Masa subur (the fertile period) sulit dibuktikan secara pasti • Data biologi dan demographic yang tersedia dapat digunakan untuk mempelajari lamanya masa subur

  22. The Biological Evidence • Estimasi yang paling mendekati masa subur adalah penjumlahan dari the fertile lifetimes dari sperma dan ovum • Namun, estimasi ini agak lebih tinggi, karena tidak memperhitungkan waktu yang diperlukan untuk sperm capacitation sekitar 6 jam. See figure 2

  23. Fertile lifetimes untuk sperma adalah 24 s.d 48 jam, sedangkan ovum 12 s.d 24 jam • Dengan menambahkan lifetimes keduanya dan mengurangkan 6 jam capacitation period, didapat range range 30 s.d 66 jam untuk masa subur dan rata-ratanya sekitar 48 jam atau 2 hari. • Bentuk grafik masa subur mendekati persegi panjang • i. Sperm lifetimes = 24 – 48 • ii. Ovum lifetimes = 12 – 24 • iii.Sum of i and ii = 36 – 72 • iv.Capacitation = 6 • Fertile Period = 30 – 66

  24. Demographic evidence • Vollman (1953) menganalisis dengan sistem kalender, melalui pencatatan harian dari kejadian intercourse, dan didapat probabilita dari kehamilan sebelum dan sesudah hari ke 14 dari sikulus menstruasi (see figure 3.c)

  25. Barret and Marshall (1969), mengumpulkan data temperatur harian wanita di sekitar terjadinya ovulasi menurut perubahan temperatur

  26. 3. Spontaneous Intrauterine Mortality • A spontaneous abortion is a fetal death before the 28th week of gestation. After that date, the fetus become viable • Resiko kematian janin keseluruhan, setelah minggu ke empat puluh kehamilan adalah sekitar 20% • Mayoritas besar kematian terjadi pada awal awal kehamilan (8,1%)

  27. The risk of fetal mortality in the period from 4 to 8 weeks is slightly overestimated, because the data were recorded solely on the basis of a report of delayed menstruation • Sulit menentukan secara pasti apakah kematian janin yang terjadi pada minggu ke 5 dan ke 6, benar-benar telah terjadi kehamilan yang kemudian mengalami mati, kecuali tes kehamilan telah digunakan. • Angkanya bisa saja saja menjadi 17%

  28. Tingkat Kematian janin (Intrauterine mortality rates) secara substansi bervariasi menurut umur. Paling rendah pada usia 20-an awal, kemudian meningkat perlahan pada usia pertengahan 30 dan meningkat tajam sesudahnya • Wanita yang berumur 40 s.d 44 tahun mengalami kematian janin sekitar 2 kali dari rata-rata.

  29. 4. Prevalence of permanent sterility • Menopouse menandakan akhir dari masa reproduksi wanita • Pada negara maju, rata-rata wanita mengalami menopause pada usia 47 s.d 50 tahun, sedangkan negara berkembang 43,7 s.d 50,7 tahun • Sterility or infecundity is defined as the physiological incapacity to produce a live birth. • Meskipun seorang wanita pasti mengalami steril setelah menopause, namun steril bisa terjadi lebih awal

  30. Several Causes can be identified: 1. Sejumlah keadaan abnormal pada sistem reproduksi yang mengakibatkan tercegahnya seorang wanita sehat mengalami kehamilan 2. Insiden tinggi karena siklus tidak teratur dan anovulantory 3. Kenaikan yang cepat mortalitas embrio yang tidak terdeteksi di antara wanita yang berumur 40-an tahun 4. Prevalensi tinggi pada penyakit yang spesifik, utamanya ghonorrea and genital tuberculosis

  31. The Result of Data Analysis • Sekitar 3% pasangan di masyarakat Eropa adalah steril sejak periode awal reproduksi. • Dengan meningkatnya umur pasangan wanita, steril juga meningkat, naik perlahan hingga usia 30 akhir, dan drastis naik sesudahnya mencapai 100% pada usia 50.

  32. Mean Age at onset of Sterility • Rata-rata umur pada permulaan steril diestimasi pada umur 41,6 tahun (Henry, 1965), di bawah umur rata-rata menopause • Wanita yang steril, tidak dapat menjadi subur (fertile), namun wanita yang subur dapat menjadi tidak subur (infertil) meskipun periode yang singkat

  33. Akhir dari childbearing atau permulaan dari steril diukur dari rata-rata umur saat melahirkan terakhir • Berdasarkan tabel 8, rata-rata umur saat melahirkan terakhir berada pada 39 to 41 tahun • It can be varied by such factors as taboos againts intercourse at older ages, disease, and age misreporting

  34. PROPOSITIONS 1. Ada 4 proximate determinants of natural marital fertility a. The duration of postpartum infecundability b. The duration of the waiting time to conception c. The risk of spontaneous intrauterine mortality d. The incidine of permanent sterility

  35. PROPOSITIONS (2) 2. Durasi dan pola pemberian ASI adalah determinan utama dari durasi postpartum 3. Frequensi of intercourse adalah determinan mendasar dari fekundabilitas dan waktu menunggu hamil (conception wait) 4. Durasi dari masa subur (fertile period) di mana fertilisasi dapat terjadi pada pertengahan dari siklus adalah berkisar 2 hari

  36. PROPOSITIONS (3) 5. Hanya ½ (p4=0,5) dari semua ovum yang dibuahi dikuti oleh missed menstruation, sisanya gagal implant 6. Rata-rata umur seorang wanita pada kelahiran terakhirnya mendekati 40 tahun pada populasi dengan natural fertility 7. Variasi pada durasi postpartum amenorrhea adalah penyebab utama dari tingkat perbedaan natural marital fertility

  37. THANK YOU FOR YOUR ATTENTION

More Related