1 / 35

Tinjauan terhadap Beberapa Tindak Pidana dalam UU ITE

Tinjauan terhadap Beberapa Tindak Pidana dalam UU ITE. Supriyadi Widodo Eddyono Aktivis Aliansi Advokasi UU ITE Koord Legal ELSAM. Tindak Pidana. Pasal 27

dagan
Download Presentation

Tinjauan terhadap Beberapa Tindak Pidana dalam UU ITE

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. Tinjauan terhadap Beberapa Tindak Pidana dalam UU ITE Supriyadi Widodo Eddyono Aktivis Aliansi Advokasi UU ITE Koord Legal ELSAM

  2. Tindak Pidana Pasal 27 • (1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. • (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian. • (3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. • (4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.

  3. Tindak Pidana dalam Pasal 27 ini mengatur mengenai larangan • dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik terhadap 4 muatan atau substansi yakni : (1) muatan yang melanggar kesusilaan (2) muatan perjudian (3) muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dan (4) muatan pemerasan dan/atau pengancaman.

  4. Elemen umum • Secara umum elemen-elemen kejahatan dalam Pasal ini ialah: • setiap orang • dengan sengaja dan tanpa hak • mendistribusikan • dan/atau mentransmisikan • dan/atau membuat dapat diaksesnya • Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik

  5. Elemen kejahatan yang lebih khusus • muatan yang melanggar kesusilaan(ayat 1) • muatan perjudian (ayat 2) • muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik (ayat 3) • muatan pemerasan dan/atau pengancaman. (ayat 4)

  6. Rumusan tindak pidana yang diatur dalam Pasal ini adalah tindak pidana formal yang tidak memerlukan implikasi, jadi walaupun tidak jelas ada kerugian yang diderita atau mengakibatkan hal-hal tertentu maka akan dapat di kenai oleh pasal ini

  7. Struktur pengaturan dalam pasal ini juga menunjukkan bahwa walaupun hanya satu ayat yang dilanggar maka setiap orang dapat di pidana berdasarkan pasal ini (lihat tabel 1). Disamping itu tidak perlu semua unsur cara dibuktikan (mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya) sehingga walaupun jika salah satu cara saja (alternatif) dilakukan untuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki salah satu muatan tersebut maka telah dianggap sempurnalah dan terpenuhinya kejahatan yang larang oleh pasal 27 ini

  8. Elemen Umum

  9. Dengan Sengaja • kesengajaan adalah sikap batin seseorang yang menghendaki sesuatu dan mengetahui sesuatu. • menekankan pada sikap batin kehendak. Teori ini yang kemudian disebut dengan ajaran atau teori kehendak (wilstheorie) • Kedua, menekankan pada sikap batin pengetahuan atau mengenai apa yang diketahui disebut dengan teori pengetahuanadalah teori yang dikembangkan oleh Von Listz (Jerman) dan Van Hamel (Belanda)

  10. Tanpa Hak • “tanpa hak” tidak dijelaskan lebih lanjut oleh UU, mungkin maksudnya adalah bahwa pelaku atau orang yang melakukan cara-cara seperti mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi, bukanlah orang yang berhak atau berwenang telah ditentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan. • Pengertian “tanpa hak” ini akan memberikan konsekuensi-konsekkuensi yang besar. Apalagi jika ditafsirkan secara sempit seperti diatas maka akan banyak orang yang bisa dikenai oleh UU ini. Misalnya apakah seorang jurnalis yang secara sengaja memenuhi elemen ayat 3 pasal ini untuk kepentingan pemberitaan bisa dianggap tanpa hak

  11. Mendistribusikan & Mentranmisikan • Pengertian “mendistribusikan” tidak dijelaskan dalam UU, mungkin maksud perumusnya adalah membuat sesuatu dapat sehaingga dapat terdistribusi. Mengenai terminologi distribusi sendiri mungkin sama dengan menyebarkan. • Pengertian ”Mentranmisikan” juga tidak dijelaskan dalam UU

  12. Akses • Sedangkan pengertian ”Akses” adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan

  13. Informasi Elektronik • Pengertian Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya

  14. dokumen elektonik • pengertian dokumen elektonik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI),surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda,angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya

  15. Pengertian yang Minim • Pengertian-pengertian kunci untuk memahami elemen-elemen tindak pidana tersebut sebagian memang ada dijelaskan dalam UU ITE namun dan lainnya justru tidak dijelaskan dan akan mengacu pada doktrin hukum pidana yang ada. • Misalnya pengertian mengenai mentransmisikan, UU ITE memberikan pengertian sama sekali. Sedangkan Untuk pengertian dokumen elektronik dan informasi elektronik justru disamakan dalam UU ini

  16. Penghinaan dan Pencemaran Nama Baik

  17. Penghinaan dan Pencemaran Nama Baik • UU hanya menyatakan: yang memiliki muatan penghinaan dan pencemaran nama baik. • Tidak ada penjelasan lebih jauh mengenai terminologi ini • Oleh karena itu kemungkinan besar penjelasan akan mengambil dari KUHP atau doktrin hukum yanhg relevan

  18. Dalam KUHP • Dalam KUHP ada penggolongan terhadap kejahatan terhadap reputasi ini. Apabila dihubungkan dengan objeknya maka terhadap kejahatan reputasi ini dapat digolongkan ke dalam dua bagian, yaitu perlindungan terhadap pejabat negara atau pegawai negeri dan perlindungan terhadap individu. • Apabila dihubungkan dengan jenisnya maka penghinaan dapat digolongkan ke dalam 5 jenis yaitu menista, fitnah, penghinaan ringan, pengaduan fitnah, dan persangkaan palsu. • Pada konteks Indonesia setidaknya ada 3 unsur terpenting dalam melihat penghinaan yaitu: • Unsur kesengajaan • Unsur menyerang kehormatan dan nama baik • Unsur di muka umum

  19. Dalam UU ITE, penghinaan tidak lagi dibedakan berdasarkan objek dan juga berdasarkan jenisnya, namun disatukan dalam satu tindak pidana dikumpulkan dalam Pasal 27 ayat (3)

  20. Pada konteks Indonesia • Pada konteks Indonesia setidaknya ada 3 unsur terpenting dalam melihat penghinaan yaitu: • Unsur kesengajaan • Unsur menyerang kehormatan dan nama baik • Unsur di muka umum

  21. Unsur kesengajaan • menarik untuk disimak pendapat Mahkamah Agung dalam tindak pidana reputasi ini berdasarkan Putusan No 37 K/Kr/1957 tertanggal 21 Desember 1957 yang menyatakan bahwa ”tidak diperlukan adanya animus injuriandi (niat kesengajaan untuk menghina)” • Menurut Satrio unsur kesengajaan bisa ditafsirkan dari perbuatan atau sikap yang dianggap sebagai perwujudan dari adanya kehendak untuk menghina in case penyebarluasan dari pernyataan yang menyerang nama baik dan kehormatan orang lain. • Hal yang menarik dari unsur kesengajaan ini adalah tindakan mengirimkan surat kepada instansi resmi yang isinya menyerang nama baik dan kehormatan orang lain sudah diterima sebagai bukti adanya unsur kesengajaan untuk menghina.

  22. Unsur menyerang kehormatan/nama baik • Tindak pidana penghinaan pada dasarnya merupakan suatu tindakan, pernyataan, atau sikap yang secara sengaja dilakukan untuk menyerang reputasi atau kehormatan orang lain.Kehormatan sendiri terdapat beberapa tafsir tersendiri, apabila kehormatan ditafsirkan sebagai harga atau martabat manusia yang disandarkan kepada tata – susila, maka tidak dapat dikatakan kehormatan seseorang itu tidak dapat dilanggar oleh orang lain, karena di dalam hal itu orang itu sendirilah yang dapat merendahkan kehormatannya, yaitu apabila ia melakukan sesuatu perbuatan yang tidak patut atau yang tidak senonoh

  23. Unsur di muka umum • Menyerang kehormatan dan nama baik dalam konstruksi KUHP hanya bisa dilakukan bila pernyataan tersebut diucapkan di hadapan pihak ketiga, oleh karena itu adanya 1 orang saja disampaing orang yang nama baiknya terlanggar sudah cukup, sebab kehadiran 1 orang lain saja sudah cukup untuk membuat orang malu

  24. Jika dibandingkan kontruksi penghinaan dalam KUHP dengan UU ITE maka hanya dapat diketemukan kesamaan di dua unsur yaitu unsur kesengajaan dan juga unsur menyerang kehormatan/nama baik. Sementara Pasal 310 KUHP menuntut bahwa tindakan tersebut harus dilakukan dimuka umum akan tetapi dalam konstruksi Pasal 27 ayat (3) maka konstruksinya adalah ”mendistribusikan, mentransmisikan, membuat dapat diaksesnya Informasi dan/atau Dokumen Elektronik” sehingga tidak diperlukan adanya unsur di muka umum

  25. Pasal melanggar kesusilaan

  26. UU hanya menyatakan: yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. • Tidak ada penjelasan lebih jauh mengenai terminologi ini • Oleh karena itu kemungkinan besar penjelasan akan mengambil dari KUHP atau doktrin hukum yanhg relevan

  27. Kesusilaan dalam konstruksi pidana dapat ditemukan beberapa definisi diantaranya, menurut Soesilo kesusilaan adalah perasaan malu yang berhubungan dengan nafsu kelamin. Sementara menurut Prof. Mr. Roeslan Saleh pengertian kesusilaan hendaknya tidak dibatasi pada pengertian kesusilaan dalam bidang seksual, tetapi juga meliputi hal-hal lain yang termasuk dalam penguasaan norma-norma kepatutan bertingkah laku dalam pergaulan masyarakat.

  28. Tindak pidana kesusilaan (Kejahatan) • Pelanggaran kesusilaan di muka umum dan yang terkait dengan benda dan sebagainya yang bersifat porno (Pasal 281 – 283 KUHP) • Zinah dan sebagainya yang berhubungan dengan perbuatan cabul dan hubungan seksual (Pasal 284 – 296 KUHP) • Perdagangan perempuan dan anak laki-laki di bawah umur (Pasal 297 KUHP) • Pengobatan untuk menggugurkan kehamilan (Pasal 299 KUHP) • Terkait dengan minuman memabukkan (Pasal 300 KUHP) • Menyerahkan anak untuk mengemis dan sebagainya (Pasal 301 KUHP) • Penganiayaan terhadap hewan (Pasal 302 KUHP) • Perjudian (Pasal 303 dan Pasal 303 bis)

  29. Pelanggaran Kesusilaan (Pasal 532 – 547 KUHP) • Mengungkapkan/mempertunjukkan sesuatu yang bersifat porno (Pasal 532 – 535 KUHP) • Yang terkait dengan mabuk dan minuman keras (Pasal 536 – 539 KUHP) • Yang terkait dengan perlakuan tidak susila terhadap hewan (Pasal 540, 541, dan 544 KUHP) • Meramal nasib atau mimpi (Pasal 545 KUHP) • Menjual dan sebagainya jimat – jimat, benda berkekuatan gaib atau memberi pelajaran ilmu kesaktian (Pasal 546 KUHP) • Memakai jimat sebagai saksi di persidangan (Pasal 547 KUHP)

  30. Untuk itu, KUHP tidak memberikan definisi secara baku tentang apa yang disebut melanggar kesusilaan, akan tetapi para perumus KUHP pada waktu penyusunannya KUHP dengan sengaja menyerahkan keleluasaan kepada hakim untuk mengisi dan memberikan pengertian tentang apa yang dimaksud melanggar kesusilaan. • Hal ini harus dipandang Hakim harus melakukan interpretasi secara sosiologis untuk menetapkan pengertian tentang melanggar kesusilaan tidak hanya berdasarkan pandangan Hakim secara pribadi akan tetapi pandangan tentang apa yang dirasakan masyarakat menurut tempat dan waktu. Sehingga akan berakibat bahwa definisi melanggar kesusilaan akan dapat berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya dan dari satu waktu ke waktu yang lain

  31. UU ITE telah bergerak jauh dari pendulum KUHP yang mensyaratkan dua unsur utama dalam tindak pidana kesusilaan yaitu (1) unsur dengan sengaja merusak kesopanan di muka umum dan (2) unsur dengan sengaja merusak kesopanan di muka orang lain yang hadir di situ tanpa kemauannya sendiri. Tindak pidana kesusilaan dalam UU ITE secara tegas tidak mensyaratkan bahwa tindakan merusak kesopanan (kesusilaan) itu haruslah dilakukan dimuka umum • Karena digantikan dengan elemen mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik

  32. Catatan Umum

  33. Multi Interpretasi • Menimbulkan banyak penafsiran, selain tidak dirumuskan secara akurat (tidak sesuai dengan lex certa), pasal-pasal tersebut berpotensi untuk ditafsirkan secara dominan oleh pihak-pihak yang berkepentingan (negara maupun kelompok tertentu) • ketidakpastian hukum (rechtsonzekerheid) karena amat rentan terhadap penafsiran yang luas, apakah suatu protes, pernyataan pendapat atau pikiran merupakan kritik atau penghinaan

  34. overcriminalization • Bahaya “overcriminalization” di dalam UU ITE sangat kentara, hampir semua perbuatan yang tak patut (baik dari segi agama, moral atau etika) atau tidak disukai dikualifisir sebagai kejahatan. • Terjadi kriminalisasi besar-besaran di dalam UU ini, sehingga kita tidak bisa membedakan lagi mana yang merupakan pelanggaran terhadap adab kesopanan, dosa, dan mana yang merupakan delik! • Kriminalisasi besar-besaran ini pada gilirannya akan mengarah kepada apa yang disebut “the misuse of criminal sanction”. Hukum pidana tidak lagi dilihat sebagai “ultimatum remedium”, tetapi difungsikan terutama sebagai instrumen “penekan” atau “pembalasan”. Hukum pidana dianggap sebagai ‘panacea’ untuk menjawab semua penyakit masyarakat.

  35. HAM • Sangat berpotensi untuk menghambat hak atas kebebasan menyatakan pikiran dengan lisan, tulisan dan ekspresi. • Lihat beberapa kasus yang muncul

More Related