1 / 90

Bahan Kuliah

Bahan Kuliah. Hukum Acara perdata FISIP UI Oktober 2011. Created by dhoni.yusra@indonusa.ac.id Modified by : Heru Susetyo hsusetyo@ui.ac.id. Pidana atau Perdata ?. Pidana atau Perdata ?. Pidana atau Perdata ?. Pendahuluan Pengertian Hukum Acara Perdata.

blaze
Download Presentation

Bahan Kuliah

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. Bahan Kuliah Hukum Acara perdata FISIP UI Oktober 2011 Created by dhoni.yusra@indonusa.ac.id Modified by : HeruSusetyo hsusetyo@ui.ac.id

  2. PidanaatauPerdata?

  3. PidanaatauPerdata?

  4. PidanaatauPerdata?

  5. PendahuluanPengertian Hukum Acara Perdata Hukum Acara Perdata adalah Hukum Perdata Formil, yaitu kaidah hukum yang menentukan dan mengatur cara bagaimana hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata sebagimana yang diatur dalam hukum perdata materil (Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeriepkartaprawira, hal 1)

  6. Hukum Acara Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap pihak orang lain di muka pengadilan itu harus bertindak untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata (Wirjono Prodjodikoro)

  7. Pengertian Hukum Acara Perdata (sambungan) Kaidah hukum yang mengatur cara dan prosedur hukum dalam mengajukan, memeriksa, memutuskan, dan melaksanakan putusan tentang tuntutan hak dan kewajiban tertentu sehingga menjamin tegaknya hukum perdata materiil melalui lembaga peradilan.

  8. Sifat / Karakteristik Hukum Acara Perdata Dalam Hukum acara perdata, orang yang merasa haknya dilanggar disebut sebagai Penggugat, sedangkan orang yang ditarik ke muka pengadilan karena dirasa telah melanggar hak penggugat disebut sebagai tergugat. Turut tergugat dipergunakan bagi orang-orang yang tidak menguasai barang sengketa atau tidak berkewajiban untuk melakukan sesuatu, namun demi lengkapnya suatu gugatan, mereka harus diikutsertakan

  9. Sifat Hukum Acara Perdata Inisiatif ada tidak ada perkara ada pada orang/ beberapa orang yang merasa haknya dilanggar (penggugat/ para penggugat) Berbeda dengan Hukum Acara Pidana yang tidak tergantung ada/ tidak adanya inisiatif Ada Hukum acara pidana yang mirip dengan Hukum acara perdata, yaitu Tindak Pidana Aduan

  10. Tahapan Hukum Acara Perdata (menurut Sudikno Mertokusumo) Tahap Pendahuluan : tahap persiapan menuju tahap penentuan dan pelaksanaan, yaitu ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan seperti membuat gugatan,mendaftarkan gugatan, membayar biaya perkara dll. Tahap Penentuan : Tahap pemeriksaan peristiwa, pembuktian dan penjatuhan putusan. Tahap Pelaksanaan : Tahap dilakukannya tindakan pelaksanaan putusan (eksekusi) yang telah dijatuhkan oleh hakim.

  11. Sifat Hukum Acara Perdata Pencabutan gugatan oleh penggugat/ para penggugat tidak dapat dilakukan sesuka hati, Pencabutan gugatan dapat dilakukan apabila tergugat menyetujui pencabutan gugatan, namun kadangkala persetujuan itu tidak dipenuhi, bahkan malah menggugat balik (rekonpensi)

  12. Hukum Acara Perdata Positif Hukum acara perdata nasional hingga saat ini belum diatur dalam undang-undang, sampai saat ini ketentuan yang masih dipakai sebagai rujukan adalah het Herziene Indonesich Reglement (HIR) yang dulu diberlakukan untuk wilayah Jawa-Madura, sedangkan diluar itu berlaku RechtsReglement Buitengewestem (RBg) Sejarah Hukum Acara Perdata/ terbentuknya HIR dapat dibaca pada buku Retnowulan Sutantio

  13. Sumber Hukum Acara Perdata (Hukum Positif) Berdasarkan Pasal 5 Ayat 1 dan Pasal 6 UU No. 1 Drt Tahun 1951 Tentang Tindakan-tindakan sementara untuk menyelenggarakan Kesatuan Susunan Kekuasaan dan Acara Pengadilan Sipil HIR, Het Herziene Indonesisch Reglement (Bab IX, 7 Bagian) RBg (Reglemen Buitengewesten, S. 1927 Nomor 227) RV (Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering) disebut juga Hukum Acara Perdata untuk Gol. Eropa, namun menurut Prof. Soepomo, sudah tidak berlaku sejak Raad van Justitie dan Residentiegerecht dihapus. RO (Reglement op de Rechterlijke Organisatie in Het Beleid der Justitie in Indonesie) Undang-undang yang telah dikodifikasi (KUHPerdata dan KUHDagang) Undang-undang yang belum dikodifikasi ( UU No. 20 Tahun 1947, tentang acara banding, UU No. 14 Tahun 1970 Jo UU No. 35 Tahun 1999 Jo UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.dll Yurisprudensi Perjanjian Internasional Doktrin

  14. Asas-asas Hukum Acara Perdata Hakim Bersifat Menunggu (iudex no procedat ex officio) diatur dalam Pasal 118 HIR dan 142 RBg, artinya bila tidak tuntutan dari pihak, maka tidak ada hakim (Wo Kein klager ist, ist kein rechter ; nemo judex sine actor) Ada konsekuensi bagi seorang hakim, yaitu harus mengadili semua perkara, karena hakim dianggap tahu semua (ius curia novit)

  15. Asas-asas Hukum Acara Perdata (sambungan) Hakim Bersifat Pasif (Lijdelijkeheid van Rechter), artinya hakim hanya bertitik tolak pada peristiwa yang diajukan oleh para pihak saja (secundum allegat iudicare) Peradilan Terbuka untuk umum (Openbaarheid van rechtspraak), konsekuensi yang terjadi apabila asas ini tidak dilaksanakan adalah putusan dapat menjadi tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum. Hakim mengadili kedua belah pihak (Horen van beide partijen)

  16. Asas-asas Hukum Acara Perdata (sambungan) Pemeriksaan dalam dua tingkat (Onderzoek in twee instanties), hanya PN dan PT judex factie dilaksanakan Pengawasan Putusan Pengadilan melalui Kasasi (Toezicht op de rechtspraak door van cassatie) Mahkamah Agung adalah Puncak Peradilan di Indonesia (Pasal 10 Ayat 2 UU No. 14 Tahun 1970 jo Pasal 2 UU No. 4 tahun 2004)

  17. Asas-asas Hukum Acara Perdata (sambungan) Putusan Hakim harus disertai alasan (Pasal 23 UU No. 14 tahun 1970 jo Pasal 25 UU No. 4 Tahun 2004, Pasal 184 Ayat 1 , dan 319 HIR) Berperkara dikenakan biaya (Niet-kosteloze rechtspraak) Pasal 4, 5 UU No. 14 Tahun 1970 jo Pasal 4 dan Pasal 5 UU No. 4 Tahun 2004)

  18. Asas-asas Hukum Acara Perdata (sambungan) Tidak ada keharusan mewakilkan dalam Beracara Majelis hakim di Persidangan (Pasal 15 UU No. 14 Tahun 1970 jo Pasal 17 UU NO. 4 Tahun 2004) Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 4 UU No. 14 Tahun 1970 jo Pasal 4 UU No. 4 Tahun 2004)

  19. Asas-asas Hukum Acara Perdata (sambungan) Proses Peradilan Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan Pasal 4 Ayat 2 UU No. 4 Tahun 2004 Hak menguji Materiil UU hanya ada pada MK dan dibawah UU oleh MA (Pasal 11, 12 UU No. 4 Tahun 2004) Asas Obyektifitas, Pasal 5 UU No. 4 Tahun 2004

  20. Perihal Kekuasaan Mutlak dan Kekuasaan relatif Kewenangan Mutlak/ absolute compententie menyangkut pembagian kekuasaan antar badan-badan peradilan, berdasarkan macamnya pengadilan yang memberikan kekuasaan untuk mengadili Kewenangan Relatif/ relative compententie mengatur pembagian kekuasaan mengadili antara pengadilan yang serupa Asas yang berlaku dalam kewenangan relatif adalah Actor sequitur forum rei

  21. Lingkup Peradilan Macam-Macam Pengadilan Di samping Pengadilan Sipil seperti tersebut diatas lazimnya disebut Pengadilan Umum di Indonesia terdapat pula : Pengadilan Militer yang hanya berwenang untuk mengadili perkara yang terdakwanya berstatus anggota ABRI. Pengadilan Agama yang kewenangannya mengadili perkara-perkara perdata yang kedua pihaknya baragama Islam dan menurut hukum yang dikuasai Hukum Islam. Pengadilan Administrasi yang termasuk wewenang Pengadilan Administrasi adalah perkara yang tergugatnya pemerintah dan penggugatnya perorangan pemerintah itu digugat dengan alsan kesalahan dalam menjalankan administrasi.

  22. Lingkup Peradilan (sambungan) Susunan Badan-Badan Pengadilan Umum • Di Indonesia kita kenal susunan Pengadilan dalam : • Pengadilan Negeri sebagai pengadilan tingkat pertama yang berwenang mengadili semua perkara baik perdata maupun pidana. • Pengadilan Tinggi atau Pengadilan tingkat banding yang juga merupakan Pengadilan tingkat kedua. dinamakan Pengadilan tingkat kedua karena cara pemeriksaannya sama seperti pemeriksaan di Pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Tinggi). • Mahkamah Agung yang merupakan Pengadilan tingkat akhir dan bukan Pengadilan tingkat ketiga. Mahkamah Agung memeriksa perkara-perkara yang dimintakan Kasasi, karena tidak puas dengan dengan putusan banding dari Pengadilan Tinggi. Pada tingkat kasasi yang diperiksa adalah penerapan hukumnya saja.

  23. Lingkup Peradilan (sambungan) Kewenangan Pengadilan • Mengenai kewenangan mengadili dapat dibagi menjadi dua dalam Kekuasaan Kehakiman, yaitu Kekuasaan Kehakiman atribusi (atributie van rechtsmacht) dan Kekuasaan Kehakiman distribusi (distributie van rechtsmacht), bahwa : • Kekuasaan Kehakiman Atribusi disebut juga kewenangan mutlak atau kompetensi absolute. Kewenangan Mutlak atau Kompetensi absolute adalah kewenangan badan pengadilan di dalam memeriksa jenis perkara tertentu dan secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan pengadilan lain, misalnya Pengadilan Negeri pada umumnya berwenang memeriksa jenis perkara tertentu yang diajukan dan bukan Pengadilan Tinggi atau Pengadilan Agama biasanya kompentensi absolute ini tergantung pada isi gugatan dan nilai daripada gugatan (lihat Pasal 6 UU No. 29 Tahun 1947). • Kekuasaan Kehakiman Distribusi disebut juga kewenangan nisbi atau kompetensi relative . Kewenangan nisbi atau Kompetensi relative adalah bahwa Pengadilan Negeri di tempat tinggal (domisili) yang berwenang memeriksa gugatan atau tuntutan hak. jadi gugatan harus diajukan kepada Pengadilan Negeri tempat tergugat tinggal. apabila tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya atau tempat tinggalnya yang nyata tidak dikenali, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Negeri di tempat tinggal tergugat sebenarnya. • Dikenali, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Negeri di tempat tinggal tergugat sebenarnya ( Pasal 18 HIR, Pasal 141 Ayat 1 Rbg)

  24. Lingkup Peradilan (sambungan) Tempat Kedudukan Pengadilan Tempat kedudukan Pengadilan Negeri pada prinsipnya berada di tiap Kabupaten, namun di luar Pulau Jawa masih terdapat banyak Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi lebih dari satu Kabupaten. Kedudukan Pengadilan Negeri ada sebuah Kejaksaan Negeri dan disamping tiap Pengadilan Tinggi ada Kejaksaan Tinggi. Khusus di Ibukota Jakarta ada 5 instansi Pengadilan Negeri yakni di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Utara demikan pula dengan Kejaksaannya Negerinya.

  25. Lingkup Peradilan (sambungan) Susunan Pejabat Pada Suatu Pengadilan Di tiap pengadilan terdapat beberapa hakim. diantaranya menjabat sebagai ketua pengadilan dan wakil ketua. Para hakim bertugas untuk memeriksa dan mengadili perkara di persidangan. disamping itu ada panitera yang bertugas memimpin bagian administrasi atau tata usaha dibantu oleh wakil panitera, beberapa panitera pengganti dan karyawan-karyawan lainnya. tugas dari pada panitera ialah menyelenggarakan administrasi perkara serta mengikuti semua sidang serta musyawarah-musyawarah pengadilan dengan mencatat secara teliti semua hal yang dibicarakan (Pasal 58,59 UU no. 2 Tahun 1986, Pasal 63 RO). ia harus membuat Berita Acara (proses verbal) sidang pemeriksaan dan menandatanganinya bersama-sama dengan ketua sidang (Pasal 186 HIR, Pasal 197 Rbg). karena ia tidak mungkin mengikuti semua sidang-sidang pemeriksaan perkara, maka di dalam praktik, tugas tersebut dilakukan oleh panitera pengganti. Di samping hakim dan panitera masih ada petugas yang dinamakan jurusita (deurwaarder) dan jurusita pengganti (Pasal 38 UU No.21 Tahun 1986). adapun tugas dari pada jurusita dalai melaksanakan perintah dari ketua sidang dan menyampaikan pengumuman-pengumuman, teguran-teguran, pemberitahuan putusan pengadilan, panggilan-panggilan resmi para Tergugat dan Penggugat dalam perkara perdata dan para saksi, dan juga melakukan penyitaan-penyitaan atas perintah hakim.

  26. Cara Mengajukan GugatanPengertian Permohonan dan Gugatan Perbedaan Gugatan dengan Permohonan ada pada ada atau tidak adanya konflik. Tuntutan dalam hal ini adalah tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan hukum yang diberikan lembaga peradilan untuk mencegah pemaksaan kehendak pihak lain atau main hakim sendiri (eigenrichting) Dalam gugatan syarat utama adalah adanya orang/ sekelompok orang yang merasa haknya dilanggar, dan orang yang dirasa melanggar hak tersebut tidak mau secara sukarela melakukan sesuatu yang diminta itu Dalam Perkara permohonan tidak ada sengketa, permohonan yang umunya diajukan adalah pengangkatan anak, wali, pengampu

  27. Pengajuan Gugatan,Tempat Tinggal, dan domisili Pengajuan gugatan diajukan di tempat tinggal tergugat (Pasal 118 Ayat 1 HIR) Tempat tinggal adalah tempat dimana seorang menempatkan pusat kediamannya (Pasal 17 KUHPerd) atau dengan kata lain dimana seorang berdiam dan tercatat sebagai penduduk Domisili/ kediaman adalah tempat seseorang berdiam

  28. Pihak-Pihak yang berperkara, perwakilan orang, badan hukum, dan negara Setiap orang boleh berpekara di depan pengadilan, namun ada pengecualiannya yaitu orang sakit ingatan, belum dewasa. Bila badan hukum, maka orang yang mewakili adalah wenang mewakili badan hukum, itu dapat dilihat di ADRT Surat kuasa yang dipakai adalah surat kuasa khusus

  29. JAWABAN TERGUGAT • Eksepsi, Bentuk jawaban dalam eksepsi ialah suatu tangkisan bahwa syarat-syarat prosessuil gugatan tidak benar atau eksepsi berdasarkan ketentuan materiil (eksepsi dilatoir dan eksepsi paremptoir), sehingga gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). Dasar-dasar daripada eksepsi antara lain sebagai berikut : • Gugatan diajukan kepada pengadilan yang tidak berwenang • Gugatan salah alamat (tergugat tak ada hubungan hukum) • Penggugat tak berkualitas (penggugat tidak mempunyai hubungan hukum) • Tergugat tidak lengkap • Penggugat telah memberi penundaan pembayaran (eksepsi)

  30. JAWABAN TERGUGAT (sambungan) • Dalam Pokok Perkara Jawaban dalam pokok perkara ini merupakan bantahan terhadap dalil-dalil atau fundamentum petendi yang diajukan penggugat. • Misalnya : A (Penggugat) menuntut B (Tergugat) agar meninggalkan tanah yang dikerjakan B dengan dalih : • Tanah tersebut adalah milik A sebagai ahli waris bapaknya C pemilik tanah asal yang sudah meninggal dunia. • Adanya petok D dan letter C yang masih atas nama C. • A tidak pernah melihat atau mengetahui adanya transaksi antara B dan C atas tanah tersebut. • Dalam contoh tersebut, B dapat membantah dalih A dengan alasan : • A diragukan sebagai ahli waris karena tidak fatwa waris. • Petok D dan letter C bukan bukti kepemilikan. • B mempunyai akte jual beli. • Berdasarkan bantahan atau tangkisan tersebut B dapat meminta kepada hakim agar gugatan ditolak

  31. JAWABAN TERGUGAT (sambungan) • Permohonan atau Petitum: • Sifat permohonan sudah barang tentu harus menguntungkan tergugat sendiri, misalnya : • Primair : • Agar gugatan ditolak secara keseluruhan • Agar hakim menerima sluruh jawaban tergugat • Subsidair : • Apabila hakim berpendapat lain, maka tergugat mohon agar hakim memberikan putusan seadil-adilnya • Jawaban tergugat pada prinsipnya menolak gugatan penggugat dengan jalan menangkis dan membantah apa yang didalihkan oleh penggugat. Untuk itu tergugat harus jeli, menguasai permasalahan serta hukum-hukum yang terkait. semua jawaban juga cukup beralasan artinya berdasarkan peristiwa yang didukung oleh hukum.

  32. Pemeriksaan dalam persidangan Wajibnya hakim untuk mengupayakan perdamaian dalam persidangan sesuai dengan Pasal 130 Ayat 1 HIR Perdamaian dalam persidangan, memiliki kekuatan hukum yang pasti

  33. Pemeriksaan dalam persidanganJawaban, gugat-ginugat, dan eksepsi Jawaban diajukan setelah upaya perdamaian, tidak berhasil. Jawaban pada dasarnya dapat dilakukan secara lisan. Jawaban tergugat akan ditanggapi oleh penggugat dalam replik Tanggapan atas replik dijawab tergugat dalam duplik Setelah itu apabila dikehendaki, maka para pihak dapat membuat kesimpulan sebelum memohon putusan dengan penawaran bukti

  34. Pemeriksaan dalam persidanganJawaban, gugat-ginugat, dan eksepsi • Jawab tergugat dapat dikategorikan 2 macam : • Jawaban tidak langsung mengenai pokok perkara atau disebut sebagi tangkisan/ eksepsi • Jawaban mengenai pokok perkara • Eksepsi yang dikenal HIR adalah berkenaan dengan tidak berkuasanya hakim dalam mengadili apakah itu kekuasan absolut atau relatif • Eksepsi ini berkenaan dengan hukum acara/ prosesuil

  35. Pemeriksaan dalam persidanganJawaban, gugat-ginugat, dan eksepsi • Eksepsi berdasarkan hukum materil ada 2 macam: • Eksepsi dilatoir, eksepsi yang menyatakan gugatan penggugat belum dapat dikabulkan, misalnya karena penundaan pembayaran • Eksepsi peremptoir, eksepsi yang menghalangi dikabulkannya gugatan, misalnya gugatan yang diajukan daluarsa • Pengajuan eksepsi, umumnya dilakukan pada awal persidangan, yaitu sebelum tergugat mengajukan jawaban • Terlambat memberikan eksepsi, mengakibatkan sia-sia

  36. Pemeriksaan dalam persidanganJawaban, gugat-ginugat, dan eksepsi Jawaban tergugat hendaknya singkat, padat, dan pada pokok persoalan dengan mengemukakan alasan-alasan yang berdasar Gugat balik/ gugat dalam rekonpensi adalah hak dari tergugat Gugat balasan diajukan bersama-sama dengan jawaban atas gugatan

  37. Pemeriksaan dalam persidanganJawaban, gugat-ginugat, dan eksepsi • Gugat balasan dapat diajukan dalam setiap perkara kecuali seperti yang diatur dalam pasal 132 a HIR, yaitu : • Jika penggugat dalam gugat asal mengenai sifat, sedangkan gugat balasan mengenai dirinya sendiri dan sebaliknya • Jika PN kepada siapa gugat asal itu dimasukkan, tidak berhak, oleh karenanya berhubung dengan pokok perselisihan, memeriksa gugat balasan • Dalam perkara perselisihan tentang menjalankan putusan • Jika dalam pemeriksaan tingkat pertama tidak dimasukkan gugat balasan, maka dalam tingkat banding tidak ole memajukan gugat balasan

  38. Pemeriksaan dalam persidanganJawaban, gugat-ginugat, dan eksepsi • Manfaat gugat balasan : • Menghemat ongkos perkara • Mempermudah pemeriksaan • Mempercepat penyelesaian sengketa • Menghindarkan putusan yang saling bertentangan • Diperkenankan untuk menambah atau mengurangi gugatan selama tidak merugikan • Perubahan tuntutan tidak bertentangan dengan azas-azas hukum perdata, selama tidak merubah/ menyimpang dari kejadian materil • Perubahan dan penambahan gugatan diperkenankan kepada pihak tergugat

  39. Pemeriksaan dalam persidanganJawaban, gugat-ginugat, dan eksepsi • Perubahan gugatan dilarang apabila berdasar atas keadaan hukum yang sama dimohon suatu pelaksanaan hak yang baru sehingga dengan demikian memohon putusan hakim tentang suatu hubungan hukum antara kedua-belah pihak yang lain dari yang semula, contoh : • Mohon ganti rugi atas dasar ingkar janji, kemudian dirubah menjadi tergugat harus memenuhi janji • Semula dasar gugatan perceraian adalah perzinahan, kemudian dirubah menjadi keretakan rumah tangga yang tidak dapat diperbaiki

  40. Pemeriksaan dalam persidanganJawaban, gugat-ginugat, dan eksepsi Penambahan gugatan diperboleh selama tidak merugikan pihak tergugat, seperti semula tidak semua ahli waris diikutsertakan, kemudian ditambah menjadi turut tergugat atau permohonan sita jaminan tetapi lupa memohon menyatakan sah dan berharganya sita jaminan tersebut. Perubahan atau penambahan gugatan yang diajukan setelah jawaban, harus mendapat persetujuan dari pihak tergugat Pengurangan gugatan selalu akan diterima dan senantiasa diperkenankan

  41. Pembuktian Adalah tugas hakim untuk menyelidiki adanya suatu hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan, sehingga hubungan hukum itu harus dapat dibuktikan jika salah satu pihak (khususnya penggugat) menginginkan kemenangan. Tidak semua dalil dapat dibuktikan atau perlu dibuktikan, misalnya hal-hal yang diakui / tidak disangkal oleh Tergugat, tidak perlu lagi dibuktikan, atau hal-hal yang sudah diketahui umum (facta notoir) Hukum Pembuktian adalah suatu rangkaian peraturan tata tertib yang harus diindahkan dalam melangsungkan pencarian kebenaran dan keadilan di hadapan hakim.

  42. Pembuktian Kebenaran atas suatu fakta adalah hal yang harus dibuktikan oleh hakim. Kebenaran yang dicari adalah kebenaran formil Menurut ajaran individualiserings-theorie, bahwa penggugat dapat diterima gugatannya bila ia mampu mendalilkan hal-hal yang pokok, dan pihak tergugat dapat mengerti apa yang dimaksudkan dalam tuntutan penggugat. Sedangkan menurut ajaran subtansierings-theorie meminta penjelasan riwayat secara rinci tentang apa yang menjadi dasar gugatan dan apa yang dijadikan tuntutan berdasarkan fakta yang dikemukakan.

  43. Pembuktian Para pihak yang berperkara diwajibkan untuk membuktikan tentang duduk perkara Oleh karenanya mereka harus mengajukan alat-alat bukti dan sekaligus membuktikan kebenaran alat bukti yang kemudian oleh Hakim dicari kebenarannya dan dikonstantir peristiwa tersebut. Upaya hakim untuk memeriksa kebenaran dari bukti-bukti tersebut, hakim berkonsultasi kepada ahli-ahli hukum tertentu untuk menambah wacana keilmuan dan pemahaman tentang hukum.

  44. Pembuktian Hakim terikat oleh alat bukti dalam suatu proses pembuktian, namun demikian hakim juga diberi kebebasan untuk menilai alat bukti dan pembuktian tersebut (Pasal 172 HIR, 309 RBg, dan 1908 KUHPerd) Hakim melakukan penilaian terhadap bukti, dan dapat dikatakan pembuktian merupakanpenilaian terhadap kenyataan yang ada (judex factie) Suatu Bukti dikatakan sempurna jika bukti yang diajukan tersebut dinilai hakim telah memadai untuk memberikan kepastian tentang peristiwa yang disengketakan

  45. Pembuktian • 3 Teori yang lazim digunakan untuk menentukan keterikatan hakim dan para pihak, yaitu : • Teori pembuktian bebas, yaitu memberikan kebebasan pada hakim, tanpa ada ketentuan-ketentuan tertentu yang mengikat hakim, dan itu tergantung terhadap banyakanya alat bukti yang diserahkan oleh hakim dalam persidangan • Teori Pembuktian Negatif, ini memberikan pembatasan pada larangan hakim untuk melakukan sesuatu yang berkaitan dengan pembuktian • Teori Pembuktian Positif, disini ditekankan perlunya perintah terhadap hakim disamping ada larangan • Namun dalam Praktek teori pembuktian yang dipakai adalah Teori Pembuktian bebas

  46. Beban Pembuktian Pasal 553 BW :orang yang menguasai barang tidak perlu membuktikan itikad baiknya. Siapa yang mengemukakan itikad buruk harus membuktikannya Pasal 535 BW : bila seseorang telah mulai menguasai sesuatu untuk orang lain, maka selalu dianggap meneruskan penguasaan tersebut, kecuali apabila terbukti sebaliknya Pasal 1244 BW : Kreditur dibebaskan dari pembuktian kesalahan debitur dalam hal adanya wanprestasi

  47. Beban Pembuktian • Ada 5 teori pembebanan pembuktian yang dapat dijadikan pedoman bagi hakim (Menurut Prof. Sudikno Mertokusumo): • Teori Pembuktian yang hanya bersifat menguatkan, siapa yang mengemukakan harus membuktikan • Teori Hukum subyektif, barang siapa yang mengaku atau mengemukakan suatu hak, maka ia harus membuktikan • Teori hukum obyektif, penggugat yang mengajukan sutau gugatan berarti ia telah meminta hakim untuk menerapkan ketentuan hukum obyektif terhadap suatu peristiwa yang diajukan tersebut. • Teori Hukum Publik, upaya mencari keadilan dan kebenaran suautu peristiwa di pengadilan merupakan kepentingan publik. • Teori hukum acara, hakim harus membagikan beban pembuktian berdasakan kesamaan kedudukan para pihak (asas audi et alteram partem)

More Related